Aturan landasan dan aturan main

Aturan-Aturan Yang Dideregulasi Khususnya Di Bidang Moneter
1.

1 Juni 1983
Paket Juni 1983 adalah kebijakan perbankan yang dikeluarkan tanggal 1 juni 1983 ini juga
dikenal sebagai paket non ceiling policy dalam arti perbankan telah dibebaskan dari ketentuan batas
atas (ceiling) suku bunga. Hal ini berarti bank-bank boleh menentukan suku bunga yang ditawarkan
kepada masyarakat sesuai dengan pertimbangannya sendiri. Bank boleh menawarkan suku bunga
kredit yang paling murah sekalipun demikian pula bank boleh menawarkan suku bunga tabungan atau
deposito setinggi langit. Pertimbangannya penentuan suku bunga itu dipulangkan kepada masingmasing bank sepanjang mengikuti prinsip ekonomi yaitu sepanjang masih menjamin kelangsungan
hidup bank.
Kebijakan deregulasi ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor moneter khususnya
perbankan. Di dalam deregulasi ini terdapat 3 hal yaitu:
a) Peningkatan daya saing bank pemerintah.
b) Penghapusan pagu kredit.
c) Pengaturan deposito berjangka.
Pokok-pokok kebijakan deregulasi perbankan 1 juni 1983 yakni :
1. Pagu credit (ceiling policy) dibebaskan artinya setiap bank dapat mengadakan ekspansi
kreditnya menurut pengelolaan masing-masing bank asalkan bank tersebut memiliki loanable
funds yang cukup.
2. Loanable funds yang bersumberkan dari kredit likuiditas dan bank Indonesia (KLBI)

dibatasi dan hanya diberikan untuk kredit-kredit yang bersifat prioritas.
3. Masing-masing bank bebas menentukan tingkat bunga simpanan dan bunga pinjamannya
Dengan adanya deregulasi tersebut, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito
dan kredit karena pada saat itu suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi yaitu
sebesar 18% sedangkan bank pemerintah sebesar 14-15%. Hal tersebut dimaksudkan agar
masyarakat yang memiliki dana yang tidak terpakai menjadi tertarik untuk menyimpan dananya di
bank pemerintah.
Selain itu, dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit,
memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Aturan
tersebut dimaksudkan agar minat usaha masyarakat di bidang perbankan terangsang.
2.

27 Oktober 1988 (Pakto 88)

Kebijakan paket kebjakan 1 juni 1983 dalam hal mobilisasi dana serta peningkatan
efisiensi perbankan menjadi dasar dilanjutkannya deregulasi di bidang perbankan. Memang,
salah satu tujuan dan deregulasi di bidang perbankan adalah menciptakan suatu iklim yang
mendorong terjadinya terjadinya persaingan usaha sehat diantara bank-bank untuk
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan usahanya. Pada awal tahun 1988, keadaan
perekonomian di Indonesia mulai membaik. Hal ini mendorong pemerntah untuk

melanjutkan dan mempeluas lagi kebijakan deregulasi di bidang perbankan yaitu
dikeluarkannya paket kebijakan 27 oktober 1988 (pakto 1988) yang merupakan titik adanya
“liberalisasi dalam sector perbankan”.
Paket deregulasi ini merupakan aturan paling liberal yang diberikan oleh pemerintah di bidang
perbankan. Kebijakan yang diberikan pemerintah antara lain:
1. Mendorong perluasan jaringan keuangan dan perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta
diversifikasi sarana dana.

2. Kemudahan pendirian bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru, pemberian izin
penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keuangan bukan bank, serta perluasan tabungan.
3. Penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2%.
4. Penyempurnaan open market operation.
Contohnya adalah hanya dengan modal 10 milyar rupiah seorang pengusaha yang
berpengalaman maupun tidak mempunyai pengalaman sebagai banker dapat mendirikan bank
baru. Selain itu, bank-bank asing yang lama dan bank baru pun diizinkan untuk membuka cabang
di enam kota.
Bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diizinkan. Dengan
demikian, monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan. Sementara untuk
mendirikan bank perkreditan rakyat, modal yang dibutuhkan adalah hanya 50 juta rupiah.
Kemudian beberapa bank di Indonesia menjadi bank devisa karena syarat untuk menjadi bank

tersebut ringan.
3.

Februari 1991 (Paktri)
Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi ini yang merupakan kelanjutan dari Pakto
88. Isinya sebagai berikut :
a) Ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential.
b) Pengawasan dan pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan
yang sehat dan efisien.
c) Pemisahan antara kepemilikan bank dan manajemen bank secara professional.
Meningkatnya jumlah bank di Indonesia sejak munculnya Pakto 88 membuat kompetisi
pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan menjadi tinggi. Karena bank terus
dipacu untuk mencari untung, keamanan dalam penyaluran dana menjadi terabaikan yang
mengakibatkan kredit macet. Hal ini mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan. Salah
satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan
dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan mermodalan minimal 8 persen dari kekayaan.
Dengan demikian diharapkan adanya penigkatan kualitas perbankan di Indonesia sehingga tidak
terjadi lagi kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta dan Bank Umum Majapahit.

4.


29 Mei 1993 (Pakmei)
Paket deregulasi ini menyangkut beberapa hal, yaitu:
a) Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha.
b) Mendorong perluasan kredit dengan berpedoman pada asas-asas perkreditan yang sehat,
mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan
jumlah uang beredar & kredit perbankan dalam batas aman bagi stabilitas ekonomi.
c) CAR (Capital Adequacy Ratio)/ rasio kecukupan modal diperlonggar.
d) Pencanangan akan konsep kehati-hatian terhadap pengelolaan bank yang lebih menekankan
kepada kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif
bank-bank di Indonesia.

Dengan peningkatan CAR, bank dipastikan akan lebih leluasa untuk memberikan kredit.
Selain itu pemerintah juga menyederhanakan ketentuan LDR (Loan Deposit Ratio) atau pemberian
kredit kepada pihak ke tiga. Dengan ketentuan ini, bank hanya diberikan 20% untuk menyalurkan
kredit kepada grupnya sendiri.

5.

7 Juli 1997

Paket deregulasi ini diikuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai peneriamaan pajak dan
retribusi daerah serta pembatasan pemberian kredit oleh bank-bank untuk pengadaan dan pengolahan
tanah.
Pemerintah melarang bank umum di Indonesia untuk memberikan kredit baru untuk pengadaan
dan pengolahan lahan. Dengan kata lain bank-bank umum tidak diperkenankan untuk memberikan
kredit kepada pengembang untuk membuka lahan baru, kecuali untuk pengadaan rumah sederhana
(RS) dan rumah sangat sederhana (RSS).
Kesimpulan: Beberapa paket deregulasi bank di atas yang dikeluarkan oleh pemerintah pada
umumnya bertujuan untuk meningkatkan peran bank di dalam perekonomian Indonesia sehingga
memudahkan masyarakat Indonesia untuk menghimpun dananya di bank. Di dalam paket tersebut
juga terlihat kemudahan yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha dalam mendirikan bank
sehingga bank dapat dikenal masyarakat luas di Indonesia. Tetapi akibat dari bank di Indonesia yang
jumlahnya meningkat tajam, keamanan menjadi terabaikan dan menyebabkan kredit macet sehingga
pemerintah membuat kembali paket deregulasi untuk menangani hal tersebut.