TATO DARI BUDAYA ELITE KRIMINALITAS KE G (1)

TATO: DARI BUDAYA ELITE, KRIMINALITAS, KE GAYA HIDUP
MASYARAKAT MODERN

Secara kebahasaan, tato mempunyai istilah yang nyaris sama digunakan diberbagi
belahan dunia. Beberpa diantaranya adalah tatoage, tatouge, tatower, tatuagio, tatubar, tatujae,
tattoos, tattueringer, tatuanges, totoviranger, tattoos, dan tatu.1 Konon kata “tattoo” berasal
dari bahasa Tahiti yakni “tattau” yang berarti menandai, dalam arti bahwa tubuh ditandai
dengan menggunakan alat berburu yang runcing untuk memasukan zat pewarna dibawah
permukaan kulit.2
Tato menjadi tren baru masyarakat modern dikota-kota besar republik ini. Mereka
mengubah cara pandangnya terhadap tato, dari seni melukis kulit yang berkaitan dengan
kriminalitas dan dunia hitam menjadi tren yang keren, funky dan mutakhir. 3 Para kalangan
selebrtis dan pesebakbola dunia maupun di Indonesia banyak yang melakukan pentatoan pada
bagian tubuhnya. Sebenarnya apabila kita menelaah kebelakang terutama di Indonesia pada
masa Orde Baru, tato dianggap bagian dari dunia kriminalitas dan ada semacam pelarangan
bertato oleh pemerintah pada masa itu. Dan apabila dikaji tentang asal-usul pembuatan dan
makna tato itu sendiri sangat jauh berbeda dengan tato yang ada pada masa sekarang.
Tato sebenarnya termasuk salah satu budaya kuno yang ada di dunia. Bangsa mesir
kuno sudah mengenal tato sejak ribuan tahun yang lalu sebelum masehi. Tato merupakan
bagian tradisi bangsa mesir kuno yang terlupakan oleh para arkeolog, seperti yang terukir
pada tubuh mumi Amunet pendeta wanita pemuja Dewi Hathor, di Thebes. 4 Makna tato pada

zaman mesir kuno sangat erat kaitanya dengan ritual-ritual pemujaan terhadap para dewa
kepercayaan mereka.
Cristoper scott dalam buku skin deep, art, sex and symbol, membagi motivasi dan
stimulus tato tardisional kedalam empat tema besar.5
Pertama, tato bertujuan sebagi fungsi kamuflase selama masa perburuan. Dalam
perkembangannya, tato digambarkan sebagai hasil prestasi hasil dari berburu binatang, yang
kemudian berlanjut kepada manusia sebagai objek perburuan. Dari sisnilah kemudian tato
mengalami perkembangan imej sebagai hasil dari pemenggalan kepal manusia. Tipekalitas ini
ada pada masyarakat dayak kayan dan iban.

1Olong,HA.Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta :PT LiKS.Hlm 83
2 Ibid, Hlm 84
3 Al-malaky, ekky. 2003. Why not??: remaja doyan filsafat. Bandung : PT Bunaya kreativa. Hlm 31
4 Ibid, hlm 33
5Olong,HA.Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta: PT LiKS.Hlm 94

Tato pada masrakat mentawai, garis-garis pada dada dan garis punggung laki-laki,
menunjukan bahwa ia pernah melakukan pembunuhan terhadap musuh. Pada laki-laki dayak
pentatoan yang diletakan diseluruh tubuh merupakan pertanda bahwa laki-laki tersebut
pernah melakukan pemenggalan kepala manusia (pengayuan). Pada laki-laki Dayak Murut,

tato pernah melakukan pengayuan diletakan dibagian pundak. Pada laki-laki Dayak Kayan,
tato pernah melakukan pengayuan diletakan dibagian tertentu seperti ibu jari.
Kedua, tato merupakan perintah religius masyarakat yang dijanjikan dengan imingiming surga atau dikatakan perintah Dewa/Tuhan. Tato merupakan simbolitas kesetiaan
kepada adat dan religuitasnya. Ketiga, tato sebagai inisiasi dalam masa-masa krisis dan fase
kehidupan dari anak-anak ke remaja, dari gadis ke perempuan, dari perempuan ke ibu.
Contohnya pada masyarakat Tibet dan India, tato digunakan sebagai bakti ketabahan mereka
dalam menghadapi masa krisis seperti puber dan kehamilan. Tato juga dianggap mampu
mengatasai masa-masa sakit dan duka. Keempat, tato sebagai jimat mujarab, simbol
kesuburan dan kekuatan dalam melawan berbagai penyakit, kecelakaan, bencana alam dan
gangguan setan.
Pembuatan tato pada zaman dahulu masih sangat sederhana dengan memanfaatkan
segala media yang ada disekitar masyarakat. Misalnya yang dilakukan oleh orang Eskimo,
mereka memakai jarum dari tulang binatang, pasaca ditemukannya alat-alat tato modern,
orang-orang pun mulai menggunakan jarum dari besi yang kadang-kadang dengan mesin
dinamo untuk mengukir. Pembuatan gambar tersebut secara garis besar dibedakan menjadi
dua cara. Pertama, dengan retas tubuh yang dalam bahasa inggris disebut scarpation,
menggores permukaan kulit dengan benda tajam hingga menimbulkan luka dan tanda
(tonjolan) pada permukaan kulit. Kedua, dengan cara melubangi permukaan kulit dengan
benda tajam yang runcing sesuai dengan gambar yang diinginkan, kemudian tinta / zat cair
berwarna dimasukan kedalam permukaan kulit.6

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, makna dan cara pembuatan tato
mengalami suatu perubahan yang sangat jauh berbeda dari masa sebelumnya. Pemanfaatan
terhadap teknologi terutama program komputer serta kreativitas seni yang dilakukan oleh
seniman tato, merupakan faktor utama terjadinya perubahan makna dan cara pembuatan tato.
Yang paling menonjol adalah desain tato yang beraneka ragam, yang tadinya hanya beruapa
warna hitam dan desainya erat dengan hal-hal mistis, kini mulai mengunakan berbagai warna
dan desainya pun sudah tidak lagi berkaitan dengan hal-hal mistis.
Sebelum adanya program computer grafis seperti saat ini, banayak seniman tato
membuat desain tato dengan sketsa, yakni menggambar tato dengan sebuah kertas. Langkah
ini memang dapat dilakukan, namun pola-pola yang dihasilkan terbatas dan memakan banyak
waktu. Kini diera digital, pekerjaan desain tato dapat dimudahkan dengan program grafis
vector yang popular, yakni CorelDRAW.7
TATO SEBAGAI BUDAYA ELITE
6 Ibid, Hlm 86
7Tim beranda agency. 2008. Kreasi desain tato dengan CorelDRAW . Jakarta: PT Elex media komputindo.Hlm
V

Secara sosial kebudayaan elite merupakan produk dari tersedianya kelonggaran waktu
atau luang (leissure time) dikalangan kelompok-kelompok elite masyarakat. Ketersediaan
waktu luang ini juga bisa dikembalikan pada terdapatnya sebuah relasi kekuasaan antara elite

dengan rakyat jelata.8 Pengaruh penguasa pada suatu negara memang mempunyai pengaruh
secara langsung terhadap makna dan konsumsi dari sebuah tato. Kelompok penguasa
(kelompok elite) mempunyai sebuah persepsi terhadap tato, terutama kelompok elite dari
sebuah kerajaan.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa anggota keraajaan mempunyai sebuah tradisi,
apabila suatu produk budaya yang mereka gunakan sudah tentu akan menjadi sesuatu yang
mewah dan mahal yang tidak bisa dikonsumsi dikalangan masyarakat biasa. Dan produk
budaya tersebut sudah tentu tidak boleh ditiru oleh kalangan rakyat biasa, karena itu akan
menjasi pembada antara pihak elite dan rakyat jelata. Seperti tato yang melekat pada
kalangan elit terutama kalangan kerajaan pada zaman dahulu, sudah pasti motif tato tersebut
akan dipatentkan dan diklaim hanya kalangan dari kerajaan saja yang bisa memakai motif
tato tersebut.
Dilain pihak, kebudayaan rakyat jelata (folk culture) merupakan kategori kultural
yang menempati posisi terendah dalam hirearki kebudayaan yang menjadikan budaya elite
sebagai puncaknya. Kalau budaya elite (tinggi) merupakan produk dari kelonggaran waktu
dan ia tidak lain adalah manifestasi dari serangkaian konsep estetika tinggi, maka budaya
jelata lahir dari kondisi konkret kehidupan rakyat sehingga ia sangat terikat kuat pada
peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.9
Maka tato yang melekat pada kalangan elite, mereka anggap sebuah karya seni yang
merupakan seni tato tertinggi yang pernah ada dan mempunyai makna estetika yang luar

biasa. Para kaum elite secara langsung membuat sebuah sekat-sekat pembeda melalui sebuah
budaya. Estetika pada seni hanya bisa direngkuh oleh para kaum elite, mereka menganggap
bahwa mereka lebih mempunyai waktu untuk memikirkan tentang suatu estetika pada seni
dari pada rakyat jelata yang tidak mempunyai kelonggaran waktu dalam kehidupan.
TATO SEBAGAI SIMBOL KRIMINALITAS
Milik siapakah tubuh ini? individu atau negara? Atau, milik keduanya?. Secara
fenomologi, tubuh adalah sebuah kreasi personal. Produk budaya yang dimiliki secara sah
oleh individu, namun terkadang menemui batas-batas abstrak. Hal ini langsung berkaitan
dengan kebebasan berekspresi individu yang terkadang juga dibatasi, dikendalikan,
diregulasi, bahkan dilarang oleh pihak yang berwenang.10

Michel Foucault menyatakan dalam analisisnya mengenai kekuasaan yang bekerja
dalam tubuh bahwa jiwa (psyche, kesadaran, subjektivitas, personalitas) adalah efek dari
anatomi politik. Tubuh dalah bagian dari instrument negara yang berkaitan dengan. Hal ini
8 Budiman, hikmat. 2002. Lubang hitam kebudayaan. Yogyakarta: PT kansius. Hlm 224
9 Ibid, Hlm 224
10 Olong,HA.Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta: PT LiKS.Hlm 241

berkaitan dengan nilai-nilai ideologi dan politisasi sebuah negara. Dalam hal ini Foucault
mencontohkan bagaiman seorang tentara berdiri tegak, gerak tubuh anak sekolah, bahka

hubungan sosial.11
Tato mengalami masa-masa kelam di Indonesia pada masa-masa orde baru, orang
yang bertato dianggap sebagai penyakit dimasyarakat dan harus disingkirkan. Banyak orang
yang bertato “hilang” secara misterius tanpa jejak dan tidak pernah kembali. Persepsi akan
predikat tato sebagai simbol kriminalitas merupakan landasan pemikiran pemerintah pada
waktu itu. Demi dan mengatasnamakan terwujudunya keamanan nasional serta ketertiban
dimasyarakat maka para orang yang bertato pun dihilangkan karena akan mengganggu
keamanan dan ketertiban dimasyarakat.
Operasi petrus (penembak misterius) tahun 1983-1984, menciptakan isyarat buruk dan
bahkan menimbulkan kengerian tersendiri karena tato berubah makna dari sekadar ekspresi
menjadi simbol buruk. Timbul asumsi bahwa sebenarnya ketika terjadi berbagai insiden
petrus, keberadaan tato berperan sebagai second condition, karena tato adalah sesuatu yang
inheren dengan pemiliknya. Preman yang dinyatakan sebagai bagian yang dapat mengganggu
ketertiban nasional mengisyaratkan tato yang digunakannya akan membawa stigma nasional
yang demikian mengerikan. Dalam arti lain, tentunya si preman sebagai individu bertato tidak
tahu bahwa kelak tatonya akan menjadi identitas yang dijadikan sebagai media aktif untuk
menunjuk kesalahan dalam penggunaan tato. Isyarat tato yang merujuk pada nilai-nilai
kejahatan, kriminalitas, dan kegiatan buruk nan mengerikan pada waktu tersebut bahkan
masih memiliki imbas sampai sekarang.12
Pencitaraan tato sebagai salah satu cerminan dari sebuah kriminal merupakan

tanggung jawab pemerintah orde baru, yang dengan sengaja membuat sebuah realita palsu
yang dan menjadi sebuah acuan terhadap pencitraan terhadap tato. Sebuah rekayasa sosial
yang bisa dikatakan sebuah rekayasa pencitraan buruk yang paling berhasil yang dilakukan
oleh pemerintah orde baru pada sebuah budaya, yang mereka tidak sadari bahwa tato sudah
ada di Indonesia jauh sebelum rezim orde baru.
Dalam sebuah kriminalitas dikenal sebuah metode penciptaan simulakrum kekerasan
(simulacrum of violence). Artinya, kejahatan, teror, kerusuhan, keberingasan itu dengan
sengaja diciptakan oleh pihak tertentu (penguasa) berdasarkan scenario-skenario tertentu.
Tujuannya adalah untuk menciptakan image, bahwa seluruh kekerasan merupakan satu
tindakanuntuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Kejahatan diciptakan sedimikian rupa
sehingga muncul image, bahwa hanya sekelompok masyarakat tertentu yang dianggap
berbuat kejahatan pada pihak penguasa.13
Simulakrum kekerasan merupakan satu bentuk kekerasan palsu yang multi-purpose,
yang digunakan untuk berbagai kepentingan. Ia dapat dilihat sebagai salah satu cara
memproduksi kekacauan (chaos) dan rasa tidak aman (insecurity) ditengah-tengah
11 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14837/1/10E00024.pdf
12 http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/527/jbptunikompp-gdl-abdullahfi-26336-8-unikom_a-v.pdf
13 Piliang, yasraf amir. 2004. Posrelitas: Realitas kebudayaan era
posmetafisika.Yogyakarta: Jalasutra. Hlm 174


masyarakat.14 Pandangan masyarakat pada orang bertato lebih mengarah kepada pandangan
negatif, ada sebuah mindset terhadap orang bertato yaitu sebuah “keanehan” pada orang
tersebut. Itu semua terlihat bagaimana cara seseorang memandang orang yang mempunyai
tato, tanpa kita sadari cara melihat kepada orang bertato pastilah beda dengan orang yang
tidak bertato.
Mindset era orde baru terhadap tato memang masih melekat pada masyarakat, bila
ditinjau lebih jauh ternyata pengaruh orde baru tentang tato juga melekat pada media, baik itu
media cetak maupun elektronik. Entah terpengaruh atau tidak, peran media dalam
membangun sebuah opini dimasyarakat terhadap suatu kejadian sangatlah berpengaruh.
Beberapa media cetak maupun elektronik dalam menyajikan berita terutama yang berkaitan
dengan dunia kriminal, dan sengaja atau tidak ada beberapa kejadian kriminal yang
pelakunya bertato. Pastinya kata-kata yang tertulis ataupun terucap tanpa disadari akan
membangun sebuah opini pada masyarakat, seperti “beberapa orang perampok bertato
berhasil diringkus oleh polisi”. Padahal belum tentu yang bertato itu perampok dan belum
tentu juga yang tidak bertato itu bersih dari kejahatan.
Walter Truett Anderson pernah mengungkapkan, bahwa apa yang diproduksi oleh
media sebagai tanda dapat menjadi tandingan terhadap realitas yang dipresentasikan (counter
reality). Atau dengan kata lain, realitas media kini menjadi semacam realitas kedua (second
reality) yang tidak berbeda, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan realitas yang
sesunggunya. Media menjadikan pengalaman-pengalaman kehidupan sosial sebagai bahan

baku, lalu mengemasnya dalam bentuk tanda, citra dan cerita berdasarkan pada kode-kode
tertentu (social code). Cerita yang telah dikemas itu diceritakannya kembali kepada kita, dan
kita menyebut cerita tersebut sebagai realitas.15
Setelah runtuhnya rezim orde baru lalu memasuki era reformasi, keran kebebasan
berkespresi mengucur deras didalam berbagai bidang, walaupun kesan negatif tato masih
melekat pada masyarakat. Terlepas dari baik dan bauruknya tato dimasyarakat, tidak bisa
dipungkiri bahwa tato pada saat ini menjadi sebagian dari gaya hidup masyarkat perkotaan.
Dan bisa dikatakan bahwa tato pada saat ini mulai menjadi sebuah tren dikalangan
masyarakat. Itu terbukti dengan beberapa Selebritis dan Pesebakbola dunia maupun
Indonesia, banyak yang menghiasi tubunya dengan tato, para remaja yang yang
mengidolakan publik figur tersebut tentu saja akan mengikuti apa yang mereka lakukan baik
dari cara berpakaian sampai menghiasi tubunya dengan tato.

TATO SEBAGAI GAYA HIDUP MASYARAKAT MODERN
Walau dulu tato dianggap hal yang tabu dan jelek, kini tato di Indonesia menjadi
trend yang fenomena dengan terlihat adanya peningkatan pemujanya, bahwa tato adalah
14 Ibid, Hlm 175
15 Ibid, Hlm 241

sebuah seni yang kian hidup menjadi sebuah gaya hidup yang mengikat. Berkembangnya

trend tato di Indonesia juga dapat terlihat dari masuknya seni menghias tubuh ini di kalangan
para professional. Sebut saja beberapa entertainer, model, para selebritis nasional lain kini
mulai melengkapi ciri khas dirinya melalui tato. Seni tato mulai berkembang, bila awalnya
dikenal sebagai wujud jati diri, kini tato beralih sebagai pelengkap gaya hidup. Nuansa tato
yang kian beranekaragam ini, semakin menambah maraknya dunia tato dan penggemarnya
yang secara tidak langsung akan membuat image masyarakat tentang tato menjadi lebih baik,
tidak dipandang sesuatu yang tabu lagi. Ini sebagai gambaran kondisi keadaan zaman yang
melahirkan konstruksi yang berbeda dari zaman ke zaman.16
Tato memiliki makna sebagai budaya tanding (counter culture) dan budaya pop (pop
culture).Budaya tanding atau counter culture adalah budaya yang dikembangkan oleh
generasi muda sebagai jalan perjuangan melawan pengawasan kelompok dominan (orang tua,
kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, dan sebagainya). Perjuangan yang
ditunjukkan antara lain dalam bentuk pakaian, sikap, bahasa, musik, hingga gaya. Dengan
kata lain, tato secara ideal merupakan bentuk penantangan dan protes politis terhadap segala
sesuatu yang berciri khas kemapanan.17
Suatu budaya lahir karena memiliki latar belakang dan bisa dikatakan lahirnya budaya
pop, karena kehadiran dari industri budaya, dimana dalam industri budaya itu yang terjadi
adalah komersialisasi, sehingga proses yang berlangsung dalam industry budaya adalah
komodifikasi, standarisasi, serta masifikasi. Komodifikasi berarti berarti memperlakukan
budaya sebagai komoditi yang tujuan akhirnya adalah untuk diperdagangkan. Standarisasi

berarti menetapkan kriteria tertentu yang memudahkan produk-produk budaya tersebut
mudah dicerna oleh masyarakat. Adapun masifikasi berarti memproduksi berbagai hasil
budaya dalam jumlah massal agar dapat mearih pangsa pasar seluas-luasnya. Dalam
perkembangan industry budaya ini akhirnya menghasilkan apa yang disebut budaya populer.18
Pada era modern ini tato merupakan salah satu budaya tradisional yang mengalami
komersialisasi, dengan kata lain tato mengalami komodifikasi, standarisai, serta masifikasi.
Komodifikasi tato pada era modern ini sangatlah nyata, dilihat dari makna tato sendiri sudah
jauh berbeda dengan makna tato yang sebelumnya. Tato era sekarang lebih ke pada sebuah
fashion agar terlihat berbeda dengan yang lain, bahkan ada yang mengaitkan tato dengan
seksualitas seseorang, dimana tato bisa membuat pria atau pun wanita mempunyai seks
appeal yang lebih dari yang tidak bertato. jenis komodifikasi pada tato yang ada pada era
modern ini dibagi menjadi empat macam. 19Ada tato stiker (sticker tattoo), tato temporer
(temporary tattoo), tato semi permanen (semi permanent tattoo) dan tato abadi (permanent
tattoo).
Standarisasi tato sendiri lebih mengutamakan kesehatan bagi para penikmat tato, hal
ini berkaiatan dengan adanya penyakit yaitu HIV/AIDS bagi orang yang akan ditato. Cara
16 http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15814-3404100086-chapter1.pdf
17 Olong,HA.Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta: PT LiKS.Hlm 27
18 http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127443-RB16R191i-Identitas%20manusiaAnalisis.pdf
19 http://n4z4re7h4.files.wordpress.com/2008/11/seni-tattoo.pdf

yang dialkukan para seniman tato adalah dengan mengganti jarum yang baru kepada setiap
pelanggan yang akan ditato. Serta melakukan sosialisasi tentang standarisasi pembuatan tato
melalui media baik cetak maupun elektronik.
Masifikasi pada tato dapat dilihat dari desain-desain tato yang beraneka ragam serta
warna tato mempunyai banyak warna bukan hanya wana hitam saja. Selain itu tato desaindesain tato lebih kepada sebuah ekspresi seseorang terhadap lingkungan sekitarnya, seperti
banyak kalangan selebritis mentato tubuhnya dengan mencantumkan nama sendiri, suami
anak, pacar, bahkan hingga sebuah kritik akan kehidupan yang sedang dijalaninya.
Kalangan selebritis serat pesepakbola Dunia maupun Indonesia bisa dikatakan sebagai
pelopor perubahan image tato yang semula di pandang negatif dan tabu dikalangan
masyarakat, kini mulai berubah menjadi sebuah gaya hidup. Kalangan selebritis dan
pesebakola tersebut tentu saja mempunyai sejumlah penggemar fanatik yang akan mengikuti
segala aktivitas serta gaya hidup yang mereka jalani melalui media cetak maupun elektronik.
Para pecinta tato terutama dikota-kota besar akan selalu dimanjakan dengan menjamurnya
studio-studio tato. Menjamurnya studio-studio tato dikota besar meruoakan cerminan bahwa
tato menjadi sebuah gaya hidup pada masyarakat modern, serta menjadi salah satu contoh
komersialisasi budaya diera modern ini.

KESIMPULAN
Tato merupakan produk budaya tradisonal yang pada masa dahulu sangat erat
kaitannya dengan hal-hal spiritual dan magis. Pada beberapa suku di Indonesia tato bukan

hanya sebagia hanya berhubungan dengan hal-hal spiritual dan magis. Akan tetapi ada sebuah
penghargaan tertentu yang disematkan dalam tato tersebut, karena telah berhasil membunuh
musuhnya seperti yang terjadi pada suku dayak kayan, iban dan suku mentawai. Pembuatan
tato pun pada zaman tersebut masih sangat sederhana dan memanfaatkan benda yang ada
dilingkungan sekitarnya untuk membuat tato, bahkan ada yang memakai tulang binatang. Hal
tersebut sangat berbeda jauh dengan pembuatan tato dengan mengunakan program computer
yaitu CorelDRAW.
Kabudayaan merupakan konsumsi para penguasa yang hidup dizamanya, ini juga
berlaku bagi tato. Dimana tato menjadi sebuah budaya elite para penguasa, imbasnya adalah
adanya sebuah pelarangan desain-desain tato tertentu karena sudah dipakai oleh para
kalangan kerajaan serta para bangsawan. Ada sebuah estetika seni yang hanya boleh
dikonsumsi oleh kalangan elite, karena kebudayaan rakyat jelata merupakan budaya terendah
dan tidak layak mendapat sebuah estetika seni pada sebuah tato.
Tato mengalami masa gelap di Indonesia pada masa orde baru, karena tato dianggap
sebuah seni yang identik dengan kriminal. Maka jalan satu-satunya adalah dengan
menghilangkan orang yang bertato karena dianggap dapat mengganggu stabilitas keamanan
dan ketertiban negara. Petrus merupakan teka-teki pada masa orde baru, bisa dikatakan petrus
merupakan eksekutor pemerintah untuk menghilangkan paea orang-orang yang bertato.
Orde baru runtuh dan Indonesia memasuki era reformasi yang menjunjung tinggi
kebabasan berekspresi yang direnggut dimasa orde baru. Kebebasan berekspresi pada era
roformasi membuat tato seolah lahir kembali dan menjadi gaya hidup masyarakat. Tato
menjadi budaya populer pada masa kini, karena tato sendiri sudah mengalami komersialisai
budaya, yang didalamnya beralangsung proses komodifikasi, standarisasi serta masifikasi
budaya.

DAFTAR PUSTAKA
Olong,HA.Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta :PT LiKS.Hlm
Al-malaky, ekky. 2003. Why not??: remaja doyan filsafat. Bandung : PT Bunaya kreativa

Tim beranda agency. 2008. Kreasi desain tato dengan CorelDRAW . Jakarta: PT Elex media
komputindo
Budiman, hikmat. 2002. Lubang hitam kebudayaan. Yogyakarta: PT kansius
Piliang, yasraf amir. 2004. Posrelitas: Realitas kebudayaan era posmetafisika.Yogyakarta:
Jalasutra
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14837/1/10E00024.pdf
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/527/jbptunikompp-gdl-abdullahfi-26336-8-unikom_av.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15814-3404100086-chapter1.pdf
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/127443-RB16R191i-Identitas%20manusiaAnalisis.pdf
http://n4z4re7h4.files.wordpress.com/2008/11/seni-tattoo.pdf

TATO: DARI BUDAYA ELITE, KRIMINALITAS, KE GAYA
HIDUP MASYARAKAT MODERN

Disusun Oleh:
ADE MULYANA
4825097955

SOSIOLOGI PEMBANGUNAN NON REGULER 2009
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012