Motivasi dan Emosi Sejarah dan Kajian
SEJARAH SINGKAT
MOTIVASI DAN EMOSI
Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Motivasi
Dosen: Prof. Dr. M. As’ad Djalali, SU dan Dyan Evita Santi, M.Psi.
Penyusun:
Priyanto
Saih0l Hodri
74.121.0.1228
74.121.0.1241
Prodi Magister Psikologi
Program Pasca Sarjana Universitas Tujuh Belas Agustus 1945
2013
SEJARAH KONSEP MOTIVASI DAN EMOSI
I. SEJARAH SINGKAT KONSEP MOTIVASI
A. KONSEP HEDONISME
Konsep pertama tentang motivasi adalah Hedonisme yang
dibicarakan oleh para filosuf Yunani kuno pada 2400 tahun sebelum
masehi. Pemenuhan kesenangan dan menghindari kesengsaraan.
Namun, term ini sangat berbeda dengan term hedonisme yang kita
kenal sekarang ini. Hedonisme kita kenal dengan paham
pemenuhan kesenangan fisik yang berkaitan dengan makanan,
minuman dan seks. Sedang hedonisme yang dimaksud para filsuf
itu adalah pencapaian barang/sesuatu yang terbaik. Berikut adalah
beberapa pandangan para filsuf baik pada masa kuno maupun
masa-masa kini.
Salah satu filsuf Yunani Kuno yang menyampaikan konsep
hedonisme ini adalah Socrates (470-399 SM). Menurutnya,
seseorang mestinya memilih tindakan-tindakan yang menghasilkan
kesenangan daripada yang membawa kesengsaraan. Lebih lanjut,
seseorang memilih untuk tidak melakukan sesuatu bisa jadi karena
ia tidak memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang
kesenangan atau kesengsaraan akibat suatu tindakan.
Filsuf lain, Democritus (460-370 SM), mengatakan bahwa
semua hal itu baik tergantung tiap-tiap orang. Jika hal itu dapat
menyenangkannya maka hal itu adalah kebaikan, walaupun
mungkin bagi orang lain bisa berarti menyengsarakan. Apapun itu,
kesenangan harus diupayakan dan kesengsaraan harus dihindari.
Sekilas keduanya seakan menyarankan bahwa kita sebaiknya
makan, minum dan menikah seakan-akan besok tak akan ada.
Padahal yang dimaksud para filsuf itu adalah pemenuhan dan
penghindaran secara moderat. Hal ini dapat kita ketahui seabad
setelah masa mereka melalui pemikiran Epicurus (341 – 271 SM).
Menurutnya, seseorang seharusnya menghindari kesenangan
langsung jika pada ujungnya malah membawa kesengsaraan.
Sebaliknya, tidak apa merasakan kesengsaraan kecil demi
mendapat hasil yang menyenangkan pada akhirnya.
Pada masa modern, konsep hedonisme dikenal dengan terma
incentive motivation. Adalah Thomas Hobbes (1640) yang menjadi
pelopor dalam hal ini. Insentif adalah sesuatu di masa mendatang
yang akan didekati jika ia menyenangkan dan dijauhi jika
menyengsarakan. Dan kemmapuan kita untuk mengantisipasi hal
itu bergantung pada pengetahuan kita pada insentif serupa yang
telah kita rasakan sebelumnya.
Insentif adalah sesuatu yang diharapkan/diprediksi akan
terjadi pada masa mendatang. Karenanya, hal itu bergantung pada
berapa lama insentif itu akan kita dapat. John Locke (1964)
menyebutnya dengan konflik antara keuntungan kecil langsung
dengan keuntungan besar yang tertunda.
Sementara itu, Jeremy Bentham (1789/1970) mengemukakan
principle of utility, prinsip kegunaan. Ia menjelaskan bahwa tindakan
kita tergantung pada seberapa besar ia meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan kita. Menurut prinsip ini, sesuatu berguna
jika meningkatkan kebahagiaan kita atau mengurangi kesengsaraan
kita.
Sedang Sigmund Freud mengemukakan dua prinsip, Pleasure
principle, prinsip kesenangan dan Reality principle, prinsip realitas.
Pada prinsip pertama, Freud mengatakan bahwa kesenangan
bertolak belakang dengan ketidak-senangan. Kesenangan dirasakan
seseorang jika tekanan psikologis pada dirinya rendah, lebih-lebih
jika baru saja mengalami kenaikan tekanan. Namun, sesuai dengan
prinsip realitas, Freud mengatakan bahwa suasana atau situasi
mempengaruhi kita untuk menunda kesangan langsung dengan
harapan ia akan mendapat kesenangan lebih pada akhirnya .
Kemudian pada 1898 Edward Lee Thorndike membuat sebuah
penelitian yang kemudian menghasilkan konsep Law of Effect.
Menurutnya, akibat positif dari suatu tindakan akan menguatkan
perilaku. Sebaliknya akibat negatif melemahkan perilaku. Dari
hukum sebab-akibat ini kemudian berkembang menjadi aliran
behaviorism sebagaiman dideklarasikan oleh John Watson (1913).
Saat ini, hukum sebab-akibat diterima secara luas namun
dengan term reward /reinforcers and punishment.
Reward/reinforcers adalah stimulus yang menguatkan dan
membentuk perilaku. Sedang punishment adalah stimulus yang
mengurangi frekuensi perilaku. Hukum ini sama seperti Hedonisme
yang dikemukakan oleh para filsuf Yunani Kuno namun dengan
sudut pandang objekif.
Pada masa kini term Hedonisme berkembang lagi dengan
istilah Self control dan Impulsiveness sebagaimana dikemukakan
oleh Logue (1988, 1998). Self control ditunjukkan oleh sikap
bersabar untuk mendapat hasil lebih maksimal dikemudian hari.
Dan sebaliknya impulsiveness berarti memilih hasil yang dapat
langsung dirasakan meski hanya kecil/sedikit.
B. TEORI EVOLUSI DAN KONSEP MOTIVASI
Saat Charles Darwin mengemukakan teorinya tentang evolusi,
dunia ilmu pengetahuan berubah begiu drastis. Dengan menyadari
bahwa manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya, mengalami
evolusi, perkembangan ilmu pengetahuan berdasar pada teori ini.
Begitu juga halnya dengan konsep motivasi. Herbert Spencer pada
1899 mengkonstruksi ide Darwin ini pada fenomena motivasi.
Seperti halnya teori evolusi yang berdasar pada variasi dan
seleksi, motivasi pun bervariasi. Dan seleksi atas variasi tersebut
akan diwariskan dan begitulah evolusi berlangsung. Spencer
menyatakan bahwa motivasi juga berevolusi sebagaimana manusia.
Salah satu hal yang sangat erat kaitannya dengan motivasi
dalam teori evolusy adalah insting. Insting didefinisikan sebagai
dorongan yang diturunkan dan melahirkan pola perilaku khusus
pada makhluk hidup. Menurut Fletcher (1966), insting adalah
karakteristik perilaku seseorang yang sangat bernilai dalam
penyelamatan diri dan hanya sedikit sekali dipengaruhi oleh proses
belajar.
Namun gagasan insting sebagai sumber motivasi tidak
populer dalam kajian psikologi. Insting kadang-kadang menunjukkan
perilaku yang kontradiktif. Di lain pihak belum diyakini dengan benar
apakah semua perilaku manusia adalah hasil dari instingnya.
C. Unconscious Motivation
Tema lain dalam analisis sejarah motivasi adalah tentang
kesadaran. Sigmund Freud (1920) mengemukakan teori motivasi tak
sadar. Menurutnya manusia memiliki dua macam kesadaran. Alam
sadar dan alam bawah sadar. Dan alam bawah sadar memiliki lebih
banyak pengaruh bagi perilaku manusia.
Freud menerangkan bahwa motivasi berdasar pada rasa puas
dalam insting alam bawah sadar manusia yang berupa tekanantekanan. Tujuan dari pemenuhan kebutuhan instingtif adalah
pengurangan tekanan. Sasaran dari insting adalah insentif yang
membawa pada tujuannya. Dan sumber insting bisa jadi berupa
proses kimiawi dalam otak kita. Sehingga yang kita sadari hanyalah
tujuan dari insting kita.
Freud membagi insting menjadi tiga macam, insting
seksual/kehidupan, insting kematian dan ego. Seksual insting
dimunculkan dalam keinginan untuk hidup. Sebaliknya insting
kematian membawa manusia pada kehancuran. Karena dua hal ini
saling bertolak belakang, keduanya saling mendominasi. Karena itu,
menurut Freud, motivasi adalah peningkatan atau penurunan
derajat insting dalam mengambil alih pikiran kita.
Saat – saat ini term motivasi sebagai bentuk aksi alam bawah
sadar disebut dengan proses otomatis. Yaitu suatu perilaku yang
muncul dengan tingkat kesadaran yang rendah. Seperti sebuah
perilaku yang otomatis terjadi.
D. Sumber Internal Motivasi
Manusia memberi respon terhadap seseuatu pastinya
tergantung pada stuktur internal masing-masing. Itulah kenapa
pada suatu suasana yang sama seseorang bisa menunjukkan respon
berbeda dengan orang lain. Dalam kaitan dengan hal ini, motivasi
akan dibahas dari mana sumbernya dalam diri manusia.
1. Drive concept
Pada 1918, Woodworth menulis Dynamic Psychology. Dalam
bukunya tersebut, Woodworth memperkenalkan dua istilah
mekanisme dan drive. Mekanisme merujuk pada gagasan
tentang bagaimana kita melakukan sesuatu (proses). Sedang
drive berarti stimulus yang menyebabkan kita tetap melakukan
hal tadi. Dalam hal inilah drive dimaknai sebagai sumber dari
motivasi.
2. Psychological Needs
Kebutuhan psikologis adalah konsep pertama motivasi yang mirip
dengan drive. Jika drive dimaknai sebagai hasil dari
hilangnya/berkurangnya insentif, kebutuhan diartikan sebagai
karakteristik yang melekat pada manusia yangmenunjukkan
berkurangnya psikologis. Henry Murray (1938) mengemukakan
sumber utama dari motivasi manusia adalah kebutuhan dasar
(primary needs) berupa pemenuhan kepuasan badaniah. Dan
kebutuhan sekunder (secundary or psychogenic needs) yaitu
pemenuhan kesenangan mental atau emosional yang
bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar. Murray
menyusun daftar kebutuhan psikologis sebagai berikut:
Kebutuhan
Prestasi
Pengakuan
Pameran
Akuisisi
Tujuan
Untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit,
mengatasi hambatan dan menjadi ahli
Menggambarkan prestasi
Untuk mengesankan orang lain melalui
tindakan seseorang dan kata-kata, bahkan jika
ini mengejutkan
Mendapatkan hal-hal
Memesan
Untuk membuat hal-hal yang bersih, rapi dan
rapi
Retensi
Konstruksi
Infavoidan
ce
Defendanc
e
Penetralan
Penimbunan hal
Bangunan sesuatu
Menyembunyikan cacat atau gagal
Untuk mempertahankan diri terhadap serangan
atau menyalahkan, menyembunyikan
kegagalan diri.
Untuk menebus kegagalan dengan mencoba
lagi, mencari pridefully untuk mengatasi
Dominasi
rintangan.
Untuk mengontrol lingkungan seseorang,
mengendalikan orang lain melalui perintah atau
Menghorm
ati
Otonomi
persuasi
Untuk mengagumi orang yang unggul, memuji
mereka dan menyerah kepada mereka dan
mengikuti aturan mereka.
Untuk membebaskan diri dari kendala, menolak
paksaan dan mendominasi otoritas. Agar tidak
Contrarian
ce
Agresi
kehinaan
bertanggung jawab dan mandiri
Menjadi oposisi
Untuk tegas mengatasi lawan, mengontrol,
membalas dendam atau menghukum mereka
Untuk menyerah dan tunduk kepada orang lain,
menerima kesalahan dan hukuman. Untuk
Menghinda
ri
Kesalahan
Menghinda
ri cedera
Infavoidan
ce
Afiliasi
menikmati rasa sakit dan kemalangan
Menekan rasa sengsara
Untuk melarikan diri atau menghindari rasa
sakit, cedera dan kematian.
Untuk menghindari dipermalukan atau malu
Untuk menjadi dekat dan setia kepada orang
lain, menyenangkan mereka dan
memenangkan persahabatan dan perhatian
Seks
mereka
Untuk membentuk hubungan yang mengarah
Penolakan
ke hubungan seksual
Untuk memisahkan diri dari benda negatif
dilihat atau orang, tidak termasuk atau
Pengasuha
n
Succoranc
e
Bermain
Kesanggup
an
Memahami
kesadaran
Pameran
meninggalkannya
Untuk membantu berdaya, memberi mereka
makan dan menjaga mereka dari bahaya
Untuk memiliki kebutuhan seseorang dipenuhi
oleh seseorang atau sesuatu. Termasuk dicintai,
dirawat, membantu, diampuni dan menghibur
Untuk bersenang-senang, tertawa dan rileks,
menikmati diri sendiri
Untuk mencari dan menikmati pengalaman
sensual.
Untuk menjadi penasaran, mengajukan
pertanyaan dan mencari jawaban
Menyampaikan informasi kepada orang lain
Namun, para psikolog tidak berhenti melakukan penelitian
tentang kebutuhan manusia ini. Kebutuhan sangan mirip dengan
insting. Dan jika daftar ini terus ditambah bisa jadi konsep
tentang kebutuhan juga akan ditinggalkan lagi (sebagaimana
terjadi pada insting terdahulu). Pun dengan semakin panjang
daftar semakin mengurangi kekuatan penjelasan dari konsep ini.
Dari penjelasan singkat tentang insting, drive dan kebutuhan,
dapat disimpulkan bahwa ketiganya dapat dikatakan sama.
Ketiganya mencoba menjelaskan tentang sumber internal motivasi.
Sehingga sampai sekarang para psikolog masih mencoba
memformulasi apa sebenarnya sumber internal dari motivasi.
E. Lingkungan sebagai sumber Motivasi
Pada bagian ini akan membahas bagaimana lingkungan
sekitar kita membentuk motivasi kita. Kadang-kadang, meski kita
tahu cara melakukan sesuatu, kita tidak melakukan hal itu. Tentang
hal ini muncul konsep insentif, sebagai stimulus eksternal yang
mendorong seseorang melakukan sesuatu (untuk
mendapatkannya). Untuk membentuk suatu perilaku kedua sumber
motivasi itu sangat diperlukan.
Warden (1931) mengemukakan konsep hubungan insentif dan
drive. Keduanya jika cocok akan membentuk perilaku. Ia
mengatakan bahwa drive adalah reaksi menuju sebuah insentif.
Sehingga keduanta penting untuk memotivasi perilaku.
Sementara itu, Lewin’s (1936) menyampaikan konsep
Kekuatan Psikologis, guna menjelaskan hubungan internal dan
eksternal faktor dalam motivasi. Menurutnya, kekuatan (force)
adalah faktor motivasional yang mendorong seseorang bergerak
dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Sedang objek yang menyetirnya.
Tujuan .
Psychological Force=
keingian tujuan dg
Jarak psikologis
#MOTIVASI DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
seseorang
Dalam Islam, pembahasan tentang motivasi tidak bisa lepas dari
awal penciptaan manusia itu sendiri. Allah SWT menyebutkan bahwa
Dia menciptakan manusia untuk dua tujuan utama, sebagai khalifahNya (al Baqarah 2:30) artiya sebagai pengganti, representasi Allah di
muka bumi, pengatur-bertanggungjawab terhadap kelestariannya dan
untuk beribadah pada-Nya (adz Dzariat 51: 56). Dalam aspek motivasi
yang berkaitkan dengan pencapaian tujuan, maka motivasi dalam
Islam berkaitan erat dengan pencapaian tujuan tersebut, tidak sekedar
pemenuhan tujuan-tujuan biologis dan psikologis.
Dengan tugas/tujuan penciptaan tersebut, tentunya Allah telah
menyiapkan seperangkat bekal baik secara internal maupun eksternal
guna keberhasilan manusia. Secara internal Allah membekali manusia
dengan akal fikiran, nafsu dan juga qalbu. Tiga hal ini bukanlah organ
fisik, atau dalam term saat ini kita kenal sebagai organ psikologis. Dan
secara eksternal Dia juga membekali manusia dengan ajaran-ajaran
yang akan membawa mereka pada kesuksean pencapaian
tugas/tujuan penciptaannya.
Motivasi dalam term hedonisme menurut perspektif Islam berarti
dorongan untuk pencapaian hal yang terbaik yang hal ini tidak
berhenti pada masa hidup manusia tapi lebih jauh pada kehidupan
abadi setelah kehidupan dunia ini. Inilah kenapa seorang muslim siap
menderita selama di dunia karena berharap pada kebahagian yang
lebih kekal diakhirat kelak. Tidak ada kesenangan yang bersifat
langsung dan fana yang menjadi dasar motivasi perilaku seorang
muslim. Sampai-sampai Nabi Muhammad mengatakan bahwa dunia
bagian penjara bagi seorang Muslim.
Menurut Alawneh (1998) motivasi dalam perspektif islam bisa
dikaitkan dengan term iman. Kepercayaan mutlak terhadap sang
Pencipta berikut segala hal yang datang dari-Nya dan bahka semua
akan berakhir kepada-Nya. Iman-lah yang mendorong seseorang
berperilaku tertentu. Dan iman ini sangat erat kaitannya dengan
pengetahuan sabagaimana bekal manusia di muka bumi adalah akal
(yang membedakan manusia dengan makhluk lain).
Dalam term insting, drive dan kebutuhan (sebagaimana telah
disebut bahwa para psikolog masih mencoba merumuskan term asli
dari hal ini sebagai sumber internal motivasi) Islam telah memberikan
satu term yang sangat spesifik yaitu nafsu. Nafsu tidak dapat
diinterpretasi sekedar sebagai drive, namun ia juga mencakup insting
dan kebutuhan. Lebih lanjut, nafsu sebagai sumber internal motivasi
diderivasi dalam tiga macam, nafsu lawwamah, nafsu amarah dan
nafsu muthmainnah. Nafsu amarah adalah dorongan nafsu yang
bersifat hewaniyah yang menuntut untuk selalu dipuaskan
bagiamanapun caranya. Sedang nafsu lawwamah adalah dorongan
untuk berintropeksi diri, menyesali perbuatan-perbuatan yang tercela.
Dan nafsu muthmainnah adalah nafsu yang mendorong manusia
menuju kedamaian dan ketenangan.
Sehingga sangat jelas bahwa motivasi dalam perspektif Islam
sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Pengetahuan yang benar
akan mendorong/memotivasi manusia pada kebenaran dan mampu
mengendalikan dorongan-doroangan nafsu (insting, drive dan need)
pada dirinya. benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa
perilaku yang dapat diterima oleh Allah haruslah memenuhi dua
syarat, motivasinya benar (tujuan tertinggi) dan berdasar
pengetahuan yang benar pula.
II. SEJARAH SINGKAT EMOSI
Secara historis, emosi telah mengalami perubahan makna hingga
saat ini. Pada tahun 1600-an, emosi dimaknai sebagai pengaruh dari
fenomena fisik. Sedang pada 1800-an emosi diartikan sebagai
perubahan dari peristiwa yang tak dapat diamati namun dapat
disimpulkan. Pengertian emosi telah berubah dari awalnya yang
bersifat keluar/tampak menjadi sesuatu yang bersifat ke dalam (tak
tampak). Dan saat ini emosi dipahami sebagai konstruk yang merubah
kondisi tubuh, pikiran, perasaan yang subyektif dorongan untuk
berbuat hingga sebagai sebuah perubahan ekspresi wajah. Berikut
akan disampaikan secara singkat sejarah emosi.
A. Emosi sebagai Perasaan Subyektif
Aristoteles (384-322 SM) menyatakan bahwa emosi
bersumber dari jiwa seseorang. Berbeda dengan rasa sakin dan
senang yang bisa bersumber dari badan saja atau badan dan jiwa.
Sedang menurut Descartes emosi adalah perasaan yang tidak
dihasilkan dari stimulus lingkungan maupun internal. Emosi juga
bukan bagian dari pemikiran atau niat.
William James (1892) mengatakan bahwa emosi adalah
bagian subjektif dari pikiran. Menurutnya, emosi adalah kesadaran
kita atas gejala tubuh. Paulhan menambahkan bahwa emosi
mendorong perhatian seseorang khususnya pada pengalamanpengalaman.
B. Emosi-emosi Dasar
Aristoteles dan Epicurus mengatakan bahwa emosi dasar
terdiri dari senang, takut, cemburu, cinta, marah dan benci. Sedang
Descartes menyebutkan enam emosi dasar: Rasa takjub, cinta,
benci, gairah, kesenangan dan kesedihan. Ia menambahkan
harapan (gairah bahwa sesuatu akan terjadi) dan takut (perasaan
bahwa sesuatu tidak akan terjadi).
Descartes juga menjelaskan bahwa emosi negatif lebih
banyak muncul daripada emosi positif. Menurutnya, manusia lebih
memilih menghindari sesuatu yang mungkin menghancurkan kita
daripada mendekati sesuatu yang mungkin menguntungkan kita.
Karena emosi negatif adalah tanda bahwa sesuatu itu
membahayakan. Emosi negatif memungkinkan kita untuk bertahan
hidup.
Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dan proses
berfikir sangat mempengaruhi emosi yang muncul.
C. Emosi sebagai Dorongan untuk Bertindak dan Berfikir
Gagasan tentang emosi sebagai dorongan untuk bertindak
telah disampaikan oleh Zeno (350-258 SM) dan Chrysippus (280-206
SM). Menurut mereka, emosi menyediakan luapang dorongan yang
irrasional. Dorongan ini akan memicu manusia untuk bertindak
tanpa berfikir. Stout (1903) menguatkannya dengan mengatakan
bahwa beberapa tipe emosi berkaitan erat dengan karakter tertentu
dalam pikiran kita. Lebih lanjut Woodworth (1921) mengatakan
bahwa emosi adalah dorongan langsung menuju tidakan tertentu
bukan sekedar persiapan untuk sebuah tindakan secara umum.
Kemudian kita mengenal istilah kesiapan bert indak (action
readiness) kecenderungan sebuah emosi sebagai pendorong
terhadap suatu tindakan tertentu sesuai dengan emosi yang
dinampakkan (dai Arnold, 1960 dan Frijda, (1986). Margareth
Washburn (1828) mengemukakan konsep ledakan motorik untuk
menjelaskan respon otot yang tidak adaptif saat terjadi emosi yang
intens. Sehingga, selain dapat membantu proses berfikir, emosi juga
dapat membuat jiwa kita panik.
Stout juga mengatakan bahwa emosi juga dapat mengatur
proses berfikir kita. Tiap emosi menghidupkan sebuah gagasan
tertentu yang sesuai dengannya.
D. Gairah Fisik
Gagasan bahwa emosi sebagai gairah psikologis telah
dikemukakan sejak dulu. Aristoteles mengatakan bahwa darah yang
mendidih di jantung dapat mengubah seseorang menjadi memerah
karena marah. Descartes juga menyatakan bahwa emosi merubah
detak jantung dan aliran darah. Menurut Francis Bacon (1627) emosi
tertentu ditampakkan dengan merangsang tubuh.
Descartes melanjutkan bahwa pengalaman subyektif
memberikan informasi tentang bagaimana kita bertindak sedang
gairah psikologis menjadi dasar untuk melakukannya. Walter
Cannon kemudian mengelaborasi gagasan bahwa gairah
menimbulkan perilaku emosional. Sedang menurut William James
(1890) persepsi terhadap perubahan tubuh karena suatu
pengalaman subyektif itulah yang disebut dengan emosi. Dan
Francis Summer mengatakan bahwa kesadaran menimbulkan
seperangkat perubahan tubuh untuk menghasilkan emosi.
Namun, seseorang tak dapat mengatur perubahan badaniah
ini meski mereka merasakan perasaan yang berbeda. Bahkan
kadang-kadang emosi yang berbeda menimbulkan perubahan
badaniah yang sama.
E. Ekspresi Wajah
Tak dapat dipungkiri bahwa sulit memisahkan kajian tentang
emosi tanpa menyinggung ekspresi wajah. Descartes dan Bacon
menyatakan bahwa ekspresi wajah adalah tanda-tanda yang
langsung nampak dari emosi seseorang. Dan lebih lanjut, Le
Chambre (1663) menyatakan bahwa ekspresi wajah sebagai emosi
yang tampak bersifat sosial. Artinya ekspresi itu lebih nampak
dalam konteks sosial/hubungan antar individu. Darwin menyatakan
bahwa ekspresi wajah bersifat bawaan. Sehingga secara umum
ekspresi wajah sama untuk emosi tertentu.
As indicator of emotional feelings.
As signals used to satisfy social motives.
Facial feedback hypothesis: pattern of facial muscles is informational
basis for emotional feelings.
F.
TEORI DARI ARISTOTELES
Causes of behavior: efficient (trigger), final (purpose), formal
(theory), and material (brain)
MOTIVASI DAN EMOSI
Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Motivasi
Dosen: Prof. Dr. M. As’ad Djalali, SU dan Dyan Evita Santi, M.Psi.
Penyusun:
Priyanto
Saih0l Hodri
74.121.0.1228
74.121.0.1241
Prodi Magister Psikologi
Program Pasca Sarjana Universitas Tujuh Belas Agustus 1945
2013
SEJARAH KONSEP MOTIVASI DAN EMOSI
I. SEJARAH SINGKAT KONSEP MOTIVASI
A. KONSEP HEDONISME
Konsep pertama tentang motivasi adalah Hedonisme yang
dibicarakan oleh para filosuf Yunani kuno pada 2400 tahun sebelum
masehi. Pemenuhan kesenangan dan menghindari kesengsaraan.
Namun, term ini sangat berbeda dengan term hedonisme yang kita
kenal sekarang ini. Hedonisme kita kenal dengan paham
pemenuhan kesenangan fisik yang berkaitan dengan makanan,
minuman dan seks. Sedang hedonisme yang dimaksud para filsuf
itu adalah pencapaian barang/sesuatu yang terbaik. Berikut adalah
beberapa pandangan para filsuf baik pada masa kuno maupun
masa-masa kini.
Salah satu filsuf Yunani Kuno yang menyampaikan konsep
hedonisme ini adalah Socrates (470-399 SM). Menurutnya,
seseorang mestinya memilih tindakan-tindakan yang menghasilkan
kesenangan daripada yang membawa kesengsaraan. Lebih lanjut,
seseorang memilih untuk tidak melakukan sesuatu bisa jadi karena
ia tidak memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang
kesenangan atau kesengsaraan akibat suatu tindakan.
Filsuf lain, Democritus (460-370 SM), mengatakan bahwa
semua hal itu baik tergantung tiap-tiap orang. Jika hal itu dapat
menyenangkannya maka hal itu adalah kebaikan, walaupun
mungkin bagi orang lain bisa berarti menyengsarakan. Apapun itu,
kesenangan harus diupayakan dan kesengsaraan harus dihindari.
Sekilas keduanya seakan menyarankan bahwa kita sebaiknya
makan, minum dan menikah seakan-akan besok tak akan ada.
Padahal yang dimaksud para filsuf itu adalah pemenuhan dan
penghindaran secara moderat. Hal ini dapat kita ketahui seabad
setelah masa mereka melalui pemikiran Epicurus (341 – 271 SM).
Menurutnya, seseorang seharusnya menghindari kesenangan
langsung jika pada ujungnya malah membawa kesengsaraan.
Sebaliknya, tidak apa merasakan kesengsaraan kecil demi
mendapat hasil yang menyenangkan pada akhirnya.
Pada masa modern, konsep hedonisme dikenal dengan terma
incentive motivation. Adalah Thomas Hobbes (1640) yang menjadi
pelopor dalam hal ini. Insentif adalah sesuatu di masa mendatang
yang akan didekati jika ia menyenangkan dan dijauhi jika
menyengsarakan. Dan kemmapuan kita untuk mengantisipasi hal
itu bergantung pada pengetahuan kita pada insentif serupa yang
telah kita rasakan sebelumnya.
Insentif adalah sesuatu yang diharapkan/diprediksi akan
terjadi pada masa mendatang. Karenanya, hal itu bergantung pada
berapa lama insentif itu akan kita dapat. John Locke (1964)
menyebutnya dengan konflik antara keuntungan kecil langsung
dengan keuntungan besar yang tertunda.
Sementara itu, Jeremy Bentham (1789/1970) mengemukakan
principle of utility, prinsip kegunaan. Ia menjelaskan bahwa tindakan
kita tergantung pada seberapa besar ia meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan kita. Menurut prinsip ini, sesuatu berguna
jika meningkatkan kebahagiaan kita atau mengurangi kesengsaraan
kita.
Sedang Sigmund Freud mengemukakan dua prinsip, Pleasure
principle, prinsip kesenangan dan Reality principle, prinsip realitas.
Pada prinsip pertama, Freud mengatakan bahwa kesenangan
bertolak belakang dengan ketidak-senangan. Kesenangan dirasakan
seseorang jika tekanan psikologis pada dirinya rendah, lebih-lebih
jika baru saja mengalami kenaikan tekanan. Namun, sesuai dengan
prinsip realitas, Freud mengatakan bahwa suasana atau situasi
mempengaruhi kita untuk menunda kesangan langsung dengan
harapan ia akan mendapat kesenangan lebih pada akhirnya .
Kemudian pada 1898 Edward Lee Thorndike membuat sebuah
penelitian yang kemudian menghasilkan konsep Law of Effect.
Menurutnya, akibat positif dari suatu tindakan akan menguatkan
perilaku. Sebaliknya akibat negatif melemahkan perilaku. Dari
hukum sebab-akibat ini kemudian berkembang menjadi aliran
behaviorism sebagaiman dideklarasikan oleh John Watson (1913).
Saat ini, hukum sebab-akibat diterima secara luas namun
dengan term reward /reinforcers and punishment.
Reward/reinforcers adalah stimulus yang menguatkan dan
membentuk perilaku. Sedang punishment adalah stimulus yang
mengurangi frekuensi perilaku. Hukum ini sama seperti Hedonisme
yang dikemukakan oleh para filsuf Yunani Kuno namun dengan
sudut pandang objekif.
Pada masa kini term Hedonisme berkembang lagi dengan
istilah Self control dan Impulsiveness sebagaimana dikemukakan
oleh Logue (1988, 1998). Self control ditunjukkan oleh sikap
bersabar untuk mendapat hasil lebih maksimal dikemudian hari.
Dan sebaliknya impulsiveness berarti memilih hasil yang dapat
langsung dirasakan meski hanya kecil/sedikit.
B. TEORI EVOLUSI DAN KONSEP MOTIVASI
Saat Charles Darwin mengemukakan teorinya tentang evolusi,
dunia ilmu pengetahuan berubah begiu drastis. Dengan menyadari
bahwa manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya, mengalami
evolusi, perkembangan ilmu pengetahuan berdasar pada teori ini.
Begitu juga halnya dengan konsep motivasi. Herbert Spencer pada
1899 mengkonstruksi ide Darwin ini pada fenomena motivasi.
Seperti halnya teori evolusi yang berdasar pada variasi dan
seleksi, motivasi pun bervariasi. Dan seleksi atas variasi tersebut
akan diwariskan dan begitulah evolusi berlangsung. Spencer
menyatakan bahwa motivasi juga berevolusi sebagaimana manusia.
Salah satu hal yang sangat erat kaitannya dengan motivasi
dalam teori evolusy adalah insting. Insting didefinisikan sebagai
dorongan yang diturunkan dan melahirkan pola perilaku khusus
pada makhluk hidup. Menurut Fletcher (1966), insting adalah
karakteristik perilaku seseorang yang sangat bernilai dalam
penyelamatan diri dan hanya sedikit sekali dipengaruhi oleh proses
belajar.
Namun gagasan insting sebagai sumber motivasi tidak
populer dalam kajian psikologi. Insting kadang-kadang menunjukkan
perilaku yang kontradiktif. Di lain pihak belum diyakini dengan benar
apakah semua perilaku manusia adalah hasil dari instingnya.
C. Unconscious Motivation
Tema lain dalam analisis sejarah motivasi adalah tentang
kesadaran. Sigmund Freud (1920) mengemukakan teori motivasi tak
sadar. Menurutnya manusia memiliki dua macam kesadaran. Alam
sadar dan alam bawah sadar. Dan alam bawah sadar memiliki lebih
banyak pengaruh bagi perilaku manusia.
Freud menerangkan bahwa motivasi berdasar pada rasa puas
dalam insting alam bawah sadar manusia yang berupa tekanantekanan. Tujuan dari pemenuhan kebutuhan instingtif adalah
pengurangan tekanan. Sasaran dari insting adalah insentif yang
membawa pada tujuannya. Dan sumber insting bisa jadi berupa
proses kimiawi dalam otak kita. Sehingga yang kita sadari hanyalah
tujuan dari insting kita.
Freud membagi insting menjadi tiga macam, insting
seksual/kehidupan, insting kematian dan ego. Seksual insting
dimunculkan dalam keinginan untuk hidup. Sebaliknya insting
kematian membawa manusia pada kehancuran. Karena dua hal ini
saling bertolak belakang, keduanya saling mendominasi. Karena itu,
menurut Freud, motivasi adalah peningkatan atau penurunan
derajat insting dalam mengambil alih pikiran kita.
Saat – saat ini term motivasi sebagai bentuk aksi alam bawah
sadar disebut dengan proses otomatis. Yaitu suatu perilaku yang
muncul dengan tingkat kesadaran yang rendah. Seperti sebuah
perilaku yang otomatis terjadi.
D. Sumber Internal Motivasi
Manusia memberi respon terhadap seseuatu pastinya
tergantung pada stuktur internal masing-masing. Itulah kenapa
pada suatu suasana yang sama seseorang bisa menunjukkan respon
berbeda dengan orang lain. Dalam kaitan dengan hal ini, motivasi
akan dibahas dari mana sumbernya dalam diri manusia.
1. Drive concept
Pada 1918, Woodworth menulis Dynamic Psychology. Dalam
bukunya tersebut, Woodworth memperkenalkan dua istilah
mekanisme dan drive. Mekanisme merujuk pada gagasan
tentang bagaimana kita melakukan sesuatu (proses). Sedang
drive berarti stimulus yang menyebabkan kita tetap melakukan
hal tadi. Dalam hal inilah drive dimaknai sebagai sumber dari
motivasi.
2. Psychological Needs
Kebutuhan psikologis adalah konsep pertama motivasi yang mirip
dengan drive. Jika drive dimaknai sebagai hasil dari
hilangnya/berkurangnya insentif, kebutuhan diartikan sebagai
karakteristik yang melekat pada manusia yangmenunjukkan
berkurangnya psikologis. Henry Murray (1938) mengemukakan
sumber utama dari motivasi manusia adalah kebutuhan dasar
(primary needs) berupa pemenuhan kepuasan badaniah. Dan
kebutuhan sekunder (secundary or psychogenic needs) yaitu
pemenuhan kesenangan mental atau emosional yang
bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar. Murray
menyusun daftar kebutuhan psikologis sebagai berikut:
Kebutuhan
Prestasi
Pengakuan
Pameran
Akuisisi
Tujuan
Untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit,
mengatasi hambatan dan menjadi ahli
Menggambarkan prestasi
Untuk mengesankan orang lain melalui
tindakan seseorang dan kata-kata, bahkan jika
ini mengejutkan
Mendapatkan hal-hal
Memesan
Untuk membuat hal-hal yang bersih, rapi dan
rapi
Retensi
Konstruksi
Infavoidan
ce
Defendanc
e
Penetralan
Penimbunan hal
Bangunan sesuatu
Menyembunyikan cacat atau gagal
Untuk mempertahankan diri terhadap serangan
atau menyalahkan, menyembunyikan
kegagalan diri.
Untuk menebus kegagalan dengan mencoba
lagi, mencari pridefully untuk mengatasi
Dominasi
rintangan.
Untuk mengontrol lingkungan seseorang,
mengendalikan orang lain melalui perintah atau
Menghorm
ati
Otonomi
persuasi
Untuk mengagumi orang yang unggul, memuji
mereka dan menyerah kepada mereka dan
mengikuti aturan mereka.
Untuk membebaskan diri dari kendala, menolak
paksaan dan mendominasi otoritas. Agar tidak
Contrarian
ce
Agresi
kehinaan
bertanggung jawab dan mandiri
Menjadi oposisi
Untuk tegas mengatasi lawan, mengontrol,
membalas dendam atau menghukum mereka
Untuk menyerah dan tunduk kepada orang lain,
menerima kesalahan dan hukuman. Untuk
Menghinda
ri
Kesalahan
Menghinda
ri cedera
Infavoidan
ce
Afiliasi
menikmati rasa sakit dan kemalangan
Menekan rasa sengsara
Untuk melarikan diri atau menghindari rasa
sakit, cedera dan kematian.
Untuk menghindari dipermalukan atau malu
Untuk menjadi dekat dan setia kepada orang
lain, menyenangkan mereka dan
memenangkan persahabatan dan perhatian
Seks
mereka
Untuk membentuk hubungan yang mengarah
Penolakan
ke hubungan seksual
Untuk memisahkan diri dari benda negatif
dilihat atau orang, tidak termasuk atau
Pengasuha
n
Succoranc
e
Bermain
Kesanggup
an
Memahami
kesadaran
Pameran
meninggalkannya
Untuk membantu berdaya, memberi mereka
makan dan menjaga mereka dari bahaya
Untuk memiliki kebutuhan seseorang dipenuhi
oleh seseorang atau sesuatu. Termasuk dicintai,
dirawat, membantu, diampuni dan menghibur
Untuk bersenang-senang, tertawa dan rileks,
menikmati diri sendiri
Untuk mencari dan menikmati pengalaman
sensual.
Untuk menjadi penasaran, mengajukan
pertanyaan dan mencari jawaban
Menyampaikan informasi kepada orang lain
Namun, para psikolog tidak berhenti melakukan penelitian
tentang kebutuhan manusia ini. Kebutuhan sangan mirip dengan
insting. Dan jika daftar ini terus ditambah bisa jadi konsep
tentang kebutuhan juga akan ditinggalkan lagi (sebagaimana
terjadi pada insting terdahulu). Pun dengan semakin panjang
daftar semakin mengurangi kekuatan penjelasan dari konsep ini.
Dari penjelasan singkat tentang insting, drive dan kebutuhan,
dapat disimpulkan bahwa ketiganya dapat dikatakan sama.
Ketiganya mencoba menjelaskan tentang sumber internal motivasi.
Sehingga sampai sekarang para psikolog masih mencoba
memformulasi apa sebenarnya sumber internal dari motivasi.
E. Lingkungan sebagai sumber Motivasi
Pada bagian ini akan membahas bagaimana lingkungan
sekitar kita membentuk motivasi kita. Kadang-kadang, meski kita
tahu cara melakukan sesuatu, kita tidak melakukan hal itu. Tentang
hal ini muncul konsep insentif, sebagai stimulus eksternal yang
mendorong seseorang melakukan sesuatu (untuk
mendapatkannya). Untuk membentuk suatu perilaku kedua sumber
motivasi itu sangat diperlukan.
Warden (1931) mengemukakan konsep hubungan insentif dan
drive. Keduanya jika cocok akan membentuk perilaku. Ia
mengatakan bahwa drive adalah reaksi menuju sebuah insentif.
Sehingga keduanta penting untuk memotivasi perilaku.
Sementara itu, Lewin’s (1936) menyampaikan konsep
Kekuatan Psikologis, guna menjelaskan hubungan internal dan
eksternal faktor dalam motivasi. Menurutnya, kekuatan (force)
adalah faktor motivasional yang mendorong seseorang bergerak
dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Sedang objek yang menyetirnya.
Tujuan .
Psychological Force=
keingian tujuan dg
Jarak psikologis
#MOTIVASI DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
seseorang
Dalam Islam, pembahasan tentang motivasi tidak bisa lepas dari
awal penciptaan manusia itu sendiri. Allah SWT menyebutkan bahwa
Dia menciptakan manusia untuk dua tujuan utama, sebagai khalifahNya (al Baqarah 2:30) artiya sebagai pengganti, representasi Allah di
muka bumi, pengatur-bertanggungjawab terhadap kelestariannya dan
untuk beribadah pada-Nya (adz Dzariat 51: 56). Dalam aspek motivasi
yang berkaitkan dengan pencapaian tujuan, maka motivasi dalam
Islam berkaitan erat dengan pencapaian tujuan tersebut, tidak sekedar
pemenuhan tujuan-tujuan biologis dan psikologis.
Dengan tugas/tujuan penciptaan tersebut, tentunya Allah telah
menyiapkan seperangkat bekal baik secara internal maupun eksternal
guna keberhasilan manusia. Secara internal Allah membekali manusia
dengan akal fikiran, nafsu dan juga qalbu. Tiga hal ini bukanlah organ
fisik, atau dalam term saat ini kita kenal sebagai organ psikologis. Dan
secara eksternal Dia juga membekali manusia dengan ajaran-ajaran
yang akan membawa mereka pada kesuksean pencapaian
tugas/tujuan penciptaannya.
Motivasi dalam term hedonisme menurut perspektif Islam berarti
dorongan untuk pencapaian hal yang terbaik yang hal ini tidak
berhenti pada masa hidup manusia tapi lebih jauh pada kehidupan
abadi setelah kehidupan dunia ini. Inilah kenapa seorang muslim siap
menderita selama di dunia karena berharap pada kebahagian yang
lebih kekal diakhirat kelak. Tidak ada kesenangan yang bersifat
langsung dan fana yang menjadi dasar motivasi perilaku seorang
muslim. Sampai-sampai Nabi Muhammad mengatakan bahwa dunia
bagian penjara bagi seorang Muslim.
Menurut Alawneh (1998) motivasi dalam perspektif islam bisa
dikaitkan dengan term iman. Kepercayaan mutlak terhadap sang
Pencipta berikut segala hal yang datang dari-Nya dan bahka semua
akan berakhir kepada-Nya. Iman-lah yang mendorong seseorang
berperilaku tertentu. Dan iman ini sangat erat kaitannya dengan
pengetahuan sabagaimana bekal manusia di muka bumi adalah akal
(yang membedakan manusia dengan makhluk lain).
Dalam term insting, drive dan kebutuhan (sebagaimana telah
disebut bahwa para psikolog masih mencoba merumuskan term asli
dari hal ini sebagai sumber internal motivasi) Islam telah memberikan
satu term yang sangat spesifik yaitu nafsu. Nafsu tidak dapat
diinterpretasi sekedar sebagai drive, namun ia juga mencakup insting
dan kebutuhan. Lebih lanjut, nafsu sebagai sumber internal motivasi
diderivasi dalam tiga macam, nafsu lawwamah, nafsu amarah dan
nafsu muthmainnah. Nafsu amarah adalah dorongan nafsu yang
bersifat hewaniyah yang menuntut untuk selalu dipuaskan
bagiamanapun caranya. Sedang nafsu lawwamah adalah dorongan
untuk berintropeksi diri, menyesali perbuatan-perbuatan yang tercela.
Dan nafsu muthmainnah adalah nafsu yang mendorong manusia
menuju kedamaian dan ketenangan.
Sehingga sangat jelas bahwa motivasi dalam perspektif Islam
sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Pengetahuan yang benar
akan mendorong/memotivasi manusia pada kebenaran dan mampu
mengendalikan dorongan-doroangan nafsu (insting, drive dan need)
pada dirinya. benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa
perilaku yang dapat diterima oleh Allah haruslah memenuhi dua
syarat, motivasinya benar (tujuan tertinggi) dan berdasar
pengetahuan yang benar pula.
II. SEJARAH SINGKAT EMOSI
Secara historis, emosi telah mengalami perubahan makna hingga
saat ini. Pada tahun 1600-an, emosi dimaknai sebagai pengaruh dari
fenomena fisik. Sedang pada 1800-an emosi diartikan sebagai
perubahan dari peristiwa yang tak dapat diamati namun dapat
disimpulkan. Pengertian emosi telah berubah dari awalnya yang
bersifat keluar/tampak menjadi sesuatu yang bersifat ke dalam (tak
tampak). Dan saat ini emosi dipahami sebagai konstruk yang merubah
kondisi tubuh, pikiran, perasaan yang subyektif dorongan untuk
berbuat hingga sebagai sebuah perubahan ekspresi wajah. Berikut
akan disampaikan secara singkat sejarah emosi.
A. Emosi sebagai Perasaan Subyektif
Aristoteles (384-322 SM) menyatakan bahwa emosi
bersumber dari jiwa seseorang. Berbeda dengan rasa sakin dan
senang yang bisa bersumber dari badan saja atau badan dan jiwa.
Sedang menurut Descartes emosi adalah perasaan yang tidak
dihasilkan dari stimulus lingkungan maupun internal. Emosi juga
bukan bagian dari pemikiran atau niat.
William James (1892) mengatakan bahwa emosi adalah
bagian subjektif dari pikiran. Menurutnya, emosi adalah kesadaran
kita atas gejala tubuh. Paulhan menambahkan bahwa emosi
mendorong perhatian seseorang khususnya pada pengalamanpengalaman.
B. Emosi-emosi Dasar
Aristoteles dan Epicurus mengatakan bahwa emosi dasar
terdiri dari senang, takut, cemburu, cinta, marah dan benci. Sedang
Descartes menyebutkan enam emosi dasar: Rasa takjub, cinta,
benci, gairah, kesenangan dan kesedihan. Ia menambahkan
harapan (gairah bahwa sesuatu akan terjadi) dan takut (perasaan
bahwa sesuatu tidak akan terjadi).
Descartes juga menjelaskan bahwa emosi negatif lebih
banyak muncul daripada emosi positif. Menurutnya, manusia lebih
memilih menghindari sesuatu yang mungkin menghancurkan kita
daripada mendekati sesuatu yang mungkin menguntungkan kita.
Karena emosi negatif adalah tanda bahwa sesuatu itu
membahayakan. Emosi negatif memungkinkan kita untuk bertahan
hidup.
Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dan proses
berfikir sangat mempengaruhi emosi yang muncul.
C. Emosi sebagai Dorongan untuk Bertindak dan Berfikir
Gagasan tentang emosi sebagai dorongan untuk bertindak
telah disampaikan oleh Zeno (350-258 SM) dan Chrysippus (280-206
SM). Menurut mereka, emosi menyediakan luapang dorongan yang
irrasional. Dorongan ini akan memicu manusia untuk bertindak
tanpa berfikir. Stout (1903) menguatkannya dengan mengatakan
bahwa beberapa tipe emosi berkaitan erat dengan karakter tertentu
dalam pikiran kita. Lebih lanjut Woodworth (1921) mengatakan
bahwa emosi adalah dorongan langsung menuju tidakan tertentu
bukan sekedar persiapan untuk sebuah tindakan secara umum.
Kemudian kita mengenal istilah kesiapan bert indak (action
readiness) kecenderungan sebuah emosi sebagai pendorong
terhadap suatu tindakan tertentu sesuai dengan emosi yang
dinampakkan (dai Arnold, 1960 dan Frijda, (1986). Margareth
Washburn (1828) mengemukakan konsep ledakan motorik untuk
menjelaskan respon otot yang tidak adaptif saat terjadi emosi yang
intens. Sehingga, selain dapat membantu proses berfikir, emosi juga
dapat membuat jiwa kita panik.
Stout juga mengatakan bahwa emosi juga dapat mengatur
proses berfikir kita. Tiap emosi menghidupkan sebuah gagasan
tertentu yang sesuai dengannya.
D. Gairah Fisik
Gagasan bahwa emosi sebagai gairah psikologis telah
dikemukakan sejak dulu. Aristoteles mengatakan bahwa darah yang
mendidih di jantung dapat mengubah seseorang menjadi memerah
karena marah. Descartes juga menyatakan bahwa emosi merubah
detak jantung dan aliran darah. Menurut Francis Bacon (1627) emosi
tertentu ditampakkan dengan merangsang tubuh.
Descartes melanjutkan bahwa pengalaman subyektif
memberikan informasi tentang bagaimana kita bertindak sedang
gairah psikologis menjadi dasar untuk melakukannya. Walter
Cannon kemudian mengelaborasi gagasan bahwa gairah
menimbulkan perilaku emosional. Sedang menurut William James
(1890) persepsi terhadap perubahan tubuh karena suatu
pengalaman subyektif itulah yang disebut dengan emosi. Dan
Francis Summer mengatakan bahwa kesadaran menimbulkan
seperangkat perubahan tubuh untuk menghasilkan emosi.
Namun, seseorang tak dapat mengatur perubahan badaniah
ini meski mereka merasakan perasaan yang berbeda. Bahkan
kadang-kadang emosi yang berbeda menimbulkan perubahan
badaniah yang sama.
E. Ekspresi Wajah
Tak dapat dipungkiri bahwa sulit memisahkan kajian tentang
emosi tanpa menyinggung ekspresi wajah. Descartes dan Bacon
menyatakan bahwa ekspresi wajah adalah tanda-tanda yang
langsung nampak dari emosi seseorang. Dan lebih lanjut, Le
Chambre (1663) menyatakan bahwa ekspresi wajah sebagai emosi
yang tampak bersifat sosial. Artinya ekspresi itu lebih nampak
dalam konteks sosial/hubungan antar individu. Darwin menyatakan
bahwa ekspresi wajah bersifat bawaan. Sehingga secara umum
ekspresi wajah sama untuk emosi tertentu.
As indicator of emotional feelings.
As signals used to satisfy social motives.
Facial feedback hypothesis: pattern of facial muscles is informational
basis for emotional feelings.
F.
TEORI DARI ARISTOTELES
Causes of behavior: efficient (trigger), final (purpose), formal
(theory), and material (brain)