Berbicara tentang hobi dan hal yang disu
Membaca disertai sebuah imajinasi bisa menciptakan sebuah dunia tak kasat mata yang hanya
mampu dimengerti oleh setiap insan itu sendiri. Tak terkecuali dengan sosok manis yang tengah
duduk santai di bawah teduhnya pohon pada taman sekolahnya. Sosok manis itu tampak begitu
tenggelam dalam dunianya sendiri. Senyum, kerutan dahi tanda tak mnegrti bahkan raut sedih
pun silih berganti menghiasi paras indahnya. Semua yang ada disekitarnya seolah hanya angin
lalu baginya. Tak begitu berarti kala manik indah itu menatap rangkain kata dari sebuah karya
sastra.
“Apa masih sakit??”. Tanya sosok lain yang kini berdiri tepat di sisi yeoja manis itu. “Apanya?”.
Tanya balik yeoja itu, masih dengan mata yang focus pada novel digenggamannya.
Sosok tampan itu tampak menghela nafas pasrah. “Mau sampai kapan kau terus terlibat
perkelahian dengan namja-namja itu??. Kau ini yeoja, tapi kenapa hobi sekali berkelahi”.
“Hemm~”. Gadis itu hanya bergumam tidak jelas sebagai respon pertanyaan namja di
sampingnya.
“Terkadang aku heran, kau begitu menyukai karya sastra tapi tingkahmu itu tidak ada manismanisnya”. Gadis manis dengan mata cokelat itu masih tak berniat mengalihkan
pandangannya dari sang buku tercinta.
Kembali helaan nafas meluncur dari bibir namja tampan dengan tubuh yang terbilang mungil itu.
“Makanlah !! aku tahu kau belum makan dari pagi”. Sosok tampan itu memberikan sebungkus
roti pada sosok manis di sisinya tersebut, namun sang gadis tak bergeming sedikitpun, hingga
membuat namja itu memutar matanya geram. Dengan gerakan cepat, ditariknya buku dalam
genggaman yeoja itu lalu menyembunyikannya di balik tubuhnya.
“Kyungsoo~yah, kembalikan novelku”. Rengek gadis itu pada akhirnya. “Aku akan
mengembalikannya, tapi setelah kau menghabiskan roti dan susunya”. Kyungsoo—namja
tampan dengan tubuh sedikit mungil itu meletakkan sebungkus roti dan sekotak susu coklat
pada pangkuan gadis di sampingnya tersebut.
Sosok manis itu hanya bisa memasang wajah merajuknya melihat sikap sahabat baiknya
tersebut. “Tapi aku tidak lapar “. Ujar yeoja manis itu. “Aku tak menerima penolakan”. Kyungsoo
berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengundang raut tak suka di paras manis
yeoja itu.
“Aku hanya tak ingin kau sakit. Sesekali dengarkan kata-kataku apa susahnya sih??”. Ucap
Kyungsoo lembut sambil menyandarkan punggungnya pada batang pohon di belakang mereka.
“Arra~”. Meski dengan sedikit rasa terpaksa, gadis itu tetap menuruti apa kata sahabatnya itu.
“Tak bisakah kau berhenti terlibat perkelahian dengan namja –namja berandal itu?”. “Sudah
berapa kali aku katakan, mereka dulu yang memulainya. Bukan aku”. Sahut gadis itu tak
terima. “Aku tahu, tapi itu berbahaya dan bagaimanapun juga kau itu seorang yeoja”. Nada
suara Kyungsoo sedikit meninggi, meski tak dapat dipungkiri jika nada itu sarat akan rasa
khawatir.
“Aku baik-baik saja Do Kyungsoo, dan apa kau lupa jika aku penyandang sabuk hitam karate??.
Jadi berhentilah terlalu mengkhawatirkan aku”. Kyungsoo kembali menghela nafas berat
mendengar ucapan gadis itu.
“Aku ingat, sangat ingat Kim Jun hee, tapi apa kau tak lelah?. Kau ini yeoja dan tak
sepantasnya seperti itu”. “Tapi aku melakukannya juga bukan tanpa alasan, Soo~. Jika mereka
hanya menghinaku, aku tak akan peduli. Tapi, apa yang mereka lakuakan??. Mereka menghina
keluargaku dan juga kau. Aku tak bisa diam begitu saja”. Mungkin tak banyak orang yang bisa
melihat kilat lelah dari mata gadis manis itu. jika boleh jujur, ia pun tak ingin seperti ini, ia ingin
hidup normal seperti sebelumnya. Tapi namja-namja berandal itu yang tak pernah berhenti
membuatnya naik pitam.
Segaris senyum lembut nan hangat menghiasi bibir namja tampan bermarga Do itu. diputarnya
perlahan bahu gadis di sampingnya untuk menghadap padanya. “Aku tahu kau peduli pada
keluargamu dan juga padaku. Tapi tidak dengan seperti ini Jun hee~ah. Ini terlalu berbahaya
untuk seorang yeoja, sekalipun kau bisa karate, tapi tak selamanya kau akan menang melawan
mereka. Aku hanya tak ingin kau terluka
mampu dimengerti oleh setiap insan itu sendiri. Tak terkecuali dengan sosok manis yang tengah
duduk santai di bawah teduhnya pohon pada taman sekolahnya. Sosok manis itu tampak begitu
tenggelam dalam dunianya sendiri. Senyum, kerutan dahi tanda tak mnegrti bahkan raut sedih
pun silih berganti menghiasi paras indahnya. Semua yang ada disekitarnya seolah hanya angin
lalu baginya. Tak begitu berarti kala manik indah itu menatap rangkain kata dari sebuah karya
sastra.
“Apa masih sakit??”. Tanya sosok lain yang kini berdiri tepat di sisi yeoja manis itu. “Apanya?”.
Tanya balik yeoja itu, masih dengan mata yang focus pada novel digenggamannya.
Sosok tampan itu tampak menghela nafas pasrah. “Mau sampai kapan kau terus terlibat
perkelahian dengan namja-namja itu??. Kau ini yeoja, tapi kenapa hobi sekali berkelahi”.
“Hemm~”. Gadis itu hanya bergumam tidak jelas sebagai respon pertanyaan namja di
sampingnya.
“Terkadang aku heran, kau begitu menyukai karya sastra tapi tingkahmu itu tidak ada manismanisnya”. Gadis manis dengan mata cokelat itu masih tak berniat mengalihkan
pandangannya dari sang buku tercinta.
Kembali helaan nafas meluncur dari bibir namja tampan dengan tubuh yang terbilang mungil itu.
“Makanlah !! aku tahu kau belum makan dari pagi”. Sosok tampan itu memberikan sebungkus
roti pada sosok manis di sisinya tersebut, namun sang gadis tak bergeming sedikitpun, hingga
membuat namja itu memutar matanya geram. Dengan gerakan cepat, ditariknya buku dalam
genggaman yeoja itu lalu menyembunyikannya di balik tubuhnya.
“Kyungsoo~yah, kembalikan novelku”. Rengek gadis itu pada akhirnya. “Aku akan
mengembalikannya, tapi setelah kau menghabiskan roti dan susunya”. Kyungsoo—namja
tampan dengan tubuh sedikit mungil itu meletakkan sebungkus roti dan sekotak susu coklat
pada pangkuan gadis di sampingnya tersebut.
Sosok manis itu hanya bisa memasang wajah merajuknya melihat sikap sahabat baiknya
tersebut. “Tapi aku tidak lapar “. Ujar yeoja manis itu. “Aku tak menerima penolakan”. Kyungsoo
berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengundang raut tak suka di paras manis
yeoja itu.
“Aku hanya tak ingin kau sakit. Sesekali dengarkan kata-kataku apa susahnya sih??”. Ucap
Kyungsoo lembut sambil menyandarkan punggungnya pada batang pohon di belakang mereka.
“Arra~”. Meski dengan sedikit rasa terpaksa, gadis itu tetap menuruti apa kata sahabatnya itu.
“Tak bisakah kau berhenti terlibat perkelahian dengan namja –namja berandal itu?”. “Sudah
berapa kali aku katakan, mereka dulu yang memulainya. Bukan aku”. Sahut gadis itu tak
terima. “Aku tahu, tapi itu berbahaya dan bagaimanapun juga kau itu seorang yeoja”. Nada
suara Kyungsoo sedikit meninggi, meski tak dapat dipungkiri jika nada itu sarat akan rasa
khawatir.
“Aku baik-baik saja Do Kyungsoo, dan apa kau lupa jika aku penyandang sabuk hitam karate??.
Jadi berhentilah terlalu mengkhawatirkan aku”. Kyungsoo kembali menghela nafas berat
mendengar ucapan gadis itu.
“Aku ingat, sangat ingat Kim Jun hee, tapi apa kau tak lelah?. Kau ini yeoja dan tak
sepantasnya seperti itu”. “Tapi aku melakukannya juga bukan tanpa alasan, Soo~. Jika mereka
hanya menghinaku, aku tak akan peduli. Tapi, apa yang mereka lakuakan??. Mereka menghina
keluargaku dan juga kau. Aku tak bisa diam begitu saja”. Mungkin tak banyak orang yang bisa
melihat kilat lelah dari mata gadis manis itu. jika boleh jujur, ia pun tak ingin seperti ini, ia ingin
hidup normal seperti sebelumnya. Tapi namja-namja berandal itu yang tak pernah berhenti
membuatnya naik pitam.
Segaris senyum lembut nan hangat menghiasi bibir namja tampan bermarga Do itu. diputarnya
perlahan bahu gadis di sampingnya untuk menghadap padanya. “Aku tahu kau peduli pada
keluargamu dan juga padaku. Tapi tidak dengan seperti ini Jun hee~ah. Ini terlalu berbahaya
untuk seorang yeoja, sekalipun kau bisa karate, tapi tak selamanya kau akan menang melawan
mereka. Aku hanya tak ingin kau terluka