MODEL PEMERKASAAN BAHASA MELAYU SEBAGAI

MODEL PEMERKASAAN BAHASA MELAYU
SEBAGAI BAHASA ANTARABANGSA1
Oleh
Mashadi Said (mashadi@staff.gunadarma.ac.id)
Farid Thalib (farid@staff.gunadarma.ac.id)
Universitas Gunadarma, Jakarta

Abstrak
Bahasa Melayu dan bahasa Indonesia merupakan bahasa yang memiliki satu
induk, yaitu bahasa Melayu. Namun, seiring dengan perjalanan zaman, kedua
bahasa tersebut masing-masing berjalan sendiri. Akibatnya, perbedaan kedua
bahasa semakin tajam. Sebagai penutur bahasa Indonesia yang kurang
bersentuhan dengan bahasa Melayu dalam kegiatan sehari-hari, kami merasakan
banyak kesulitan untuk memahami bahasa Melayu dengan baik. Berdasarkan
pengalaman empiris ini, kami berkeyakinan bahwa telah terjadi pergeseran yang
signifikan dalam perkembangan kedua bahasa. Bila keadaan ini dibiarkan
berlangsung terus tanpa kendali dan pengondisian, maka kedua bahasa ini
secara perlahan-lahan akan terpisah jauh, sehingga harapan menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa yang perkasa tidak akan terwujud. Makalah ini
bertujuan menawarkan model pemerkasaan bahasa Melayu sebagai bahasa
antarabangsa. Model ini meliputi langkah-langkah penyatuan bahasa Melayu

dan Bahasa Indonesia baik dari segi fonetik, ortografi, morfologi, maupun
semantik. Model ini dibagi ke dalam dua kategori, yaitu „model pembiaran‟ dan
„model penyatuan‟. Model pembiaran berarti bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia berjalan sendiri-sendiri. Model penyatuan berarti pembinaan bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia dilakukan melalui kebijakan yang sama dalam
memperkembangkan kedua bahasa. Hasilnya adalah kesamaan kedua bahasa
semakin besar dan perbedaannya semakin tipis (seumpama bahasa Inggris
British dan Bahasa Inggris Amerika).
Kata Kunci: model pemerkasaan, Bahasa Melayu, Bahasa antarabangsa

A. Pendahuluan
Dalam bentangan ini digunakan istilah “pemerkasaan” yang mengandung makna
membuat bahasa Melayu menjadi perkasa. Dalam definisi kami, istilah perkasa berarti

1

Makalah dibentangkan pada Seminar antara-bangsa dan pembudayaan bahasa Melayu VII (SALPBM VII),
Fakulti bahasa Moden dan Komunikasi, 9-10 November 2011

1


berjaya, hebat, diperhitungkan, kuat, digunakan secara luas oleh masyarakat, dan menjadi
rujukan.
Pada saat ini, kita mengenal ada organisasi bahasa-bahasa melayu yang melibatkan
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Indonesia (MABBIM). Ketiga bangsa ini mengaku
sebagai bangsa yang menggunakan bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Walaupun di
Indonesia kedudukan bahasa Melayu adalah sebagai salah satu bahasa daerah, yang memiliki
kedudukan yang sama dengan bahasa-bahasa daerah lainnya seperti Bugis, Minang, Sunda,
Jawa, Batak, Madura, dan selainnya, bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu.
Namun, kenyataannya bangsa-bangsa ini belum memiliki komitmen bersama secara
maksimal untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa yang perkasa dalam definisi
kami. Bangsa Melayu Malaysia dan Brunei dan bangsa Melayu Indonesia mengembangkan
bahasanya secara sendiri-sendiri tanpa ada kesepakatan atau komitmen yang mengakar.
Bahasa Melayu Malaysia dan Indonesia berkembang dengan kekhasannya sendiri-sendiri.
Akibatnya, orang Malaysia yang berbahasa Melayu sukar dipahami oleh orang Indonesia dan
orang Indonesia yang berbahasa Indonesia sulit dipahami oleh orang Malaysia dan Brunei.
Kenyataan tersebut bisa saja dipamahi sebagai kreativitas bangsa masing-masing,
tetapi sesungguhnya sangat merugikan ketiga bangsa yang mengaku sebagai bangsa yang
induk bahasanya adalah bahasa Melayu. Penutur bahasa Indonesia tidak akan bisa memahami
bahasa Melayu, walaupun bangsa Indonesia mengaku bahwa bahasa Melayu sebagai induk

bahasanya.

Kalau keadaan ini dibiarkan maka ketiga bangsa yang berdaulat ini akan

memiliki perbedaan yang semakin tajam. Pada`saat ini, perbedaan yang tajam sudah mulai
nampak, baik dalam percakapan sehari-hari, formal, maupun dalam konteks lain.
”… Malaysian (Malay) and Indonesian, may seem identical, but to native speakers, the
differences are very noticeable through diction and accent. These differences often lead to
incomprehension when used in formal conversation or written communication. These
differences also affect broadcasting business in relation to foreign language subtitling, for
example DVD movies or TV cable subscriptions. In order to reach out to a wider audience,
sometimes both Indonesian and Malaysian subtitles are displayed in a movie side by side with
other language subtitles”.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Differences_between_Malaysian_and_Indonesian)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia sudah sangat signifikan karena penerjemahan film asing menggunakan dua bahasa
yang terpisah. Ini berarti bahwa bila hanya satu bahasa digunakan, misalnya, Indonesia saja,
maka penonton Malaysia dan Brunei akan sulit memahami sekaligus tidak dapat
menikmatinya. Ini merupakan ancaman besar dalam pemerkasaan bahasa Melayu. Untuk itu,
2


diperlukan program pemerkasaan. Program pemerkasaan mengandung makna membuat
bahasa Melayu (Malaysia, Brunei, Indonesia) bergerak seiring dalam suatu ”bingkai” yang
sama, sehingga ancaman proses ”pemisahan” dapat teratasi.
B. Mengapa Bahasa Melayu Perlu Diperkasakan?

Perlunya program pemerkasaan bahasa-bahasa Melayu didasarkan pada beberapa
alasan.
1. Bangsa Melayu sebagai bangsa yang besar
Bangsa Melayu adalah salah satu bangsa yang besar di dunia. Jumlah penduduknya
menempati posisi ke-4 di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Namun,
secara geopolitik bangsa Melayu terbentuk tiga negara utama, yaitu Brunei,
Indonesia, dan Malaysia serta beberapa kelompok masyarakat di Asia Tenggara,
seperti di Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand selatan, Filipina selatan, Myanmar
selatan, sebagian kecil Kamboja, hingga Papua Nugini. Bahasa ini juga dituturkan
oleh penduduk Pulau Christmas dan Kepulauan Cocos, yang menjadi bagian Australia
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu).
Bangsa Melayu, di samping, berciri fisik yang menonjol, seperti warna kulit sawo
matang, juga diikat oleh suatu bahasa, yaitu bahasa Melayu.
2. Perbedaan Bahasa Melayu dan Indonesia Cenderung Semakin Melebar

Bahasa Indonesia, Melayu Brunei dan Malaysia dijumpai banyak perbedaan.
Perbedaan itu berdasarkan latar belakang sejarah, politik, dan perlakuan yang berbeda
menyebabkan munculnya perbedaan tata bahasa, peristilahan dan kosakata,
pengucapan, serta aksen pada dua bentuk standar modern yang sekarang dipakai.
Perbedaan itu secara garis besar dapat dipaparkan sebagai berikut.
a. Dari latar belakang penjajahan asing: bahasa Indonesia lebih menyerap bahasa
Belanda sedangkan bahasa Malaysia lebih menyerap bahasa Inggris.
b. Dari segi perlakuan: Bahasa Melayu Malaysia, Melayu Brunei, dan Bahasa
Indonesia diperlakukan sesuai dengan kebijakan kebahasaan di negara masing-

3

masing, walaupun telah ada perhimpunan yang mengatur bahasa Melayu yang
disebut dengan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
(MABBIM).
c. Dari segi penyerapan kata di negara masing-masing, bahasa Indonesia yang
didasarkan pada bahasa Melayu berdialek Riau menyerap pula bahasa-bahasa
daerah di Indonesia seperti bahasa Jawa dll.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Malaysia_dan_bahasa_I
ndonesia)

Perbedaan antara kosa kata bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia (Melayu) yang mungkin
dapat menyebabkan kesalahpahaman adalah sebagai berikut.
Indonesia
kantor pos
Bajak laut
Tayar
Putar, belok
Air ledeng
Alami
Rumah susun
Bea
kecemasan
Efektivitas,
kemanjuran
Jas
Mesin

olah raga

Malaysia

pejabat pos
lanun
ban
pusing
Air paip
Semula jadi
Rumah pangsa
kastam
darurat
keberkesanan

Bahasa Inggris
Post office
Pirate (maritime)
tyre
turn

kot
enjin
sukan


coat
engine

tap water
natural
apartment
Customs (department)
emergency
effectiveness

sport

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu

3. Gejala Ketertindasan Bahasa Melayu
Gejala ketertindasan bahasa Melayu tampak dalam sikap masyarakat penutur bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia.

Dalam banyak konteks dalam pergaulan sehari-hari,


khususnya di kota besar, Jakarta dan Kuala Lumpur, penutur bahasa Indonesia dan bahasa
Melayu sangat bangga menggunakan bahasa Inggris. Misalnya, pengaruh bahasa Inggris
sangat menonjol dalam iklan.

4

C. Model Pemerkasaan Bahasa Melayu
Sejak lama terlihat dan terasa bahwa kebanggaan terhadap bahasa Melayu kian
menurun. Penutur bahasa Indonesia dan Malaysia lebih bangga menggunakan istilah asing,
khususnya bahasa Inggris daripada bahasa Melayu. Sayangnya, kedua bangsa dari rumpun
Melayu tersebut tidak memiliki komitmen bersama untuk memiliki pola yang sama dalam
penyerapan bahasa Inggris tersebut. Mungkin sudah saatnya kita melepaskan diri dari
pengaruh bahasa kolonial untuk mewujudkan kebersamaan yang sekaligus memerkasakan
bahasa kita.
Model berikut menggambarkan dua kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan sikap
kita baik yang sikap pembiaran maupun sikap pemerkasaan. Gambar 1 menunjukkan keadaan
bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia. Irisan yang bertumpang tindih menunjukkan
kesamaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dan bidang kosong dalam lingkaran
menggambarkan bahwa masing-masing bahasa memiliki unsur yang berbeda, baik dari segi

kosa kata, ejaan, makna kata, dan istilah.
Gambar 2 menunjukkan bahwa bila keadaan nomor 1 dibiarkan tanpa kendali, maka
kesamaan kedua bahasa mungkin akan semakin tipis. Akibatnya, banyak kosa kata bahasa
Melayu tidak dapat lagi dipahami oleh penutur baru bahasa Indonesia. Demikian pula
sebaliknya, penutur bahasa Malaysia akan semakin sulit memahami bahasa Indonesia.

Bahasa
Malaysia

Bahasa
Indonesia
Gambar 1. Keadaan saat ini

Bahasa
Malaysia

Bahasa
Indonesia

Gambar 2. Kedaan melemah


Bahasa
Malaysia

Bahasa
Indonesia

Gambar 3. Keadaan perkasa

Tentunya hal ini akan menimbulkan dampak negatif dalam bingkai kebersamaan
antara kedua bangsa yang serumpun. Komunikasi antar negara tetangga (Indonesia, Malaysia,
dan Brunei) sulit berjalan secara berkesan (efektif). Akibatnya, alternatif bahasa komunikasi
5

yang digunakan adalah bahasa Inggris. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan karena
kedua bangsa telah tercerabut dari akar kebudayaannya.
Kalau kedua bangsa hendak memerkasakan bahasanya, maka diperlukan komitmen
kedua bangsa untuk membuat kesepakatan bersama untuk memperkembangkan kedua
bahasa. Melalui MABBIN, para pengambil kebijakan menyusun langkah-langkah ke depan
untuk menyatukan cara menyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dan Melayu.
Berikut adalah contoh penyerapan kata asing yang tidak didasarkan pada
kesepahaman.

Inggris
Exist
Juice
laboratory
paragraph
Slogan
Chaos
Limit
Security

Malaysia
wujud
nira
makmal
perenggan
cogan
gamat
had
cagaran

Indonesia
eksis
jus
laboratorium
paragraf
slogan
kaos
limit
sekuriti

Sumber: Bahasa Menunjukkan Bangsa, 2005

Gambar 3 menggambarkan hasil penyatuan bila ada komitmen bersama antara
pengambil kebijakan bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia. Keadaan itu menunjukkan
besarnya kesamaan dan menipisnya perbedaan kedua bahasa.
Bila ditinjau dari sudut perjalanan waktu, bahasa Melayu sebagai alat komunikasi di
Nusantara pernah menduduki tempat strategis. Bahasa Melayu dijadikan bahasa administrasi
oleh pemerintah Hindia Belanda dan diajarkan di sekolah-sekolah serta digunakan dalam
buku-buku terbitan Balai Pustaka. Di samping itu, bahasa Melayu digunakan secara luas
sebagai lingua franca oleh surat-surat kabar dan majalah. Singkatnya, bahasa Melayu
merupakan bahasa yang cukup perkasa sbagai alat komunikasi antar suku bangsa di
Nusantara.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, bangsa Indonesia dan Malaysia masingmasing mengembangkan bahasanya dengan kekhasannya sendiri-sendiri, sehingga lambat
laun penutur generasi baru Indonesia semakin terasing dari bahasa Melayu. Bahkan, sikap
terkini bangsa Indonesia tampak kurang mengakui bahwa bahasa Indonesia bersumber dari
bahasa Melayu. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Indonesia, tidak
6

menyebutkan sama sekali bahwa bahasa Indonesia itu bersumber dari bahasa Melayu.
Padahal bahwa yang menjadi sumber bahasa Indonesia itu adalah bahasa Melayu dinyatakan
secara gamblang dalam keputusan Kongres Bahasa indonesia yang Kedua yang
diselenggarakan di Medan tahun 1954 (Rosidi, 2011:110). Keadaan itulah yang melemahkan
kedudukan bahasa Melayu di Indonesia. Bila keadaan ini dibiarkan, maka kesenjangan antara
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu akan semakin lebar.
Gambar 4 menggambarkan pemerkasaan bahasa Melayu yang dapat ditempuh melalui
3 paradigma peta kinerja, yaitu peta kinerja yang ditunjukkan pada kurva 1 dan 2. Peta
kinerja pada kurva 1 menunjukkan bahwa pemerkasaan bahasa Melayu tidak dilakukan apaapa. Kedua bahasa dibiarkan berkembang secara sendiri-sendiri, sehingga derajat kesamaan
kedua bahasa menjadi semakin tipis. Penutur generasi baru bahasa Indonesia tidak mengenal
lagi bahwa bahsa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu. Sebaliknya, penutur generasi
baru Malaysia dan Brunei mungkin tidak melihat lagi bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
serumpun dengan bahasanya.
Peta kinerja pada kurva 2 menunjukkan bahwa tindakan yang ditempuh untuk
memerkasakan bahasa Melayu dilakukan secara intensif.
kurva 2 menunjukkan pemerkasaan

Paradigma peta kinerja pada

bahasa Melayu yang lebih intensif sejak dari awal

tindakan, tetapi memerlukan usaha maksimal dan biaya yang lebih besar. Paradigma peta
kinerja ini merupakan paradigma unggulan untuk memperkembangkan bahasa Melayu secara
maksimal dan diharapkan capaian kemajuannya sama dengan kondisi sebelum tahun 1945.

Jumlah penutur ( % )

perkasa

2

melemah
1
1945

2011
Tahun
Gambar 4. Gambaran tingkat keperkasaan bahasa Melayu

7

D. Simpulan dan Saran
Simpulan

Seiring dengan dahsyatnya serangan globalisasi terhadap bahasa Melayu, yang
memungkinkan terancamnya keberadaan bahasa Melayu, diperlukan usaha maksimal untuk
memerkasakannya. Usaha-usaha maksimal itu tidak hanya diarahkan pada pelestarian bahasa
melayu, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu membuat bahasa Melayu lebih diperkasakan. Dengan
kata lain, diperlukan penciptaan kondisi untuk membuat bahasa Melayu berkembang dan
perkasa guna mengembalikan eksistensi bahasa Melayu sebagaimana keadaannya sebelum
tahun 1945.
Model pemerkasaan bahasa Melayu yang ditawarkan di sini diyakini dapat
mengantisipasi perbedaan yang semain tajam antara bahasa Melayu dan Bahasa ndonesia dan
mengimbangi dampak negatif pengaruh luar. Untuk memerkasakan bahasa Melayu secara
maksimal diperlukan upaya dan pengondisian yang lebih optimal berdasarkan paradigma peta
kinerja pada kurva 2 pada gambar 4. Perealisasiannya dilaksanakan melalui aktivitas yang
bersifat terencana, konsisten atau terus-menerus, dan dievaluasi secara berkala.

Saran
Untuk memperlengkapi kebutuhan penyatuan bahasa bagi generasi baru penutur
bahasa Melayu, diperlukan kamus umum yang berisi a) kosa kata yang sama dengan makna
yang sama ketiga bangsa; b) dan kosa yang sama dengan makna yang berbeda; c) kosa yang
berbeda untuk makna yang sama; dan d) kosa yang berbeda untuk makna yang berbeda.
Kamus tersebut juga bertujuan menjadi pegangan bagi penulis buku Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas yang dapat berlaku bagi bangsa Melayu
pada umumnya. Buku yang digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia dapat pula digunakan
oleh sekolah-sekolah di Malaysia dan Brunei Darussalam. Dengan demikian, bahasa Melayu
diharapkan akan semakin perkasa.

8

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan Brunei Darussalam. ( 2003). Kamus Bahasa
Melayu Nusantara. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei
Darussalam.
Munsyi, Alif, Danya. (2005). Bahasa menunjukkan Bangsa. Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia).
Ogata, Katsuhigo. (2004). Modern Control Engineering. Tokyo: Prentice Hall.
Rosidi, Ajip. (2010). Bus, Bis, Bas: Berbagai masalah bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka
Jaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu

Biodata:
1. Dr. Mashadi Said meraih gelar Doktor dalam pendidikan bahasa Inggris dari
Universitas Negeri Malang pada tahun 1998. Mashadi telah melakukan penelitian
dalam bidang kebudayaan nusantara dan telah menyajikan makalah dalam bidang
bahasa dan budaya, khususnya dalam pemerkasaan bahasa daerah, bahasa nusantara,
kearifan lokal.
Alamat: Sekretariat Jurusan, Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma Jakarta, Jalan
Akses Kelapa Dua, Depok, INDONESIA 16424, Telp. +628128230874.
2. Dr-Ing Farid Thalib meraih
Universitas Siegen, Jerman
pendidikan dalam teknolohi
menulis makalah dan telah
kebudayaan nusantara.

gelar doktor dalam bidang teknologi informasi dari
pada tahun 1999. Walaupun Farid berlatarbelakang
informasi, ia bersama dengan Mashadi telah banyak
melakukan pembentangan dalam bidang bahasa dan

Alamat: Universitas Gunadarma Jakarta, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi
Informasi, Jalan Margonda Raya, Nomor 100 Depok 16424, INDONESIA. +622178881112, ext. 108. atau +628159266858.

9