Apa Itu Etis Sumber and Artikel Top My S

Apa Itu Etis
Sumber

My Social Blogs

&

Artikel

Top

Penjelasan tentang etika disini akan lebih dalam, tidak sekadar deskripsi umum
tentang organisasi yang etis saja karena etika dalam pekerjaan dan bisnis
meruakanrefleksi dari aspek-aspekyang mempengaruhi idividu atau lingkungan
yang

lebih

luas.

Tulisan ini dimaksudkan bukan untuk memberitahu anda mana yang etis atau

tidak, tetapi untuk membantu kita menentukan bagi kita sendiri dengan cara yang
lebih

baik,

apa

Jadi,

itu

etis

apa

dan

tidak

itu


etis.
etis?

Jawaban singkatnya, sayangnya tidak ada. Tidak ada atran mutlak apa itu etis dan
tidak

etis.

Definisi yang ada selama ini memang dibuat untuk lebih memdahkan pemahaman.
Definisi yang sederhana dan umum dipakai untuk kata etis adalah 'fair' atau 'adil',
dalam pengertian yang luas. Ini tentu bukan definisi ilmiah yang baku, tetapi
sebagaimana akan jelas nanti, bahwa akan sangat sulit mendefinisikannya secara
ilmiah

dan

pasti

tentang


etis

itu.

Contohnya, Undang-undang Perlindungan Konsumen Inggris yang baru dan
efektif berlaku sejak 6 Mei 2008, dimana para pebisnis harus memperhatikan
akibat dari peratran baru itu kalau hendak menjual produk atau jasa kepada
konsumen. Sebelumnya cara-cara yang dipakai sudah dianggap (tetapi hanya
sekedar)

tidak

etis,

tetapi

sekarang

sudah


dijadikan

ilegal.

Definisi menurut English Dictionary menyebutkan:"Ethical - Relating to moral
principles

or

the

branch

of

knowledge

dealing


with

these..."

Yang menarik, definisi itu dilengkapi dengan contoh:"...Benar secara moral:

Dapatkah

bisnis

yang

menguntungkan

bisa

etis?

Moral atau moralitas biasanya muncul dalam upaya merumuskan pengertian etis.
Moralitas itu sendiri didefinisikan oleh Oxford English Dictionary sebagai "....

prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pembedaan antara benar dan salah atau
perilaku baik dan buruk ....," Jelas terlihat definisi tersebut tidak iliah dan pasti.
Bagusnya, kamus tersebut membantu dengan memberikan penjelasan tambahan
tentang

etika,

yang

rangkmannya

begini:

Filosofi etika di dunia Barat secara umum dapat dibagi menjadi 3 tipe:


Kebaikan (virtue) seperti keadilan, kedermawanan dankemurahan hati
yang memberi mafaat bagi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya.
(Berdasarkan ide Aristoteles)




Etika adalah pusat dari moralitas - tugas manusia - berdasarkan pada rasa
hormat dari orang-orang yang rasional terhadap orang yang rasional. (Ini
didukung oleh Kant)



Prinsip yang menjadi panduan, didasarkan pada tindakan yang
menghasilkan kebahagiaan terbesar atau manfaat bagi orang banyak, (Ini
merefer pada utilitarianisme)

Jelas

kan,

kalau

memang


sulit

mendefinisikan

etis

secara

pasti.

Ok, dalam hal yang praktis, diluar apa yang diliputi oleh hukum atau standarstandar yang lain, sesuatu itu dikatakan etis atau tidak oleh masyarakat (media,
pasar, pelanggan, dll), biasanya adalah opini secara umum. Sama seperti halnya
moralitas. Kedua konsep itu - etika dan moralitas - sangat subyektif dan
merupakan refleksi suatu masyarakat dan budaya, dan tentu saja dapat berubah
pengertiannya

sejalan

dengan


waktu

dan

situasi.

Isu atas etika tertentu saat ini ada yang sudah dimasukkan ke dalam peraturan dan
perundangan. Dalah hal seperti itu, etika menjadi pasti (lihat kasus di Inggris
diatas).
Etika yang tidak diatur oleh undang-undang biasanya menjadi persoalan
pertimbangan, khususnya oleh alasan mayoritas, artinyamayoritas orang (secara
siknifinan) memandang atau menentukan apakah sesuatu itu etis atau tidak.
Dalam keidupan atau dunia pekerjaan, opini -terutama dalam skala besar- akan
lebih menentukan dari pada aturan atau hukum, khususnya dalam hubungannya
dengan pasar, publisitas, dan sikap masyarakat, yang berwujud dala perlaku
pelanggan

dan

karyawan.


Misalnya, secara hukum adalah pelanggaran kalau mengendarai mobil agak
sedikit lebih cepat dari batas kecepatan, tetapi kebanyakan orang melihatnya
sebagai dapat diterima, jadi ok-lah (lihat saja di jalan tol kita). Contoh lain adalah
maling

diamuk

massa,

sepeda

motor

jalan

seenaknya,

dll.


Jadi, tapaknya sikap masyarakat lebih berkuasa daripada hukum. Hukum adalah
refleksi dari sikap dan toleransi publik, bukan sebagai akibat darinya.
Jadi jangan sekali-kali menganggap remeh pentingnya pertimbangan etika karena
ia dapat secara subyektif menentukan atau menghakimi, dan sulit memastikannya
secara hukum. Opini publik adalah hukuman paling keras yang tak terampuni.

Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan
Tekno Media Muda Green Jakarta Fiksiana Freez

~Lahir di Kupang -Timor, NTT~ http://jappy.8m.com http://jappy.8k.com
0inShare

Etika, Etiket, Etik, Etis

Etika atau ilmu (keseluruhan pengetahuan dan pemahaman tertulis maupun tidak)
tentang yang baik dan jahat; tentang hak dan kewajiban moral. Etika dihasilkan
oleh kebudayaan; dan etika difungsikan atau sangat berguna dalam hubungan
antar manusia yang berbudaya.
Etika yang difungsikan di dan dalam interaksi sosial menghasilkan hal-hal yang
baik, benar, sopan, beradab, tata tertib, dan lain-lain; atau semua hal yang sesuai
etika.
Hal-hal yang sesuai etika itu disebut etis atau kata-kata dan tindakan-tindakan
yang sesuai dengan azas yang disepakati secara umum.
Etika dan etis hanya dapat terlihat jelas melalui tindakan-tindakan ataupun katakata dari orang yang memilikinya. Jika seseorang tidak mempunyai etika yang
baik, maka ia bertindak tidak etis; dan sebaliknya. Wujud nyata dari etika dan etis
disebut etiket.
Etiket, pada satu sisi, berarti simbol-simbol, lambang-lambang, dan tanda-tanda
yang kelihatan serta menunjukkan kekhasan dari suatu benda ataupun produk;

biasanya, etiket juga menunjukkan isi, kualitas, kapasitas, derta kegunaan dan
mutu atau faedah dari sesuatu.
Di sisi lain, berarti tata cara (adat, sopan santun, perilaku yang baik, kebiasaan,
dan lain-lain) pada masyarakat (yang berbudaya) untuk membangun dan
mempertahankan

hubungan

baik

dengan

sesamanya.

Sehingga, jika etiket hanya dihubungakan dengan perilaku manusia, maka
menunjukkan tampilan diri seseorang; tampilan diri yang memperlihatkan kualitas
hidup dan kehidupan beradab, sopan, santun, perilaku yang baik dan benar,
menarik; sekaligus ramah dan menghargai sesamanya.
Karena etika (dan segala sesuatu yang bertalian dengannya) menyangkut interaksi
antar manusia, maka mengalami perkembangan menjadi etika agama-agama
(Etika Kristen, Etika Islam; Etika Budha, dan seterusnya); etika politik; etika
profesi; etika pelayanan; etika medis; dan lain sebagainya. Kesemuanya itu,
kemudian menghasilkan atau dibentuk suatu kode etik yang lebih spesifik sesuai
bidang masing-masing profesi. Misalnya, kode etik kedokteran; kodek etik
pengacara; kode etik rohaniawan; dan seterusnya.
Lalu, apa gunanya kita (anda dan saya) mengetahui dan memahami semuanya
itu!? Banyak orang tak merasa penting; tapi juga tak sedikit yang sebaliknya.
Hanya manusia anti sosial dan mempunyai kelainan-gangguan jiwa sajalah, yang
tak mau tahu tentang apa itu etika, etik, etiket, etis, dan sejenisnya. Biasanya,
mereka tak mau terikat pada norma-norma (yang baik dan benar) yang berlaku
pada/di/dalam masyarakat. Silahkan anda mencari dan menemukan contoh
di/pada konteks hidup dan kehidupan sehari-hari, pasti bertemu dengan mereka.
Sebaliknya, orang-orang yang normal (jiwa-rohani, walau cacad tubuh), akan
memperhatikan etika, etik, etiket, etis dalam/di/pada sikon hidup dan
kehidupannya. Mereka bisa saja tak bisa menjelaskan maknanya, namun
mempunyai cara hidup dan kehidupan yang berteladan, patut dicontoh. Bahkan,
walaupun bukan siapa-siapa (bukan guru besar, buka pemimpin, bukan tokoh

terkenal, dan lain sebagianya), mereka mampu menciptakan hal-hal yang
bersifat ethos - pathos - logos.

PENJELASAN ISTILAH-ISTILAH ETIKA, ETIS, ETIK, DAN ETIKET
ETIKA, ETIS, ETIK, DAN ETIKET

I. Definisi Etika, Etis, Etik dan Etiket
A. Pengertian Etika
Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata lain
“Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga adat atau cara
hidup (Zubair, 1987:13). Sedangkan Etika menurut para ahli sebagai berikut
(Abuddin, 2000: 88-89):
1. Ahmad Amin berpendapat, bahwa Etika merupakan ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang harus diperbuat.
2. Soegarda Poerbakawatja mengartikan Etika sebagai filsafat nilai,
kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan
merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
3. Ki Hajar Dewantara mengartikan Etika merupakan ilmu yang mempelajari
soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semaunya,
teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat

merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang
dapat merupakan perbuatan.
Adapun Perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘Etika’
yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa
Indonesia

yang

baru.

Dalam

Kamus

Bahasa

Indonesia

yang

lama

(Poerwadarminta, sejak 1953-mengutip dari Bertens, 2000), Etika mempunyai arti
sebagai: “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘Etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu Etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita
misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia
bisnis Etika merosot terus” maka kata ‘Etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti
yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok
karena maksud dari kata ‘Etika’ dalam kalimat tersebut bukan Etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat’. Jadi arti kata ‘Etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘Etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti
dan susunannya menjadi seperti berikut :

1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang Etika orang Jawa, Etika agama Budha,
Etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan Etika di sini bukan Etika
sebagai ilmu melainkan Etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilainilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu
masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
B. Pengertian Etis
Menurut Kamus Bahasa Indonesia
1. Berhubungan (sesuai) dengan Etika;
2. Sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum.
C. Pengertian Etik
Menurut Kamus Bahasa Indonesia
1. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
2. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

D. Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”,
yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

II. Etika Guru Dalam Profesionalisme Pendidikan
A. Pengertian Guru
Guru adalah Orang yang mengajar. Perkataan guru adalah hasil gabungan dua
suku kata yaitu `Gu’ dan `Ru’. Dalam bahasa jawa, Gu diambil daripada perkataan
gugu bermakna boleh dipercayai sedangkan Ru diambil daripada perkataan tiru
yang bermaksud boleh diteladani atau dicontohi. Jadi yang dimaksud dengan
GURU adalah seseorang yang boleh ditiru perkataannya, perbuatannya, tingkah
lakunya, pakaiannya, amalannya dan boleh dipercayai amanahnya yang
dipertanggungjawabkan kepadanya untuk dilakukan dengan jujur.
B. Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian
yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih
luas menjadi: kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang
dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi
berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus
dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

Jabatan guru sebagai suatu profesi. Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi
karena menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar,
mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat
memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan
lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda
dari pekerjaan lain. Menurut artikel “The Limit of Teaching Proffesion,” profesi
guru termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hokum.
Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan
manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya
menyadari bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya; ia dan keluarganya harus
hidup akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah
yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani
sesama.
Di lain pihak profesi guru juga disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini,
perlu disadari bahwa seorang guru dalam melaksanakan profesinya dituntut
adanya budi luhur dan akhlak yang tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat
dianggap wajib juga membantu tanpa imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain
hakikat profesi luhur adalah pengabdian kemanusiaan.
C. Dua Prinsip Etika Profesi Luhur
Tuntutan dasar Etika profesi luhur adalah sebagai berikut :
1. Ialah agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Dr. B. Kieser menuliskan:
“Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut
keyakinan orang dan menurut aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para
profesional wajib membaktikan keahlian mereka semata-mata kepada
kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung ruginya
sendiri. Sebaliknya, dalam semua Etika profesi, cacat jiwa pokok dari
seorang profe-sional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya
sendiri di atas kepentingan kliennya.”

2. Adalah bahwa para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan
atau pedoman yang ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar
kepercayaan para klien tidak disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita
kenal sebagai kode etik. Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi
luhur menuntut seseorang untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan
apapun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.
Singkatnya jabatan guru juga merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi
ini tidak sama seperti profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan
bahwa profesi guru adalah profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini
wajib menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk
mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik
yang telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
D. Tuntutan Seorang Guru
Di atas telah dijelaskan tentang mengapa profesi guru sebagai profesi khusus dan
luhur. Berikut akan diuraikan tentang dua tuntutan yang harus dipilih dan
dilaksanakan guru dalam upaya mendewasakan anak didik. Tuntutan itu adalah:
1. Mengembangkan visi anak didik tentang apa yang baik dan mengembangkan
self esteem anak didik.
2. Mengembangkan potensi umum sehingga dapat bertingkah laku secara kritis
terhadap pilihan-pilihan. Secara konkrit anak didik mampu mengambil keputusan
untuk menentukan mana yang baik atau tidak baik.
Apabila seorang guru dalam kehidupan pekerjaannya menjadikan pokok satu
sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang terjadi pada anak didik adalah suatu
pengembangan konsep manusia terhadap apa yang baik dan bersifat eks-klusif.
Maksudnya adalah bahwa konsep manusia terhadap apa yang baik hanya
dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada pada diri siswa sehingga tidak
terakomodir konsep baik secara universal. Dalam hal ini, anak didik tidak

diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik tidak hanya bertitik tolak
pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep ini dari orang lain atau
lingkungan sehingga menutup kemungkinan akan timbulnya visi bersama
(kelompok) akan hal yang baik.
Berbeda dengan tujuan yang pertama, tujuan yang kedua lebih menekankan akan
kemampuan dan peranan lingkungan dalam menentukan apa yang baik tidak
hanya berdasarkan pada diri namun juga pada orang lain berikut akibatnya. Di lain
pihak guru mempersiapkan anak didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam
mengembangkan visi apa yang baik secara konkrit dengan penuh rasa tanggung
jawab di tengah kehidupan bermasyarakat sehingga pada akhirnya akan
terbentuklah dalam diri anak “sense of justice” dan “sense of good”. Komitmen
guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar yang kedua lebih lanjut
diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas terhadap apa yang ditentukan oleh
lembaga (sekolah). Sekolah selanjutnya akan mengatur guru, KBM dan siswa
supaya mengalami proses belajar-mengajar yang berlangsung dengan baik dan
supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun demikian, sekolah juga perlu
memberikan kebebasan bagi guru untuk mengembangkan, memvariasikan,
kreativitas dalam merencanakan, membuat dan mengevaluasi sesuatu proses yang
baik (guru mempunyai otonomi). Hal ini menjadi perlu bagi seorang yang
profesional dalam pekerjaannya.
E. Etika Keguruan
Sebenarnya kode Etika pada suatu kerja adalah sifat-sifat atau ciri-ciri vokasional,
ilmiah dan aqidah yang harus dimiliki oleh seorang pengamal untuk sukses dalam
kerjanya. Lebih ketara lagi ciri-ciri ini jelas pada kerja keguruan. Dari segi
pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas yang
dipikulkan kepadanya oleh Allah SWT pertama sekali dalam masyarakat Islam
dan seterusnya di dalam masyarakat antara-bangsa maka haruslah guru itu
memiliki sifat-sifat yang berikut:

1. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan
(Rabbani), seperti disebutkan oleh Allah SWT dalam Firman-Nya :
‫ل‬
‫حك نلم لوالن لدبد لولة ث دمل ي لدقنودل كلل لناكس ك دنودنوا ن كعلباددا كللى كمن ددنوكن اللكه لول لككنن‬
‫ب لوال ن د‬
‫لما لكالن لكبللشرر أن ي دنؤكتي لده اللده ال نككلتا ل‬
‫ب لوكبلما ك دنمتدنم تلنددردسولن‬
‫ك دنودنوا ن لر لباكن كي لي نلن كبلما ك دن نتدنم تدلعلك لدمنولن ال نككلتا ل‬
Artinya : Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al
kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (Dia
berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (ialah orang yang
Sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT), Karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Q.S. AlImram : 79).
2. Bahwa ia mempunyai persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmuilmu pengkhususannya seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan
dunia dalam bidang pengkhususannya.
3. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya dengan
tujuan mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta
melaksanakannya.
4. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada
pemikiran murid-murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.
5. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah
tingkah lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan
anggota-anggota masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi Saw,
“Iman itu bukanlah berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan
membuktikan dengan amal”.

6. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan
menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahwa
guru dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.
7. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid
ke arah yang dikehendaki.
8. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat
mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.
9. Bahwa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia
mengutamakan yang benar. Seperti makna firman Allah SWT dalam surah alMaidah ayat ke 8,
‫عكددلوا ن دهلو‬
‫عللى أ لل ل تلنعكددلوا ن آ ن‬
‫جكرلمن لك دنم لشن للئادن لقنورم ل‬
‫ي لأ لي لدلها ال لكذي نلن لءالمدنوا ن ك دنودنوا ن لق لواكمي نلن لكل لكه دشلهلدآلء كبال نكقنسكط لول ل ي ل ن‬
‫ل‬
‫ب كللت لنقلوى لوآت لدقوا ن آللله كإ لن اللله لخكبي نرر كبلما تلنعلمل دنولن‬
‫أنقلر د‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah : 8).
Inilah sifat-sifat terpenting yang patut dipunyai oleh seorang guru Muslim di atas
mana proses penyediaan guru-guru itu harus dibina. Buku-buku pendidikan telah
juga memberikan ciri-ciri umum seorang guru, ciri-ciri itu tidak keluar dan sifatsifat berikut:
1. Tahap pencapaian ilmiah
2. Pengetahuan umum dan keluasan bacaan
3. Kecerdasan dan kecepatan berfikir

4. Keseimbangan jiwa dan kestabilan emosi
5. Optimisme dan Antusiasme dalam pekerjaan
6. Kekuatan sahsiah
7. Memelihara penampilan (mazhar)
8. Positif dan semangat optimisme
9. Yakin bahwa ia mempunyai risalah
Dari uraian di atas jelaslah bahwa seorang guru Muslim memiliki peranan bukan
saja di dalam sekolah, tetapi juga diluarnya. Oleh yang demikian menyiapkannya
untuk di dalam sekolah dan di luar sekolah. Tanggungjawab ini harus dipikul
bersama

oleh

institusi-institusi

penyiapan

guru

seperti

fakultas-fakultas

pendidikan dan maktab-maktab perguruan bersama-sama dengan masyarakat
Islam sendiri, sehingga guru-guru yang dihasilkannya adalah guru yang soleh,
membawa perbaikan (muslih), memberi dan mendapat petunjuk untuk menyiarkan
risalah pendidikan Islam.
III. Etika Guru Dalam Pendidikan Islam
Istilah Etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh para
ilmuan barat. Bila Etika barat sifatnya ”antroposentrik” (berkisar sekitar
manusia), maka Etika islam bersifat ”teosentrik” (berkisar sekitar Tuhan). Dalam
Etika Islam suatu perbuatan selalu dihubungkan dengan amal saleh atau dosa,
dengan pahala atau siksa, dengan surga atau neraka (Musnamar, 1986: 88).
Dipandang dari segi ajaran yang mendasari Etika Islam tergolong Etika teologis.
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub pengertian Etika teologis ialah yang menjadi
ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan.
Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala

perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk (Ya’qub, 1985:
96).
Karakter khusus Etika Islam sebagian besar bergantung kepada konsepnya
mengenai manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri,
dengan alam dan masyarakat (Naquib,1993: 83).
Al-Quran dan Al-Hadits adalah dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu
dirujuk setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian asfek
kehidupan yang sangat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi
muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Quran dan As-Sunnah adalah
pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh
nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Persepsi atau gambaran masyarakat
tentang

pribadi

muslim

memang

berbeda-beda.

Bahkan

banyak

yang

pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada
orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyahnya saja. Padahal,
itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus
melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan, setidaknya ada
sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim antara
lain :
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih).
Salimul Aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan
aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah
SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan
ketentuan-ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan
segala perbuatannya kepada Allah. Firman-Nya ;
‫ب ال نلعال لكمي نلن‬
‫دقنل كإ لن لصل لكتى لون ددسككى لولم ن‬
‫حليالي لولملماكتى ل لل لكه لر ك ل‬

Artinya : “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Q.S. Al-An’am : 162).
Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada
masa awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW
mengutamakan pembinaan Aqidah, Iman dan Tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar).
Shahihul Ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting.
Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat
aku shalat“. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW
yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh).
Matinul Khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap
muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah SWT maupun dengan makhlukmakhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya,
baik di dunia apalagi di akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah
SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman :
‫عكظي نرم‬
‫لوكإن للك ل للعللى دخل درق ل‬
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”
(Q.S. Al-Qalam : 4).
4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani).
Qowiyyul Jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada.
Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga

dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat.
Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Karena kekuatan
jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. (HR.
Muslim)
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir).
Mutsaqqoful Fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting.
Karena itu salah satu sifat Rasul adalah Fathonah (cerdas). Di dalam Islam, tidak
ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman
dan keilmuan yang luas. Allah SWT berfirman :
Artinya : (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran”. (Q.S. Az-Zumar : 9).
6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu).
Mujahadatul Linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri
seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik
dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari
yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.

Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa
nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk
pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang
aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)
7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu).
Harishun Ala Waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena
waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah
SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu
seperti Wal Fajri, Wad Dhuha, Wal Asri, dan seterusnya.
Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni
24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung
dan tidak sedikit manusia yang rugi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut
untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan
penggunaan yang efektif, tidak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung
oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang
lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda
sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fii Syuunihi (teratur dalam suatu urusan).
Munazhzhaman Fii Syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang
ditekankan oleh Al-Quran maupun As-Sunnah. Oleh karena itu dalam hukum
Islam, baik yang terkait dengan masalah Ubudiyah maupun Muamalah harus
diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi
cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara proffesional. Apapun yang
dikerjakan,

profesionalisme

selalu

diperhatikan.

Bersungguh-sungguh,

bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan
hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri).
Qodirun Alal Kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim.
Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan
berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki
kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tidak sedikit seseorang mengorbankan
prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi. Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh
saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan
umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh
karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun
hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptidakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut
memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya
mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil
dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain).
Nafi’un Lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat
yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada,
orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang
muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan
berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik
dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR.
Qudhy dari Jabir).

Menurut Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik islam, bebera hal tersebut adalah adab atau Etika bagi alim / para guru.
Paling tidak menurut Hasyim Asya;ri ada dua puluh Etika yang harus dipunyai
oleh guru ataupun calon guru diantaranya :
1. Selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun,
bagaimanapun dan dimanapun.
2. Mempunyai rasa takut kepada Allah, takut atau khouf dalam keadaan
apapun baik dalam gerak, diam, perkataan maupun dalam perbuatan.
3. Mempunyai sikap tenang dalam segala hal.
4. Berhati-hati atau wara’ dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
5. Tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga
dikatakan rendah hati.
6. Khusyu’ dalam segala ibadahnya.
7. Selalu berpedoman kepada hukum Allah dalam segala hal.
8. Tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.
9. Tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia.
10. Zuhud, dalam segala hal.
11. Menghindari pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.
12. Menghindari tempat–tempat yang dapat menimbulkan maksiat.
13. Selalu menghidupkan syi’ar islam.
14. Menegakkan sunnah Rasul.

15. Menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.
16. Bergaul dengan sesama manusia secara ramah,
17. Menyucikan jiwa.
18. Selalu berusaha mempertajam ilmunya.
19. Terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik. Selalu mengambil ilmu
dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.
20. Meluangkan waktu untuk menulis atau mengarang buku.
Dengan memiliki dua puluh Etika tersebut diharapkan para guru menjadi pendidik
yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan anak didik. Di sisi lain, ketika
pendidik mempunyai Etika, maka yang terdidik pun akan menjadi anak didik yang
beretika juga, karena keteladanan mempunyai peran penting dalam mendidik
akhlak anak. Untuk itu perlu kiranya para calon pendidik maupun yang telah
menjadi pendidik untuk memiliki etika tersebut.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian atau dari teori-teori para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia dan
merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Penilaian
baik dan buruk tersebut berdasarkan pendapat akal pikiran dan bimbingan A;Quran juga As-Sunnah.
Dan jika makna Etika dihubungkan dengan pendidikan Agama Islam atau Etika
Pendidikan Agama Islam merupakan Etika yang lebih mengarah atau mangacu
kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan
memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang
dipandang baik dalam lingkungan masyarakat.

Dalam dunia Pendidikan ada yang namanya kode etik guru. Kode etik guru
diartikan sebagai aturan tata susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang
keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat dari segi susila.
Dengan demikian kode etik guru merupakan norma secara formal dalam mengatur
tingkah laku guru. Karena guru sebagaimana kita ketahui merupakan suri tauladan
bagi siswa atau peserta didiknya.
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya merupakan penampilan lain dari
kepribadiannya. Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan
yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah
orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Cara guru
berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul juga merupakan penampilan
kepribadian lain, yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik.

Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati
Nurani
I. Kebebasan
Di antara masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari sejak dahulu
hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan
kehendak dan kemauan.
Dalam kaitannya dengan keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat
yang

mengatakan

bahwa

manusia

memiliki

kebebasan

yang

akan

dilakukannya sendiri. Sementara golongan yang menyatakan bahwa manusia
tidak memiliki kebebesan juga akan di bahas di sini dengan menentukannya
secara proporsianal.
Kebebasan sebagaimana dikemukukun oleh Achmad Charis Zubair adalah
terjadinya apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak di batasi
oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain.

Paham di sebut bebas negative, karena hanya dinyatakan bebas dari apa,
tetapi tidak di tentukan bebas untuk apa.
Seseorang di sebut bebas apabila :


dapat menentukan sendiri tujuan-tujuan dan apa yang di lakukannya.



dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang ada baginya.



tidak di paksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang akan di pilihnya
sendiri ataupun di cegah dari berbuat apa yang di pilih sendiri, oleh
kehendak orang lain, negara atau kekuasaan apapun.
Selain itu kebebasan meliputi segala macam perbuatan manusia, yaitu
kegiatan yang di sadari, disengaja dan dilakukun demi suatu tujuan yang
selanjutnya di sebut tindakan.
Dilihat dari segi sifatnya kebebasan dapat di bagi tiga yaitu :
a. kebebesan jasmani
Yaitu kebebasan untuk mrnggerakkan dan mempergunakan
anggota badan yang kita miliki.
b. kebebesan rohaniah.
Yaitu kebebasan menghendaki sesuatu.Jangkauan kebebasan
kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk berpikir,karena
manusia dapat memikirkan apa saja.
c. kebebasan moral
Dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman,
tekanan,larangan dan desakan lain yang tidak sampai berupa
paksaan fisik.sedangkan dalam arti sempit dikatakan bahwa

kebebasan yaitu bebas berbuat apabila terdapat kemungkinankemungkinan untuk berbuat.
Paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat al-Quran.
Perhatikan ayat di bawah ini yang artinya :
I.Q.S Al-Kahfi : 29
Artinya : “ katakanlah kebenaran datang dari tuhanmu, siapa yang mau
percaya percayalah ia, siapa yang tidak mau janganlah ia percaya “.
II.Q.S Fushilat 41;40
Artinya; “Buatlah apa yang kamu kehendaki,sesungguhnya Ia melihat apa
yang kamu perbuat.”

II.Tanggung jawab
Bertanggung jawab merupakan sikap moral yang dewasa. Dan tak
mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan, maka disinilah letak
hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab.
Selanjutnya kebebasan mengandung beberapa arti diantaranya :
a. kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri
b. kemampuan untuk bertanggung jawab.
c. Kedewasaan manusia.
d. Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukun tujuan
hidupnya.

Sejalan dengan adanya kebebasan atau kesengajaan, orang akan
bertanggung jawab atas tindakannya yang di sengaja dan berarti bahwa ia harus
dapat mengatakan dengan jujur bahwa tindakannya itu sesuai dengan penerangan.
Orang yang melakukan perbuatan tapi dalam keadaan tidur atau mabuk dan
semacamnya tidak dapat di katakana sebagai perbuatan yang dapat di pertanggung
jawabkan karena perbuatan tersebut tidak dilakukan berdasarkan akal sehatnya.
Selain itu tanggung jawab erat hubungannya dengan hati nurani atau intuisi yang
ada dalam diri manusia yang selalu menyuarakan kebenaran.

III.Hati nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu
cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Hati nurani
menjadi salah satu pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada
dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau
membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada
hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.
Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah
tanggung jawab, yaitu bahwa kebebasan yang yang di perbuat itu secara
hati nurani dan moral harus dapat di pertanggung jawabkan.

IV.Hubungan kebebasan, hati nurani dan akhlak.
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki
atau perbuatan yang dapat di nilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut di
lakukan atas kemauan dan kesadaran sendiri bukan karena paksaan dan
bukan pula di buat-buat dan di lakukan dengan tulus ikhlas.

Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu ialah perbutan
yang di lakukan dengan sengaja secara bebas. Selanjutnya perbuatan
akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan karena
paksaan. Perbuatan seperti inilah yang dapat dimintai pertanggung
jawabannya dari orang yang melakukannya.dengan demikian kita dapat
melihat pentingnya hubungan tanggung jawab dengan akhlak.
Maka dapat di simpulkan bahwa kebebasan, tanggung jawab dan
hati nurani adalah merupakan factor-faktor dominan yang menentukan
suatu perbuatan dapat di katakan sebagai perbuatan akhlak.