EVALUASI PENGUASAAN KOSAKATA MAHASISWA DENGAN TEKNIK DOUBLE EVALUATION.

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

- 400 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

- 401 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

EVALUASI PENGUASAAN KOSAKATA MAHASISWA
DENGAN TEKNIK DOUBLE EVALUATION
Ni Putu Luhur Wedayanti
Silvia Damayanti
Program Studi Sastra Jepang
Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Udayana
Alamat surel : l_wedayanti@yahoo.co.jp
:siruvia28@gmail.com


抽象
アセス ン
評価活動 教育 改良
大変
立 活動 あ
アセス

活動 結果 判断基準 大
評価
今回 研究
学者 元
語彙能力を検討
言う方法 計測
アセス ン を行う前
後 結果 学生 語彙 能力 発展 見ら
授業評価活動 教師
く 学生 セ
評価を通


能力を同
級生 直接 判断

欠点 頂点を評価さ
をや
学生以


い学者や口頭能力 自身
い学者
大変頑張

判断





:アセス




活動

判断基準

語彙能力



評価

PENDAHULUAN
Evaluasi dan asesmen dalam pendidikan merupakan salah satu cara jitu untuk
memperbaiki sistem dan kinerja semua pihak yang terkait di dunia pendidikan
demi mencapai target lulusan yang berkualitas dan handal. Evaluasi hasil proses
belajar mengajar yang dilakukan sesuai dengan teori-teori ataupun metode-metode
yang telah tersedia, dirasakan tetap masih sulit untuk mengetahui kemampuan
sebenarnya dari pembelajar. Tentu saja hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari
sebab-sebab lainnya, diantaranya kondisi kekinian yang heterogen dan dinamis.

Dalam pembelajaran bahasa asing, terdapat penekanan pada empat komponen
kemampuan dasar, yaitu membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Keempat
kemampuan dasar tersebut harus dikuasai dengan nilai maksimal terlebih dahulu
untuk dapat berbahasa asing yang dipelajari dengan cakap, sehingga dapat
memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh pada stake holder . Akan tetapi,
berlawanan dengan hal tersebut, masih banyak para lulusan universitas yang
belajar bahasa asing belum memiliki kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja.
Kenyataan tersebut juga terjadi pada pembelajar bahasa Jepang. Permasalahan ini

- 402 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

tentu saja tidak dapat hanya dengan menyalahkan para pendidik maupun fasilitas
dan sistem pendidikan yang ada, motivasi rendah para pembelajar bahasa Jepang
menjadi permasalahan yang rumit untuk dipecahkan. Perbedaan kemampuan
antara mahasiswa yang bermotivasi tinggi dan mahasiswa yang bermotivasi
rendah menyebabkan kesenjangan yang mencolok di dalam kelas sehingga

menyulitkan pengajar dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, sangat
diperlukan data kompetensi mahasiswa yang sebenarnya agar dapat membuat
rencana pengajaran yang lebih realistis dan aplikatif.
Terbatasnya waktu untuk menyampaikan materi, kerap membuat penjelasan
ataupun pembahasan mengenai kosakata baru terlewatkan, padahal tanpa
penjelasan yang cukup, mahasiswa sulit memahami makna ataupun penggunaan
sebuah kata jika hanya berpaku pada arti yang ada di kamus. Di lain pihak,
mahasiswa juga cenderung tidak serius dalam usahanya belajar sendiri.
Ketidakseriusan ini menyebabkan rendahnya kuantitas pembendaharaan kata baru
mereka. Hal tersebut berimbas ke komponen keterampilan berbahasa lainnya.
Mahasiswa yang memiliki tabungan kosakata sedikit, cenderung tidak kreatif dan
membeo dengan contoh di buku saat drill dalam pelajaran tata bahasa (bunpo),
tidak dapat mengembangkan ide pikiran dengan baik dan variatif saat harus
menulis dalam mata kuliah sakubun, tidak mampu memahami konteks bacaan
karena sebagian besar kata tidak diketahui artinya, dan biasanya mahasiswa akan
menjelaskan terbata-bata dengan kata-kata yang tidak runut (atau bahkan dengan
bahasa tubuh) saat harus bercerita atau menjelaskan sesuatu dengan bahasa Jepang
dalam pelajaran berbicara/percakapan (kaiwa).
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa


mahasiswa,

berkomunikasi,

akan

terutama
tetapi

kemampuan

untuk

dapat

berbicara

menyelesaikan


sebagai

sarana

permasalahan-

permasalahan tersebut, perlunya ada penguraian masalah sehingga dapat
ditentukan langkah-langkah yang perlu diambil. Penelitian kali ini, mencoba
mencari cara untuk mengetahui kedalaman pemahaman kosakata mahasiswa.
Penelitian kali ini merupakan hasil evaluasi dari penelitian-penelitian dengan
tujuan sama yang dilakukan penulis sebelumnya. Metode evaluasi yang pernah
dilakukan adalah matching test, tes-tes kecil, interview dari dosen ke mahasiswa

- 403 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

mengenai kosakata pada bab yang sedang dibahas ataupun mengenai pengetahuan
umum di lingkungan sekitar mahasiswa. Setelah angket disebarkan, penulis
mendapat masukan dari mahasiswa bahwa tes-tes yang dilakukan membuat

mahasiswa merasa tertekan, bahkan sebelum jam kuliah sehingga mengganggu
konsentrasi saat menerima materi. Cara selanjutnya yang digunakan adalah teknik
interview. Cara ini dirasakan dapat menggali lebih banyak pemahaman mahasiswa
mengenai kosakata, akan tetapi, di sela waktu 100 menit (penyampaian materi)
mustahil bagi pengajar untuk bertanya kepada seluruh mahasiswa. Oleh sebab itu,
teknik interview tersebut dimodifikasi menjadi interview dengan double
evaluation dalam warming up game yaitu game tebak kata.

ASESMEN, EVALUASI DAN DOUBLE EVALUATION
Asesmen merupakan proses yang digunakan untuk mendapatkan bahan
penilaian dalam evaluasi. Dalam asesmen dilakukan pengumpulan bukti baik yang
lisan maupun yang tulisan terhadap perkembangan pembelajar dalam mengikuti
proses belajar mengajar pada waktu yang ditentukan. Bukti-bukti kompetensi
siswa tersebut yang akan dijadikan bahan penilaian dalam evaluasi. Hal tersebut
seperti yang disampaikan oleh Nitko (dalam Uno dan Koni, 2013: 1)
mendefinisikan asesmen sebagai proses yang ditempuh untuk mendapatkan
informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai
para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau
instrumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau institusi
resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu.

Widgins (dalam Wulan, 2010: 4) menyatakan bahwa asesmen merupakan
sarana yang secara kronologis membantu pengajar dalam memonitor siswa.
Marzano et al (dalam Wulan, 2010: 5) juga menambahkan bahwa asesmen
mengungkapkan penguasaan konsep siswa, asesmen tidak hanya mengungkapkan
konsep yang telah dicapai, akan tetapi juga tentang proses perkembangan
bagaimana suatu konsep tersebut diperoleh. Oleh sebab itu, asesmen sudah
seharusnya dapat mendukung proses belajar mengajar agar dapat memberikan
input ataupun mencetak output yang semakin baik.

- 404 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

Evaluasi didefinisikan oleh Kumano (Wulan, 2010: 5) sebagai penilaian
terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Kemudian Zainul dan
Nasution menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrument tes maupun non tes.

Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan pengambilan keputusan terhadap kompetensi pembelajar berdasarkan
pada bukti-bukti yang dikumpulkan dalam kegiatan asesmen.
Double evaluation adalah proses evaluasi yang merupakan modifikasi dari

bentuk-bentuk evaluasi yang ada. Maksud dari double evaluation ini adalah
proses evaluasi yang tidak hanya dilakukan oleh satu pihak (pengajar saja), akan
tetapi dilakukan juga oleh pembelajar sebagai individu yang dewasa dan dapat
menilai. Evaluasi yang pertama dilakukan oleh mahasiswa dalam proses evaluasi
mandiri saat game tebak kata. Bukti-bukti dalam proses asesmen tersebut juga
dikumpulkan dan dijadikan bahan pertimbangan evaluasi oleh pengajar di akhir
proses.

OBJEK PENELITIAN
Double evaluation dilakukan sebanyak enam kali pada mata kuliah Chukyu
Bunpo di semester genap 2015 di Universitas Udayana. Seperti yang disebutkan

sebelumnya, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang mengalami
beberapa modifikasi. Penelitian dilakukan pada tahun 2009, dan 2010, sebelum
penelitian kali ini. Pada tahun 2009, untuk mengajarkan kosakata baru pada

materi yang akan diajarkan, diadakan tes kanji yang disertai arti katanya pada tiap
pertemuan. Kosakata yang akan menjadi bahan tes kecil adalah kosakata pada bab
yang akan dibahas. Dengan memberitahukan sebelumnya, mahasiswa diberi
kesempatan untuk belajar dan mengingat. Akan tetapi teknik yang dilakukan ini
pun mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah
mahasiswa menjadi merasa tertekan dan jenuh disebabkan tes yang dilakukan
terus menerus, dan banyaknya beban yang harus dihapal menyebabkan mahasiswa
cepat melupakan tes yang dihapal sebelumnya. Kelebihan dari tes ini adalah
mahasiswa menjadi memiliki persiapan saat mengikuti perkuliahan. Karena

- 405 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

mahasiswa telah berlatih kanji sekaligus menghapal artinya, mahasiswa lebih
mudah untuk memahami materi.
Hasil evaluasi dari penelitian mengenai penguasaan kosa kata dilakukan juga
di tahun berikutnya. Akan tetapi, menggunakan teknik yang berbeda. Perbaikan
dilakukan melihat dari hasil evaluasi asesmen di tahun sebelumnya. Penggalian
informasi mengenai kuatitas dan kualitas pemahaman kosakata mahasiswa
memang agak sulit jika dilakukan hanya dengan tes kecil. Di tahun berikutnya,
pengajar melakukan teknik yang berbeda, yaitu wawancara. Mahasiswa dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari dua atau tiga orang. Kosakata
yang terdapat dalam kartu informasi adalah kata-kata yang tidak diberitahukan
sebelumnya. Hal tersebut beralasan bahwa penting sekali membiasakan
mahasiswa untuk dapat menjelaskan sesuatu tanpa persiapan, sehingga dapat
diketahui kemampuan mahasiswa paling dasar. Setelah interview dengan anggota
kelompoknya, mahasiswa diminta untuk menjelaskan gambar, ataupun kata
kepada dosen. Proses asesmen menggunakan teknik ini memberikan banyak
keuntungan, diantaranya mahasiswa menjadi kreatif dalam menjelaskan sesuatu
dan menggunakan semua kemampuannya, dan mahasiswa yang pasifpun ketika
diberikan motivasi terlihat menunjukkan semangat untuk belajar.

METODE PENELITIAN
1. Pembagian Kelompok
Pertama-tama pembelajar dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri
dari dua orang. Hal tersebut bertujuan agar, dalam waktu 15 menit masing-masing
mahasiswa dapat berbicara cukup, tanpa adanya dominasi dari anggota
kelompoknya yang lain. Kelompok-kelompok tersebut selalu berganti di tiap
pertemuan, dan teman kelompoknya ditentukan oleh pengajar. Anggota kelompok
biasanya adalah mahasiswa yang memiliki kemampuan yang berbeda. Pembagian
ini bertujuan agar mahasiswa dapat saling mengevaluasi diri saat berinteraksi
dengan anggota kelompoknya. Mahasiswa yang berkemampuan tinggi dapat
menjadi tolok ukur bagi mahasiswa yang berkemampuan kurang untuk
mengetahui kelemahan-kelemahannya sehingga mereka bisa memperbaiki
kekurangannya (self evaluation).

- 406 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

Pembagian kelompok juga didasarkan pada tes yang diberikan berkaitan
dengan kosakata baru yang ada pada materi yang diajarkan dari awal semester
hingga ujian tengah semester. Tes yang diberikan berupa matching test antara
kosakata dengan artinya dalam bahasa Jepang. Berikut adalah contoh pre-tes yang
diberikan :
. 同僚(
. 葉(

)
)

a. 秋
b.職場 同

葉 黄色く赤く変わ
あ 人
地位

役目







Hasil dari tes menjelaskan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak mengetahui
arti dari kata dalam tes. Dari 20 jumlah soal yang diberikan, hanya dua orang
mahasiswa yang dapat menjawab dengan benar semua soal. Sebanyak enam orang
mahasiswa mendapat nilai 90, lima orang mahasiswa mendapat nilai 80, sepuluh
orang mahasiswa mendapat nilai 70, dan sisanya (21 orang mahasiswa) mendapat
nilai 60 ke bawah. Jumlah mahasiswa yang lebih banyak (hampir setengah dari
jumlah mahasiswa) yang mendapat nilai kurang memuaskan mengindikasikan
pembelajaran kosakata masih belum efektif, proses belajar mengajar sebelumnya
belum mampu memberikan input yang baik dan efektif bagi mahasiswa.
Mahasiswa yang pasif menerima penjelasan dosen atau mengerjakan tugas
individu tidak memberikan suntikan motivasi bagi mahasiwa untuk dapat belajar
sendiri.
Oleh sebab itu, pada rentang waktu setelah ujian tengah semester, teknik
pengajaran kosakata baru dimodifikasi menjadi game tebak kata diawal
perkuliahan sebagai warming up game. Wawancara langsung antara mahasiswa
ini membuat mahasiswa yang awalnya selalu malu untuk memulai berbicara
dengan pengajar ataupun dengan penutur bahasa Jepang, mulai mau berbicara
sedikit demi sedikit. Hal tersebut merupakan kemajuan yang cukup besar,
mengingat rasa percaya diri untuk mencoba dan kesadaran bahwa kalau mau
mencoba dan berusaha pasti bisa tersebut dapat membawa mahasiswa

mengembangkan kemampuannya lebih serius.
2. Pemberitahuan Lingkup Kosakata
Kosakata yang diberikan adalah kosakata yang menjadi kosakata baru pada
materi yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut. Lingkup kosakata baru yang
akan dijadikan bahan game selalu diinformasikan di minggu sebelumnya sehingga

- 407 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

mahasiswa memiliki waktu untuk mencari padanan kata-kata tersebut, ataupun
memikirkan cara menjelaskannya dengan bahasa Jepang. Jumlah kata yang harus
dijelaskan tiap orang adalah sepuluh kata, yang terdiri dari lima sampai enam kata
sesuai dengan materi dan empat kata yang terkait dengan pengetahuan umum.
Untuk menghindari perasaan tertekan dari mahasiswa, terutama mahasiswa
yang memiliki kemampuan akademis kurang pada mata kuliah terkait,
sebelumnya diberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa game yang
dilakukan ini bukan bagian dari tes melainkan cara untuk mengetahui pemahaman
kosakata mahasiswa.
3. Bentuk Game Tebak Kata
Masing-masing mahasiswa dalam anggotanya membawa kartu informasi
yang berisi sepuluh kata. Mahasiswa harus menjelaskan kata tersebut dengan
kalimat yang baik hingga kawannya dapat menjawab kosakata yang sedang
dijelaskan. Lima belas menit yang tersedia harus dibagi dua, dan apabila dalam
waktu tujuh setengah menit kata yang dijelaskan tidak dapat ditebak, kata tersebut
dilewati dan akan menjadi penilaian yang tidak baik.
4. Cara Penilaian Game
Penilaian game ini dilakukan saat mahasiswa yang harus menebak melihat
cara kawannya menjelaskan. Poin yang dinilai adalah cara menjelaskan apakah
menggunakan kata atau kalimat, apakah lebih banyak menggunakan bahasa tubuh
(gesture) ketimbang kata karena keterbatasan pembendaharaan kosakata, dan
kreativitas dalam menjelaskan. Penilaian untuk cara menjelaskan adalah 2 sampai
8 dengan penjelasan bahwa mahasiswa akan mendapat nilai rendah jika
menjelaskan hanya dengan kata per kata, dan mendapat nilai tinggi jika
menjelaskan dengan kalimat yang lengkap. Pengajar berkeliling memastikan tiap
mahasiswa berbicara dan mendengarkan mahasiswa yang menjelaskan dengan
seksama terutama
Mahasiswa akan mendapat nilai yang rendah jika menggunakan gesture (atau
berusaha memberikan penjelasan dengan gambar) dan mendapat nilai yang tinggi
jika tidak menggunakan gesture. Mahasiswa akan mendapat nilai rendah apabila
tidak cepat berusaha menjelaskan dengan kosakata yang lebih mudah (lebih
dipahami) kawannya dan memilih diam hingga waktu yang ditentukan habis.

- 408 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

Kreativitas tersebut menunjukkan kekayaan pembendaharaan mahasiswa yang
mampu mengenali kata yang memiliki komponen makna sama. Misalnya untuk
menjelaskan kata humburger , mahasiswa akan mendapat nilai tinggi apabila dapat
menjelaskan dengan kalimat yang lengkap (例:
ニュ



丸い

食べ物



), dan akan mendapat nilai yang rendah apabila

menjelaskan terpatah-patah dengan kata (食べ物
kata yang
harus
dijelaskan
観光客



cara
penggunaan
menjelaskan
gesture
(min.2-maks.8) (min.2-maks.8)

食べ物

丸い美味

kreativitas
menjelaskan
(min.2-maks.8)

い).

total
nilai
20

Tabel di atas menjelaskan bahwa nilai keseluruh (nilai total) 20 menunjukkan
bahwa mahasiswa yang bertugas menjelaskan, dapat menjelaskan kata dengan
baik. Mahasiswa tersebut menjelaskan menggunakan kalimat yang cukup banyak,
tidak atau hampir tidak menggunakan gesture dalam menjelaskan, dan dinilai
kreatif mencari cara menjelaskan lain bila kawan dalam kelompoknya tidak dapat
menebak kata yang dijelaskan. Kemudian penilaian ini dilanjutkan dengan
pengukuran melalui tes tertulis. Mahasiswa diberikan posttest diakhir pertemuan
keenam dengan soal berjumlah 50 yang kata-katanya berasal dari kosakata yang
telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Soal berbentuk word associates format
test, dan matching test. Dalam word associates format test, tugas dari mahasiswa

adalah untuk mengidentifikasi kata-kata yang meliki relasi dengan kata target.
Masing-masing berkemungkinan memiliki tiga relasi pada kata yang ditargetkan,
yaitu

paradigmatik

(sinonim),

sintagmatik

(kolokasi),

dan

analitik

(merepresentasikan bagian dari makna kata) (Read, 1998:44). Oleh sebab itu,
dalam word associates format test mahasiswa diminta untuk memilih kata lebih
dari satu yang memiliki relasi dengan kata target. Berikut adalah contoh posttest
yang berbentuk matching test dan word associates format test yang diberikan di
pertemuan paling akhir. Dengan interval waktu yang cukup lama, diharapkan

- 409 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

mahasiswa dapat mengingat lebih lama kosakata yang dipelajari. Berikut adalah
contoh post test yang diberikan kepada mahasiswa.
matching test :

1.



目立

2. 地味



短い評価や意見を述べ

word associates format test :

1. 記憶→

覚え

2. 寄付→





ラン

思い出

食べ



金をあ

体験

物事

将来

手伝え

学校



Dari hasil tes ditemukan adanya peningkatan nilai benar pada matching test
dan nilai yang memuaskan pada word associates format test. Meskipun rentang
waktu tes dilakukan cukup lama, tetapi sebagian besar mahasiswa masih dapat
mengenali dan mengingat artinya. Kuantitas mahasiswa yang mendapat nilai
diatas 60 pada posttest menunjukkan pengurangan menjadi hanya 14 orang.
Hampir separuh telah mengalami peningkatan. Perbandingan hasil tes mahasiswa
dapat dilihat pada diagram pie berikut :

100, 2

≤ 9, 80-100,
14
13

90, 6
≤ 0,
21

80, 5
70, 9

60-79,
17

Diagram pie pretest

Diagram pie posttest

Dari diagram pie tersebut, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan jumlah
mahasiswa yang dapat mengerjakan tes dengan baik, dan penurunan pada
mahasiswa yang mendapat nilai kurang memuaskan.

HASIL YANG DIPEROLEH
Pada pertama kali dilakukannya game ini, mahasiswa belum terbiasa, akan
tetapi setelah mendapat contoh dan penjelasan lebih lanjut, mahasiswa menjadi
tertarik dan berusaha untuk berbicara. Meskipun kosakata yang digunakan adalah
kosakata yang merupakan materi di buku, tetapi karena adanya beberapa kosakata

- 410 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

yang diberikan kepada mahasiswa tanpa pemberitahuan sebelumnya menjadi
kejutan tersendiri bagi mahasiswa. Kata-kata tambahan yang diberikan adalah
kata-kata yang ada dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Hal ini didasarkan
pada pengamatan penulis bahwa mahasiswa yang tidak pernah berlatih untuk
menjelaskan sesuatu dalam bahasa Jepang, cenderung tidak mampu untuk
menjelaskan perihal yang paling mudah pun dalam bahasa Jepang. Salah satu
dasar dilakukannya kegiatan asesmen ini adalah memotivasi mahasiswa terbiasa
berbicara dan dapat menjelaskan sesuatu. Hal ini diharapkan ketika mahasiswa
telah berkecimpung dalam dunia kerja dapat menggunakan keterampilan ini.
Dari pretes dan postes yang diberikan, mahasiswa terlihat lebih memahami
kata-kata baru yang ada di tiap bab setelah kegiatan asesmen berupa tebak kata
terus dilakukan, dilihat dari prosentase nilai benar yang dijawab mahasiswa.
Sebelumnya, tes-tes yang diberikan, meskipun soalnya sama (kata baru yang
sama) tetapi jika diberikan direntang waktu yang berbeda, hanya sedikit
mahasiswa yang mampu menjawab benar. Hal tersebut menjadikan kosakata baru
hanyalah beban pada bab terkait, apabila telah lewat dan mulai materi pada bab
yang lain, mahasiswa akan sibuk memhapal kosakata baru pada bab tersebut dan
melupakan yang sebelumnya.
Dengan menugaskan mahasiswa menjelaskan kata-kata tersebut dan berusaha
membuat kawan anggotanya mengerti hingga mampu menjawab, mahasiswa tidak
boleh hanya menghapal, akan tetapi harus memahami makna tersebut dan
mengetahui penggunaannya. Kemudian, dalam usaha untuk mencari definisi kata
tersebut dalam bahasa Jepang, mahasiswa mengetahui kosakata baru yang dapat
memperkaya pembedaharaan kosakatanya. Pada definisi yang terlalu sulit,
mahasiswa mencari kata padanannya yang lebih mudah untuk dihapal dan kirakira lebih dikenal oleh kawan anggotanya.
Proses kognitif tersebut secara tidak langsung memperkaya pembendaharaan
kosakata mahasiswa. Pembelajar bahasa asing yang memiliki kosakata yang lebih
banyak tentu akan lebih mampu untuk berbicara, menulis, ataupun memahami
sebuah bacaan dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki kosakata
sekadarnya.

- 411 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

Dalam penelitian inipun, mahasiswa yang selama ini sangat pasif pun akan
terpaksa untuk berbicara dengan bahasa Jepang, dan selalu didorong untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu. Dari dasar evaluasi ini,
dapat diketahui kadar pemahaman kosakata mahasiswa.

SIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat dilihat adanya evaluasi mandiri yang dilakukan oleh
mahasiswa secara langsung dengan melihat kompetensi kawannya dapat menjadi
pemicu mahasiswa untuk memperbaiki diri. Permainan tebak kata pun dapat
direkomendasikan sebagai cara untuk mengajarkan kosakata baru bukan hanya
dengan tes ataupun tugas. Dengan berpikir untuk mencari cara menjelaskan kata
target, secara tidak langsung mahasiswa akan secara sintagmatik, paradimatik dan
analitik terkait kata tersebut. Pemahaman dengan ketiga faktor tersebut,
mahasiswa diharapkan tidak hanya hapal sebuah kata, tetapi memahami dan dapat
menggunakannya dengan tepat. Evaluasi yang dilakukan lebih dari sekali dan
bukan hanya dari satu pihak diharapkan dapat membantu objektifitas dan
keakuratan data yang diperoleh. Meskipun hampir tidak mungkin untuk
mengukur dengan pasti kadar pemahaman manusia hanya dari sebuah tes dalam
waktu yang singkat, tetapi hasil evaluasi yang dilakukan seperti ini diharapkan
dapat menjadi bahan referensi dalam membuat perencanaan pengajaran, ataupun
menyusun kompetensi mahasiswa.
Penelitian double evaluation ini hanya dilakukan dalam setengah semester
dan pada satu angkatan mahasiswa saja. Untuk dapat menyatakan cara ini realistis
membantu mahasiswa diperlukan kegiatan asesmen yang dilakukan berulang dan
konsisten. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menemukan formula bentuk
tes atau pengukuran lain baik tertulis maupun nontertulis yang dapat mengukur
dengan lebih tepat kemampuan dasar mahasiswa.

- 412 -

Proceeding International Seminar on Evaluation and Assessment in Japanese Language Education
日本語教育 評価 21-22 August, 2015.
IBSN ; 978-602-294-067-8

DAFTAR PUSTAKA
Fulcher, Glenn., dan Davidson, Fred. 2007. Language Testing and Assessment.
New York: Routledge.
Read, John. 1998. Validating a Test to Measure Depth of Vocabulary Knowledge.
Selected Paper in Validation on Language Assessment. Ed. Anthony John
Kunnan. Lawrence Erlbaum Associates, inc. New Jersey.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Metode Riset Pengajaran
Dan Pembelajaran Bahasa . Bandung : Penerbit Angkasa.
Uno, Hamzah B., dan Koni, Satria. 2013. Assessment Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wulan, Ana Ratna. 2010. Pengertian dan Esensi Konsep Evaluasi, Asesmen, Tes
dan
Pengukuran.
(Online
Jurnal)
http://file.upi.edu/Direksi/SPS/Prodipendidikanipa
/197404171999032Ana_Ratnawulan/pengertian_asesmen.pdf.
(diunduh
tanggal 4 April 2015)
Yamamoto, Akihiko. 2008. Rancangan Pembelajaran Untuk Menumbuhkan Rasa
Percaya Diri Pembelajar- Kompetisi Antarkelompok dalam Tes Huruf
Kanji- (Jurnal) Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang ASPBJI Korwil Jabar ,
Vol. 4, No. 1, Juni 2008.

- 413 -

Ni Putu Luhur Wedayanti dan Silvia Damayanti

- 414 -