Hubungan Perilaku Konsumtif dan Subjecti

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMTIF DENGAN
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (SUBJECTIVE WELL-BEING)
PADA KOMUNITAS MOTOR
Dosen Pengampu: Dr. Nida Hasanati, M.Si

DISUSUN OLEH
KHOLIF ARIMINDANI
201410230311197
Kelas D

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
proposal penelitian ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga proposal ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang psikologi sosial.
Harapan saya semoga proposal ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi proposal ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Proposal ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
proposal ini.

Malang, 15 Desember 2015

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
ABSTRACT............................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3

Tujuan Penelitian.......................................................................................3

1.4

Manfaat Penelitian.....................................................................................3

1.4.1

Manfaat Teoritis.................................................................................3


1.4.2

Manfaat Praktis..................................................................................3

BAB II......................................................................................................................5
KAJIAN TEORITIK................................................................................................5
2.1

Subjective Well-Being...............................................................................5

2.1.1

Pengertian Subjective Well- Being....................................................5

2.1.2

Komponen Subjective Well-Being.....................................................6

2.1.3


Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being.................7

2.2

Perilaku Konsumtif....................................................................................8

2.2.1

Pengertian Perilaku Konsumtif..........................................................8

2.2.2

Aspek-Aspek Perilaku Konsumtif.....................................................9

2.2.3

Indikator Perilaku Konsumtif.............................................................9

2.2.4


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif..................10

2.3

Hubungan antara Perilaku Konsumtif dan Subjective Well-Being..........13

2.4

Hipotesis..................................................................................................13

BAB III..................................................................................................................14
METODE PENELITIAN.......................................................................................14
3.1

Rancangan Penelitian..............................................................................14

3.2

Variabel Penelitian...................................................................................14


3.3

Definisi Operasional................................................................................15
2

3.4

Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................15

3.5

Instrumen Penelitian................................................................................16

3.6

Prosedur Penelitian..................................................................................17

3.7

Validitas dan Reliabilitas.........................................................................18


3.7.1

Validitas............................................................................................18

3.7.2

Reliabilitas.......................................................................................18

3.8

Metode Analisa Data...............................................................................19

3.8.1

Metode Deskriptif............................................................................19

3.8.2

Metode Korelasional........................................................................19


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20

3

ABSTRACT
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN
KESEJAHTERAAN SUBJECTIVE (SUBJECTIVE WELL-BEING) PADA
KOMUNITAS MOTOR
Kholif Arimindani
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Email : ully.ngoph@gmail.com

Subjective well-being seseorang berasal dari persepsinya terhadap pengalaman
yang telah didapatkannya. Seseorang yang memiliki SWB tinggi mampu untuk
menerima apa yang telah didapatkannya namun seseorang yang memiliki SWB
rendah. Ia akan berusaha untuk terus mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan
keinginannya dan tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya saat ini.
Perilaku ini disebut sebagai perilaku konsumtif. Perilaku tersebut banyak
dilakukan oleh para anggota komunitas motor, dimana mereka membeli sesuatu

barang atau aksesoris motor berdasarkan trend, nilai harga, brand atau status
sosial. Perilaku konsumtif dan SWB adalah hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif
dengan jenis data interval. Data penelitian ini diperoleh dengan skala perilaku
konsumtif dan SWB. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 responden dari
komunitas motor di Malang. Penentuan sampel menggunakan quota sampling dan
teknik analisis dengan product moment dibantu dengan program software SPSS
for windows 20.00.

Kata kunci : subjective well-being, perilaku konsumtif, komunitas motor

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Istilah subjective well-being atau kesejahteraan subjektif berawal dari


penelitian para psikolog yang mempelajari kepribadian orang yang bahagia dan
tidak bahagia. Salah satu teori yang memberikan kontribusi adalah teori psikologi
humanistik yang merangsang minat positif terhadap kesejahteraan. Dalam hal ini,
para peneliti cenderung menyusun subjective well-being berdasarkan nilai pada
dua variable utama yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup (Comptom, 2005)
dalam Rohmawati (2012).
Subjective well-being merupakan penilaian seseorang tentang kebahagiaan
dan kepuasan hidupnya. Sebagai tambahan, orang lain juga menilai orang-orang
itu merasa lebih bahagia dan lebih puas. Subjective well-being mengacu pada
bagaimana orang menilai kehidupan mereka yang meliputi kepuasan hidup,
kepuasan perkawinan, kurangnya rasa depresi, kegelisahan, suasana hati dan
emosi. Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif sangatlah penting dalam
diri individu karena merupakan salah satu ukuran kualitas hidup individu dan
masyarakat. Dengan subjective well-being dapat diketahui bagaimana orang
berpikir dan merasakan tentang kehidupan yang telah mereka jalani.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Ariati (2010) di dapatkan
hasil bahwa tidak adanya hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan
subjective well-being. Penelitian lainnya dilakukan oleh Husna (2012) ditemukan
hasil bahwa ada hubungan yang positif diantara kekuatan karakter dengan

subjective well-being. Penelitian yang dilakukan pada remaja mendapatkan hasil
bahwa ada hubungan yang positif yang signifikan antara dukungan sosial dan
subjective well being pada remaja. Dengan dukungan sosial temen sebagai sumber
dukungan sosial yang paling berpengaruh (Fajarwati, 2014).
Ukuran standar kesejahteraaan untuk masing-masing individu tidaklah
sama, misalnya saja dilihat melalui indikator ekonomi, seseorang yang sudah

1

memiliki kendaraan roda dua yang bagus dan memiliki cc yang besar, bisa saja
orang tersebut merasa belum bahagia dan puas dengan apa yang sudah
dimilikinya, dia masih ingin memiliki kendaraan yang lebih bagus dengan cc
motor yang lebih besar lagi, ingin melakukan modifikasi dan sebagainya, tetapi
bisa jadi seseorang yang memiliki kendaraan roda dua seperti motor bebek atau
matic biasa dengan cc yang tidak terlalu besar tetapi dia sangat mencintai
kendaraannya dan dia merasa bahagia dan puas dengan apa yang telah dimilikinya
itu.
Di zaman yang disebut sebagai zaman modern ini, memaksa setiap orang
untuk terus bergerak mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi. Terkadang
perubahan yang telalu cepat menuntut setiap individu untuk mengikutinya dan tak
jarang mengarahkan pada perilaku konsumtif yang tidak puas dengan apa yang
telah dimilikinya saat ini.
Lina dan Rasyid (1997) dalam Imawati (2013) menyatakan bahwa perilaku
konsumtif adalah perilaku membeli yang sudah tidak lagi didasarkan pada
pertimbangan yang rasional. Konsumtif juga dapat dikatakan sebagai perilaku
yang boros. Perilaku konsumtif adalah fenomena masyarakat saat ini dimana
mereka dalam mengkonsumsi suatu barang, tidak lagi untuk memenuhi
kebutuhannya melainkan untuk pemenuhan kepuasan. Seperti yang terjadi pada
komunitas motor dimana mereka mementingkan keinginannya, lifestyle dan status
sosial dirinya.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Ratner dan Kahn (2002)
ditunjukan pula dalam penelitian Ningrum (2011) yang menyatakan bahwa
kadang-kadang konsumen remaja membeli sesuatu bukan karena kebutuhan tapi
karena pendapat orang lain sangat penting bagi dirinya dan ia ingin tampil
menarik seperti teman-temannya. Sehingga ada hubungan positif antara perilaku
konsumtif dan konformitas pada remaja. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Ramadhan (2012) ditemukan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara gaya hidup konsumtif dengan harga diri.
Pemilihan dan alasan yang melebihi fungsi asli motor sebagai alat
transportasi yang kemudian menggambarkan kebiasaan masyarakat konsumtif,
yang melakukan aktivitas konsumsi tidak lagi berdasarkan pada kebutuhan.

2

Merujuk pada suatu perilaku yang orientasinya untuk menarik perhatian atau
penghargaan dari pihak lain. Gaya hidup dan kepemilikan barang-barang mewah
untuk saat ini sudah merupakan bentuk pengaktualisasian diri agar dianggap dapat
meningkatkan status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula
seperti yang terjadi pada komunitas motor. Terdapat beberapa anggotanya yang
tidak segan untuk memodifikasi motornya, mengganti sparepart asli dengan
variasi, merubah rangka asli motor, serta tak jarang juga menambahkan stikerstiker pada motornya agar terlihat lebih menarik. Kepemilikan barang mewah
seperti motor sport dan motor gede merupakan bentuk pengaktualisasian diri dari
beberapa anggota komunitas motor.
Melalui tulisan ini, penulis menuangkannya dalam kajian penelitian yang
berjudul “Hubungan Perilaku Konsumtif dengan Kesejahteraan Subjektif
(Subjective Well-Being) pada Komunitas Motor”
1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang ingin diungkap

adalah hubungan perilaku konsumtif dengan kesejahteraan subjektif (subjective
well-being) pada komunitas motor.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku

konsumtif dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being) pada komunitas
motor.
1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan mampu untuk

memberikan

informasi,

wacana

baru

dan

mengembangkan

ilmu

yang

berhubungan dengan judul penelitain ini, khususnya bagi ilmu psikologi pada
bidang ilmu psikologi sosial. Selain itu penelitian ini diharapkan memberikan
gambaran

hubungan

perilaku

konsumtif

dengan

kesejahteraan

subjektif

(subjective well-being) pada komunitas motor ke masyarakat luar.
1.4.2

a.

Manfaat Praktis
Dari hasil penelitain ini diharapkan mampu memberikan informasi baru
pada khalayak yang menjadi masyarakat modern ini tentang perilaku
konsumtif dan subjective well-being (kesejahteraan subjektif) pada
3

komunitas motor sehingga mampu untuk mengantisipasi dan mengurangi
tingkat konsumsi barang-barang yang bukan kebutuhan.

b.

Dari hasil pelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mencari
solusi dalam mengurangi perilaku konsumtif dimana setiap orang mampu
untuk lebih menghargai apa yang telah dimiliki dan selalu bersyukur atas
apa yang telah di capai sehingga dapat menjadi gambaran perilaku bagi
khalayak umumnya dan mahasiswa pada khususnya.

4

BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1
2.1.1

Subjective Well-Being
Pengertian Subjective Well- Being
Subjective well-being merupakan

penilaian

seseorang

terhadap

kehidupannya yang meliputi kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan,
kepuasan dalam hal kerja, kesehatan, merasa berharga atau berarti dan kurangnya
emosi yang tidak menyenangkan (Diener & Scollon, 2003) dalam Rohmawati
(2012). Menurut Diener dalam Rohmawati (2012). Subjective well-being
merupakan penilaian yang positif dan perasaan yang baik “dengan demikian
seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika ia mengalami
kepuasan hidup dan merasa bahagia yang sering dan jarang mengalami
pengalaman emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan
(Diener, Suh & Oishi, 1997) dalam Rohmawati (2012).
Terdapat pengertian lain dari subjective well-being yaitu evaluasi individu
terhadap kehidupannya, yang menjadi variable seperti kepuasan hidup (life
satisfaction), sedikitnya depresi dan kecemasan, serta emosi dan suasana hati yang
positif. Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat
kognitif meliputi bagaimana seseorang merasakan kepuasan dalam hidupnya.
Evaluasi yang bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang merasakan
emosi positif dan emosi negatif.
Dari beberapa pengertian tentang subjective well-being di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa subjective well-being merupakan penilaian seseorang
terhadap kehidupannya yang meliputi kepuasan diri (ekonomi, pekerjaan dan
hubungan sosial), emosi yang menyenangkan dan kurangnya emosi yang tidak
menyenangkan.
Menurut Diener dalam Sholihah (2014) terdapat dua pendekatan yang
digunakan dalam subjective well-being yaitu:

1. Bottom up theories

5

Menurut pendekatan teori bottom up, kebahagiaan dan kepuasan hidup
yang dialami seseorang tergantung pada banyaknya peristiwa bahagia yang
dialami oleh orang tersebut. Kesejahteraan subjektif adalah penjumlahan
dari pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan
seseorang (Compton dalam Sholihah, 2014).

2. Top Down Theories
Menurut pendekatan teori top down, kesejahteraan subjektif berhubungan
dengan

kecenderungan

seseorang

untuk

mengevaluasi

dan

menginterpretasi suatu peristiwa atau pengalaman dalam sudut pandang
yang positif (Compton dalam Sholihah, 2014). Dalam pendekatan top
down, kepribadian diperkirakan memberi pengaruh pada cara seseorang
bertingkah laku terhadap suatu kejadian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori bottom up
beranggapan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan hasil penjumlahan dari
peristiwa-peristiwa positif yang dialami oleh seseorang. Sedangkan pendekatan
teori top down beranggapan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan hasil
interpretasi seseorang terhadap pengalaman atau peristiwa yang dialaminya dalam
sudut pandang positif.

2.1.2

Komponen Subjective Well-Being
Terdapat dua komponen dasar subjective Well-Being yaitu: Kepuasan

Hidup (Life Satisfaction) dan Kebahagiaan (Happiness), kemudian happiness
terbagi lagi menjadi dua yaitu afeksi positif dan afek negatif (Diener, Suh &
Oishi, 1997) dalam Rohmawati (2012).
1.

Life Satisfaction merupakan sisi kognitif dari subjective well-being. Life
Satisfaction adalah suatu penilaian reflektif, suatu penilaian dalam diri
seseorang, bagaimana sesuatu yang baik berjalan dan terjadi terhadap
dirinya. Satisfaction dapat diungkap melalui keputusan hidup secara global,
maupun kepuasan dalam domain-domain yang spesifik.

2.

Happiness
A. Afeksi Positif

6

Menurut Diener & Christie (2003) dalam Rohmawati (2012). afeksi
merupakan evaluasi individu mengenai kejadian yang dialami dalam
hidupnya. Evaluasi terhadap afeksi ini terdiri dari gambaran emosi dan
suasana hati. Afeksi positif adalah emosi positif atau emosi yang
merefleksikan kehidupan. Menurut Seligman (2005) dalam Rohmawati
(2012). Emosi positif dapat pula dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu emosi positif akan masa lalu, masa sekarang dan masa depan.
Emosi positif mengenai masa depan mencakup optimisme, harapan,
keyakinan dan kepercayaan. Emosi positif masa sekarang mencakup
kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap dan
flow. Emosi positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan,
kesuksesan, kebanggan dan kedamaian.
B. Afek Negatif
Afek negatif termasuk suasana hati yang tidak menyenangkan serta
merefleksikan respon-respon negatif yang dialami oleh individu
terhadap hidup mereka, kesehatan, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan
lingkungan mereka (Diener, 2005) dalam Rohmawati (2012). Afek
negatif merupakan kombinasi dari dorongan dan hal-hal yang tidak, dan
terdiri dari emosi-emosi seperti kecemasan, kemarahan dan ketakutan
malu, bersalah, sedih (Diener, Suh & Oishi, 1997) dalam Rohmawati
(2012).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being yaitu :
1.

Harga diri positif menurut Campbell dalam Rohmawati (2012). akan
menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah,
mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta
kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk
mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan
menciptakan kepribadian yang sehat

2.

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu
berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa.

7

Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku dan
aktifitas fisik.
3.

Ekstraversi individu dengan kepribadian ekstravert akan tertarik pada halhal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya.
Penelitian Diener dkk (1999) dalam Rohmawati (2012) mendapatkan bahwa
kepribadian ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya
kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstravert
biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, mereka pun
memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada
orang lain (Compton, 2005) dalam Rohmawati (2012).

4.

Optimis secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa
lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi
dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap
hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentang masa
depan.

5.

Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan
keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan
keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri,
meminimalkan

masalah-masalah

psikologis,

kemampuan

pemecahan

masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik.
6.

Memiliki arti dan tujuan dalam hidup dalam beberapa kajian, arti dan tujuan
hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian melaporkan
bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar, memiliki
kesejahteraan psikologis yang besar.

2.2

Perilaku Konsumtif

2.2.1

Pengertian Perilaku Konsumtif
Kata konsumtif menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-

barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai
kepuasan yang maksimal (Tambunan, 2001) dalam Harli (2015). Menurut Ancok
dalam Ningrum (2011) menyatakan bahwa perilaku konsumtif yaitu melakukan
pembelian barang yang tidak benar-benar dibutuhkan tetapi membeli barang

8

hanya semata-mata untuk membeli dan mencoba produk, walau sebenarnya tidak
memerlukan produk tersebut meskipun dipengaruhi orang lain maupun tidak
dipengaruhi orang lain. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan
sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Artinya belum habis
sebuah produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis sama dari
merek lainnya. Atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah
yang ditawarkan atau membeli suat produk karena banyak orang yang memakai
barang tersebut.
Rasyid (2009) dalam Gumulya (2013) menyatakan bahwa perilaku
konsumtif adalah tindakan sebagai konsumen dalam mendapat, mengunakan dan
mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi
kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti
mode, mencoba produk baru, hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan
dominasi faktor emosi.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumtif adalah pembelian atau pemakaian suatu barang yang tidak benar-benar
dibutuhkan sehingga cenderung berlebihan dan pemakaiannya yang tidak tuntas.
Perilaku ini dilakukan hanya mementingkan faktor keinginan dan didominasi oleh
faktor emosi.
2.2.2 Aspek-Aspek Perilaku Konsumtif
Menurut Rasyid (dalam Gumulya, 2013) perilaku konsumtif memiliki beberapa
aspek dasar, yaitu:
a.

Keinginan mengkonsumsi secara berlebihan. Keinginan ini dapat

b.

menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.
Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai kepuasan semata.

c.

Kebutuhan yang ingin dipenuhi bukan kebutuhan utama melainkan hanya
sekedar mengikuti trend, ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh
pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau
tidak.

2.2.3

Indikator Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002) dalam Hotpascaman (2010) definisi konsep

perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian

9

perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau
bukan atas dasar kebutuhan pokok. Sumartono (2002) dalam Hotpascaman (2010)
mengungkapkan bahwa secara operasional, indikator perilaku konsumtif, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Membeli produk karena kemasannya menarik.
Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
Membeli produk atas pertimbangan harga bukan atas dasar manfaat

atau kegunaannya.
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
f. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model
yang mengiklankan produk.
g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
2.2.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif juga perlu ditelusuri melalui pemahaman mengenai

perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor
eksternal dan faktor internal (Ningsih, 2013) dalam Pamudji (2014), yaitu:
1. Faktor Eksternal
a. Kebudayaan
Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu
generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
b. Kelas Sosial
Perilaku konsumtif antar kelas sosial satu dengan yang lain akan berbeda,
Pengelompokkan masyarakat dibuat berdasarkan kriteria kekayaan,
kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan. Unsur pokok dalam
pembagian kelas dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan.
Kriterianya sebagai berikut:
 Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli
barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas
dan lengkap (toko serba ada, supermarket), konservatif dalam

10

konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat
menjadi warisan dalam keluarganya.
 Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk
menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang
banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan
membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya
membeli kendaraan, rumah mewah dan perabotan rumah tangga.
 Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan
mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umunya
mereka

membeli

barang

untuk

kebutuhan

sehari-hari,

memanfaatkan penjualan barang-barang yang di obral atau
penjualan dengan harga promosi.
c. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang
dianut anggotannya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya,
atau kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam
situasi spesifik. Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah
kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
d. Keluarga
Keluarga sebagai bagaian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya,
termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam
menetapkan keputusan konsumen.
e. Demografi
Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah
ukuran, struktur dan distribusi yang mempengaruhi perilaku konsumen
serta keinginan konsumen akan jasa dan produk tertentu.
2. Faktor Internal
a. Motif dan Motivasi
Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang
perlu dipengaruhi agar konsumen tersebut dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi adalah kondisi yang
11

menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya
tersebut.

Motivasi

dapat

pula

dikatakan

sebagai

energi

untuk

membangkitkan dorongan dalam diri.
b. Harga Diri
Harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, semakin tinggi harga diri
seseorang maka akan semankin tinggi pula keinginannya untuk
menunjukkan status. Keinginan untuk menunjukan status mendorong
seseorang melakukan perilaku membeli yang diusahakan untuk mencapai
konsep diri yang dimilikinya.
c. Pengamatan Proses Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat
pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena
sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar konsumen. Dimana hal itu
akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan dalam membeli
d. Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisaikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat
yang ada pada individu yang sangat menentukan perilakunya.
Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan
keputusan
e. Konsep Diri
Konsep diri didefinisikan sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam
waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan. Para
ahli psikologi membedakan konsep diri yang nyata dan konsep diri yang
ideal. Konsep diri yang nyata ialah bagaimana kita melihat diri dengan
sebenarnya. Sedangkan konsep diri ideal adalah bagaimana diri kita yang
kita inginkan
f. Sikap dan Keyakinan
Sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang
berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara
konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap
sangat mempengaruhi keyakinan, begitu pula sebaliknya, keyakinan
menentukan sikap.
g. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah fungsi dari karakteristik individu yang telah terbentuk
melalui interaksi sosial. Secara sederhana, gaya hidup juga dapat
diartikan sebagai cara yang ditempuh seseorang dalam menjalani

12

hidupnya, yang meliputi aktivitas, minat, kesukaan atau ketidaksukaan,
sikap, konsumsi, dan harapan.
2.3

Hubungan antara Perilaku Konsumtif dan Subjective Well-Being
Subjective well-being (kesejahteraan sosial) adalah persepsi setiap individu

yang berasal dari pengalaman yang telah di alaminya, dapat di interpretasikan
secara positif maupun negatif. Setiap individu memiliki subjective well-being
yang berbeda beda. Sebuah masalah atau pengalaman yang sama akan memiliki
nilai yang berbeda-beda dari setiap individu, tergantung dari sudut pandang mana
yang digunakan. Berbagai macam cara digunakan setiap individu dalam mencapai
kepuasan dan kebahagiaanya. Seperti yang terjadi pada anggota komunitas motor
dimana mereka melakukan berbagai macam cara dengan hobinya untuk mencapai
kepuasan dan rasa bahagia. Sehingga dalam melakukan pemenuhan rasa puas dan
bahagia para anggota motor lebih cenderung melakukan perilaku konsumtif.
Berdasarkan hasil observasi peneliti banyak anggota motor yang melakukan
tindakan perubahan pada kendaraan roda dua miliknya, seperti menambahkan
stiker pada motor, mengganti sparepart asli dengan aksesoris dan melakukan
perubahan bentuk motor sesuai dengan yang diinginkan dan lain sebagainya. Hal
inilah yang mendasari terbentuknya sebuah perilaku konsumtif. Tindakan yang
dilakukan semata-mata untuk mendapatkan kepuasan, status, dan merasa berbeda
dari yang lainnya. Keadaan lingkungan yang mendukung, adanya teman dalam
melakukan hal yang sama, adanya rasa ingin menonjol diantara yang lainnya dan
pencarian jati diri di dalam kendaraan yang digunakan serta pembentukan ciri
khas dirinya semakin menguatkan tindakan yang mereka lakukan. Tindakan ini
sebagian dari aspek perilaku konsumtif yang dilakukan para anggota komunitas
motor. Dimana mereka membeli suatu barang yang mementingkan keinginan dari
pada kebutuhan.

2.4

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan [ CITATION Ari10 \l

1057 ][ CITATION SAz97 \l 1057 ][ CITATION SAz14 \l 1057 ]antara perilaku
konsumtif dengan subjective well-being (kesejahteraan subjektif) pada komunitas
motor”

13

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yaitu metode yang

menekankan data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika.
(Azwar, 2014).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah desain korelatif deskriptif.
Menurut Polit dan Hungler (1999) dalam Ramadhan (2012) bahwa penelitian
menggunakan desain korelatif deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Pada penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara perilaku konsumtif dengan
subjective well-being (kesejahteraan subjektif)
3.2

Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk

apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam
Gumulya, 2013).
Ada berbagai jenis penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan
variabel dependen (variabel bebas) dan variabel independen (variabel terikat).
a.

Variabel dari penelitian ini adalah variabel independent atau variabel bebas
dengan simbol X. Variabel bebas dari penelitian ini adalah “Perilaku
Konsumtif”. Variabel independen disebut juga sebagai variabel stimulus,
prediktor,

antecendent. Variabel

bebas

merupakan

variabel

yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen (terikat) (Sugiyono dalam Gumulya, 2013).
b. Variabel dependen atau variabel terikat dilambangkan dengan variabel Y.
Variabel dari penelitian ini adalah “subjective well-being (kesejahteraan
subjektif)”. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah variabel
dependen dan independen. Variabel dependen disebut sebagai variabel
output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang

14

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono dalam Gumulya, 2013).
3.3

Definisi Operasional
Pengertian definisi operasional adalah uraian tentang batasan tentang apa

yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan (Azwar, 2014). Definisi operasional
dari penelitian ini adalah:
a.

Perilaku konsumtif
Perilaku konsumtif atau perilaku boros adalah sebuah fenomena dimana
seseorang membeli sesuatu bukan berdasarkan kebutuhan namun keinginan
dan tidak memiliki prioritas dan tidak rasional tertentu terhadap barangbarang yang di beli. Dimana konsumen lebih tertarik terhadap produk yang
memiliki tampilan menarik, memiliki diskon, mendapatkan hadiah, tindakan
konformitas, mencoba merek terbaru, gengsi, dan status sosial.

b. Subjective well-being
Subjective well-being (kesejahteraan subjektif) adalah sebuah hasil dari
pengalaman dan persepsi seseorang terhadap kejadian yang dialaminya yang
kemudian di interpretasikan dalam hal yang positif atau pun negatif.
Komponen dari kesejahteraan subjektif terbagi menjadi tiga yaitu kepuasan
hidup, afeksi positif dan afek negatif. Seseorang dengan kesejahteraan
subjektif tinggi akan merasa lebih bahagia, menikmati hidup dan
mensyukuri apa yang telah dimiliki dan di capai. Sedangkan yang memiliki
kesejahteraan subjektif rendah akan lebih merasa kecewa, merasa tidak
berarti dan tidak mampu berkembang.
3.4

Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam Gumulya,
2013). Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel yang baik adalah sampel yang anggota-angotanya mencerminkan sifat dan
ciri-ciri yang terdapat pada populasi (Winarsunu, 2007).
Teknik

sampling

merupakan

teknik

pengambilan

sampel

untuk

menentukan sampel dalam penelitian (Sugiyono dalam Gumulya, 2013). Cara
15

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probabiliti sampling
dengan quota sampling. Quota sampling adalah teknik pengambilan sampel
dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam
pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak
jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel
secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi
tersebut (Azwar, 2014)
Dengan persyaratan :
a. Anggota Komunitas Motor
b. Aktif dalam komunitas
c. Motor sudah dimodifikasi atau di tambah aksesoris
Maka, sampel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah 60 orang anggota
komunitas motor.
3.5

Instrumen Penelitian
Tujuan pembuatan alat pengumpulan data adalah untuk menjamin bukti

validitas dan reliabititas yang dapat di gunakan dalam mengevaluasi hasil
penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang digunakan pada perilaku konsumtif dan subjective well-being.
Dalam kuesioner perilaku konsumtif dan subjective well-being, skala ukur yang
digunakan untuk mengukur tiap-tiap dimensi adalah skala likert.
Blue Print skala perilaku konsumtif menggunakan skala milik Ningrum
(2011) dengan 51 aitem pertanyaan.
Aspek

Indikator

Aitem

Aitem

Jumlah

Pembelian

Membeli

Favourable
1, 2, 3, 4, 5, 13

Unfavourable
6, 7, 8, 10 (9), 11

18

tanpa

produk

(12), 41 (33), 43

(10), 12 (11), 42

rencana

secara

(35), 44 (36)

(34), 56 (47), 57

Pembelian

spontan
Kurangnya

16 (13, 17 (14),

(48)
20 (15), 21 (16), 22

tidak

kontrol diri

45 (37), 46 (38),

(17), 24 (18), 25

rasional

ketika

60 (51)

(19), 26 (20), 48

berada pada

13

(39), 55 (46)

situasi

16

Pemborosan

membeli
Tidak dapat

29 (21), 30 (22),

35 (27), 36 (28), 37

membuat

31 (23), 32 (24),

(29), 38 (30), 39

skala

33 (25), 34 (26),

(31), 40 (32), 52

prioritas

49 (40), 50 (41),

(43), 53 (44), 54

tentang hal-

51 (42), 58 (49)

(45), 59 (50)

20

hal yang
ingin dibeli
Jumlah Aitem

51

Blue Print skala yang digunakan untuk mengukur subjective well being
dengan menggunakan skala milik Handoyo (2014) dengan 36 aitem pertanyaan
Aspek
Afeksi Positif
Afek Negatif
Kepuasan Hidup
Jumlah

Distribusi Pertanyaan
Aitem Favourable
Aitem Unfavourable
1, 2, 13, 14, 25, 26
7, 8, 19, 20, 31, 32
9, 10, 21, 22, 33, 34
3, 4, 15, 16, 27, 28
5, 6, 17, 18, 29, 30
11, 12, 23, 24, 35, 36
18
18

Jumlah
12
12
12
36

Kriteria penilaiannya bergerak dari angka 1 – 4 dan bentuk pernyataanpernyataan yang terdiri atas 2 macam pernyataan yang Favourable (mendukung)
dan pernyataan yang Unfavourable (tidak mendukung).
3.6

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian dilakukan

dengan mensurvey tempat yang akan dijadikan tempat penelitian. Setelah itu
dilakukan pemilihan subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian dan memberikan
angket serta menjelaskan petunjuk pengisian angket. Setelah semua data mentah
telah terkumpul kemudian diproses, maka langkah selanjutnya adalah mengelolah
data dengan perhitungan validitas dan realibilitas dengan menggunakan bantuan
komputer. Kemudian dilanjutkan dengan membuat analisis data supaya data
tersebut dapat dibaca dan di interpretasikan serta mempunyai makna yang berguna
untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji hipotesa. Dalam proses
ini, peneliti menggunakan software perhitungan statistik SPSS for windows versi
20.00.

17

3.7
3.7.1

Validitas dan Reliabilitas
Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai vadilitas tinggi.
Sebuah instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tes
tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki
validitas rendah (Azwar, 1997).
Pengujian

validitas

atau

keakuratan

butir

dalam

penelitian

ini

menggunakan analisis statistik berupa korelasi product moment dari Karl Person.
Adapun rumus korelasi product moment Person sebagai berikut:

Keterangan:
rxy

: Koefisien korelasi product momen

∑X

: Jumlah skor tiap-tiap item

∑Y

: Jumlah skor total item

∑XY : Jumlah hasil kali variabel x dan y
∑X2

: Jumlah kuadrat skor tiap-tiap aitem

∑Y2

: Jumlah kuadrat skor total aitem

N

: Jumlah subyek yang diselidiki
Validitas skala perilaku konsumtif yang dilakukan oleh Ningrum (2011)

ditemukan bahwa dari 51 aitem yang valid memiliki rentang rit minimal 0.318
(pada aitem 17) dan maksimal 0.768 (pada aitem 33). Selanjutnya validitas skala
subjective well being dari Handoyo (2014) ditemukan bahwa dari 34 aitem yang
valid indeks validitas berada pada rentang 0.340 sampai 0.638
3.7.2

Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan respon untuk
memilih

jawaban-jawaban

tertentu.

Reliabilitas

menunjuk

pada

tingkat
18

keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.
(Azwar, 1997).
Pada skala perilaku konsumtif milik Ningrum (2011) ditemukan bahwa
koefisien reliabilitasnya adalah 0.954 sedangkan pada subjective well being milik
Handoyo (2014) ditemukan bahwa indek reliabilitasnya adalah 0.92
3.8

Metode Analisa Data
Dalam analisa data ini menggunakana jenis data interval. Menurut

Winarsunu (2007) berpendapat bahwa pada data interval kita mengahadapi angka
skala yang batas variasi nilai satu dengan yang lainnya sudah jelas, sehingga jarak
atau intervalnya dapat dibandingkan.
3.8.1

Metode Deskriptif
Setelah data diperoleh dan terkumpul maka data selanjutnya akan

dianalisis dengan metode statistik yang berupa angka-angka dan juga
menggunakan SPSS 20.00
3.8.2

Metode Korelasional
Metode analisis data yang akan digunakan adalah korelasi Product

moment karena penelitian ini menguji hubungan antara satu variabel independen
dengan satu variabel dependen (Nayana, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

19

Ariati, Jati. (2010). Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan
Kerja pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro. Vol. 8, No. 2.
Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
________. (2014). Metode Penelitian. Yogyakrta: Pustaka Pelajar
Fajarwati, Desi Indah. 2014. Hubungan Dukungan Sosial dan Subjective Well
Being pada Remaja SMP N 7 Yogyakarta. Skripsi Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Kalijaga
Yogyakarta.
Gumulya, Jessica., Mariyana Widiastuti. (2013). Pengaruh Konsep Diri Terhadap
Perilaku Konsumtif Mahasiswa Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi
Vol. 11, No 1
Harli, Felicia.C., Nanik Linawati., Gesti Memarista. (2015). Pengaruh Financial
Literacy dan Faktor Sosiodemografi terhadap Perilaku Konsumtif. Jurnal
FINESTA Vol. 03, No. 1. 58-62
Handoyo, Retno. (2014). Hubungan Forgiveness dengan Subjective Well-Being
pada Wanita yang telah Menikah Usia Dewasa Madya. Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang: tidak diterbitkan.
Husna, Sabiqotul. (2012). Hubungan Kekuatan Karakter dengan Subjective WellBeing pada Penduduk Dewasa Muda Asli Yogyakarta. Skripsi Program
Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hotpascaman, S. (2010). Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan
Konformitas pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Imawati, I., Susilaningsih, Ivada E. (2013). Pengaruh Financial Literacy terhadap
Perilaku Konsumtif Remaja pada Program IPS SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun Ajaran 2012/2013. Jupe UNS Vol 2, No.1. 48-58
Ningrum, Ulfa Yunita. (2011). Perilaku Konsumtif terhadap produk pakaian
distro ditinjau dari konformitas pada siswi SMK Abdi Negara Muntilan.
Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Nayana, Firra Noor. (2013). Hubungan antara Fungsi Keluarga dengan
Subjective Well-Being pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang: tidak diterbitkan.

20

Pamudji, Noveda Amelia. 2014. Subjective Well-Being dan Happiness. Jurnal
Psikologi Positif Universitas Muhammadiyah Malang.
Ramadhan, Achmad Syaiful. (2012). Hubungan Gaya Hidup Konsumtif dengan
Harga Diri Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “x”. Skripsi
Fakultas Ilmu Keperawatan Program Sarjana Keperawatan Depok.
Ratner RK., Khan BE. (2002). The Impact of Private versus Public Consumption
on Variety-Seeking Behavior. Journal of Consumers Research Inc, Vol. 29.
Rohmawati, Yuni. (2012). Subjective Well-Being pada Abdi Dalem Keraton
Kasepuhan Cirebon. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang: tidak diterbitkan.
Sholihah, Amalina Mar’atus. (2014). Pendekatan Teori pada Subjective WellBeing. Jurnal Psikologi Positif Universitas Muhammadiyah Malang.
Winarsunu, Tulus. (2007). Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan.
UMM Press: Malang.

21

LAMPIRAN
Skala Perilaku Konsumtif dan Skala Subjective Well-Being

22

Skala 1
DATA IDENTITAS
Nama

:

(boleh inisial)

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia

:

PETUNJUK PENGISIAN
1. Berikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban dari setiap pernyataan
seperti dibawah ini:
SS

: Sangat Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sangat sesuai
dengan
keadaan diri anda

S

: Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri
anda.

TS

: Tidak Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
keadaan diri anda.

STS

: Sangat Tidak Setuju, yaitu bila pernyataan tersebut sangat tidak
sesuai dengan keadaan diri anda.

2. Apabial terjadi kesalahan dalam menjawab, berilah lingkaran pada tanda
(√) yang telah dibuat, kemudian berilah tanda (√) yang baru pada jawaban
yang anda kehendaki
3. Apabila saudara telah selesai menjawab, periksalah dan pastikan kembali
tidak ada yang terlewatkan
No

Pernyataan

1

Saat sedang melihat-lihat aksesoris motor, saya

2

sering tiba-tiba membeli barang tersebut.
Ketika berada di toko aksesoris motor, saya

Pilihan Jawaban
SS S TS STS

membeli barang tersebut karena suka dengan
modelnya, walupun sebenarnya saya tidak berniat
3

membeli
Setiap melihat aksesoris motor, saya selalu tertarik

4

dengan barang tersebut dan langsung membelinya
Saya sering tiba-tiba membeli barang di toko
aksesoris motor yang sedang di pajang karena
23

5

takut kehabisan
Saat sedang melewati toko aksesoris motor, saya
sering tiba-tiba membeli barang tersebut tanpa

6

rencana sebelumnya
Membeli aksesoris motor secara tiba-tiba tanpa

7

rencana hanya akan menyesal nantinya.
Saya dapat menahan diri untuk tidak membeli

8

barang ketika berada di toko aksesoris motor.
Saya tidak menyesal jika menunda pembelian,
meskipun nanti ketinggalan atau kehilangan

9

barang tersebut.
Saya menahan diri untuk tidak membeli barang

10

tersebut, meskipun saat itu saya menginginkannya
Saya tidak mudah tergoda untuk membeli barangbarang menarik yang tiba-tiba saya lihat di toko

11

aksesoris motor.
Aksesoris motor yang saya inginkan tidak harus

12

segera saya beli saat itu juga.
Membeli aksesoris motor secara tiba-tiba sering

13

saya lakukan.
Saya sering mementingkan membeli aksesoris
motor daripada membeli kebutuhan yang lebih

14

penting.
Saya tetap membeli sepatu biker meskipun saya

15

sudah memiliki sepatu namun berbeda model.
Tidak perlu memaksakan diri untuk membeli
aksesoris motor hanya karena ingin diperhatikan

16

oleh orang lain.
Saya tidak malu membeli barang yang tidak

17

bermerk atau branded.
Saya merasa penampilan luar bukan segalanya,
jadi tidak harus selalu memakai pakaian atau

18

aksesoris motor yang mengikuti trend.
Saya hanya membeli aksesoris motor sesuai

19

keperluan.
Membeli aksesoris motor, banyak digemari namun
bagi saya itu hanya sia-sia belaka.

24

20

Saya akan membandingkan harga terlebih dahulu

21

sebelum membeli barang tersebut.
Saya sering membeli barang secara online

22

daripada membeli langsung.
Saya tidak segan-segan membeli barang tersebut,

23

meskipun saat ini belum berpenghasilan sendiri.
Saya selalu membeli peralatan motor yang sedang
trend meskipun saya sudah mempunyai banyak

24

barang yang jenisnya sama.
Bagi saya menghabiskan uang saku untuk belanja

25

aksesoris motor adalah hal yang biasa.
Saya rela mengeluarkan banyak uang untuk

26

membeli aksesoris motor demi penampilan saya.
Saya kurang mampu mengatur uang saku, sehinga
cenderung

boros,

terutama

untuk

yang

harganya

membeli

27

aksesoris motor.
Aksesoris
motor

28
29

kemampuan, tidak akan saya beli.
Saya sering membeli aksesoris motor yang murah.
Saya lebih memproritaskan menabung daripada

30

membeli aksesoris motor yang sedang trend.
Saya akan membandingkan harga dengan seksama

31

sebelum membeli aksesoris motor.
Saya tidak suka membeli aksesoris motor yang

diluar

mahal karena hanya menghabiskan uang saku
32

saya.
Saya akan menghemat pengeluaran uang untuk

33

membeli aksesoris motor.
Saya merubah bentuk motor saya sesuai impian

34

saya.
Saya tidak pernah buru-buru dalam membeli

35

aksesoris motor.
Ketika melihat aksesoris motor yang saya suka

36

modelnya, saya harus beli saat itu juga.
Saya membeli aksesoris motor karena tiba-tiba

37

tertarik saja.
Aksesoris motor yang saya beli, saya gunakan

25

38

untuk memperbanyak koleksi.
Aksesoris motor yang saya beli kadang-kadang

39

tidak terpakai.
Lebih
baik

40

sekolah/kulaih dari pada kendaraan saya.
Saya cenderung boros menggunkan uang saku

mementingkan

keperluan

karena saya gunakan untuk membeli aksesoris
41

motor.
Saya tetap membeli aksesoris motor yang sedang

42

trend walaupun uang saya pas-pasan.
Aksesoris motor yang saya beli terkadang jarang

43

saya pakai.
Saya mampu

44

terpengaruh rayuan penjual atau promosi.
Saya lebih baik menabung daripada harus

menahan

diri

untuk

tidak

menghamburkan uang untuk membeli aksesoris
45

motor.
Lebih

baik

menghemat

uang

daripada

menghamburkan uang untuk membeli aksesoris
46

motor.
Saya percaya diri dengan kendaraan yang saya

47

pakai, meskipun tidak sebagus milik orang lain.
Saya selalu mengatur sebelumnya jika ingin

48

membeli peralatan motor.
Saya membeli aksesoris motor dengan minta ijin

49
50

terlebih dahulu dengan orang tua.
Saya sulit mengontrol perilaku membeli.
Aksesoris motor yang sedang trend tidak harus

51

saya miliki.
Saya senang membeli aksesoris motor yang
sedang populer.

26

27

Skala 2
DATA IDENTITAS
Nama

:

(boleh inisial)

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Usia

:

PETUNJUK PENGISIAN
1. Berikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban dari setiap pernyataan
seperti dibawah ini:
SS

: Sangat Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sangat sesuai
dengan
keadaan diri anda

S

: Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri
anda.

TS

: Tidak Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
keadaan diri anda.

STS

: Sangat Tidak Setuju, yaitu bila pernyataan tersebut sangat tidak
sesuai dengan keadaan diri anda.

2. Apabila terjadi kesalahan dalam menjawab, berilah lingkaran pada tanda
(√) yang telah dibuat, kemudian berilah tanda (√) yang baru pada jawaban
yang anda kehendaki.
3. Apabila saudara telah selesai menjawab, periksalah dan pastikan kembali
tidak ada yang terlewatkan. Mohon agar dikaitkan dengan kondisi yang
anda rasakan atau anda alamai.
No

Pernyataan

1

Kehidupan ini menyenangkan ketika apa yang

2

saya inginkan terpenuhi.
Saya merasa hidup ini damai ketika barang yang

3

saya inginkan sudah saya miliki.
Saya tidak merasa malu meski dianggap kurang

4

baik dal