Analisis Bahasa Anak Usia 2 Tahun Berdas
PENDAHULUAN
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan
perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai
aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat
komunikasi diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah
pemerolehan bahasa.
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga
dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya.
Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan
manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa.
Bahasa bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang
terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Dalam kehidupan bahasa memegang perana penting. Bahasa digunakan untuk
berkomunikasi dengan sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagai medianya. Dengan kata
lain, bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia untuk menyampaikan atau menerima pesan, ide, gagasan dan
informasi. Bahasa juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisiasi dengan lingkungan
sekitar tanpa bahasa manusia akan merasa kesulitan melakukakn apapun.
Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang belajar memahami dan mengucapkan
kata-kata dengan baik. Seorang anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa
ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada tahap tersebut anak akan mengalamai
proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau
disebut juga bahasa pertama disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila
anak-anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat
pemerolehan bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan,
memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit.
Perkembangan kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang
yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke jumlah
tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan perkembangan motoris
anak.
Pada usia dua tahun, biasanya seorang anak itu mulai belajar berbahasa dengan baik. Dalam
pemerolehan bahasa khususnya pada anak usia tiga tahun dapat dilihat dari berbagai segi salah
satunya adalah fonologi. Pemerolehan fonologi pada anak usia dua tahun dapat dilihat pada saat
ia berbicara.
1
Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dan sendiri-sendiri, melainkan secara
perlahan dan berangsur. Ucapan kana-kanak selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak
benar secara progresif sampai ucapn seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi kanakkanak terjadi melalui beberapa proses penyerdehanaan umum yang melibatkan semua kelas
bunyi.
Secara realitas, proses pemerolehan ataupun penguasaan bahasa seorang anak merupakan
sesuatu yang menakjubkan. Pada prosesnya, pemerolehan bahasa tetap menjadi suatu isu
disebabkan belum ada pembuktian yang akurat. Muncul berbagai pandangan tentang
pemerolehan bahasa, seperti dinyatakan Dardjowidjojo (2003:225) bahwa pemerolehan
menyangkut proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya (native language). Sedangkan menurut Maksan (1993:20), pemerolehan
bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seorang anak secara tidak
sadar, implisit, dan informal. Pendapat lain, Chaer (2003:167) menyatakan bahwa pemerolehan
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pandangan berbeda muncul dari Tarigan (2011:5) bahwa
pemerolehan bahasa anak mempunyai ciri berkesinambungan serta rangkaian kesatuan yang
bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Dari berbagai
pandangan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semuanya pandangan para pakar tersebut masih
merupakan sebuah hipotesis. Sebab belum ada seorangpun (para pakar) yang dapat memastikan
manifestasi proses berpikir seorang anak dalam pemerolehan bahasanya.
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa bahasa yang diperoleh seorang anak karena
terdapatnya proses mental yang telah ada lalu diperkuat melalui interaksi dengan lingkungan
sosial (bahasa) serta terbantu oleh perkembangan kognisinya. Perihal tersebut dapat memberi
pemahaman bagi peneliti dalam upaya mengetahui pemerolahan bahasa anak. Oleh karena
demikian, penelitian yang dilakukan perlu mencari informasi tentang sumber-sumber
pemerolehan bahasa anak. Sebagai pembuktian secara empiris terhadap penyataan yang
dikemukakan oleh para pakar. Akan tetapi, fokus utama tetap tertuju pada studi kasus terhadap
wujud pemerolehan “bunyi” bahasa seorang anak berusia 2 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, bertujuan menggambarkan objek apa adanya).
Adapun yang menjadi subjek penelitian yakni seorang anak bernama Al Mira Huswatun Hasanah
(disapa Mira), yang berusia antara 2 tahun.). Untuk mendata pemerolehan bahasa yang telah
dimiliki oleh Mirza. Proses pengumpulan data penelitian dilakukan menggunakan metode
lapangan melalui observasi, perekaman, dan wawancara terhitung tanggal 15 Mei – 22 Juni
2018, dikediaman Mira yang beralamat di Jalan tanah seartus rt.01/01 n0.1 kecamatan ciledug.
Dengan demikian, peneliti merupakan instrumen utama dalam mengumpulkan data terhadap
pemerolehan bahasa. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka peneliti menggunakan
instrumen pendukung berupa alat perekam, pulpen, dan buku catatan. Setelah data rekaman
2
diperoleh, maka data ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan agar mempermudah menelaah dan
mendeskripsikan bahasa yang dituturkan oleh Mirza. Selanjutnya bahasa tersebut dikaji secara
fonologi khususnya aspek fonetik artikulatoris. Selain itu, untuk memperkaya penelitian maka
dikemukakan informasi tentang sumber pemerolehan bahasa Miraberdasarkan hasil observasi
serta wawancara dengan orang yang ada di lingkungan keluarga (tempat tinggal Mira).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki yang bernama Al Mira Huswatun Hasanah, kerap dipanggil dengan
sapaan Mira. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Suhendi dan Ikhda Janika, lahir pada
tanggal 20 Mei 2016. Profesi Ayahnya sebagai seorang pegawai swasta dan Ibunya ibu rumah
tangga. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan, Mira senang bergerak dan
mengoceh terhadap objek yang dilihat serta ditemukan. Oleh sebab itu, Mira dapat dikategorikan
sebagai anak yang lincah dan aktif.
Di lingkungan keluarga, Mira memiliki keluarga yang jarak rumahnya berdekatan dengan rumah
mira. Setiap hari Mira selalu di asuh oleh ibu dan neneknya karena ayah Mira sibuk mengurus
usaha keluarga.. Sehingga interaksi Mirza dan Ayahnya hanya malam hari saja. Dengan
demikian, Ibu dan Nenek menjadi orang yang paling dekat dengan Mira. Namun, orang yang
paling intensif berkomunikasi dengan Mira yakni kakak, ibu, nenek dan keluarga di lingkungan
sekitar rumah Mira. Dalam keseharian, bahasa Indonesia menjadi media berinteraksi pada
lingkungan keluarga tersebut. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa Mira tentu menggunakan
bahasa Indonesia,
Setelah dilakukan penelitian selama satu pekan terhitung mulai tanggal 16 – 22 Desember 2014.
Pada rentang tanggal tersebut, pengumpulan data terhadap pemerolehan bahasa Mirza dilakukan
secara sporadis. Namun, tidak menghilangkan esensi dari tujuan penelitian yang ingin
mengumpulkan bunyi bahasa atau pembendaharaan kosa kata yang dimiliki Mirza untuk dikaji
secara fonologi, khususnya pada aspek fonetik artikulatoris. Pada proses selanjutnya, hasil
transkripsi rekaman lalu dipilah dengan hanya menfokuskan pendataan pada kata yang
mengalami pelesapan dan perubahan bunyi bahasa. Adapun data tentang bunyi bahasa yang
diujarkan oleh Mirza dimasukkan ke dalam tabel serta disusun sesuai abjad. Daftar kaka-kata
yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Kata yang Benar
keluar
selimut
sate
susu
Bunyi Bahasa oleh
Mira
uay
imut
ate
cucu
Pelesapan Bunyi
Perubahan Bunyi
[k], [e],[l]
[s], [i], [t]
[s]
[r] menjadi [y]
[s] menjadi [c]
3
pasir
aciy
[p]
makan
sana
mam
nyono
[k], [a], [n]
awas
ciki
enak
Pinjam
kotor
nara
igun
es krim
duit
minum
naik
geli
main
gendong
ikut
pinjem
mau
kakak
ikan
mandi
jajan
jangan
awas
air
berenang
sakit
motor
minta
sini
badut
ondel
mau
kotor
ayas
Iki
Enay
Injem
Kotoy
Aya
Idun
e cim
Uit
Inum
nai
Eyi
Ain
Ending
Itut
Injem
Au
kaka
Itan
Andi
Dadan
Anan
Ayas
Ai
Binang
Akit
Motoy
Inta
Ini
badu
onde
au
kotoy
[s] menjadi [c]
[r] menjadi [y]
[s] menjadi [ny]
[a] menjadi [o]
[w] menjadi [y]
[c]
[k] mejnadi [y]
[p]
[r] menjadi [y]
[n]
[s],[k]
[d]
[m]
[k]
[g]
[n]
[g]
[g] mejadi [d]
[r] menjadi [c]
[l] menjadi [y]
[k] menjadi [t]
[p]
[u]
[k]
[k] menjadi [t]
[m]
[j] menjdi [d]
[j],[g]
[w] menjadi [y]
[r]
[e],[r]
[s]
[e] menjadi [i]
[r] menjadi [y]
[m]
[s]
[t]
[l]
[m]
[r] menjadi [y]
4
Mengacu data pada tabel di atas, telah teridentifikasi pelesapan dan perubahan bunyi
bahasa yang dihasilkan Mira. Tampak pelesapan lebih dominan dibandingkan perubahan dalam
bunyi bahasa. Pada pelesapan bunyi bahasa dalam berbagai variasi kata, yang tidak muncul
seperti [s], [r], [g], [i], [u], [p], [m], [k], [e], [l], [r], [n], dan [a]. Sedangkan untuk perubahan
bunyi bahasa terdapat kemunculan bunyi [r], [y], [e], [i], [m], [n],[w], [y], [j], [d], [k], [t],
[l],[y],[c], [g], [d], [c], [s].
Setelah diketahui bentuk kata yang diujarkan oleh Mira telah mengalami gejala pelesapan
dan perubahan bunyi bahasa. Dengan demikian, diperlukan pemaparan terhadap pelesapan dan
perubahan bunyi bahasa tersebut. Perihal yang dimaksud dapat mengacu pada pandangan para
pakar dalam menjelaskan permasalahan pelesapan dan perubahan bunyi. Dua hal tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi [m] yang terdapat pada kata [main] menjadi [ain] dan kata [minum]
menjadi [inum]. Dapat dinyatakan bahwa Mira mengalami kesulitan menghasilkan konsonan
hambat letup bersuara bilabial melalui bunyi [b] di awal kata.
Pelesapan bunyi vokal [s] pada kata [sate] menjadi [ate] dan [sakit] menjadi [akit]. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Mira masih kesulitan membunyikan vokal [s] yang berada di
tengah kata. Pelesapan bunyi [g] pada kata [jangan] menjadi [anan]. Dengan demikian, Mirza
mengalami kesulitan memunculkan konsonan hambat letup bersuara dorso velar pada bunyi [g]
yang terdapat di awal dan akhir kata.
Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [mandi] menjadi [andi], [mau] menjadi [au],.Hal
ini menandakan bahwa Mira mengalami kesulitan untuk menghasilkan konsonan frikatif tidak
bersuara maupun bersuara laringal pada bunyi [m] di awal dan akhir kata.
Pelesapan bunyi [k] pada kata menjadi [kaka], [nenek]] menjadi [nene],
[badut] menjadi [badu], [ondel] menjadi [onde]. Dapat dinyatakan bahwa Mira masih kesulitan
untuk mengungkapkan konsonan hambat letup bersuara dan tidak bersuara glotal hamzah
melalui bunyi [?] yang terdapat pada akhir kata, merupakan konsonan hambat letup tidak
bersuara dorsovelar.
Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [[minum] menjadi [inum], [minta] menjadi [inta].
Hal itu menunjukkan bahwa Dengan demikian, Mira masih kesulitan untuk menghasilkan
konsonan nasal bersuara bilabial pada bunyi [m] di awal kata.
Pelesapan bunyi [n] terdapat pada kata [nara] menjadi [aya]. Hal itu menandakan bahwa
Mira belum dapat menghadirkan konsonan nasal bersuara apiko alveolar pada bunyi [n] yang
terdapat di akhir kata.
5
Pelesapan bunyi [p] pada kata [pinjem] menjadi [injem]. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Mira masih kesulitan memunculkan konsonan hambat letup tidak bersuara bilabial
melalui bunyi [p] pada awal kata.
Pelesapan bunyi [m] pada kata [mau] menjadi [ua]. Perihal tersebut belum dapat
dijelaskan sebab bunyi [m] tidak termasuk bunyi konsonan dalam bahasa Indonesia.
Pelesapan bunyi [r] yang terdapat pada kata [berenang] menjadi [binang], menjadi
[kotoy], menjadi [motoy], Oleh karena demikian, Mirza mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan konsonan getar apiko alveolar melalui bunyi [r] di awal maupun tengah kata.
Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat dinyatakan bahwa alat ucap serta cara
artikulasi Mira masih belum berada pada tahap kesempurnaan sehingga selalu mengalami
kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi tertentu, baik berada di awal, tengah, maupun akhir
kata. Oleh karenanya, bunyi bahasa yang dihasilkan Mira tentu berbeda dengan bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh orang dewasa. Sebab Mirza masih melakukan pelesapan bunyi bahasa
terhadap kata-kata yang diujarkan. Hal itu tampak dari pelesapan bunyi [m], konsonan hambat
letup ([s], [k], , konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan
lateral melalui bunyi [l], serta konsonan getar melalui bunyi [r], yang seharusnya dibunyikan
pada berbagai variasi kata yang menjadi data. Menunjukkan bahwa belum sempurnanya
pembentukan alat ucap serta cara mengartikulasikan sehingga mengakibatkan Mirza “terpaksa”
melakukan pelesapan beberapa bunyi terhadap kata-kata yang diujarkan. Mencermati hasil
deskripsi data pemerolehan bahasa dikaji secara fonologi yang menitikberatkan pada aspek
fonetik artikulatoris. Diketahui wujud pelesapan yang dilakukan oleh Mira terdapat pada awal,
tengah, dan akhir kata.
Perubahan Bunyi
Untuk mengujarkan kata secara sempurna tidak dapat berlangsung secara tiba-tiba. Melainkan
butuh proses panjang untuk menghasilkan hal tersebut. Begitu juga yang dialami oleh Mirza
dalam proses menghasilkan bunyi bahasa secara sempurna terkait pemerolehan bahasanya.
Upaya yang dilakukan berupa mengubah bunyi yang berada pada titik artikulasi yang sama
dengan bunyi bahasa yang dimaksud.
Perubahan bunyi [w] menjadi [s] terdapat pada kata [awas] menjadi [ayas]. Perubahan
bunyi tersebut masih dapat dijelaskan, bahwa kedua bunyi tersebut secara struktur (daerah)
artikulasi masuk dalam konsonan palatal yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah (medio)
sebagai artikulator dan langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasi. Adapun cara
mengartikulasikan konsonan hambat pada bunyi [j] dengan bersuara, sebaliknya bunyi [c]
dengan menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Terkait perubahan bunyi yang
dihasilkan oleh Mira, dapat dinyatakan sebagai proses tahapan pencapaian pemerolehan bunyi
bahasa yang sempurna. Hal ini dipengaruhi keberadaan alat ucap serta cara artikulasi belum
6
mencapai tahap kesempurnaan, namun Mira berusaha membunyikan [w] yang merupakan bunyi
hambat letup bersuara melalui [s] yang merupakan bunyi hambat letup tak bersuara.
Perubahan bunyi menjadi [y] pada kata menjadi [kotoy], menjadi [y]
pada kata menjadi [melah] serta menjadi [y] dan [l] pada kata menjadi
[olah] maupun [oyah]. Dapat dinyatakan bahwa perubahan bunyi /r/ menjadi [y] dan [l] pada
kata tersebut sebagai suatu tahapan dalam mencapai kesempurnaan bunyi bahasa dalam upaya
pemerolehan bahasa pada kata [buruh], [merah], dan [orah].
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa perubahan bunyi dihasilkan oleh
alat ucap serta cara artikulasi yang dilakukan oleh Mirza sebagai rangkaian tahapan untuk
menghasilkan bunyi bahasa yang sempurna. Seperti perubahan bunyi menjadi [c],
menjadi [i], menjadi [y] dan [l], serta menjadi [h].
7
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan tentang pemerolehan bahasa Mira.
Ternyata lingkungan bahasa yang paling dominan yakni lingkungan keluarga. Lebih lanjut, data
kebahasaan terkait pemerolehan bahasa oleh Mira dikaji secara fonologi yang menitikberatkan
aspek fonetik artikulatoris. Diketahui bahwa Mira pada usia 2 tahun dalam menghasilkan bunyi
bahasa masih melakukan pelesapan dan perubahan. Pada pelesapan bunyi bahasa, Mira belum
dapat menghasilkan bunyi vokal [e], konsonan hambat letup ([p], [b], [g], dan [?] atau [k]),
konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan lateral melalui bunyi
[l], serta konsonan getar melalui bunyi [r] pada variasi kata-kata yang didata, hal itu terjadi pada
awal, tengah, dan akhir kata. Banyak dipengaruhi oleh bentuk alat ucap serta cara artikulasi
Mirza yang belum mencapai tahap kesempurnaan. Sedangkan pada perubahan bunyi, Mira
membunyikan [r] menjadi [y], [s] menjadi [c], [w] menjadi [y] dan [l], serta [k] menjadi [t], [g]
menjadi [t],[j] menjadi [t]. Adapun perubahan bunyi yang terjadi terkait rangkaian tahapan untuk
menghasilkan bunyi bahasa sempurna seperti tuturan orang dewasa.
Untuk mencapai kematangan berbahasa Mira, maka dibutuhkan peran lingkungan bahasa
terutama keluarga. Harus secara intensif melakukan interaksi komunikasi sehingga Mira
membiasakan bunyi-bunyi bahasa yang belum dikuasainya. Hal tersebut dapat membantu
kematangan kognisi dalam upaya Mira memperoleh bahasanya. Hingga akhirnya bunyi bahasa
yang dituturkan oleh Mira dapat mencapai tingkat kematangan seperti bahasa yang dituturkan
oleh orang dewasa.
.
8
Daftar Pustaka
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press.
9
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan
perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai
aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat
komunikasi diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah
pemerolehan bahasa.
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga
dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya.
Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan
manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa.
Bahasa bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang
terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Dalam kehidupan bahasa memegang perana penting. Bahasa digunakan untuk
berkomunikasi dengan sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagai medianya. Dengan kata
lain, bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia untuk menyampaikan atau menerima pesan, ide, gagasan dan
informasi. Bahasa juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisiasi dengan lingkungan
sekitar tanpa bahasa manusia akan merasa kesulitan melakukakn apapun.
Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang belajar memahami dan mengucapkan
kata-kata dengan baik. Seorang anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa
ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada tahap tersebut anak akan mengalamai
proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau
disebut juga bahasa pertama disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila
anak-anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat
pemerolehan bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan,
memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit.
Perkembangan kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang
yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke jumlah
tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan perkembangan motoris
anak.
Pada usia dua tahun, biasanya seorang anak itu mulai belajar berbahasa dengan baik. Dalam
pemerolehan bahasa khususnya pada anak usia tiga tahun dapat dilihat dari berbagai segi salah
satunya adalah fonologi. Pemerolehan fonologi pada anak usia dua tahun dapat dilihat pada saat
ia berbicara.
1
Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dan sendiri-sendiri, melainkan secara
perlahan dan berangsur. Ucapan kana-kanak selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak
benar secara progresif sampai ucapn seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi kanakkanak terjadi melalui beberapa proses penyerdehanaan umum yang melibatkan semua kelas
bunyi.
Secara realitas, proses pemerolehan ataupun penguasaan bahasa seorang anak merupakan
sesuatu yang menakjubkan. Pada prosesnya, pemerolehan bahasa tetap menjadi suatu isu
disebabkan belum ada pembuktian yang akurat. Muncul berbagai pandangan tentang
pemerolehan bahasa, seperti dinyatakan Dardjowidjojo (2003:225) bahwa pemerolehan
menyangkut proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya (native language). Sedangkan menurut Maksan (1993:20), pemerolehan
bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seorang anak secara tidak
sadar, implisit, dan informal. Pendapat lain, Chaer (2003:167) menyatakan bahwa pemerolehan
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pandangan berbeda muncul dari Tarigan (2011:5) bahwa
pemerolehan bahasa anak mempunyai ciri berkesinambungan serta rangkaian kesatuan yang
bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Dari berbagai
pandangan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semuanya pandangan para pakar tersebut masih
merupakan sebuah hipotesis. Sebab belum ada seorangpun (para pakar) yang dapat memastikan
manifestasi proses berpikir seorang anak dalam pemerolehan bahasanya.
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa bahasa yang diperoleh seorang anak karena
terdapatnya proses mental yang telah ada lalu diperkuat melalui interaksi dengan lingkungan
sosial (bahasa) serta terbantu oleh perkembangan kognisinya. Perihal tersebut dapat memberi
pemahaman bagi peneliti dalam upaya mengetahui pemerolahan bahasa anak. Oleh karena
demikian, penelitian yang dilakukan perlu mencari informasi tentang sumber-sumber
pemerolehan bahasa anak. Sebagai pembuktian secara empiris terhadap penyataan yang
dikemukakan oleh para pakar. Akan tetapi, fokus utama tetap tertuju pada studi kasus terhadap
wujud pemerolehan “bunyi” bahasa seorang anak berusia 2 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, bertujuan menggambarkan objek apa adanya).
Adapun yang menjadi subjek penelitian yakni seorang anak bernama Al Mira Huswatun Hasanah
(disapa Mira), yang berusia antara 2 tahun.). Untuk mendata pemerolehan bahasa yang telah
dimiliki oleh Mirza. Proses pengumpulan data penelitian dilakukan menggunakan metode
lapangan melalui observasi, perekaman, dan wawancara terhitung tanggal 15 Mei – 22 Juni
2018, dikediaman Mira yang beralamat di Jalan tanah seartus rt.01/01 n0.1 kecamatan ciledug.
Dengan demikian, peneliti merupakan instrumen utama dalam mengumpulkan data terhadap
pemerolehan bahasa. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka peneliti menggunakan
instrumen pendukung berupa alat perekam, pulpen, dan buku catatan. Setelah data rekaman
2
diperoleh, maka data ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan agar mempermudah menelaah dan
mendeskripsikan bahasa yang dituturkan oleh Mirza. Selanjutnya bahasa tersebut dikaji secara
fonologi khususnya aspek fonetik artikulatoris. Selain itu, untuk memperkaya penelitian maka
dikemukakan informasi tentang sumber pemerolehan bahasa Miraberdasarkan hasil observasi
serta wawancara dengan orang yang ada di lingkungan keluarga (tempat tinggal Mira).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki yang bernama Al Mira Huswatun Hasanah, kerap dipanggil dengan
sapaan Mira. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Suhendi dan Ikhda Janika, lahir pada
tanggal 20 Mei 2016. Profesi Ayahnya sebagai seorang pegawai swasta dan Ibunya ibu rumah
tangga. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan, Mira senang bergerak dan
mengoceh terhadap objek yang dilihat serta ditemukan. Oleh sebab itu, Mira dapat dikategorikan
sebagai anak yang lincah dan aktif.
Di lingkungan keluarga, Mira memiliki keluarga yang jarak rumahnya berdekatan dengan rumah
mira. Setiap hari Mira selalu di asuh oleh ibu dan neneknya karena ayah Mira sibuk mengurus
usaha keluarga.. Sehingga interaksi Mirza dan Ayahnya hanya malam hari saja. Dengan
demikian, Ibu dan Nenek menjadi orang yang paling dekat dengan Mira. Namun, orang yang
paling intensif berkomunikasi dengan Mira yakni kakak, ibu, nenek dan keluarga di lingkungan
sekitar rumah Mira. Dalam keseharian, bahasa Indonesia menjadi media berinteraksi pada
lingkungan keluarga tersebut. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa Mira tentu menggunakan
bahasa Indonesia,
Setelah dilakukan penelitian selama satu pekan terhitung mulai tanggal 16 – 22 Desember 2014.
Pada rentang tanggal tersebut, pengumpulan data terhadap pemerolehan bahasa Mirza dilakukan
secara sporadis. Namun, tidak menghilangkan esensi dari tujuan penelitian yang ingin
mengumpulkan bunyi bahasa atau pembendaharaan kosa kata yang dimiliki Mirza untuk dikaji
secara fonologi, khususnya pada aspek fonetik artikulatoris. Pada proses selanjutnya, hasil
transkripsi rekaman lalu dipilah dengan hanya menfokuskan pendataan pada kata yang
mengalami pelesapan dan perubahan bunyi bahasa. Adapun data tentang bunyi bahasa yang
diujarkan oleh Mirza dimasukkan ke dalam tabel serta disusun sesuai abjad. Daftar kaka-kata
yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Kata yang Benar
keluar
selimut
sate
susu
Bunyi Bahasa oleh
Mira
uay
imut
ate
cucu
Pelesapan Bunyi
Perubahan Bunyi
[k], [e],[l]
[s], [i], [t]
[s]
[r] menjadi [y]
[s] menjadi [c]
3
pasir
aciy
[p]
makan
sana
mam
nyono
[k], [a], [n]
awas
ciki
enak
Pinjam
kotor
nara
igun
es krim
duit
minum
naik
geli
main
gendong
ikut
pinjem
mau
kakak
ikan
mandi
jajan
jangan
awas
air
berenang
sakit
motor
minta
sini
badut
ondel
mau
kotor
ayas
Iki
Enay
Injem
Kotoy
Aya
Idun
e cim
Uit
Inum
nai
Eyi
Ain
Ending
Itut
Injem
Au
kaka
Itan
Andi
Dadan
Anan
Ayas
Ai
Binang
Akit
Motoy
Inta
Ini
badu
onde
au
kotoy
[s] menjadi [c]
[r] menjadi [y]
[s] menjadi [ny]
[a] menjadi [o]
[w] menjadi [y]
[c]
[k] mejnadi [y]
[p]
[r] menjadi [y]
[n]
[s],[k]
[d]
[m]
[k]
[g]
[n]
[g]
[g] mejadi [d]
[r] menjadi [c]
[l] menjadi [y]
[k] menjadi [t]
[p]
[u]
[k]
[k] menjadi [t]
[m]
[j] menjdi [d]
[j],[g]
[w] menjadi [y]
[r]
[e],[r]
[s]
[e] menjadi [i]
[r] menjadi [y]
[m]
[s]
[t]
[l]
[m]
[r] menjadi [y]
4
Mengacu data pada tabel di atas, telah teridentifikasi pelesapan dan perubahan bunyi
bahasa yang dihasilkan Mira. Tampak pelesapan lebih dominan dibandingkan perubahan dalam
bunyi bahasa. Pada pelesapan bunyi bahasa dalam berbagai variasi kata, yang tidak muncul
seperti [s], [r], [g], [i], [u], [p], [m], [k], [e], [l], [r], [n], dan [a]. Sedangkan untuk perubahan
bunyi bahasa terdapat kemunculan bunyi [r], [y], [e], [i], [m], [n],[w], [y], [j], [d], [k], [t],
[l],[y],[c], [g], [d], [c], [s].
Setelah diketahui bentuk kata yang diujarkan oleh Mira telah mengalami gejala pelesapan
dan perubahan bunyi bahasa. Dengan demikian, diperlukan pemaparan terhadap pelesapan dan
perubahan bunyi bahasa tersebut. Perihal yang dimaksud dapat mengacu pada pandangan para
pakar dalam menjelaskan permasalahan pelesapan dan perubahan bunyi. Dua hal tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi [m] yang terdapat pada kata [main] menjadi [ain] dan kata [minum]
menjadi [inum]. Dapat dinyatakan bahwa Mira mengalami kesulitan menghasilkan konsonan
hambat letup bersuara bilabial melalui bunyi [b] di awal kata.
Pelesapan bunyi vokal [s] pada kata [sate] menjadi [ate] dan [sakit] menjadi [akit]. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Mira masih kesulitan membunyikan vokal [s] yang berada di
tengah kata. Pelesapan bunyi [g] pada kata [jangan] menjadi [anan]. Dengan demikian, Mirza
mengalami kesulitan memunculkan konsonan hambat letup bersuara dorso velar pada bunyi [g]
yang terdapat di awal dan akhir kata.
Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [mandi] menjadi [andi], [mau] menjadi [au],.Hal
ini menandakan bahwa Mira mengalami kesulitan untuk menghasilkan konsonan frikatif tidak
bersuara maupun bersuara laringal pada bunyi [m] di awal dan akhir kata.
Pelesapan bunyi [k] pada kata menjadi [kaka], [nenek]] menjadi [nene],
[badut] menjadi [badu], [ondel] menjadi [onde]. Dapat dinyatakan bahwa Mira masih kesulitan
untuk mengungkapkan konsonan hambat letup bersuara dan tidak bersuara glotal hamzah
melalui bunyi [?] yang terdapat pada akhir kata, merupakan konsonan hambat letup tidak
bersuara dorsovelar.
Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [[minum] menjadi [inum], [minta] menjadi [inta].
Hal itu menunjukkan bahwa Dengan demikian, Mira masih kesulitan untuk menghasilkan
konsonan nasal bersuara bilabial pada bunyi [m] di awal kata.
Pelesapan bunyi [n] terdapat pada kata [nara] menjadi [aya]. Hal itu menandakan bahwa
Mira belum dapat menghadirkan konsonan nasal bersuara apiko alveolar pada bunyi [n] yang
terdapat di akhir kata.
5
Pelesapan bunyi [p] pada kata [pinjem] menjadi [injem]. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Mira masih kesulitan memunculkan konsonan hambat letup tidak bersuara bilabial
melalui bunyi [p] pada awal kata.
Pelesapan bunyi [m] pada kata [mau] menjadi [ua]. Perihal tersebut belum dapat
dijelaskan sebab bunyi [m] tidak termasuk bunyi konsonan dalam bahasa Indonesia.
Pelesapan bunyi [r] yang terdapat pada kata [berenang] menjadi [binang], menjadi
[kotoy], menjadi [motoy], Oleh karena demikian, Mirza mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan konsonan getar apiko alveolar melalui bunyi [r] di awal maupun tengah kata.
Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat dinyatakan bahwa alat ucap serta cara
artikulasi Mira masih belum berada pada tahap kesempurnaan sehingga selalu mengalami
kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi tertentu, baik berada di awal, tengah, maupun akhir
kata. Oleh karenanya, bunyi bahasa yang dihasilkan Mira tentu berbeda dengan bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh orang dewasa. Sebab Mirza masih melakukan pelesapan bunyi bahasa
terhadap kata-kata yang diujarkan. Hal itu tampak dari pelesapan bunyi [m], konsonan hambat
letup ([s], [k], , konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan
lateral melalui bunyi [l], serta konsonan getar melalui bunyi [r], yang seharusnya dibunyikan
pada berbagai variasi kata yang menjadi data. Menunjukkan bahwa belum sempurnanya
pembentukan alat ucap serta cara mengartikulasikan sehingga mengakibatkan Mirza “terpaksa”
melakukan pelesapan beberapa bunyi terhadap kata-kata yang diujarkan. Mencermati hasil
deskripsi data pemerolehan bahasa dikaji secara fonologi yang menitikberatkan pada aspek
fonetik artikulatoris. Diketahui wujud pelesapan yang dilakukan oleh Mira terdapat pada awal,
tengah, dan akhir kata.
Perubahan Bunyi
Untuk mengujarkan kata secara sempurna tidak dapat berlangsung secara tiba-tiba. Melainkan
butuh proses panjang untuk menghasilkan hal tersebut. Begitu juga yang dialami oleh Mirza
dalam proses menghasilkan bunyi bahasa secara sempurna terkait pemerolehan bahasanya.
Upaya yang dilakukan berupa mengubah bunyi yang berada pada titik artikulasi yang sama
dengan bunyi bahasa yang dimaksud.
Perubahan bunyi [w] menjadi [s] terdapat pada kata [awas] menjadi [ayas]. Perubahan
bunyi tersebut masih dapat dijelaskan, bahwa kedua bunyi tersebut secara struktur (daerah)
artikulasi masuk dalam konsonan palatal yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah (medio)
sebagai artikulator dan langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasi. Adapun cara
mengartikulasikan konsonan hambat pada bunyi [j] dengan bersuara, sebaliknya bunyi [c]
dengan menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Terkait perubahan bunyi yang
dihasilkan oleh Mira, dapat dinyatakan sebagai proses tahapan pencapaian pemerolehan bunyi
bahasa yang sempurna. Hal ini dipengaruhi keberadaan alat ucap serta cara artikulasi belum
6
mencapai tahap kesempurnaan, namun Mira berusaha membunyikan [w] yang merupakan bunyi
hambat letup bersuara melalui [s] yang merupakan bunyi hambat letup tak bersuara.
Perubahan bunyi menjadi [y] pada kata menjadi [kotoy], menjadi [y]
pada kata menjadi [melah] serta menjadi [y] dan [l] pada kata menjadi
[olah] maupun [oyah]. Dapat dinyatakan bahwa perubahan bunyi /r/ menjadi [y] dan [l] pada
kata tersebut sebagai suatu tahapan dalam mencapai kesempurnaan bunyi bahasa dalam upaya
pemerolehan bahasa pada kata [buruh], [merah], dan [orah].
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa perubahan bunyi dihasilkan oleh
alat ucap serta cara artikulasi yang dilakukan oleh Mirza sebagai rangkaian tahapan untuk
menghasilkan bunyi bahasa yang sempurna. Seperti perubahan bunyi menjadi [c],
menjadi [i], menjadi [y] dan [l], serta menjadi [h].
7
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan tentang pemerolehan bahasa Mira.
Ternyata lingkungan bahasa yang paling dominan yakni lingkungan keluarga. Lebih lanjut, data
kebahasaan terkait pemerolehan bahasa oleh Mira dikaji secara fonologi yang menitikberatkan
aspek fonetik artikulatoris. Diketahui bahwa Mira pada usia 2 tahun dalam menghasilkan bunyi
bahasa masih melakukan pelesapan dan perubahan. Pada pelesapan bunyi bahasa, Mira belum
dapat menghasilkan bunyi vokal [e], konsonan hambat letup ([p], [b], [g], dan [?] atau [k]),
konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan lateral melalui bunyi
[l], serta konsonan getar melalui bunyi [r] pada variasi kata-kata yang didata, hal itu terjadi pada
awal, tengah, dan akhir kata. Banyak dipengaruhi oleh bentuk alat ucap serta cara artikulasi
Mirza yang belum mencapai tahap kesempurnaan. Sedangkan pada perubahan bunyi, Mira
membunyikan [r] menjadi [y], [s] menjadi [c], [w] menjadi [y] dan [l], serta [k] menjadi [t], [g]
menjadi [t],[j] menjadi [t]. Adapun perubahan bunyi yang terjadi terkait rangkaian tahapan untuk
menghasilkan bunyi bahasa sempurna seperti tuturan orang dewasa.
Untuk mencapai kematangan berbahasa Mira, maka dibutuhkan peran lingkungan bahasa
terutama keluarga. Harus secara intensif melakukan interaksi komunikasi sehingga Mira
membiasakan bunyi-bunyi bahasa yang belum dikuasainya. Hal tersebut dapat membantu
kematangan kognisi dalam upaya Mira memperoleh bahasanya. Hingga akhirnya bunyi bahasa
yang dituturkan oleh Mira dapat mencapai tingkat kematangan seperti bahasa yang dituturkan
oleh orang dewasa.
.
8
Daftar Pustaka
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press.
9