Makalah tentang Zakat Puasa dan Haji seb

DEFINISI ZAKAT PUASA DAN HAJI*
(Sebuah Pengantar Singkat)
* arsip tugas kuliah tahun 2008
Awax Badan | Hompage: http://mbegedut.blogspot.com/

I.

ZAKAT

a. Pengertian
Zakat adalah memberikan harta apabila telah mencapai
satu nisab dan haul kepada orang yang berhak menerimanya
dengan syarat-ayarat tertentu. Niasab adalah ukuran tertentu
dari harta yang dimiliki yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Sedangkan haul adalah genap satu tahun.1
Zakat merupakan pembersihan dan penyucian terhadap
jiwa seorang hamba Allah, sebagaimana firman Allah yang
artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu memberikan dan mensucikan mereka. (Q.S. atTaubah: 103)
Sulaiman Rasjid dalam bukunya fiqih islam menyebutkan
‘zakat menurut istilah agama Islam adalah kadar harta yang

tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya,
dengan beberapa syarat.2
b. Macam-macam Zakat
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan saat menjelang
hari raya idul fitri. Adapun banyaknya membayar zakat fitrah
adalah 3,1 liter dari makanan yang mengenyangkan menurut
tiap-tiap tempat (negara).
2. Zakat Mal
Zakat mal adalah zakat yang berkaitan dengan harta
benda
Macam zakat mal:
 Zakat binatang ternak.
 Zakat emas dan perak.
 Zakat tanaman.
 Zakat perniagaan atau perdagangan.
 Zakat biji dan buah-buahan.
Orang-orang yang berhak menerima zakat:
1 Suryana, Toto A. (1997). Pendidikan Agama Islam. Bandung; CV. Mutiara. Hal; 118.
2 Rasjid, Sulaiman. (1954). Fiqih Islam. Yogyakarta; CV. Sinar baru. Hal; 192.


1









II.

Fakir.
Miskin.
Amil.
Muallaf.
Gharim.
Sabilillah.
Ibnu sabil.


3

PUASA

a. Pengertian
Salah satu ibadah wajib dalam Islam adalah puasa, yang
dalam bahasa Arab disebut ‘shaum’ atau ‘shiyam’, yang
mempunyai arti menahan diri. Dalam kitab-kitab fiqih, puasa
diartikan ‘Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh,
mulai dari terbit fajar hingga maghrib (terbenam matahari)
karena mengharap ridho Allah dan untuk menyiapkan diri
bertaqwa kepadanya dengan jalan mendekatkan diri dan
mendidik (mengarahkan) kehendak.
Sulaiman Rasjid dalam Fiqih Islam menyebutkan. Puasa
adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya,
satu hari lamanya, muali terbit fajar hingga terbenam matahari
dengan niat dan beberapa syarat.
Firman Allah:
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari

benang hitam, yaitu fajar.” (Q.S. al-Baqarah:187)
Sabda Rasulullah Saw:
“Dari Ibn Umar. Ia berkata, ‘saya telah mendengar Nabi besar
Saw. Bersabda, apabila malam datang, siang lenyap, dan
matahari telah terbenam, maka telah datang waktu berbuka bagi
orang yang puasa.” (H.R. Bkhari dan Muslim)
Puasa tidak hanya diwajibkan kepada Nabi Muhammad dan
umatnya, namun juga diwajibkan kepada para Nabi sebelumnya.
Karena itu syariat puasa juga menjadi syariat para Nabi dan
umat-umat terdahulu. Hanya saja dalam pelaksanaannya
terdapat perbedaan-perbedaan.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa.” (Q.S. al-Baqarah:183).
3 Ibrahim, Muhammad A. (1981). Fiqih Wanita. Semarang; CV. Asyifa’. Hal; 180­185 & 213.

2

b. Macam Puasa

Puasa ada empat macam;
 Puasa wajib.
 Puasa sunnah.
 Puasa makruh.
 Puasa haram.
c. Syarat Wajib Puasa

Berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa.

Balig.

Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya
karena sudah tua atau sakit, tidak wajib mengerjakan
puasa.
d. Syarat Syah Puasa
 Islam. Orang yang beragama selain islam tidak syah puasa.
 Mumayyiz (dapat membedakan yang baik dengan yang
tidak baik).
 Suci dari haid dan nifas. Orang yang haid ataupun nifas itu
tidak sah berpuasa, tetapi keduanya wajib untuk menqada

puasa sebanyak puasa yang telah ditinggalkan.
 Dikerjakan dalam waktu yang diperbolehkan untuk
berpuasa. Dilarang berpuasa pada dua hari raya dan hari
tasyriq.
Sabda Rasulullah Saw:
“Dari Anas, ‘Nabi telah melarang berpuasa lima hari dalam satu
tahun; hari raya idul fitri, hari raya haji, tiga hari tasyriq (tanggal
11,12,dan 13 bulan haji).” (H.R. Daruqutni).
e. Rukun Puasa
 Niat pada malam hari, yaitu setiap malam selama bulan
ramadhan.
Sabda Rasulullah Saw:
“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum
fajar terbit, maka tiada puasa baginya.” (riwayat lima imam ahli
hadits)
Kecuali puasa sunnah, boleh berniat pada siang hari, asal
sebelum zawal (matahari condong ke barat).
“Dari Aisyah, ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah Saw, datang
(ke rumah saya). Beliau bertanya; Adakah makanan padamu?
Saya menjawab, ‘tidak ada apa-apa.’ Beliau lalu berkata; kalau


3

begitu baiklah sekarang saya puasa.’ Kemudian pada hari lain
beliau datang pula. Lalu kami berkata, ‘Ya Rasulullah, kita telah
diberi hadiah kue haisun.’ Beliau berkata, ‘mana kue itu?
Sebenarnya saya dari pagi puasa.’ Lalu beliau makan kue itu.”
(Riwayat jamaah ahli hadis, kecuali bukhari)
 Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit
fajar hingga terbenamnya matahari.
f. Sunnah-sunnah Puasa
 Menyegerakan berbuka puasa.
 Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan
air.
 Berdoa sewaktu berbuka puasa
 Makan sahur, dengan maksud supaya menambah kekuatan
ketika puasa.
 Mengakhirkan makan sahur.
 Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang
puasa.

 Memperbanyak sedekah.
 Memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya
(belajar atau mengajar) karena mengikuti perbuatan
Rasulullah Saw.
g. Perkara yang Membatalkan Puasa
 Makan dan minum. Makan dan minum yang membatalkan
puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalau tidak
sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.
 Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali
ke dalam.
 Bersetubuh.
 Keluar darah haid atau nifas.
 Gila. Bilamana itu terjadi pada siang hari, maka batallah
puasa.
 Keluar mani dengan sengaja.4

III. HAJI
a. Pengertian
Kata haji berasal dari bahasa arab ‘al-hajj’ yang berarti ‘alqashdu’ (menuju atau menziarahi) suatu tempat. Para ulama fikih
4 Rasjid, Sulaiman. (1954). Fiqih Islam. Yogyakarta; CV. Sinar baru. Hal; 220­240.


4

mendefinisikan haji sebagai perjalanan mengunjungi ka’bah
untuk beribadah dengan cara tertentu, dalam waktu tertentu dan
pada tempat-tempat tertentu. Para ulama sepakat bahwa
perintah ibadah haji itu dimulai pada zaman Nabi Ibrahim a.s.
setelah selesai membangun ka’bah dengan beberapa alasan,
antara lain firman Alaah dalam surat al-Baqarah ayat 125:
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:
‘bersikanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang
I’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.”
Sulaiman
Rasjid
dalam
fiqih
islam
menyebutkan
bahwasannya kata haji (asal ma’nanya) adalah menyengaja
sesuatu. Sedangkan menurut syara’ adalah sengaja mengunjungi

ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat
tertentu.
b. Syarat-syarat wajib Haji

Islam (tidak wajib dan tidak sah hajinya orang selain
Islam).

Berakal.

Balig.

Kuasa.(tidak wajib haji bagi orang yang tidak
mampu).
c. Rukun Haji
 Ihram (berniat melakukan haji ).
 Hadir di Padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu
mulai dari tergelincir matahari tanggal 9 sampai terbit fajar
tanggal 10 bulan dzul hijjah. Artinya, orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji wajib berada di Padang Arafah
pada waktu tersebut.

 Tawaf Ifadah.
 Sa’I (berlari-lari kecil di antara bukit Safa dan Marwah).
d. Wajib Haji
 Ihram dari miqat
 Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam, di malam
hari raya haji sesudah hadir di padang arafah.
 Melempar jumrah ‘Aqabah pada hari raya haji.
Sabda Rasulullah Saw:
“Dari Jabir. Ia berkata, ‘saya melihat Nabi Saw. Melempar jumrah
dari atas kendaraannya pada hari raya, lalu beliau bersabda,
‘Hendaklah kamu turut cara ibadah seperti yang aku kerjakan

5

ini, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, apakah aku
akan dapat mengerjakan haji lagi sesudah ini.” (H.R. Muslim dan
Ahmad)
 Melontar tiga jumrah.
 Bermalam di Mina.
 Tawaf wada’ (tawaf sewaktu akan meninggalkan Makkah).
 Menjauhkan diri dari segala larangan atau yang
diharamkan.
e. Sunnah-sunnah Haji
 Mengerjakan hai dengan cara Ifrad.
 Membaca talbiyah dengan suara yang keras bagi laki-laki
dan sekadar terdengar oleh telinganya sendiri bagi
perempuan.
 Berdoa sesudah membaca talbiyah.
 Membaca zikir sewaktu tawaf.
 Shalat dua rakaat sesudah tawaf.
 Masuk ke Ka’bah.
f. Tahallul (penghalalan beberapa larangan)
Adapun perkara yang apabila dikerjakan maka beberapa
larangan akan menjadi halal itu ada tiga:
1.
Melontar jumrah ‘aqabah pada hari raya haji.
2.
Mencukur atau menggunting rambut.
3.
Tawaf yang diiringi dengan sa’i, kalau ia
belum sa’i sesudah tawaf qudum.
Apabila dua perkara di antara tiga perkara tersebut telah
dikerjakan, halallah baginya beberapa larangan berikut ini:

Memakai pakaian berjahit.

Menutup kepala bagi laki-laki dan
menutup muka tapak tangan bagi perempuan.

Memotong kuku.

Memakai
wangi-wangian,
berminyak
rambut, dan memotongnya kalau ia belum bercukur.

Berburu dan membunuh binatang yang
5
liar.

IV.

KESIMPULAN

5 Ibid.

6







Zakat adalah memberikan harta apabila telah
mencapai satu nisab dan haul kepada orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-ayarat tertentu. Niasab adalah
ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Sedangkan haul adalah genap satu
tahun.
Zakat merupakan pembersihan dan penyucian terhadap jiwa
seorang hamba Allah, sebagaimana firman Allah yang artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu memberikan dan mensucikan mereka. (Q.S. at-Taubah:
103)
Dalam kitab-kitab fiqih, puasa diartikan ‘Menahan diri
dari makan, minum dan bersetubuh, mulai dari terbit fajar
hingga maghrib (terbenam matahari) karena mengharap ridho
Allah dan untuk menyiapkan diri bertaqwa kepadanya dengan
jalan mendekatkan diri dan mendidik (mengarahkan)
kehendak.
Sulaiman Rasjid dalam Fiqih Islam menyebutkan. Puasa adalah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, satu
hari lamanya, muali terbit fajar hingga terbenam matahari
dengan niat dan beberapa syarat.
Para ulama fikih mendefinisikan haji sebagai
perjalanan mengunjungi ka’bah untuk beribadah dengan cara
tertentu, dalam waktu tertentu dan pada tempat-tempat
tertentu.
Sulaiman Rasjid dalam fiqih islam menyebutkan bahwasannya
kata haji (asal ma’nanya) adalah menyengaja sesuatu.
Sedangkan menurut syara’ adalah sengaja mengunjungi
ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan
syarat tertentu.

KEPUSTAKAAN
Al-Maktabah Al-Syamilah. Kumpulan CD Kitab Kuning.
Jurusan Teknik Informatika. Fakultas Teknologi
Informasi. ITS Surabaya.

7

Ibrahim, Muhammad A. (1981). Fiqih Wanita. Semarang;
CV. Asyifa’.
Rasjid, Sulaiman. (1954). Fiqih Islam. Yogyakarta; CV.
Sinar baru.
Suryana, Toto A. (1997). Pendidikan Agama Islam.
Bandung; CV. Mutiara.

8