Dasar Hukum muchamad ali safa (3)

Dasar Hukum

BURUH ANAK: berlaku untuk anak 13-15 dan 16-17
Tahun.
UNDANG-UNDANG NO: 13 TAHUN 2003
Paragraf 2 Anak
Pasal 68
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pasal 69
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13
(tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang
tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
2. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang
bekerja pada usaha keluarganya.
Pasal 70
1. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan
atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
2. Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun
3. Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan
dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 71
1. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
2. Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu
sekolah.
3. Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 72

Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak
harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74
1. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan , menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran,
produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan
perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
3. Jenis-jenis pekerjaan yang membahaykan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 75
1. Pemerintah berkewjiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
2. Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

NO: KEP. 235 /MEN/2003:
Jenis - Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak, Pasal 2: Pasal
2 ayat (1). Anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun dilarang bekerja dan/atau dipekerjakan pada
pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak. Ayat (2). Pekerjaan yang
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak sebagaimana tercantum pada Lampiran
Keputusan ini. (3). Jenis-jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat ditinjau kembali
sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dengan Keputusan Menteri.
JENIS-JENIS PEKERJAAN YANG MEMBAHAYAKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN ANAK
A. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, dan peralatan lainnya meliputi:
Pekerjaan pembuatan, perakitan/pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan:
1. Mesin-mesin
a. mesin perkakas seperti: mesin bor, mesin gerinda, mesin potong, mesin bubut, mesin skrap;
b. mesin produksi seperti: mesin rajut, mesin jahit, mesin tenun, mesin pak, mesin pengisi botol.
2. Pesawat
a. pesawat uap seperti: ketel uap, bejana uap;
b. pesawat cairan panas seperti: pemanas air, pemanas oli;
c. pesawat pendingin, pesawat pembangkit gas karbit;
d. pesawat angkat dan angkut seperti: keran angkat, pita transport, ekskalator, gondola, forklift,
loader;
e. pesawat tenaga seperti: mesin diesel, turbin, motor bakar gas, pesawat pembangkit listrik.

1. Alat berat seperti: traktor, pemecah batu, grader, pencampur aspal, mesin pancang.
2. Instalasi seperti: instalasi pipa bertekanan, instalasi listrik, instalasi pemadam kebakaran, saluran
listrik.
3. Peralatan lainnya seperti: tanur, dapur peleburan, lift, perancah.
4. Bejana tekan, botol baja, bejana penimbun, bejana pengangkut, dan sejenisnya.
B. Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya yang meliputi
1. Pekerjaan yang mengandung Bahaya Fisik
a. pekerjaan di bawah tanah, di bawah air atau dalam ruangan tertutup yang sempit dengan
ventilasi yang terbatas (confined space) misalnya sumur, tangki;
b. pekerjaan yang dilakukan pada tempat ketinggian lebih dari 2 meter;
c. pekerjaan dengan menggunakan atau dalam lingkungan yang terdapat listrik bertegangan di atas
50 volt;
d. pekerjaan yang menggunakan peralatan las listrik dan/atau gas;
e. pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan suhu dan kelembaban ekstrim atau kecepatan angin
yang tinggi;
f. pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan atau getaran yang melebihi nilai
ambang batas (NAB);
g. pekerjaan menangani, menyimpan, mengangkut dan menggunakan bahan radioaktif;
h. pekerjaan yang menghasilkan atau dalam lingkungan kerja yang terdapat bahaya radiasi
mengion;

i. pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan kerja yang berdebu;
j. pekerjaan yang dilakukan dan dapat menimbulkan bahaya listrik, kebakaran dan/atau peledakan.
2. Pekerjaan yang mengandung Bahaya Kimia

a. pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan kerja yang terdapat pajanan (exposure) bahan kimia
berbahaya;
b. pekerjaan dalam menangani, menyimpan, mengangkut dan menggunakan bahan-bahan kimia
yang bersifat toksik, eksplosif, mudah terbakar, mudah menyala, oksidator, korosif, iritatif,
karsinogenik, mutagenik dan/atau teratogenik;
c. pekerjaan yang menggunakan asbes;
d. pekerjaan yang menangani, menyimpan, menggunakan dan/atau mengangkut pestisida.
3. Pekerjaan yang mengandung Bahaya Biologis
a. pekerjaan yang terpajan dengan kuman, bakteri, virus, fungi, parasit dan sejenisnya, misalnya
pekerjaan dalam lingkungan laboratorium klinik, penyamakan kulit, pencucian getah/karet;
b. pekerjaan di tempat pemotongan, pemrosesan dan pengepakan daging hewan;
c. pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan seperti memerah susu, memberi makan
ternak dan membersihkan kandang;
d. pekerjaan di dalam silo atau gudang penyimpanan hasil-hasil pertanian;
e. pekerjaan penangkaran binatang buas.
C. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu :

1. Pekerjaan konstruksi bangunan, jembatan, irigasi atau jalan
2. Pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan pengolahan kayu seperti penebangan, pengangkutan
dan bongkar muat.
3. Pekerjaan mengangkat dan mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki dan
diatas 10 kg untuk anak perempuan.
4. Pekerjaan dalam bangunan tempat kerja yang terkunci.
5. Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau di perairan laut dalam.
6. Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir dan terpencil.
7. Pekerjaan di kapal.
8. Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan sampah atau daur ulang barangbarang bekas.
9. Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 – 06.00
JENIS-JENIS PEKERJAAN YANG MEMBAHAYAKAN MORAL ANAK

1. Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau
lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi.
2. Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang
seksualitas dan/atau rokok.

BURUH PAKSA: (Forced Labor)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105
CONCERNING THE ABOLlT1ON OF FORCED LABOUR
(KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA)

Pasal 1

KONVENSI MENGENAI PENGAHPUSAN KERJA PAKSA

Setiap anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratifikasi
Konvensi ini wajib melarang dan tidak memanfaatkan segala bentuk kerja paksa
atau wajib kerja :
(a) sebagai alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas
pemahaman atau pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang
bertentangan dengan sistem politik, sosial, dan ekonomi yang berlaku;
(b) sebagai cara mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan
pembangunan ekonomi;
(c) sebagai alat untuk mendisiplinkan pekerja;
(d) sebagai hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;

(e) sebagai cara melakukan diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau
agama.
Pasal 2
Setiap anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratifikasi
Konvensi ini harus mengambil tindakan efektif untuk menjamin penghapusan
segerqa dan menyeluruh atas kerja paksa atau wajib kerja sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 Konvensi ini.
Pasal 3
Ratifikasi resmi Konvensi ini harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor
Ketenagakerjaan internasional untuk didaftar.
Pasal 4
1. Konvensi ini mengikat hanya bagi anggota Organisasi Ketenagakerjaan
Internasional yang ratifikasinya telah didaftar oleh Direktur Jenderal.
2. Konvensi ini mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratifikasi oleh dua
anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional telah didaftar oleh Direktur
Jenderal.
3. Selanjutnya, Konvensi ini akan berlaku bagi setiap Anggota dua belas bulan
setelah tanggal ratifikasinya didaftar.
Perjanjian Kerja
UU No 13 Tahun 2003

Pasal 52
1. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. Kesepakatan kedua belah pihak ;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ;
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dapat dibatalkan.
3. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (c) dan (d) batal demi hukum.

Lembur Yang tidak dipaksakan
UU No 13 Tahun 2003
Paragraf 4 Waktu Kerja
Pasal 77
1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 78

1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14
(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
2. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

KESELAMATAN GEDUNG:
(Pemadam kebakaran)
Ketentuan tentang Keharusannya
UNDANG-UNDANG NO: 1 TAHUN 1970,
Pasal 3 ayat (1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk: b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

Jarak satu Alat Pemadam dengan Pemadam lainnya.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No: PER.04/MEN/1980
Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api
Ringan
Pasal 4, ayat (5) Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam api yang satu
dengan lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter,
kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan Kerja.

Cara Penggunaan APAR
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No: PER.04/MEN/1980
Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api
Ringan,
Pasal 14: Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan harus dapat
dibaca dengan jelas.
Cara Penempatan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No: PER.04/MEN/1980
Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api
Ringan
Pasal 8: Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga
bagian paling atas (puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan
lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering (dry chemical) dapat ditempatkan lebih
rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15
cm dan permukaan lantai.
Pengisian Ulang
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No: PER.04/MEN/1980
Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api
Ringan
Pasal 18, ayat (1): Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali
dengan cara: a. untuk asam soda, busa, bahan kimia, harus diisi setahun sekali; b.
untuk jenis cairan busa yang dicampur lebih dahulu harus diisi 2 (dua) tahun sekali;
c. untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus diisi 3 (tiga tahun
sekali, sedangkan jenis Iainnya diisi selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
Kondisi tekanan yang tepat
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No: PER.04/MEN/1980
Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api
Ringan
Pasal 11, ayat (1) Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 (dua) kali
dalam setahun, yaitu: a. pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan; b. pemeriksaan
dalam jangka 12 (dua belas) bulan; Pasal 12 ayat (1): Pemeriksaan jangka 6 (enam)
bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Berisi
atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung, rusak atau
tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan dan mekanik penembus
segel;

(EVAKUASI)
Jalur Evakuasi dan Peta Evakuasi
Undang-undang No: 1 Tahun 1970

Pasal 3 huruf d: memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
Undang-undang No: 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Pasal 30 (1) Akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem
peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila
terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal. Ayat
(2) Penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat
dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.

Lampu Darurat dan Tanda “Pintu Keluar”
PERATURAN MENTERI PERBURUHAN NO.7 TAHUN 1964
Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja, Pasal
Pasal 13 ayat (4): Jalan-jalan keluar seperti pintu, gang-gang dll, harus mempunyai
alat-alat penerangan darurat, dan diberi tanda pengenal dengan cat-luminous,
bahan-bahan reflectie atau bahan-bahan flourescentie.

(Bangunan)
Kekuatan Dinding
PERATURAN MENTERI PERBURUHAN NO.7 TAHUN 1964 Tentang SYARAT
KESEHATAN, KEBERSIHAN SERTA PENERANGAN DALAM TEMPAT KERJA
Pasal 4 1. Gedung harus kuat buatannya dan tidak boleh ada bagian yang mungkin
rubuh. 2. Gedung harus terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. 3. Tangga
harus kuat buatannya, aman dan tidak boleh licin dan harus cukup luas. 4. Lantai,
dinding, loteng dan atap harus selalu berada dalam keadaan terpelihara dan bersih.

Pintu keluar Kedua
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM, NOMOR: 10/KPTS/2000
TENTANG KETENTUAN TEKNIS PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA
KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
BAB I KETENTUAN UMUM
BAGIAN 2: PERSYARATAN JALAN KE LUAR
2.3 Kebutuhan Jalan Ke Luar (Eksit)
2. Bangunan kelas 2 s.d kelas 8: Selain terdapat eksit horisontal, minimal harus
tersedia 2 eksit:
a. tiap lantai bila bangunan memiliki tinggi efektif lebih dari 2,5 m;
b. bangunan kelas 2 atau 3 atau gabungan kelas 2 dan 3 dengan ketinggian 2 lantai
atau lebih dengan jenis konstruksi tipe - C, maka setiap unit hunian harus
mempunyai:

1) akses ke sedikitnya 2 jalan ke luar; atau
2) akses langsung ke jalan atau ruang terbuka