Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokak
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk
Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan
Syafrindi, Andriani Lubis, Kiman Siregar1
Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah
Jalan Tgk. Hasan Krueng Kalee No.3 Kopelma Darussalam Banda Aceh
Email : [email protected]
ABSTRAK
Tebu merupakan salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian di mana lebih dari setengah
produksi gula dunia berasal dari tebu. Di Propinsi Aceh tanaman tebu telah dibudidayakan oleh perkebunan
swasta atau rakyat tetapi masih dalam skala kecil sebagai bahan baku pembuatan gula merah atau gula batu.
Usaha untuk mencukupi kebutuhan gula nasional dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas tebu
keprasan. Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang
dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan. Pengeprasan tersebut dapat dilakukan
secara manual maupun mekanis. Alat yang digunakan dalam pengeprasan secara manual umumnya berupa
cangkul atau golok, sedangkan untuk pengeprasan mekanis digunakan pisau rotari yang digerakkan oleh
traktor. Budidaya tebu keprasan adalah pengusahaan tebu dengan cara memelihara tunas tunas tebu yang
muncul setelah tebu dikepras.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji kinerja
prototype alat kepras tebu dengan tenaga traktor roda dua terhadap mutu tebu keprasan. pengamatan kualitas
hasil keprasan dengan mengukur profil guludan hasil pemotongan dengan reliefmeter untuk mendapatkan
nilai lebar dan kedalaman keprasan dan untuk mengukur persentase jumlah batang tebu yang pecah dan
persentase pertumbuhan tunas dilakukan dengan metode pengamatan. Pengamatan pecah tidaknya hasil
potongan dilakukan secara manual dan kamera
Kata Kunci : alat kepras, hand traktor, tebu, hasil keprasan
ABSTRACT
Sugarcane is one of the important commodities in the agribusiness agriculture where more than half the
world's sugar production comes from sugar cane. In the Aceh province, cane crop has been cultivated by
private estates or the people, but still on a small scale as a raw material for making brown sugar or sugar
cubes. Efforts to meet the needs of the national sugar can be done by increasing the productivity of ratoon
cane. Ratoon cane is cutting remnants of sugarcane stubble after harvesting is done in the right position or
lower than the surface of the ridges. Cutting remnants of sugarcane can be done either manually or
mechanically. The tools used in cutting cane can it manually is generally in the form of a hoe or machete,
while for mechanical cutting is used rotary blade driven by a tractor. Ratoon cane is cultivation of sugarcane
by maintaining shoots appear after sugar cane was cutting. The aim of this research was to design and test
the performance of a prototype tool cutting cane with a two-wheeled tractor power for the quality of cutting
sugarcane. observation by measuring the quality of the ridges profile cutting results with reliefmeter to get
width and depth value cutting cane and to measure the percentage of sugarcane broke and percentage
growth of shoots done by the method of observation. Observations broken pieces of bad results is done
manually and the camera
Keywords: cutting sugarcane tools, hand tractors, cutting sugarcane results
PENDAHULUAN
Tebu merupakan salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian di mana lebih dari
setengah produksi gula dunia berasal dari tebu. Di Propinsi Aceh, tanaman tebu telah
dibudidayakan oleh perkebunan swasta atau rakyat tetapi masih dalam skala kecil sebagai bahan
baku pembuatan gula merah atau gula batu. Diperkirakan kebutuhan gula nasional baik untuk
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-39
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
konsumsi langsung rumah tangga maupun industri akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Pemenuhan kebutuhan tersebut diusahakan secara bertahap, baik
dengan langkah intensifikasi peningkatan produktivitas tebu diatas 87 ton/ha dan peningkatan mutu
rendemen 8.5%, yang dilaksanakan melalui rehabilitasi tanaman tebu keprasan (ratoon). Selain itu
diusahakan dengan langkah-langkah ekstensifikasi dengan perluasan areal atau mempertahankan
luasan yang ada dan pembangunan PG baru (Dirjenbun 2011).
Djojosoewardho (1988) dalam Lisyanto (2007), mengemukakan bahwa melalui budidaya
tebu keprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat
dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih rendah. Widodo (1991)
menyatakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit tebu semakin hemat, tebu yang tumbuh
sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian tanah dapat terjaga.
Kegiatan pengeprasan adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh petani tebu untuk
memperoleh tanaman tebu tanpa menanam dari awal, tetapi hanya dengan memotong sisa-sisa
tunggul tebu yang dilakukan tepat atau lebih rendah dari permukaan tanah. Budidaya tebu keprasan
adalah pengusahaan tebu dengan cara memelihara tunas-tunas tebu yang muncul setelah tebu
dikepras (Lisyanto 2007).
Pengeprasan tebu juga bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang
di atas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Pangkal dari batang tebu yang terdapat
di bawah permukaan tanah (ground level ) memiliki ruas batang yang semakin pendek dan
meruncing dengan cepat (Gambar 1). Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama
(primary stalk) tumbuh menjadi batang kedua (secondary stalk) dan mata tunas pada pangkal
batang kedua berkembang menjadi batang ketiga (tertiary stalk). Pertumbuhan tersebut
berlangsung secara berurutan, terus-menerus, dan memiliki posisi selang-seling sesuai dengan
posisi mata tunas pada pangkal batang tebu.
Gambar 1. Urutan pertumbuhan batang tebu dari potongan tebu yang terdapat di bawah
permukaan tanah (Humbert 1968)
Batang tebu yang masih tersisa di bawah permukaan tanah setelah penebangan dapat tumbuh
kembali sebagai tebu keprasan. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru dari tebu keprasan
tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran tebu sebelumya. Setelah tunas-tunas tersebut
tumbuh menjadi batang tebu yang memiliki sistem perakaran sendiri, maka fungsi akar lama
diambil alih oleh sistem perakaran tebu yang baru. Akar-akar lama tersebut kemudian berubah
warnanya menjadi gelap (kehitam-hitaman) dan tidak efektif lagi dalam melakukan suplai
makanan, sehingga akar-akar tersebut akhirnya mati dan terurai dalam tanah.
Sutardjo (1996) mengatakan Ada dua bentuk pengeprasan (Gambar 2) yaitu keprasan bentuk
U atau V yang dilakukan pada tanah yang mengandung pasir dan bentuk W yang dilakukan pada
tanah-tanah berat yang mudah pecah pada musim kemarau. Pengeprasan dilakukan pada kedalaman
5-10 cm dari permukaan juring.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-40
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
(a) Bentuk U/ V
(b) Bentuk W
Gambar 2. Bentuk Profil Pengeprasan (dimodifikasi dari Sutardjo 1996).
Saat ini pekerjaan kepras tebu masih ada dilakukan secara manual dengan peralatan cangkul
atau sabit. Selain kapasitasnya yang rendah, kedalaman kepras juga tidak seragam. Oleh karena
areal tanaman tebu di Indonesia yang dikepras cukup luas maka diperlukan suatu alat yang dapat
menggantikan sabit atau cangkul untuk membantu pekerjaan para petani tebu dalam melakukan
pengeprasan tanaman tebu, sebab apabila pengeprasan dilakukan hanya menggunakan sabit atau
cangkul saja akan memerlukan waktu yang cukup lama, tenaga yang cukup besar, dan hasil
keprasan kurang baik dan seragam.
Pemanfaatan alsintan diharapkan dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja serta
meningkatkan kualitas (keseragaman) dan kapasitas keprasan. Budianto (2001) dalam Lisyanto
(2007) mengemukakan bahwa penggunaan alsintan dalam agribisnis dapat berperan untuk
meningkatkan produktivitas, meningkatkan kenyamanan kerja, menurunkan susut panen,
menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan kualitas produk Salah satu cara untuk mengatasi
masalah yang dihadapi petani tebu adalah membuat suatu alat/mesin pengepras tebu dengan tenaga
traktor roda dua untuk meningkatkan mutu tebu keprasan.
Penelitian ini bertujuan :
1. Mendesain suatu prototipe alat kepras tunggul tebu tipe rotari dengan traktor roda dua.
2. Menganalisis sudut kemiringan pemotongan mata pisau terhadap kualitas pengeprasan.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2015. Perancangan alat kepras tebu
dilakukan di Laboratorium Perbengkelan Program Studi Teknik Pertanian Unsyiah dan
pengujiannya dilakukan di kebun tebu masyarakat Banda Aceh.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kontruksi prototipe alat kepras tebu adalah : besi
UNP 80 mm x 50 mm tebal 5 mm, besi plat tebal 8 mm, besi as diameter 40 mm, mur dan baut,
flens bearing, plat baja. Belting, pully. Untuk pembuatannya digunakan peralatan perbengkelan.
Instrumen untuk mengukur adalah: tachometer digital, stop watch, meteran dan patok-patok
kayu.
Analisis Rancangan
Untuk memenuhi fungsinya maka alat pengepras dirancang untuk dapat memotong tunggul
tebu dan dirakit dengan traktor tangan. Selain mengepras, alat ini juga harus dapat memotong
perakaran tunggul tebu di kiri-kanan barisan tanaman tebu. Pemotongan tunggul dirancang
menggunakan pisau pemotong tipe rotary yang dipasang di depan mesin traktor tangan dan dapat
diatur sudut pemotongannya. Adapun untuk pemotongan akar dirancang menggunakan piringan
bercoak yang dipasang vertikal yang dipasang dibelakang traktor. Seluruh komponen dianalisis
untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang optimum.
Metode Pengujian
Uji kinerja alat kepras tebu dilakukan di Perkebunan masyarakat. Pada saat uji kinerja
beberapa variasi sudut kemiringan pisau yang dilakukan yaitu sudut 10o,20o, dan 30o.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-41
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pengukuran jumlah persentase tunggul yang utuh, tunggul yang pecah dan tunggul
terbongkar dilakukan secara manual dan kamera. Pengamatan pertumbuhan dengan menghitung
jumlah tunas yang tumbuh, setelah 1 minggu pengeprasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Rancangan
Alat pengepras terdiri dari 2 bagian yaitu unit pisau pengepras dan unit pisau coulter. Pisau
pengepras rotary (Gambar 3) terdiri dari plat piringan berdiameter 35 cm dengan ketebalan 7 mm
yang berfungsi sebagai dudukan 8 buah mata pisau. Mata pisau terbuat dari baja yang telah
perkeras dengan ukuran 15 x 5 cm dengan ketebalan 5 mm. Proses pengikatan mata pisau pada
piringan pisau dengan menggunakan baut pengikat. Unit pisau dipasang pada bagian depan traktor
dan untuk menyalurkan dan mengubah arah putaran dari mesin ke unit pisau dengan menggunakan
belting, pully dan gearbox. Posisi kemiringan pisau dapat diatur dari sudut potong 10o, 20odan 30 o.
Gambar 3. Unit Pisau Pengepras
Unit coulter terdiri dari rangka utama, penyangga coulter dan pisau coulter yang berfungsi
untuk memotong perakaran tunggul tebu yang tua dan membelah kedua sisi guludan (Gambar 4).
Unit coulter dipasang pada bagian belakang traktor yang juga berfungsi sebagai penyeimbang
beban berat bagian depan. Lebar pembelahan sisi guludan ditentukan berdasarkan profil guludan
yang ada di lahan. Lebar pembelahan guludan dapat diatur dengan mengendurkan penjepit dan
menggeser penyangga coulter . Coulter terbuat dari baja dengan diameter 40 cm dan bagian
kelilingnya bercoak yang dipasang vertikal pada kedua sisi rangka.
Gambar 4. Unit Coulter
Jumlah Tunggul Terpotong yang Utuh (%)
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong utuh tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 30o sebesar 68,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-42
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
pemotongan 10o sebesar 55,56%. Jika dilihat secara umum dari grafik, perlakuan dengan sudut
pemotongan pisau 10o sampai dengan 30o meningkat linear terhadap hasil tunggul tebu yang utuh.
Gambar 5. Tunggul yang Terpotong Utuh
Jumlah Tunggul yang Terpotong Pecah (%)
Gambar 6. Tunggul yang Terpotong Pecah
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 40,00% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 30o sebesar 22,22%. Jika dilihat secara umum dari grafik, perlakuan dengan sudut
pemotongan pisau 10o sampai dengan 30o menurun linear terhadap hasil tunggul tebu yang utuh.
Besarnya persentase tunggul yang pecah pada sudut 10o karena posisi mata pisau yang lebih
mendatar sehingga ketika pemotongan terjadi sistem menebas (imfact) dimana batang tebu
memiliki kulit diluar yang keras, sedangkan bagian dalam lunak sehingga peluang pecahnya tungul
tebu waktu pemotongan semakin besar.
Jumlah Tunggul Terbongkar (%)
Gambar 7. Grafik Tunggul Yang Terbongkar
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-43
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 20o dan 30o sebesar 8,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 4,44%. Jika dilihat pada grafik, perlakuan dengan sudut pemotongan pisau
20o dengan sudut 30o memiliki niai yang sama. Pada sudut pemotongan 20o dan sudut 30o, posisi
mata pisau lebih tegak dibanding sudut 10o sehingga peluang terbongkarnya tunggul semakin besar
ketika traktor memotong sambil berjalan.
Jumlah Pertunasan (%)
Gambar 8 menunjukkan pertumbuhan tunas 1 minggu setelah kepras (msk). Dari hasil
pengamatan pertumbuhan tunas, pada minggu pertama setelah pengeprasan persentase pertunasan
tertinggi pada perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 62,22% dan terendah pada perlakuan sudut
20o sebesar 37,78%. Tingginya persentase pertunasan dari perlakuan sudut 10o ini berbanding
terbalik dengan tingginya persentase tunggul yang pecah yang dihasilkan pada perlakuan 10 o.
Berdasarkan literatur bahwa mutu tunas yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh proses pengeprasan
yang baik yaitu sedikit pecah. Adapun faktor luar yang menyebabkan tidak terjadinya atau
terhambatnya pertunasan diantaranya lingkungan yang tidak mendukung seperti kurang air dan
serangan hama seperti rayap.
Gambar 8. Persentase Pertumbuahan Tunas
Dari hasil Grafik tinggi rata-rata tunas pada minggu pertama setelah pengeprasan tertinggi
pada perlakuan sudut pemotongan 10 o sebesar 33,89 cm dan terendah pada perlakuan sudut 30 o
sebesar 26,89 cm. Tinggi rata-rata tunas dari perlakuan sudut 10 o ini sesuai dengan banyaknya
jumlah tunas yang tumbuh pada perlakuan sudut pemotongan 10 o.
Gambar 9. Tinggi Tunas
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-44
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong utuh tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 30o sebesar 68,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 55,56%.
2. Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 40,00% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 30o sebesar 22,22%.
3. Persentase pertunasan tertinggi setelah seminggu pengeprasan pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 62,22% dan terendah pada perlakuan sudut 20o sebesar 37,78%.
Saran
Melakukan pengeprasan dengan sudut 30o dan memperbanyak mata pisau pada unit pisau untuk
meningkatkan persentase tunggul yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5.7 juta ton tahun
2014 . http:www. dirjenbun.deptan.go.id/sekretariat/index.php. [12 April 2011].
Humbert RP. 1968. The Growing of Sugar Cane. Amsterdam: Elsevier Publishing Company.
Koswara, E. 1989. Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar
Budidaya Tebu Lahan Kering , Pasuruan, 23-25 November 1989. P3GI. hlm 332-344.
Lisyanto. 2007. Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu
Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian
Sutardjo, E. 1996. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara,Jakarta.
Widodo, 1991. Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG Tasik Madu PTP XV-XVI, Laporan
Surakarta.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-45
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk
Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan
Syafrindi, Andriani Lubis, Kiman Siregar1
Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah
Jalan Tgk. Hasan Krueng Kalee No.3 Kopelma Darussalam Banda Aceh
Email : [email protected]
ABSTRAK
Tebu merupakan salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian di mana lebih dari setengah
produksi gula dunia berasal dari tebu. Di Propinsi Aceh tanaman tebu telah dibudidayakan oleh perkebunan
swasta atau rakyat tetapi masih dalam skala kecil sebagai bahan baku pembuatan gula merah atau gula batu.
Usaha untuk mencukupi kebutuhan gula nasional dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas tebu
keprasan. Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang
dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan. Pengeprasan tersebut dapat dilakukan
secara manual maupun mekanis. Alat yang digunakan dalam pengeprasan secara manual umumnya berupa
cangkul atau golok, sedangkan untuk pengeprasan mekanis digunakan pisau rotari yang digerakkan oleh
traktor. Budidaya tebu keprasan adalah pengusahaan tebu dengan cara memelihara tunas tunas tebu yang
muncul setelah tebu dikepras.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji kinerja
prototype alat kepras tebu dengan tenaga traktor roda dua terhadap mutu tebu keprasan. pengamatan kualitas
hasil keprasan dengan mengukur profil guludan hasil pemotongan dengan reliefmeter untuk mendapatkan
nilai lebar dan kedalaman keprasan dan untuk mengukur persentase jumlah batang tebu yang pecah dan
persentase pertumbuhan tunas dilakukan dengan metode pengamatan. Pengamatan pecah tidaknya hasil
potongan dilakukan secara manual dan kamera
Kata Kunci : alat kepras, hand traktor, tebu, hasil keprasan
ABSTRACT
Sugarcane is one of the important commodities in the agribusiness agriculture where more than half the
world's sugar production comes from sugar cane. In the Aceh province, cane crop has been cultivated by
private estates or the people, but still on a small scale as a raw material for making brown sugar or sugar
cubes. Efforts to meet the needs of the national sugar can be done by increasing the productivity of ratoon
cane. Ratoon cane is cutting remnants of sugarcane stubble after harvesting is done in the right position or
lower than the surface of the ridges. Cutting remnants of sugarcane can be done either manually or
mechanically. The tools used in cutting cane can it manually is generally in the form of a hoe or machete,
while for mechanical cutting is used rotary blade driven by a tractor. Ratoon cane is cultivation of sugarcane
by maintaining shoots appear after sugar cane was cutting. The aim of this research was to design and test
the performance of a prototype tool cutting cane with a two-wheeled tractor power for the quality of cutting
sugarcane. observation by measuring the quality of the ridges profile cutting results with reliefmeter to get
width and depth value cutting cane and to measure the percentage of sugarcane broke and percentage
growth of shoots done by the method of observation. Observations broken pieces of bad results is done
manually and the camera
Keywords: cutting sugarcane tools, hand tractors, cutting sugarcane results
PENDAHULUAN
Tebu merupakan salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian di mana lebih dari
setengah produksi gula dunia berasal dari tebu. Di Propinsi Aceh, tanaman tebu telah
dibudidayakan oleh perkebunan swasta atau rakyat tetapi masih dalam skala kecil sebagai bahan
baku pembuatan gula merah atau gula batu. Diperkirakan kebutuhan gula nasional baik untuk
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-39
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
konsumsi langsung rumah tangga maupun industri akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Pemenuhan kebutuhan tersebut diusahakan secara bertahap, baik
dengan langkah intensifikasi peningkatan produktivitas tebu diatas 87 ton/ha dan peningkatan mutu
rendemen 8.5%, yang dilaksanakan melalui rehabilitasi tanaman tebu keprasan (ratoon). Selain itu
diusahakan dengan langkah-langkah ekstensifikasi dengan perluasan areal atau mempertahankan
luasan yang ada dan pembangunan PG baru (Dirjenbun 2011).
Djojosoewardho (1988) dalam Lisyanto (2007), mengemukakan bahwa melalui budidaya
tebu keprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat
dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih rendah. Widodo (1991)
menyatakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit tebu semakin hemat, tebu yang tumbuh
sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian tanah dapat terjaga.
Kegiatan pengeprasan adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh petani tebu untuk
memperoleh tanaman tebu tanpa menanam dari awal, tetapi hanya dengan memotong sisa-sisa
tunggul tebu yang dilakukan tepat atau lebih rendah dari permukaan tanah. Budidaya tebu keprasan
adalah pengusahaan tebu dengan cara memelihara tunas-tunas tebu yang muncul setelah tebu
dikepras (Lisyanto 2007).
Pengeprasan tebu juga bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang
di atas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Pangkal dari batang tebu yang terdapat
di bawah permukaan tanah (ground level ) memiliki ruas batang yang semakin pendek dan
meruncing dengan cepat (Gambar 1). Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama
(primary stalk) tumbuh menjadi batang kedua (secondary stalk) dan mata tunas pada pangkal
batang kedua berkembang menjadi batang ketiga (tertiary stalk). Pertumbuhan tersebut
berlangsung secara berurutan, terus-menerus, dan memiliki posisi selang-seling sesuai dengan
posisi mata tunas pada pangkal batang tebu.
Gambar 1. Urutan pertumbuhan batang tebu dari potongan tebu yang terdapat di bawah
permukaan tanah (Humbert 1968)
Batang tebu yang masih tersisa di bawah permukaan tanah setelah penebangan dapat tumbuh
kembali sebagai tebu keprasan. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru dari tebu keprasan
tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran tebu sebelumya. Setelah tunas-tunas tersebut
tumbuh menjadi batang tebu yang memiliki sistem perakaran sendiri, maka fungsi akar lama
diambil alih oleh sistem perakaran tebu yang baru. Akar-akar lama tersebut kemudian berubah
warnanya menjadi gelap (kehitam-hitaman) dan tidak efektif lagi dalam melakukan suplai
makanan, sehingga akar-akar tersebut akhirnya mati dan terurai dalam tanah.
Sutardjo (1996) mengatakan Ada dua bentuk pengeprasan (Gambar 2) yaitu keprasan bentuk
U atau V yang dilakukan pada tanah yang mengandung pasir dan bentuk W yang dilakukan pada
tanah-tanah berat yang mudah pecah pada musim kemarau. Pengeprasan dilakukan pada kedalaman
5-10 cm dari permukaan juring.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-40
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
(a) Bentuk U/ V
(b) Bentuk W
Gambar 2. Bentuk Profil Pengeprasan (dimodifikasi dari Sutardjo 1996).
Saat ini pekerjaan kepras tebu masih ada dilakukan secara manual dengan peralatan cangkul
atau sabit. Selain kapasitasnya yang rendah, kedalaman kepras juga tidak seragam. Oleh karena
areal tanaman tebu di Indonesia yang dikepras cukup luas maka diperlukan suatu alat yang dapat
menggantikan sabit atau cangkul untuk membantu pekerjaan para petani tebu dalam melakukan
pengeprasan tanaman tebu, sebab apabila pengeprasan dilakukan hanya menggunakan sabit atau
cangkul saja akan memerlukan waktu yang cukup lama, tenaga yang cukup besar, dan hasil
keprasan kurang baik dan seragam.
Pemanfaatan alsintan diharapkan dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja serta
meningkatkan kualitas (keseragaman) dan kapasitas keprasan. Budianto (2001) dalam Lisyanto
(2007) mengemukakan bahwa penggunaan alsintan dalam agribisnis dapat berperan untuk
meningkatkan produktivitas, meningkatkan kenyamanan kerja, menurunkan susut panen,
menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan kualitas produk Salah satu cara untuk mengatasi
masalah yang dihadapi petani tebu adalah membuat suatu alat/mesin pengepras tebu dengan tenaga
traktor roda dua untuk meningkatkan mutu tebu keprasan.
Penelitian ini bertujuan :
1. Mendesain suatu prototipe alat kepras tunggul tebu tipe rotari dengan traktor roda dua.
2. Menganalisis sudut kemiringan pemotongan mata pisau terhadap kualitas pengeprasan.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2015. Perancangan alat kepras tebu
dilakukan di Laboratorium Perbengkelan Program Studi Teknik Pertanian Unsyiah dan
pengujiannya dilakukan di kebun tebu masyarakat Banda Aceh.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kontruksi prototipe alat kepras tebu adalah : besi
UNP 80 mm x 50 mm tebal 5 mm, besi plat tebal 8 mm, besi as diameter 40 mm, mur dan baut,
flens bearing, plat baja. Belting, pully. Untuk pembuatannya digunakan peralatan perbengkelan.
Instrumen untuk mengukur adalah: tachometer digital, stop watch, meteran dan patok-patok
kayu.
Analisis Rancangan
Untuk memenuhi fungsinya maka alat pengepras dirancang untuk dapat memotong tunggul
tebu dan dirakit dengan traktor tangan. Selain mengepras, alat ini juga harus dapat memotong
perakaran tunggul tebu di kiri-kanan barisan tanaman tebu. Pemotongan tunggul dirancang
menggunakan pisau pemotong tipe rotary yang dipasang di depan mesin traktor tangan dan dapat
diatur sudut pemotongannya. Adapun untuk pemotongan akar dirancang menggunakan piringan
bercoak yang dipasang vertikal yang dipasang dibelakang traktor. Seluruh komponen dianalisis
untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang optimum.
Metode Pengujian
Uji kinerja alat kepras tebu dilakukan di Perkebunan masyarakat. Pada saat uji kinerja
beberapa variasi sudut kemiringan pisau yang dilakukan yaitu sudut 10o,20o, dan 30o.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-41
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pengukuran jumlah persentase tunggul yang utuh, tunggul yang pecah dan tunggul
terbongkar dilakukan secara manual dan kamera. Pengamatan pertumbuhan dengan menghitung
jumlah tunas yang tumbuh, setelah 1 minggu pengeprasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Rancangan
Alat pengepras terdiri dari 2 bagian yaitu unit pisau pengepras dan unit pisau coulter. Pisau
pengepras rotary (Gambar 3) terdiri dari plat piringan berdiameter 35 cm dengan ketebalan 7 mm
yang berfungsi sebagai dudukan 8 buah mata pisau. Mata pisau terbuat dari baja yang telah
perkeras dengan ukuran 15 x 5 cm dengan ketebalan 5 mm. Proses pengikatan mata pisau pada
piringan pisau dengan menggunakan baut pengikat. Unit pisau dipasang pada bagian depan traktor
dan untuk menyalurkan dan mengubah arah putaran dari mesin ke unit pisau dengan menggunakan
belting, pully dan gearbox. Posisi kemiringan pisau dapat diatur dari sudut potong 10o, 20odan 30 o.
Gambar 3. Unit Pisau Pengepras
Unit coulter terdiri dari rangka utama, penyangga coulter dan pisau coulter yang berfungsi
untuk memotong perakaran tunggul tebu yang tua dan membelah kedua sisi guludan (Gambar 4).
Unit coulter dipasang pada bagian belakang traktor yang juga berfungsi sebagai penyeimbang
beban berat bagian depan. Lebar pembelahan sisi guludan ditentukan berdasarkan profil guludan
yang ada di lahan. Lebar pembelahan guludan dapat diatur dengan mengendurkan penjepit dan
menggeser penyangga coulter . Coulter terbuat dari baja dengan diameter 40 cm dan bagian
kelilingnya bercoak yang dipasang vertikal pada kedua sisi rangka.
Gambar 4. Unit Coulter
Jumlah Tunggul Terpotong yang Utuh (%)
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong utuh tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 30o sebesar 68,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-42
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
pemotongan 10o sebesar 55,56%. Jika dilihat secara umum dari grafik, perlakuan dengan sudut
pemotongan pisau 10o sampai dengan 30o meningkat linear terhadap hasil tunggul tebu yang utuh.
Gambar 5. Tunggul yang Terpotong Utuh
Jumlah Tunggul yang Terpotong Pecah (%)
Gambar 6. Tunggul yang Terpotong Pecah
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 40,00% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 30o sebesar 22,22%. Jika dilihat secara umum dari grafik, perlakuan dengan sudut
pemotongan pisau 10o sampai dengan 30o menurun linear terhadap hasil tunggul tebu yang utuh.
Besarnya persentase tunggul yang pecah pada sudut 10o karena posisi mata pisau yang lebih
mendatar sehingga ketika pemotongan terjadi sistem menebas (imfact) dimana batang tebu
memiliki kulit diluar yang keras, sedangkan bagian dalam lunak sehingga peluang pecahnya tungul
tebu waktu pemotongan semakin besar.
Jumlah Tunggul Terbongkar (%)
Gambar 7. Grafik Tunggul Yang Terbongkar
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-43
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 20o dan 30o sebesar 8,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 4,44%. Jika dilihat pada grafik, perlakuan dengan sudut pemotongan pisau
20o dengan sudut 30o memiliki niai yang sama. Pada sudut pemotongan 20o dan sudut 30o, posisi
mata pisau lebih tegak dibanding sudut 10o sehingga peluang terbongkarnya tunggul semakin besar
ketika traktor memotong sambil berjalan.
Jumlah Pertunasan (%)
Gambar 8 menunjukkan pertumbuhan tunas 1 minggu setelah kepras (msk). Dari hasil
pengamatan pertumbuhan tunas, pada minggu pertama setelah pengeprasan persentase pertunasan
tertinggi pada perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 62,22% dan terendah pada perlakuan sudut
20o sebesar 37,78%. Tingginya persentase pertunasan dari perlakuan sudut 10o ini berbanding
terbalik dengan tingginya persentase tunggul yang pecah yang dihasilkan pada perlakuan 10 o.
Berdasarkan literatur bahwa mutu tunas yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh proses pengeprasan
yang baik yaitu sedikit pecah. Adapun faktor luar yang menyebabkan tidak terjadinya atau
terhambatnya pertunasan diantaranya lingkungan yang tidak mendukung seperti kurang air dan
serangan hama seperti rayap.
Gambar 8. Persentase Pertumbuahan Tunas
Dari hasil Grafik tinggi rata-rata tunas pada minggu pertama setelah pengeprasan tertinggi
pada perlakuan sudut pemotongan 10 o sebesar 33,89 cm dan terendah pada perlakuan sudut 30 o
sebesar 26,89 cm. Tinggi rata-rata tunas dari perlakuan sudut 10 o ini sesuai dengan banyaknya
jumlah tunas yang tumbuh pada perlakuan sudut pemotongan 10 o.
Gambar 9. Tinggi Tunas
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-44
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong utuh tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 30o sebesar 68,89% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 55,56%.
2. Hasil dari pengujian yang dilakukan diperoleh tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada
perlakuan sudut pemotongan 10o sebesar 40,00% dan yang terendah pada perlakuan sudut
pemotongan 30o sebesar 22,22%.
3. Persentase pertunasan tertinggi setelah seminggu pengeprasan pada perlakuan sudut
pemotongan 10o sebesar 62,22% dan terendah pada perlakuan sudut 20o sebesar 37,78%.
Saran
Melakukan pengeprasan dengan sudut 30o dan memperbanyak mata pisau pada unit pisau untuk
meningkatkan persentase tunggul yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5.7 juta ton tahun
2014 . http:www. dirjenbun.deptan.go.id/sekretariat/index.php. [12 April 2011].
Humbert RP. 1968. The Growing of Sugar Cane. Amsterdam: Elsevier Publishing Company.
Koswara, E. 1989. Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar
Budidaya Tebu Lahan Kering , Pasuruan, 23-25 November 1989. P3GI. hlm 332-344.
Lisyanto. 2007. Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu
Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian
Sutardjo, E. 1996. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara,Jakarta.
Widodo, 1991. Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG Tasik Madu PTP XV-XVI, Laporan
Surakarta.
ISBN: 978-602-7998-92-6
C-45