Riwayat Hidup Jerome Bruner docx

Riwayat Hidup Jerome Bruner

Jerome Bruner adalah seorang akhli psikologi perkembangan dan akhli psikologi
belajar kognitif . Pendekatannya tentang psikologi adalah ekliktik . Penelitiannya sangat
banyak yang meliputi persepsi manusia , motivasi belajar dan berfikir . Dalam
mempelajari manusia ia menganggap manusia sebagai pemroses , pemikir dan pencipta
informasi .
Buku Bruner

tentang The Process

Of Education

yang diterbitkan pada tahun

1960 , merupakan rangkuman dari hasil konfrensi Woods Hole yang diadakan padatahun
1959 , suatu konfrensi yang membawa banyak pengaruh pada dunia pendidikan pada
umumnya , pengajaran sains pada khususnya .
Bruner mengembangkan cara-cara bagaimana orang memilih , mempertahankan
dan mentransformasi informasi secara aktif . Dan inilah menurut Bruner inti dari belajar .
Oleh karena itu , Bruner memusatkannya pada masalah apa yang dilakukan manusia

dengan informasi yang diterimanya , dan apa yang dilakukannya sesudah menerima
informasi untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya .
1. Pokok-Pokok Pemikiran Bruner
Dalam bukunya ( Bruner , 1960 ) , Bruner mengemukakan empat tema pendidikan .
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan . Kurikulum
hendaknya mementingkan struktur pengetahuan . Hal ini perlu , sebab dengan struktur
pengetahuan

kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang

kelihatannya tidak ada hubungan , dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya , dan
pada informasi yang telah mereka miliki .
Tema kedua ialh tentang kesiapan ( readiness ) untuk belajar . Menurut Bruner ,
kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang
mengizinkan orang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi .
Tema yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan . Dengan intuisi
, dimaksudkan oleh Bruner , teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasiformulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah
formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak .
Tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar , dan cara-cara
yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi . Pengalaman-pengalaman

pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman di mana siswa
berpartisifasi secara aktif dalam menghadapi alamnya .

A. Teori belajar Kognitif
1. Hakikat belajar kognitif
Menurut teori-teori Gestalt-field , belajar merupakan suatu proses perolehan atau
perubahan insight-insight ( berpikir ) , pandangan-pandangan ( outlooks) , dan harapanharapan . Para penganut teori Gestalt-field lebih memilih istilah orang dari pada
organisma , lingkungan psikologi daripada lingkungan fisik , dan interaksi darpada aksi
atau reaksi . mereka berpendapat bahwa konsep-konsep ini memungkinkan guru untuk
melihat seseorang, lingkungannya dan interaksi dengan lingkungannya terjadi pada
waktu yang sama .
Selanjutnya , para penganut teori Gestalt-field yakin bahwa prilaku yang tidak
tampak atau tidak dapat diamati adalah mungkin untuk dipelajari secara ilmiah ,
misalnya pikiran-pikiran . Teori-teori ini dinamakan teori kognitif karena memusatkan diri
pada menganalisa proses-proses kognitif .
Teori belajar kognitif adalah keluarga teori belajar yang bersumber dari teori
belajar Gestalt-field yang bertentangan dengan teori belajar behavior . Teori belajar
kognitif memusatkan diri pada menganalisa proses-proses mental yang tidak dapat
diamati , sedangkan teori belajar behavior menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.

2. Tokoh-tokoh Berpengaruh dalam Teori Belajar Kognitif
Ada tiga tokoh belajar kognitif yang paling perpengaruh dengan masing-masing
model belajar yang diusungnya yaitu Jarome Bruner ( 1966 ) , David Ausabel ( 1968 ) ,
da Robert Gagne ( 1970 ) . Jarome Bruner mengusung model belajar penemuan , David
Ausabel , menyajikan model belajar bermakna , dan Robert Gagne menawarkan model
pemrosesan informasi.
B. Teori Belajar Jarome Bruner
Menurut bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika),
pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan
terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang macamnya dan
urutannya adalah sebagai berikut.
a)

Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di

mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda

konkrit atau menggunakan situasi yang nyata.
b)

Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana

pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual

imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi
konkrit yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a).
c)

Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu

direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbol, yaitu simbolsimbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang
bersangkutan), baik simbol-simbol verbal(misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimatkalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses
pembelajaran di awali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang
pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua,
yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan selanjutnya,
kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar

dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Selanjutnya

seiring

dengan

struktur

kognitif

anak,

maka

Bruner

dalam

mengembangkan teorinya mendasarkan atas dua asumsi yaitu: Pertama, perolehan

pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi
dengan

lingkungannya

lingkungannya.

Kedua,

secara

aktif,

seseorang

perubahan

terjadi

mengkonstruksi


pada

diri

individu

pengetahuannya

dan

dengan

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah dimilikinya. (Asikin,
2004: 8-10)
C. Model Belajar ( Kognitif ) Penemuan , Jerome Bruner
1. Hakikat Belajar
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari
Jerome Bruner ( 1966 ) yang dikenal dengan nama belajar penemuan ( discovery
learning ) .

Menurut bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Bruner memandang bahwa belajar sebagai pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia. Oleh karena itu , belajar membuat pengetahuan peserta didik akan menjadi
lebih baik. Bruner menganggpa bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang
paling baik . Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan
yang menyertainya , menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna .
Dalam hal ini Bruner tidak mengembangkan teori belajar secara sistematis,
namun yang penting adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan
mentransformasikan informasi secara aktif.
Bruner menyarankan agar proses belajar mengajar hendaknya melalui partisifasi
secara aktif para siswa dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip , melalui penemuan
sendiri. Para siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dengan mencari dan
menemukan serta melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka
untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri .
2. Prinsip Belajar
Pendekakatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi ( Rosser ,
1984 ). Pertama , perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif . Bruner
yakin , bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif .

Asumsi kedua ,
ialah bahwa
orang mengkonstruksi pengetahuan dengan

3.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh
sebelumnya .
Bruner mengemukakan , bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan . Ketiga proses itu ialah ( 1) memperoleh informasi baru , (2 )
transformasi informasi , dan ( 3 ) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan .
Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya , yang

dimiliki seseorang , atau informasi itu dapat bersifat berlawanan dengan informasi
sebelumnya . Sebagai contoh seseorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar ,
barulah ia mempelajari secara terperinci sistem peredaran atau sirkulasi darah .
Demikian pula , setelah berfikir bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak dihemat ,
baru ia belajar teori konservasi energi .
Dalam transformasi informasi ( pengetahuan )
, seseorang memperlakukan
pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru . Jadi transformasi menyangkut
cara kita memperlakukan pengetahuan . Dalam menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan , kita menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok
dengan tugas yang ada .
Kondisi yang Diperlukan bagi Berlangsungnya Proses Belajar Mengajar
Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar mengajar yang
efektif berdasarkan pendekatan belajar ini ialah sebagi berikut .
1) Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar .
2) Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
3) Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal .
4) Bentuk dan pemberian reinforcement .
Ciri-ciri Model Pembelajaran Penemuan
Model Pembelajaran penemuan memiliki beberapa ciri, di antaranya:

Pertama, pembelajaran menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan. Artinya, pembelajaran model penemuan menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran
model penemuan menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar,
tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan dari pembelajaran model penemuan
adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam
pembelajaran pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Tahapan-tahapan Proses Pembelajaran Model Penemuan
Penjelasan singkat ( guru ) tentang tujuan pembelajaran dan materi pokok yang akan
dibelajarkan.
Penyajian teks atau contoh-contoh kasus sebagai media belajar berkaitan dengan
konsep-konsep , definisi, prinsip , ciri-ciri dan semacamnya yang akan dibelajarkan pada
siswa .
Penyajian pertanyaan – pertanyaan atas konsep , definisi , prinsip , ciri-ciri yang
jawabannya harus ditemukan sendiri oleh siswa .
Penjelasan ( guru ) mengenai langkah-langkah kegiatan siswa dalam menemukan
jawaban .
Penyampaian jawaban-jawaban siswa melalui interaksi ( tanya-jawab ) guru-siswa –siswa
.
Merumuskan bersama jawaban-jawaban yang benar .
Evaluasi hasil belajar .
Kebaikan – kebaikan Belajar Model Penemuan
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan menunjukkan
beberapakebaikan . Pertama , pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat ,
bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain . Kedua ,

hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar
lainnya . Dengan perkataan lain , konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik
kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru . Ketiga , secara
menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas . Keempat , secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain . Kelima , membangkitkan keingintahuan siswa , memberi
motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban .
Kesulitan Belajar dan Faktor Penyebabnya
Teori belajar kognitif menggunakan pendekatan belajar penemuan dari Jarome
Burner mengandung sisi kesulitan atau masalah yaitu :
1. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
2. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering
guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
Upaya Mengatasi Kesulitan
Burner menyarankan agar penggunaan belajar penemuan itu hanya diterapkan
sampai batas-batas tertentu yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi .
Struktur bidang studi terutama berupa konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip
dari bidang studi tersebut . Dengan kata lain proses belajar mengajar diarahkan pada
perolehan kerangka pengetahuan yang bermakna , yang dapat digunakan untuk
melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itru yang dapat menjadi
dasar untuk memahami hal-hal yang mendetail .
Menurut Bruner , mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang
studi itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada stuktur itu
secara bermakna . Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah
mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan .
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, Margaret E. Belajar dan Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.
Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas, 2003.
Merril, Irving R., Harold A. Drob, Criteria for Planning the Collage and University Learning
Resource Center. Washington Dc,: Association for Educational Communication and
Technology, 1977.
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Kerjasam a Pusat Perbukuan,
Depdiknas dan PT. Rineka Cipta, 2002.
Peterson, Gary T., Conceptualizing the Learning Center. Washington Dc: Planning and Operating
Media Centers, Association for Educational Communication and Technology, 1975.
Soedijarto, Pendidikan Nasional, Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan
Membangun Peradaban Negara-Bangsa (Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945),
Jakarta: Penerbit CINAPS, 2000.
Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.
Suciati, Irawan, Prasetya, Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT, 2001.
Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara, 2007.
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.

LATAR BELAKANG TIMBULNYA MASALAH.
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja. Termasuk S.R (inisial nama), anak laki-laki,
siswa kelas2 SMP negeri di Depok ini mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini
dilatarbelakangi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Faktor internal yang menyebabkan
siswa mengalami kesulitan belajar adalah:
1. Daya tangkap yang tidak sama dengan siswa seusianya, cenderung rendah.

2. Aktifitas belajar yang kurang, lebih banyak bermain daripada belajar. Pulang sekolah,
ia senang bermain bola dengan teman-teman di dekat rumahnya, pada malam hari,
waktunya dihabiskan dengan bermain games di computer. Ia hanya belajar disaat ada
PR dan ulangan keesokan harinya.
3. Kebiasaan belajar yang kurang baik, hanya dengan cara hafalan tidak dengan
pemahaman. Pada pelajaran matematika, ia menghafalkan rumus-rumus, ketika
mengerjakan soal latihan, ia sering mengalami kesulitan karena tidak memahami
pengaplikasian rumus tersebut.
Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar adalah
sebagai berikut:
1. Cara mengajar guru yang tidak memfasilitasi gaya belajar siswa, contohnya pada
pelajaran IPA, gurunya hanya memberikan soal dan menilai tugas yang ia kerjakan,
tidak ada feedback yang didapat, hanya sedikit penjelasan materi pelajaran.
2. Terdapat salah satu guru mata pelajaran yang galak, sehingga menyebabkan ia tidak
suka pada pelajaran tersebut, menganggap sulit dan merasa terbebani untuk
mempelajarinya.
3. Tidak ada motivasi dalam belajar
PERILAKU YANG TIMBUL
Kesulitan dalam belajar menimbulkan beberapa perilaku yang tidak baik, seperti:
1. Ia lebih senang mengobrol daripada mendiskusikan pelajaran
2. Menjadi malas belajar
3. Tidak mengerjakan PR dan menyontek PR di sekolah sebelum pelajaran dimulai
4. Suka memberontak ketika diperingati oleh guru dan orang tua
DAMPAK YANG TIMBUL Perilaku yang tidak baik tersebut berdampak negatif bagi
dirinya dan orang-orang disekitarnya, yaitu:
1. Tidak mendapatkan prestasi di sekolah
2. Nilai ulangan harian dan ujian sekolah cenderung rendah (50-75), dibawah rata-rata,
nilai paling tinggi 75.
3. Teman sekelasnya sering merasa terganggu karena dipaksa memberikan jawaban PR
4. Guru memberikan peringatan kepadanya agar tidak menyontek
PERAN GURU MENGATASI MASALAH

Untuk mengatasi masalah kesulitan belajar, hal yang sebaiknya dilakukan guru untuk
membantu siswa mengatasi kesulitannya adalah sebagaiu berikut:
1. Meneliti dan menganalisis sumber masalah yang dialami siswa.
2. Melakukan interview dengan orang-orang terdekat. (orang tua diutamakan)
3. Melakukan pendekatan personal dengan siswa.
4. Memberikan bimbingan secara mendalam dan terus menerus.
5. Memberikan pengarahan kepada guru yang bersangkutan (yang berperan dalam
proses pengajaran siswa) untuk memperbaiki strategi dan metode pembelajaran yang
efektif sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi siswa.
6. Memberikan motivasi tambahan dengan memberikan pengarahan kepada setiap siswa
untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif.