Patogenesis Diagnosis dan Terapi Malaria
Patogenesis, Diagnosis dan Terapi Malaria
1.
1. Defenisi dan Etiology Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
dari genusplasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.malariae
(Laveran, 1888), P.vivax (grossi dan Felati. 1890), P,falcifarum (Welch, 1897),
dan P. Ovale (1922). Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari
tribus anopheles (Ross, 1897)[1]. Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah
ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya di
temukan di Indonesia[2]. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan
secara langsung melalui tranfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah
serta dari ibu hamil kepada bayinya.
1.
2. Patogenesis dan patologi malaria[3]
Setelah melalui jaringan hati P.falcifarum melepaskan 18-24 merozoit kedalam
sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan
mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari fagosit serta filtrasi.
Merozoit yang lepas dari filtrasi serta fagositosis dari limpa akan menginvasi
eritrosit . selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit.
Bentuk aseksual parasit dalam eritosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa yang banyak di teliti
adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh malaria P.falcifarum.
Patogenesis malaria falcifarum di pengaruhi oleh factor parasit dan factor
penjamu (host). Yang termaksud dalam factor parasit adalah intensitas transmisi,
densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang dimaksud dengan factor
penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia, status
nutrisi dan status immunologi. EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu
stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 II. Permukaan stadium
cincin akan memampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang
menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP
stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin
rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut
mengalami merogoni, akan dilepaskan toxin malaria berupa GPI yaitu
glikosilfosfatidilinasitol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL1) dari makrofak.
1.
3. Gejala Klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung kepada immunitas penderita, tinggi nya
transmisi infeksi malaria. Berat ringan nya infeksi dipengaruhi oleh jenis
plasmodium (P. falcifarum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi
(pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih
berat), ada dugaan konstitusi genetic, keadaan kesehatan dan nutrisi,
kemoprovilaksis dan pengobatan sebelumnya.
Gambaran klinik secara umum
Periode inkubasi bervariasi antar setiap species dari parasit, dan pada infeksi
alami (pada transmisi oleh nyamuk) adalah 12 (9-14) hari untuk falcifarum
malaria, 14 (8-17) hari untuk vivax malaria, 28 (18-40) hari untuk malariae
malaria dan 17 (16-18) hari untuk ovale malaria. Namun pada beberapa strain p.
vivax dapat melampaui durasi. Juga dapat berlangsung lama pada profilaksis,
yang mana tidak adekuat dalam menghambat parasit[4]. Malaria mempunyai
gambaran karakteristik demam periodic, anemia dan spleenomegali. Keluhan
prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang,
demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang kadang dingin.
Keluhan prodormal sering terjadi pada P. vivax dan Ovale, sedangkan pada
P.falcifarum dan malariae keluhal prodormal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode
dingin (15-60 menit):mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut dan seluruh badan bergetar, diikuti dengan meningkatnya temperature;
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah merah, nadi cepat, dan
panas
badan
tetap
tinggi
beberapa
jam,
diikuti
dengan periodeberkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun
dan penderita merasa sehat. Trias malaria sering terjadi pada infeksi vivax, pada
infeksi P. falcifarum menggigil dapat berlangsung berat maupun tidak ada.
Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falcifarum, 36 jam pada P.vivax
dan ovale, 60 jam pada P. Malariae.
beberapa keadaan klinik dalam infeksi malaria adalah:
serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin atau menggigil; panas
dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung
dari perbanyakan parasit dalam imunitas penderita.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan paroksismal.
Recrudescense : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
Relapse atau rechute : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih
lama dari waktu diantara serangan periodiik dari infeksi primer yaitu setelah
infeksi lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi
tidak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau
ovale[5]
1.
4. Diagnosis Malaria[6]
Diagnosis malaria secara tepat dan akurat adalah bagian yang sangat penting
dalam pengelolaan penyakit, jika implementasi ini efektive maka dapat menolong
mengurangi penggunaan OAM yang tidak berguna. Diagnosis malaria secara
sangat sensitive penting dalam semua keadaan. Khususnya bagi populasi yang
rentan, seperti anak anak, yang mana dapat menjadi sangat fatal jika terlambat dan
salah diagnosis. Diagnosis malaria secara specific dapat mengurangi penggunaan
anti malaria dan dapat menegakkan diagnosis banding dari demam.
Diagnosis malaria berdasarkan criteria klinik (diagnosis klinik) dan mendeteksi
parasit di dalam darah (parasitologi atau komfirm diagnosis). Diagnosis klinik
spesifisitas sangat kurang dan pada beberapa area parasitology diagnosis belum
tersedia. Keputusan untuk memberikan pengobatan anti malaria pada situasi
tanpa diagnosis parasitology harus berdasarkan kemungkinan sakitnya mengarah
ke malaria. Satu hal yang perlu dipertimbangkan pemberian obat malaria pada
pasien tanpa malaria akan menimbulkan efek samping dari OAM sehingga sangat
merugikan pasien.
2.1 Diagnosa Klinis
Tanda dan gejala dari malaria tidak specific, diagnosis clinical malaria
kebanyakan
berdasarkan
gejala
demam
atau
pola
demam.
WHO
merekomendasikan untuk betul betul mempertimbangkan kebenaran diagnosis
secara klinik.
Secara umum, keadaan yang cendrung terjadi malaria rendah,
diagnosis klinik malaria sebaiknya berdasarkan penemuan gejala malaria dan
onset deman 3 hari sebelumnya tanpa penyakit parah sebelumnya.
Keaadaan yang cerdrung potensi terjadi malaria tinggi, diagnosis
klinik sebaiknya berdasarkan onset demam 24 jam dan ditemukannya anemia,.
Strategi dari WHO/UNISEF untuk pengelolaan Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI). Juga mengembangkan praktek algoritma untuk
penanganan malaria pada anak dengan deman dimana tanpa tersedia fasilitas
diagnosis labolatorium.
2.2 Diagnosa Parasit
Penggunaan dari artemisinin base combination therapy (ACTs) harus berdasarkan
diagnosis specific secara parasitology. Biaya yang mahal dari obat tersebut
membuat pemborosan dari pasien tanpa parasitemia. keuntungan dari parasitology
diagnosis :
Diagnosis pasti dengan parasit positif sehingga memastikan pasien
malaria.
Identifikasi parasit negative dengan sendirinya pasien di diagnosis
penyakit lainnya.
Mencegah terpapar dengan OAM, sehingga mengurangi interaksi obat
dan efek samping.
Meningkatkan informasi kesehatan
Menghindandari kegagalan pengobatan.
Dua metode yang digunakan dalam diagnosis secara parasit yaitu secara
microscopy dan rapid diagnostic tests (RDTs).diagnosis secara Mikroskopy
memiliki keuntungan dari biaya yang rendah, sensitivitas dan spesifisitas tinggi
ketika
digunakan
oleh
staf
terlatih.
RDTs
untuk
mendeteksi antigen parasit umumnya lebih mahal, tapi harga dari beberapa
product ini mengalami penurunan harga sehingga penyebaran efektiv. Sensitifitas
dan spesifisitas sangat bervariasi, dan memiliki kendala dengan suhu tinggi dan
kelembaban.
Meskipun beberapa pernasalahan di atas, RDTs dapat di gunakan untuk
confirmasi diagnosis. Seperti mikroskop, Hasil tes ini harus di sertai dengan
jaminan kualitas. Oleh karena itu, pengenalan harus dipantau dan dievaluasi
dengan hati-hati. Hasil diagnosis parasitological harus tersedia dalam waktu
singkat (kurang dari 2 jam). Jika hal ini tidak mungkin, pasien harus diperlakukan
atas dasar diagnosis klinis.
1.
5. Komplikasi Malaria
Komplikasi malaria disebabkan umumnya disebabkan oleh malaria falcifarum dan
sering di sebut pernicious manifestation, sering terjadi mendadak tanpa gejala
gejala sebelumnya dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada
kehamilan dan orang pendatang. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai
infeksi P. falcifarum dengan satu atau lebih komplikasu sebagai berikut:
1.
Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran
harus dilakukan berdasarkan penilaian GCS.
2.
Academia/acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bicarbonate 10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoblobinopati
lainya.
4.
Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24 jam pada orang dewasa
atau 12ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >
3 mg/dl
5.
Edema paru non kardoigenic/ARDS
6.
Hipoglikemi : gula darah < 40 ml/dl.
7.
Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistol < 70 mmHg (anak 1-5
tahun10°C.
8.
Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai
kelainan labolatorik adanya gangguan koagulasi intravascular.
9.
Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10.
Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan
karena obat anti malaria/kelainan eritrosit(kekurangan G-6-PD)).
11.
Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaingan otak. 4
Mekanisme pathogenesis komplikasi malaria
Invasi merozoit kedalam eritrosit menyebabkan eritrosis yang mengandung parasit
(EP) mengalami perubahan struktur dan biokimia sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit[7]. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membrane
sel, penurunan deformitas, penurunan reologi, pembentukan knob, sekuestrasi dan
rosseting. Respon imun individu terhadap antigen akan menstimulasi sistem RES,
mengubah aliran darah local dan endothelium vascular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ, produksi sitokin dan
NO[8]. berikut akan di bahas mekanisme pathogenesis malaria berat mulai dari
sitoadherence, sekuestrasi, rosseting, peranan sitokin dan Nitric oxide
Sitoadherence adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan
endotel vascular. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di
permukaan knop EP melekat dengan permukaan molekul adhesive yang terletak di
permukaan endotel vaskuler. Molekul adhesive di permukaan EP secara collective
disebut pfEMP-1, P.falciparum erythrocyte membrane protein-1. Molekul
adhesive di permukaan endotel di sebut CD36, trombospondin, intercellularadhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM)
endotel leukocyte adhesion molecule 1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan
chondroitin sulfate A. pfEMP-1 merupakan protein hasil expresi genetic oleh
permukaan gen yang ada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR.
Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenic yang sangat besar.
Sekuestrasi sithoadherence menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular
disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.Falciparum yang
mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainya seluruh siklus terjadi pada
pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ organ vital dan hamper
seluruh jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti
dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini di duga
memeran peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting ialah berkelompoknya EP matur yang di selubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga
yang dapat melakukan resetting. Resetting menyebabkan obtruksi aliran darah
local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherence.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofak setelah mendapat
stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain TNF-α, IL-1, IL-6,
IL-3, LT (lymphotoxin) dan INF-γ. Dari beberapa penelitian di buktikan bahwa
penderima malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti
hipoglikemi mempunyai kadar TNF-α yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa
komplikasi kadar TNF-α, IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria cerebral. Walaupun
demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang
mati dengan TNF normal/rendah atau pada malaria cerebral yang hidup dengan
sitokin yang tinggi. Oleh karenya di duga karena adanya peran dari
neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nictitoxide sebagai factor yang penting dalam patogenesa malaria berat.
Nitric Oxide. Akhir akhir ini banya diteliti peran mediator nitric oxide (NO) baik
dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria cerebral, maupun sebaliknya
memberikan efek protective karena membatasi perkembangan parasit dan
menurunkan expresi molekul adhesi. Di duga produksi NO local di organ
terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut.
Sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mingkin
menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendah nya kadar nitrat dan nitric
total pada cairan cerebrospinal. Masalah sitokin proinflamasi dan NO pada
pathogenesis malaria berat masih controversial, banyak hipotesis yang belum
dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling
bertentangan3.5 .
1.
6. Mananjemen malaria[9]
Pengobatan malaria falciparum telah berubah secara radikal dalam beberapa tahun
terakhir. Di daerah endemik, World Health Organization merekomendasikan
artemisinin-based combinations sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria
falciparum tanpa komplikasi. Obat yang sangat efektif ini sering tidak tersedia di
Negara Negara beriklim sedang (termaksud United States), rekomendasi
pengobatan di batasi oleh jumlah sediaan obat yang sudah terdaftar, obat palsu di
bawah substandard termasuk di dalam nya OAM di jual banyak di Negara miskin.
Oleh karena itu diperlukan kehati hatian dalam memperoleh OAM, terutama saat
pasien gagal memberikan respon seperti yang diharapkan. Jenis jenis OAM
terdapat pada table di bawah ini :
Table 203-7 Properties of Antimalarial Drugs
Aktivitas
Obat
Pharmacokinetic
Antimalaria
Minor Toxicity
Majo
Biasanya
“Cinchonism”
:
tinnitus,
kehilangan
Aktivitas
pendengaran,
terutama
nausea, vomiting,
pada tingkat
dysphoria,
tropozoit;
postural
Biasa
membunuh
absorpsi baik pada oral
hypotension; ECG
hipog
gametosit
dan
QTc interval
hipot
pada P.vivax,
(quinine);Cl and Vd men
prolongation
cardi
ovale
urun,
plasma
(quinine usually by
throm
malariae
binding
100
malaria; t1/2: 1–2 bulan
Absorpsi
baik
cardi
pada
oral; sebagian besar di
Agra
convert untuk metabolic
Amodiaquin
react
Nausea (rasa lebih
hepa
digun
ative
sama seperti
baik
dari
desethylamodiaquine
cloroquine
cloroquine)
profi
e
Adequate
oral
absorption;
no
parenteral
preparation; t1/2:
days
14–20
(shorter
in
malaria)
absorpsi
pusing,
oral
nausea, pemikiran
adekuat;tidak
tersedia
tidak jelas, mimpi
Neur
perenteral;t1/2:
14–20
Sama dengan
buruk,
react
quinine
disosiasi, disporia
hari
Mefloquine
Perasaan
(pendek
malaria)
pada
perasaan
encep
Gastrointestinal
intolerance,
Tetracycline,
doxycycline
a
Aktivitas
Menegndap
pada
antimalaria
pertumbuhan gigi
lemah;
dan
sebaiknya
tulang,photosensiti
tidak
vity,
diberikan
benign
Gaga
absopsi sangat baik;t1/2:
sendiri untuk
intracranial
deng
8 h untuk tetracycline,
penanganan.
hypertension
ginja
moniliasis,
18 h untuk doxycycline
Highly
variable
absorption related to fat
intake; t1/2:
1–3
(active
days
desbutyl
Card
3–7
distu
days)Sangat bervariasi
atrio
absorbs untuk masukan
ECG
metabolite t1/2:
yg banyak; ; t1/2: 1–3
Sama seperti
Halofantrine
hari
quinine
b
aktivet1/2: 3–7 hari)
Artemisinin
absorbsi
and
oral,
derivatives
bervariasi absorbs IM
tingkat
(artemether,
pada
dan
artesunate)
artemeter;artesunat dan
cepat
artemeter
obat lain nya;
(metabolic
bagus
lambat
biotransformasi
active
prolo
letha
diare
tachy
pada
dan
untuk
metabolic
Spesifik
Terjadi
reduksi
Anap
dema
luas
dalam
retikulosit
lebih
(tetapi
tidak
dari
tidak
terdapat aksi
anemia)
pada tingkat
hati;
membunuh
semua
tapi
sepenuhnya
gametosit
dihydroartemisinin;
dewasa
semua obat tereleminasi
P.falciparum
sangat cepat; t1/2:
1.
1. Defenisi dan Etiology Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
dari genusplasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.malariae
(Laveran, 1888), P.vivax (grossi dan Felati. 1890), P,falcifarum (Welch, 1897),
dan P. Ovale (1922). Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari
tribus anopheles (Ross, 1897)[1]. Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah
ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya di
temukan di Indonesia[2]. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan
secara langsung melalui tranfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah
serta dari ibu hamil kepada bayinya.
1.
2. Patogenesis dan patologi malaria[3]
Setelah melalui jaringan hati P.falcifarum melepaskan 18-24 merozoit kedalam
sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan
mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari fagosit serta filtrasi.
Merozoit yang lepas dari filtrasi serta fagositosis dari limpa akan menginvasi
eritrosit . selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit.
Bentuk aseksual parasit dalam eritosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa yang banyak di teliti
adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh malaria P.falcifarum.
Patogenesis malaria falcifarum di pengaruhi oleh factor parasit dan factor
penjamu (host). Yang termaksud dalam factor parasit adalah intensitas transmisi,
densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang dimaksud dengan factor
penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia, status
nutrisi dan status immunologi. EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu
stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 II. Permukaan stadium
cincin akan memampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang
menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP
stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin
rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut
mengalami merogoni, akan dilepaskan toxin malaria berupa GPI yaitu
glikosilfosfatidilinasitol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL1) dari makrofak.
1.
3. Gejala Klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung kepada immunitas penderita, tinggi nya
transmisi infeksi malaria. Berat ringan nya infeksi dipengaruhi oleh jenis
plasmodium (P. falcifarum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi
(pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih
berat), ada dugaan konstitusi genetic, keadaan kesehatan dan nutrisi,
kemoprovilaksis dan pengobatan sebelumnya.
Gambaran klinik secara umum
Periode inkubasi bervariasi antar setiap species dari parasit, dan pada infeksi
alami (pada transmisi oleh nyamuk) adalah 12 (9-14) hari untuk falcifarum
malaria, 14 (8-17) hari untuk vivax malaria, 28 (18-40) hari untuk malariae
malaria dan 17 (16-18) hari untuk ovale malaria. Namun pada beberapa strain p.
vivax dapat melampaui durasi. Juga dapat berlangsung lama pada profilaksis,
yang mana tidak adekuat dalam menghambat parasit[4]. Malaria mempunyai
gambaran karakteristik demam periodic, anemia dan spleenomegali. Keluhan
prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang,
demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang kadang dingin.
Keluhan prodormal sering terjadi pada P. vivax dan Ovale, sedangkan pada
P.falcifarum dan malariae keluhal prodormal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode
dingin (15-60 menit):mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut dan seluruh badan bergetar, diikuti dengan meningkatnya temperature;
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah merah, nadi cepat, dan
panas
badan
tetap
tinggi
beberapa
jam,
diikuti
dengan periodeberkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun
dan penderita merasa sehat. Trias malaria sering terjadi pada infeksi vivax, pada
infeksi P. falcifarum menggigil dapat berlangsung berat maupun tidak ada.
Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falcifarum, 36 jam pada P.vivax
dan ovale, 60 jam pada P. Malariae.
beberapa keadaan klinik dalam infeksi malaria adalah:
serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin atau menggigil; panas
dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung
dari perbanyakan parasit dalam imunitas penderita.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan paroksismal.
Recrudescense : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
Relapse atau rechute : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih
lama dari waktu diantara serangan periodiik dari infeksi primer yaitu setelah
infeksi lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi
tidak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau
ovale[5]
1.
4. Diagnosis Malaria[6]
Diagnosis malaria secara tepat dan akurat adalah bagian yang sangat penting
dalam pengelolaan penyakit, jika implementasi ini efektive maka dapat menolong
mengurangi penggunaan OAM yang tidak berguna. Diagnosis malaria secara
sangat sensitive penting dalam semua keadaan. Khususnya bagi populasi yang
rentan, seperti anak anak, yang mana dapat menjadi sangat fatal jika terlambat dan
salah diagnosis. Diagnosis malaria secara specific dapat mengurangi penggunaan
anti malaria dan dapat menegakkan diagnosis banding dari demam.
Diagnosis malaria berdasarkan criteria klinik (diagnosis klinik) dan mendeteksi
parasit di dalam darah (parasitologi atau komfirm diagnosis). Diagnosis klinik
spesifisitas sangat kurang dan pada beberapa area parasitology diagnosis belum
tersedia. Keputusan untuk memberikan pengobatan anti malaria pada situasi
tanpa diagnosis parasitology harus berdasarkan kemungkinan sakitnya mengarah
ke malaria. Satu hal yang perlu dipertimbangkan pemberian obat malaria pada
pasien tanpa malaria akan menimbulkan efek samping dari OAM sehingga sangat
merugikan pasien.
2.1 Diagnosa Klinis
Tanda dan gejala dari malaria tidak specific, diagnosis clinical malaria
kebanyakan
berdasarkan
gejala
demam
atau
pola
demam.
WHO
merekomendasikan untuk betul betul mempertimbangkan kebenaran diagnosis
secara klinik.
Secara umum, keadaan yang cendrung terjadi malaria rendah,
diagnosis klinik malaria sebaiknya berdasarkan penemuan gejala malaria dan
onset deman 3 hari sebelumnya tanpa penyakit parah sebelumnya.
Keaadaan yang cerdrung potensi terjadi malaria tinggi, diagnosis
klinik sebaiknya berdasarkan onset demam 24 jam dan ditemukannya anemia,.
Strategi dari WHO/UNISEF untuk pengelolaan Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI). Juga mengembangkan praktek algoritma untuk
penanganan malaria pada anak dengan deman dimana tanpa tersedia fasilitas
diagnosis labolatorium.
2.2 Diagnosa Parasit
Penggunaan dari artemisinin base combination therapy (ACTs) harus berdasarkan
diagnosis specific secara parasitology. Biaya yang mahal dari obat tersebut
membuat pemborosan dari pasien tanpa parasitemia. keuntungan dari parasitology
diagnosis :
Diagnosis pasti dengan parasit positif sehingga memastikan pasien
malaria.
Identifikasi parasit negative dengan sendirinya pasien di diagnosis
penyakit lainnya.
Mencegah terpapar dengan OAM, sehingga mengurangi interaksi obat
dan efek samping.
Meningkatkan informasi kesehatan
Menghindandari kegagalan pengobatan.
Dua metode yang digunakan dalam diagnosis secara parasit yaitu secara
microscopy dan rapid diagnostic tests (RDTs).diagnosis secara Mikroskopy
memiliki keuntungan dari biaya yang rendah, sensitivitas dan spesifisitas tinggi
ketika
digunakan
oleh
staf
terlatih.
RDTs
untuk
mendeteksi antigen parasit umumnya lebih mahal, tapi harga dari beberapa
product ini mengalami penurunan harga sehingga penyebaran efektiv. Sensitifitas
dan spesifisitas sangat bervariasi, dan memiliki kendala dengan suhu tinggi dan
kelembaban.
Meskipun beberapa pernasalahan di atas, RDTs dapat di gunakan untuk
confirmasi diagnosis. Seperti mikroskop, Hasil tes ini harus di sertai dengan
jaminan kualitas. Oleh karena itu, pengenalan harus dipantau dan dievaluasi
dengan hati-hati. Hasil diagnosis parasitological harus tersedia dalam waktu
singkat (kurang dari 2 jam). Jika hal ini tidak mungkin, pasien harus diperlakukan
atas dasar diagnosis klinis.
1.
5. Komplikasi Malaria
Komplikasi malaria disebabkan umumnya disebabkan oleh malaria falcifarum dan
sering di sebut pernicious manifestation, sering terjadi mendadak tanpa gejala
gejala sebelumnya dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada
kehamilan dan orang pendatang. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai
infeksi P. falcifarum dengan satu atau lebih komplikasu sebagai berikut:
1.
Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran
harus dilakukan berdasarkan penilaian GCS.
2.
Academia/acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bicarbonate 10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoblobinopati
lainya.
4.
Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24 jam pada orang dewasa
atau 12ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >
3 mg/dl
5.
Edema paru non kardoigenic/ARDS
6.
Hipoglikemi : gula darah < 40 ml/dl.
7.
Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistol < 70 mmHg (anak 1-5
tahun10°C.
8.
Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai
kelainan labolatorik adanya gangguan koagulasi intravascular.
9.
Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10.
Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan
karena obat anti malaria/kelainan eritrosit(kekurangan G-6-PD)).
11.
Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaingan otak. 4
Mekanisme pathogenesis komplikasi malaria
Invasi merozoit kedalam eritrosit menyebabkan eritrosis yang mengandung parasit
(EP) mengalami perubahan struktur dan biokimia sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit[7]. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membrane
sel, penurunan deformitas, penurunan reologi, pembentukan knob, sekuestrasi dan
rosseting. Respon imun individu terhadap antigen akan menstimulasi sistem RES,
mengubah aliran darah local dan endothelium vascular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ, produksi sitokin dan
NO[8]. berikut akan di bahas mekanisme pathogenesis malaria berat mulai dari
sitoadherence, sekuestrasi, rosseting, peranan sitokin dan Nitric oxide
Sitoadherence adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan
endotel vascular. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di
permukaan knop EP melekat dengan permukaan molekul adhesive yang terletak di
permukaan endotel vaskuler. Molekul adhesive di permukaan EP secara collective
disebut pfEMP-1, P.falciparum erythrocyte membrane protein-1. Molekul
adhesive di permukaan endotel di sebut CD36, trombospondin, intercellularadhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM)
endotel leukocyte adhesion molecule 1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan
chondroitin sulfate A. pfEMP-1 merupakan protein hasil expresi genetic oleh
permukaan gen yang ada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR.
Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenic yang sangat besar.
Sekuestrasi sithoadherence menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular
disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.Falciparum yang
mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainya seluruh siklus terjadi pada
pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ organ vital dan hamper
seluruh jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti
dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini di duga
memeran peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting ialah berkelompoknya EP matur yang di selubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga
yang dapat melakukan resetting. Resetting menyebabkan obtruksi aliran darah
local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherence.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofak setelah mendapat
stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain TNF-α, IL-1, IL-6,
IL-3, LT (lymphotoxin) dan INF-γ. Dari beberapa penelitian di buktikan bahwa
penderima malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti
hipoglikemi mempunyai kadar TNF-α yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa
komplikasi kadar TNF-α, IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria cerebral. Walaupun
demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang
mati dengan TNF normal/rendah atau pada malaria cerebral yang hidup dengan
sitokin yang tinggi. Oleh karenya di duga karena adanya peran dari
neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nictitoxide sebagai factor yang penting dalam patogenesa malaria berat.
Nitric Oxide. Akhir akhir ini banya diteliti peran mediator nitric oxide (NO) baik
dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria cerebral, maupun sebaliknya
memberikan efek protective karena membatasi perkembangan parasit dan
menurunkan expresi molekul adhesi. Di duga produksi NO local di organ
terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut.
Sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mingkin
menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendah nya kadar nitrat dan nitric
total pada cairan cerebrospinal. Masalah sitokin proinflamasi dan NO pada
pathogenesis malaria berat masih controversial, banyak hipotesis yang belum
dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling
bertentangan3.5 .
1.
6. Mananjemen malaria[9]
Pengobatan malaria falciparum telah berubah secara radikal dalam beberapa tahun
terakhir. Di daerah endemik, World Health Organization merekomendasikan
artemisinin-based combinations sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria
falciparum tanpa komplikasi. Obat yang sangat efektif ini sering tidak tersedia di
Negara Negara beriklim sedang (termaksud United States), rekomendasi
pengobatan di batasi oleh jumlah sediaan obat yang sudah terdaftar, obat palsu di
bawah substandard termasuk di dalam nya OAM di jual banyak di Negara miskin.
Oleh karena itu diperlukan kehati hatian dalam memperoleh OAM, terutama saat
pasien gagal memberikan respon seperti yang diharapkan. Jenis jenis OAM
terdapat pada table di bawah ini :
Table 203-7 Properties of Antimalarial Drugs
Aktivitas
Obat
Pharmacokinetic
Antimalaria
Minor Toxicity
Majo
Biasanya
“Cinchonism”
:
tinnitus,
kehilangan
Aktivitas
pendengaran,
terutama
nausea, vomiting,
pada tingkat
dysphoria,
tropozoit;
postural
Biasa
membunuh
absorpsi baik pada oral
hypotension; ECG
hipog
gametosit
dan
QTc interval
hipot
pada P.vivax,
(quinine);Cl and Vd men
prolongation
cardi
ovale
urun,
plasma
(quinine usually by
throm
malariae
binding
100
malaria; t1/2: 1–2 bulan
Absorpsi
baik
cardi
pada
oral; sebagian besar di
Agra
convert untuk metabolic
Amodiaquin
react
Nausea (rasa lebih
hepa
digun
ative
sama seperti
baik
dari
desethylamodiaquine
cloroquine
cloroquine)
profi
e
Adequate
oral
absorption;
no
parenteral
preparation; t1/2:
days
14–20
(shorter
in
malaria)
absorpsi
pusing,
oral
nausea, pemikiran
adekuat;tidak
tersedia
tidak jelas, mimpi
Neur
perenteral;t1/2:
14–20
Sama dengan
buruk,
react
quinine
disosiasi, disporia
hari
Mefloquine
Perasaan
(pendek
malaria)
pada
perasaan
encep
Gastrointestinal
intolerance,
Tetracycline,
doxycycline
a
Aktivitas
Menegndap
pada
antimalaria
pertumbuhan gigi
lemah;
dan
sebaiknya
tulang,photosensiti
tidak
vity,
diberikan
benign
Gaga
absopsi sangat baik;t1/2:
sendiri untuk
intracranial
deng
8 h untuk tetracycline,
penanganan.
hypertension
ginja
moniliasis,
18 h untuk doxycycline
Highly
variable
absorption related to fat
intake; t1/2:
1–3
(active
days
desbutyl
Card
3–7
distu
days)Sangat bervariasi
atrio
absorbs untuk masukan
ECG
metabolite t1/2:
yg banyak; ; t1/2: 1–3
Sama seperti
Halofantrine
hari
quinine
b
aktivet1/2: 3–7 hari)
Artemisinin
absorbsi
and
oral,
derivatives
bervariasi absorbs IM
tingkat
(artemether,
pada
dan
artesunate)
artemeter;artesunat dan
cepat
artemeter
obat lain nya;
(metabolic
bagus
lambat
biotransformasi
active
prolo
letha
diare
tachy
pada
dan
untuk
metabolic
Spesifik
Terjadi
reduksi
Anap
dema
luas
dalam
retikulosit
lebih
(tetapi
tidak
dari
tidak
terdapat aksi
anemia)
pada tingkat
hati;
membunuh
semua
tapi
sepenuhnya
gametosit
dihydroartemisinin;
dewasa
semua obat tereleminasi
P.falciparum
sangat cepat; t1/2: