KUP Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpa
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Rizki Kurniasari / PPAK Angkatan 23
A. SISTEM SELF ASSESSMENT
Sistem self assessment yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib
Pajak untuk : (1)berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP [nomor pokok
wajib pajak]; (2) menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak
terutang.
Menurut penjelasan UU KUP bahwa sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti
bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak
sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal-hal yang harus
dilakukan dalam system self Assessment ini:
1. Pendaftaran
Tatacara Pendaftaran NPWP telah diatur kembali melalui Peraturan Direktorat Jenderal
Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait
peraturan tersebut dapat disarikan sebagai berikut
a. Wajib Pajak Orang Pribadi
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas berupa: (1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau (2)
fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal
Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas berupa:
(1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi
paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP), bagi Warga Negara Asing, dan fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik;
atau (2) fotokopi e-KTP bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas
meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan: (1) fotokopi
Kartu NPWP suami;(2) fotokopi Kartu Keluarga; dan (3)fotokopi surat perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
b. Wajib Pajak Badan :
Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi pada profit (profit
oriented) berupa : (1) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan
bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap; (2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu
pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung
jawab adalah Warga Negara Asing; dan (3) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala
Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik.
Untuk Wajib Pajak badan yang tidak berorientasi pada profit (non profit ) dokumen yang
dipersyaratkan hanya berupa: fotokopi e-KTP salah satu pengurus badan atau organisasi;
dan surat keterangan domisili dari pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajaksesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), berupa: (1) fotokopi Perjanjian
Kerjasama/Akte Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation);
(2)fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
(3)fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor
dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan
(4) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
c. Untuk Wajib Pajak Bendaharawan
Untuk Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berupa: (1) fotokopi surat
penunjukan sebagai Bendahara; dan (2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk.
d. Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu, dokumen yang dilampirkan berupa: (1) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib
Pajak pusat atau induk; (2)surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak Badan; dan
(3) fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan; atau (4)
fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari
Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik atau surat pernyataan di atas meterai dari
Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu.
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak, meliputi:
a. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena: (1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; (2) menghendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau (3) memilih melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak
terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak;
b. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena: (1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; (2)menghendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau (3) memilih melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan
hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi;
d. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation); dan Bendahara yang ditunjuk
sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Tata cara pendaftaran pajak:
a.
Secara Elektronik melalui eRegistration, Dilakukan secara elektronik dengan mengisi
Formulir Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada
laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Dokumen- dokumen yang
dipersyaratkan di atas, kemudian dikirimkan ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftar.
Dokumen-dokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sudah diterima
oleh KPP. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration
atau mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah
ditandatangani.
b.
Secara Langsung, Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan
pendaftaran secara elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan.
Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Penyampaian permohonan secara tertulis dapat dilakukan (1) secara langsung; (2)m lalui
pos; atau (3)melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
2. Penyetoran Pajak
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010, batas waktu
penyetoran dan pelaporan pajak diatur sebagai berikut:
(1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(2) PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(3) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(4) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima
belas)
bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(5) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(6) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(7) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(8) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal
22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
(9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah
dilakukan pemungutan pajak.
(10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau
belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
(11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(12) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(13) PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi
atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(13a) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat
terutangnya pajak.
(14) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(14a) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
(15) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(16) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
(17) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
3. Pelaporan Pajak
(1) Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri
maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat
(12) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
(1a) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan ayat (13a), serta Pasal 2A, dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
(1b) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dengan
menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(1c) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13a)
dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib melaporkan hasil
pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
(3) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib melaporkan hasil
pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(3a) Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15) ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
(4) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (16) dan
ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa,
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya Masa Pajak terakhir.
Salah satu bagian dari sistem self assessment adalah adanya daluwarsa penagihan (Pasal 22
UU KUP). Aturan terakhir, UU No. 28 tahun 2007, daluwarsa penagihan ditetapkan 5 (lima
tahun. Hal ini berarti bahwa negara tidak memiliki hak untuk menagih atau memungut pajak
setelah lewat 5 tahun. Berapapun utang pajak WP tersebut. Selain itu, SPT yang dilaporkan
kepada DJP juga dianggap benar setelah 5 tahun. Secara hukum, setelah lewat 5 tahun,
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dianggap benar.
Namun pada Pasal 22 ayat (2) UU KUP Diatur juga bahwa daluwarsa tersebut akan
tertangguh atau mundur dari tahun pajak yang bersangkutan jika: (a) diterbitkan Surat Paksa, (b)
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung,
(c)diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (4), (d) dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Rizki Kurniasari / PPAK Angkatan 23
A. SISTEM SELF ASSESSMENT
Sistem self assessment yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib
Pajak untuk : (1)berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP [nomor pokok
wajib pajak]; (2) menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak
terutang.
Menurut penjelasan UU KUP bahwa sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti
bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak
sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal-hal yang harus
dilakukan dalam system self Assessment ini:
1. Pendaftaran
Tatacara Pendaftaran NPWP telah diatur kembali melalui Peraturan Direktorat Jenderal
Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait
peraturan tersebut dapat disarikan sebagai berikut
a. Wajib Pajak Orang Pribadi
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas berupa: (1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau (2)
fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal
Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas berupa:
(1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi
paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP), bagi Warga Negara Asing, dan fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik;
atau (2) fotokopi e-KTP bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas
meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan: (1) fotokopi
Kartu NPWP suami;(2) fotokopi Kartu Keluarga; dan (3)fotokopi surat perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
b. Wajib Pajak Badan :
Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi pada profit (profit
oriented) berupa : (1) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan
bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap; (2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu
pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung
jawab adalah Warga Negara Asing; dan (3) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala
Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik.
Untuk Wajib Pajak badan yang tidak berorientasi pada profit (non profit ) dokumen yang
dipersyaratkan hanya berupa: fotokopi e-KTP salah satu pengurus badan atau organisasi;
dan surat keterangan domisili dari pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajaksesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), berupa: (1) fotokopi Perjanjian
Kerjasama/Akte Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation);
(2)fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
(3)fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor
dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan
(4) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
c. Untuk Wajib Pajak Bendaharawan
Untuk Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berupa: (1) fotokopi surat
penunjukan sebagai Bendahara; dan (2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk.
d. Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu, dokumen yang dilampirkan berupa: (1) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib
Pajak pusat atau induk; (2)surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak Badan; dan
(3) fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan; atau (4)
fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang
atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari
Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik atau surat pernyataan di atas meterai dari
Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu.
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak, meliputi:
a. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena: (1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; (2) menghendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau (3) memilih melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak
terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak;
b. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena: (1) hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; (2)menghendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau (3) memilih melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan
hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi;
d. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation); dan Bendahara yang ditunjuk
sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Tata cara pendaftaran pajak:
a.
Secara Elektronik melalui eRegistration, Dilakukan secara elektronik dengan mengisi
Formulir Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada
laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Dokumen- dokumen yang
dipersyaratkan di atas, kemudian dikirimkan ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftar.
Dokumen-dokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sudah diterima
oleh KPP. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration
atau mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah
ditandatangani.
b.
Secara Langsung, Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan
pendaftaran secara elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan.
Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Penyampaian permohonan secara tertulis dapat dilakukan (1) secara langsung; (2)m lalui
pos; atau (3)melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
2. Penyetoran Pajak
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010, batas waktu
penyetoran dan pelaporan pajak diatur sebagai berikut:
(1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(2) PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(3) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(4) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima
belas)
bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(5) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(6) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(7) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(8) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal
22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
(9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah
dilakukan pemungutan pajak.
(10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau
belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.
(11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(12) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(13) PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi
atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(13a) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat
terutangnya pajak.
(14) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(14a) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
(15) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(16) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
(17) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
3. Pelaporan Pajak
(1) Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri
maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat
(12) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
(1a) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan ayat (13a), serta Pasal 2A, dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
(1b) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dengan
menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
(1c) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13a)
dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib melaporkan hasil
pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
(3) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib melaporkan hasil
pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(3a) Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15) ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
(4) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (16) dan
ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa,
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya Masa Pajak terakhir.
Salah satu bagian dari sistem self assessment adalah adanya daluwarsa penagihan (Pasal 22
UU KUP). Aturan terakhir, UU No. 28 tahun 2007, daluwarsa penagihan ditetapkan 5 (lima
tahun. Hal ini berarti bahwa negara tidak memiliki hak untuk menagih atau memungut pajak
setelah lewat 5 tahun. Berapapun utang pajak WP tersebut. Selain itu, SPT yang dilaporkan
kepada DJP juga dianggap benar setelah 5 tahun. Secara hukum, setelah lewat 5 tahun,
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dianggap benar.
Namun pada Pasal 22 ayat (2) UU KUP Diatur juga bahwa daluwarsa tersebut akan
tertangguh atau mundur dari tahun pajak yang bersangkutan jika: (a) diterbitkan Surat Paksa, (b)
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung,
(c)diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (4), (d) dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.