PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA. docx
1
PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
PA LO P O
OLEH
HILDA
NIM 1104411133
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2012
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini. sehingga Karya
tulish ini akhirnya dapat kami rampung tepat pada waktunya. . Semoga dengan
adanya karya tulis ini dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
Ada sebuah harapan mendalam yang senantiasa mengiring dan
menyemangati kami selaku penulis dalam melakukan penyusunan karya tulis ini,
bahwa dengan selesainya penyusunan makalah ini dapat melengkapi dan
menyelesaikan tugas – tugas dalam mata kuliah Bahasa Indonesia dan kami selaku
mahasiswa mampu menghasilkan bacaan yang bermanfaat bagi orang lain.
Saya selaku penulis, sangat menyadari bahwa apa yang kami tulis dalam
makalah ini barulah merupakan gagasan awal yang masih sederhana dan jauh dari
kesempurnaan sebagai panduan mahasiswa. Akan tetapi di balik kesederhanaan
apa yang kami tuliskan dalam makalah ini, ada sebuah impian besar bahwa
mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini adalah awal untuk sebuah karya yang
lebih besar, di masa mendatang.
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Karya tulis ini. Semoga bantuannya dapat bernilai
ibadah disisi Tuhan Yang Maha Esa. Amin
Palopo,
Penulis
Mei 2012
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i.
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A.
B.
C.
D.
Latar Belakang ...................................................................................1
Rumusan Masalah...............................................................................3
Tujuan Penulisan................................................................................3
Manfaat Penulisan..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................5
A. Kajian Pustaka....................................................................................5
B. Kerangka Fikir....................................................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................19
A.
B.
C.
D.
Jenis Dan desain Penulisan.................................................................19
Prosedur Penulisan.............................................................................19
Tekhnik pengumpulan data.................................................................19
Teknik Analisis data............................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................21
A.
B.
C.
D.
Tahapan persiapan Sumber Daya Guru..............................................22
Tahapa Proses Berkulitas....................................................................23
Tahapan Pengembangan Berklanjutan................................................24
Keterbtasan Penulisan.........................................................................26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................28
A. Kesimpulan.........................................................................................28
B. Saran...................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................29
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pendidikan di Indonesia tidak kunjung selesai walaupun
beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah. Digulirkanya otonomi
pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga belum
mampu menyelesaikan persoalan pendidikan secara signifikan. Permasalahan
pendidikan dewasa ini begitu komplek dan membutuhkan banyak waktu,
tenaga, biaya dan sumberdaya dalam menyelesaikanya.Persoalan pendidikan
di Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumber daya guru. Sebagai
indicator yang menunjukan rendahnya kaualitas sumber daya guru tersebut
diataranya adalah lemahnya budaya tulis menulis para guru di Indonesia.
Upaya-upaya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui
Departemen Pendidikan belum mampu mengangkat motivasi guru untuk
menulis. Tak heran dalam dunia pendidikan Indonesia, terutama sekolah,
banyak menemui kesulitan dalam melakukan inovasi bahan ajar. Selain itu,
dunia pendidikan mengalami kekurangan sumberdaya guru yang mampu
menulis karya ilmiah dan hasil tulisan guru dalam bidang masyarakat secara
umum di media-media juga masih langka.Perubahan kurikulum sekolah dari
kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru mampu
mempersiapkan bahan ajar sesuai dengan kondisi lokal. KTSP juga menuntut
sekolah mampu menyediakan bahan ajar yang mengadopsi materi yang
disesuaikan dengan kekhasan setiap daerah masing-masing. Hal ini tidak akan
5
dapat tercapai jika masing-masing daerah tidak mampu mengembangkan guru
agar bisa menulis bahan ajar secara mandiri dengan kualitas yang baik. Perlu
diketahui, hampir sebagian besar buku pelajaran yang berasal dari penerbit
sekarang ini, memiliki latar atau setting daerah tertentu yang tidak semuanya
cocok diaplikasikan di daerah lain.Pada dasarnya guru adalah figur yang
potensial untuk mengungkap banyak hal dalam kehidupan ini. Selain
mempersiapkan bahan ajar, seorang guru harusnya juga tergelitik untuk
mengungkap dunia pendidikan yang menyajikan banyak hal yang bisa ditulis
sebagai bahan rujukan perbaikan kondisi masyarakat. Pada kenyataanya,
hanya segelintir saja guru yang mampu menyajikan sebuah tulisan tentang
dunia pendidikan dan dunia masyarakat secara umum.
Kondisi pendidikan formal di sekolah yang dialami sekarang ini sangat
menyedihkan, karena mematikan kepekaan siswa/ mahasiswa. Ribuan jam
mahasiswa disuruh duduk dikelas mendengarkan kuliah-kuliah atau mengikuti
kegiatan-kegiatan yang membosankan setengah mati, yang melumpuhkan rasa
ingin tahu dan minat yang biasanya muncul secara spontan. Istilah “krisis
dalam pendidikan“ pun muncul dalam berita-berita utama surat kabar di mana
berbagai masalah pendidikan dibahas dan diperdebatkan di mana-mana,
termasuk di Indonesia. Sementara itu, masalah yang mendasarinya ternyata
bukan pendidikan itu sendiri, melainkan pembelanjaran. Cara kita memandang
kegiatan belajar selama ini yang terjadi dalam masyarakat itulah yang menjadi
persoalan yang sebenarnya.
Lingkungan formal dan metode-metode pengajaran tradisional yang tidak
berubah sejak berpuluh-puluh tahun telah melemahkan kepekaan peserta didik
terhadap kapasitas mereka yang terpenting dalam pembelanjaran. Pengalaman
6
pendidikan secara keseluruhan telah mengubah siswa/ mahasiswa yang penuh
energi, dengan rasa ingin tahu besar dan bersemangat menjadi siswa yang
sering terlihat lelah, tidak berminat, gelisah, bosan, frustasi dan bahkan ketika
proses belajar-mengajar berlangsung yang menjadi fokus perhatiannya adalah
kapan waktu berakhir atau selesai agar terbebas dari rutinitas yang
membosankan.
Oleh karena itu, perlu diusahakan berbagai langkah dan
strategis
pengembangan sumber daya guru untuk meningkatkan kemampuan dari
berbagai aspek sehingga mampu memahami keragaman manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemiran yang dikemukakan, maka disusun
rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana
Strategi Pengembangan
profesionalisme Guru untuk meningkatkan mutu pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis
Strategi
Pengembangan
meningkatkan mutu pendidikan.
profesionalisme
guru
untuk
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister
(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Salah satu cara meningkatkan profesianalisme guru adalah denagn
mengambengkan bakat tulis yang sudah barang tentu menjadi basic education
setiap tenaga pendidik. Lemahnya motivasi guru dalam menulis perlu dicari
solusinya agar kualitas pendidikan kita meningkat. Ibarat kita sedang sakit, kita
perlu mencari penyebab sakit kita. Inilah yang dinamakan sebagai diagnosa.
Dengan adanya diagnosa yang tepat tentang penyakit kita , tentunya kita akan
mampu dengan tepat menentukan obat apa yang paling mujarab untuk
mengatasinya. Untuk mencari penyebab lemahnya motivasi guru dalam menulis
setidaknya kita bisa menggunakan beberapa diagnosa berikut sebagai berikut;
Pertama, lemahnya guru dalam menulis bahan ajar. Penyebab lemahnya
guru menulis bahan ajar dikarenakan masih belum mantapnya kualitas intelektual
guru sendiri, kebijakan pemerintah daerah dan sekolah yang tidak mendukung,
serta kebijakan pengelolaan pelatihan/workshop guru dalam bidang penulisan
8
yang tidak berorientasi pada tujuan guru untuk mampu menulis setelah
pelatihan/workshop itu selesai.
Sebagai insan intelektual, kualitas guru sebenarnya lambat laun memiliki
kapasitas intelektual yang beranjak naik. Pemerintah dengan upaya penyetaraan
tingkat pendidikan guru, sedikit banyak telah berhasil meningkatkan kapasitas
intelektual guru. Tetapi tingkat pendidikan tidak serta merta menjamin
kemampuan guru dalam menulis. Menulis erat kaitanya dengan kompetensi
berbahasa. Kompetensi berbahasa ada empat macam yaitu; kompetensi
menyimak, bicara, membaca, dan menulis. Guru di Indonesia belum mampu
menggunakan ke-empat kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru
Indonesia hanya menggunakan kompetensi menyimak dan membaca serta
kompetensi bicara, itupun hanya dalam kapasitas menjelaskan dan bercerita.
Sementara dalam kompetensi menulis, sebagian besar dari mereka masih awam
melakukanya.
Kebijakan pemerintah dan sekolah dewasa ini juga tidak mendukung para
guru untuk menulis bahan ajar. Semenjak diberlakukanya otonomi pendidikan,
bola kebijakan pendidikan berubah dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Kini, pemerintah daerah memiliki kewenangan seluas-luasnya dalam
menentukan kebijakan pendidikan yang salah satu diataranya adalah kebijakan
menentukan apa dan siapa yang memyediakan bahan ajar bagi sekolah-sekolah di
daerahnya. Pemerintah pusat berharap dengan program ini, akan muncul para
penulis buku ajar yang baru dari masing-masing daerah dan selanjutnya akan
menjalankan roda bidang ekonomi yang lain, seperti para penerbit di daerah itu
yang akan mendapatkan order untuk mencetak buku tersebut.
9
Kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Di daerah tidak
muncul para kreator buku ajar, melainkan guru, bersama sekolah mengeluarkan
kebijakan sekolah yang tetap memakai buku ajar dari penerbit luar daerah karena
selain langsung bisa mendapat untung dari selisih pembelian dan penjualan, guru
dan sekolah juga tidak repot-repot membuat buku yang hasilnya belum tentu lebih
berkualitas.
Menghadapi fenomena ini, pemerintah daerah juga tidak mengambil
tindakan yang produktif. Kenyatan bahwa membuat bahan ajar oleh guru daearah
itu lebih mahal harganya memang benar adanya, tetapi sekali lagi tidak semua
buku dari penerbit cocok diaplikasikan dimasing-masing daerah. Jika pemerintah
berpikir ini, tentunya dengan sedikit biaya lebih banyak akan memfasilitasi
pembuatan bahan ajar dari guru di daerahnya. Selain meningkatkan sumberdaya
guru di daerah, kebijakan ini juga tepat karena sekolah di daerah akan
mendapatkan buku yang sesuai dengan konteks di derahnya.
Pelatihan/workshop guru dalam bidang penulisan yang dilakukan oleh
pemerintah dan pihak lain dewasa ini juga belum banyak dirasakan manfaatnya.
Ditinjau dari jumlah, sebenarnya telah banyak pelatihan/workshop tentang
penulisan dilakukan pemerintah dan swasta. Tapi lagi-lagi, pelatihan ini belum
mampu menjadi obat yang mujarab bagi penyakit lemahnya motivasi guru dalam
menulis. Hal yang paling menonjol di setiap pelatihan/workshop adalah mengenai
kapan berakhirnya pelatihan ini dan berapa honor yang didapat masing-masing
peserta. Pelatihan/workshop menulis bagi guru ini belum mampu mendesain dan
mengaplikasikan the next actions dan rencana kegiatan tindak lanjut setelah
pelatihan/workshop usai.
10
Kedua, lemahnya guru dalam melakukan administrasi pendidikan formal
dan adminstrasi pendidikan nonformal. Administrasi pendidikan formal berkaitan
dengan kapasitas guru sebagai pendidik yang harus menulis dan melaporkan
kegiatan belajar-mengajar murid. Masih banyak guru yang belum mampu menulis
kegiatan belajar-mengajar seperti membuat syllabus, rencana pembelajaran, dan
menulis kejadian-kejadian khusus dalam proses pembelajaran secara baku dan
terperinci. Kemampuan guru dalam melaporkan hasil belajar juga masih kurang.
Pengisisan rapor sebagai dokumen penting hasil pembelajaran memerlukan
teknik-teknik khusus yang tidak semua guru mampu menguasainya.
Administarsi pendidikan nonformal berkaitan dengan sejauh mana guru
mau dan mampu menulis perkembangan siswa dalam belajar di luar dari hasil
yang dia laporkan dalam rapor siswa. Dewasa ini banyak media yang bisa dipakai
untuk melakukan hal ini, baik menggunakan media tulis dan media elektronik.
Yang paling potensial adalah media elektronik. Sekarang ini kita bisa dengan
mudah dan gratis mendaftar untuk memiliki halaman website di internet dan kita
bisa kelola untuk menulis dan mendokumentasikan perkembangan siswa. Hal ini
sangat membantu, karena orang tua murid juga akan dengan mudah mengakses
informasi perkembangan anaknya tanpa harus datang ke sekolah. Tetapi sayang
fasilitas ini belum banyak dimanfaatkan oleh guru-guru di Indonesia.
Ketiga, lemahnya guru dalam menghasilkan karya-karya ilmiah dan hasil
tulisan lainya. Seharusnya, guru, sebagai orang yang paling dekat dengan dunia
pendidikan, mampu menghasilkan banyak karya ilmiah. Dewasa ini sebenarnya
banyak pendidik yang produktif menghasilkan karya ilmiah, tetapi hal ini baru
terbatas pada kalangan guru yang memang memiliki lingkungan kampus yang
11
relatif mendukung. Untuk kalangan guru tingkat sekolah menengah atas ke bawah
rasanya baru beberapa orang saja.
Kita juga jarang menemukan hasil-hasil tulisan lainya yang dimuat di
jurnal dan surat kabar yang dihasilkan oleh seorang guru. Media sepertinya
memilih topic-topik politik dan ekonomi yang kadang kala memang para guru tak
suka menulisnya. Dalam media elektronik, hanya beberapa halaman website saja
yang menampung tulisan-tulisan guru.
Dari hasil diagnosa lemahnya motivasi guru dalam menulis tadi kita
diharapkan dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi dikalangan guru
Indonesia. Perlu kita cari beberapa solusi yang bisa kita tawarkan dalam
mengatasi problem lemahnya motivasi guru dalam menulis ini. Ada beberapa
solusi yang kita tawarkan, antara lain;
Pertama,
optimalisasi
program-program
pemerintah
dalam
upaya
memperkuat motivasi guru dalam menulis. Program-program pelatihan/workshop
penulisan bagi guru harus berorientasi pada kemampuan guru untuk menulis pasca
kegiatan pelatihan/workshop. Pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus memonitor pra, kegiatan, dan paska kegiatan dari pelatihan/worksop.
Jangan sampai pemerintah menutup mata atau alih-alih hanya menjadikan
kegiatan ini sebagai proyek semata.
Pemerintah hendaknya memfasilitasi terbentuknya forum-forum ilmiah di
daerah masing-masing guna meningkatkan keahlian guru dalam menulis.
Pemerintah juga diharapkan mengambil kebijakan untuk memberdayakan guru di
daerah dengan melibatkan mereka dalam menulis buku bahan ajar yang sesuai dan
cocok bagi daerahnya. Pemerintah juga seharusnya menindak oknum guru yang
12
dengan seenaknya memakai buku dari penerbit luar dengan alasan lebih praktis
dan memiliki rabat atau untung yang lebih besar. Pemerintah juga diharapkan
terus memperkuat program pendidikan yang mendidik guru untuk berusaha
menulis dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan konteks sekolah dan daerah
itu.
Kedua, pemerintah hendaknya memfasilitasi sekolah dengan fasilitas yang
mendukung guru dalam menulis. Fasilitas yang dimaksud adalah penambahan
program internet sekolah. Baru beberapa sekolah saja yang memiliki fasilitas ini.
Fasilitas internet sangat bermanfaat bagi guru dalam mencari bahan-bahan ajar
dan menampilkan perkembangan proses belajar mengajar murid di media maya
ini. Jika fasilitas ini tidak ada di sekolah, guru akan merasa kesulitan dalam
mengakses fasilitas ini. Selain butuh biaya tambahan ke warung internet, dengan
jauhnya jarak warung internet juga akan menambah tenaga dan menguras waktu
guru. Provider/penyedia jasa internaet swasta juga harus memberi kebijakan yang
lebih lunak bagi akses pengadaan fasilitas internet di sekolah diluar dari potongan
biaya yang dikenakan perbulan.
Ketiga, kemauan media dalam meningkatkan peranya membantu guru
dalam menulis. Selain masing-masing daerah yang memiliki harian atau surat
kabar yang masih terbatas, ketersediaan kolom guru di media juga terbatas. Peran
media diharapkan lebih meningkat dalam mendukung guru untuk menulis. Ada
beberapa media surat kabar, tetapi belum banyak, yang menyediakan halaman
khusus bagi guru untuk menulis. Semakin besar perhatian media dalam
menyediakan ruang bagi guru untuk menulis , semakin besar pula ekspose bidang
pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan bidang pendidikan itu sendiri.
13
Keempat, motivasi guru sendiri dalam menulis. Motivasi akan langgeng
jika muncul dari dalam diri seseorang. Motivasi guru yang mantap dalam menulis
sebagian
besar
pelatihan/workshop
dibangun
dan
dalam
program
diri
guru
peningkatan
itu
sendiri.
pemerintah
Banyaknya
lainya,
serta
penambahan fasilitas sekolah, hanya akan menjadi penghias belaka tanpa akan
memberikan efek positif dan mendorong guru untuk menulis.
Seperti kata Hernowo, dewasa ini menulis saja kita tidak cukup. Kita
harus memang benar-benar dalam keadaan menyenangkan dan menikmati
kegiatan menulis tersebut. Rasa senang dan nikmat adalah rasa yang muncul dari
motivasi dalam diri yang tidak secara otomatis muncul. Guru harus menempa diri
dan menimbulkan motivasi itu dengan belajar dan menyadari akan pentingnya
menulis itu sendiri. Dengan perasaan senang dan nikmat inilah, seorang guru
dapat menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat
secara umum.Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda
dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika
Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana
yang dikemukakan Stiles and Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat
standar pengembangan profesi guru yaitu;
(1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi
untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang
diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode
inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi
fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam;
14
(2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi
untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains,
pembelajaran,
pendidikan,
dan
siswa,
juga
menerapkan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif
tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep
apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan,
profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa
yang bisa membantu siswa belajar;
(3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi
untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan
kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik
biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah
berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru
selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar;
(4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi
untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini
dimaksudkan
untuk
menangkal
kecenderungan
kesempatan-
kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak
berkelanjutan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Maister
(1997)
mengemukakan
bahwa
profesionalisme
bukan
sekadar
15
pengetahuan
teknologi
dan
manajemen
tetapi
lebih
merupakan
sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
2.1.2 Pergeseran Paradigma
Menurut Naisbitt (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan
mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) Dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat,
(2) Dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,
(3) Dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra
hubungan kemitraan,
(4) Dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik)
ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) Dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat
teknologi, budaya, dan komputer,
(6) Dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim
kerja,
(7) Dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa
pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai
tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
16
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998)
mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
(1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga
kerja
terampil
dan
ahli
yang
diperlukan
dalam
proses
industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan
berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;
(2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan
bahasa,
pendidikan
tidak
hanya
sebagai
proses
transfer
pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian
kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional;
(3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas
penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan
banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan
pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
2.1.3 Menuju Profesionalisme Guru
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai;
(1) Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap
masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
(2) Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis
pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan
17
hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan
proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan
hendaknya
diarahkan
pada
praksis
pendidikan
masyarakat Indonesia;
(3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan Praktek pembelajaran
yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak
dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh
berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa
pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah
pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar
dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad
industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;
No.
1.
Abad Industri
Guru sebagai pengarah
Abad Pengetahuan
Guru
sebagai
2.
3.
4.
pembimbing, dan konsultan.
Guru sebagai sumber pengetahuan
Guru sebagai kawan belajar
Belajar diarahkan oleh kurikulum
Belajar diarahkan oleh siswa
Belajar dijadualkan secara ketat Belajar secara terbuka, ketat
waktu
fasilitator,
dengan waktu yang terbatas
dengan
fleksibel
sesuai
5.
Terutama didasarkan pada fakta
keperluan
Terutama berdasarkan proyek dan
6.
masalah
Bersipat teoritik, prinsip-prinsip, Dunia nyata, dan refleksi prinsip
18
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
dan survey
Pengulangan dan Latihan
Aturan dan Prosedur
Kompetitif
Berfokus pada kelas
Hasilnya ditentukan sebelumnya
Mengikuti norma
Komputer sebagai subyek belajar
Presentasi dengan media statis
Komunikasi sebatas ruang kelas
Tes diukur dengan norma
serta survei
Penyelidikan dan perancangan
Penemuan dan penciptaan
Kolaborasi
Berfokus pada masyarakat
Hasilnya terbuka
Keanekaragam yang kreatif
Komputer sebagai peralatan utama
Interaksi multi media yang dinamis
Komunikasi tidak terbatas di kelas
Unjuk kerja diukur oleh pakar,
penasihat, kawan sebaya, dan diri
sendiri
Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut;
1. Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan
praktek,
dan
menggunakan
aturan
dan
prosedur-prosedur.
Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan
desain, menemukan dan penciptaan.
2. Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila
paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan
ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
3. Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik
pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap
sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan
memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang “murni”
dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad
19
Pengetahuan yang “murni”, besar kemungkinannya menemukan
metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan
dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan
reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang,
namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metodemetode baru.
4. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan
teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar
berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas
kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual
yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan
perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.
5. Pada Abad
Pengetahuan
nampaknya
praktek
pembelajaran
tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer
dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad
Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern.
Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan
katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad
Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode
tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat
melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi
canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.
2.2.Upaya Pengembangan Guru
20
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini
memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional,
baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini
menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan
guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh,
menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu
tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad
Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang
harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di
atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi
berbagai tantangan ini.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi
dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai
tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II
bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi
guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak,
kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan
perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan
pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih
805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi
21
yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan
Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk
meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi
pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam
kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus.
Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk
penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan
masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,
peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan
pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI PENULISAN
3.1.Kerangka Pikir
Guna menjawab rumusan masalah yang diajukan, maka penulis
mengajukan kerangka pikir Strategi Pengembangan Sumber Daya Guru sebagai
berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Pikir
Tahapan Persiapan
Sumber Daya Manusia
Rekrutmen
Seleksi
Fasilitas Beasiswa
Tahapan Proses
Berkualitas
Pemilihan Perguruan
Tinggi Berkualitas
Quality Control
Tahapan Pengembangan
Berkelanjutan
Pendidikan dan
Pelatihan
Studi Lanjut
22
Berdasarkan gambar 3.1 tersebut, dapat ditunjukkan tiga tahapan
strategi pengembangan sumber daya Guru yang terdiri atas : Tahapan persiapan
sumber daya manusia yang terdiri atas tiga item yakni rekrutmen, seleksi, dan
pemberian fasilitas beasiswa. Tahapan Proses Berkualitas yang terdiri atas dua
item yaitu pemilihan perguruan tinggi berkualitas dan pentingnya quality control.
Tahapan Pengembangan Berkelanjutan yang terdiri atas dua item yaitu pendidikan
dan pelatihan, serta studi lanjut.
3.2 Metodologi Penulisan
3.2.1 Rancangan Penulisan
Rancangan
penulisan adalah rencana dan struktur penulisan yang
disusun sedemikian rupa sehingga penulis dapat memperoleh jawaban untuk
penelitiannya.
Untuk
kepentingan
penulisan
karya
ilmiah
ini,
penulis
menggunakan rancangan penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengurai sifat atau karakteristik dari suatu
fenomena tertentu. Metode ini dipilih karena dianggap sesuai dengan maksud dan
tujuan dari karya ilmiah ini.
3.2.2 Prosedur Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penulisan ini adalah data kualitatif yang
meliputi pencarian referensi seperti studi kepustakaan, penelitian terdahulu, dan
jurnal ilmiah yang relevan. Sedangkan sumber data berupa data primer yang
23
meliputi observasi dan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya pelaku
pendidikan (Guru), pemangku kepentingan, serta pemerhati pendidikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tahapan Persiapan Sumber Daya Guru
Di era tahun 1960-an, profesi guru merupakan profesi yang terhormat
dan sangat diminati oleh tamatan sekolah lanjutan pada saat itu. Maka tidaklah
mengherankan, orang-orang terbaik (lulusan sekolah lanjutan) berbondongbondong memilih pendidikan guru sebagai tujuan akhir. Hasilnya dapat kita lihat
24
berupa terkonsentrasinya orang-orang pintar yang menjadi guru. Dampaknya pun
dapat dilihat dari kualitas siswa yang dihasilkan.
Namun setelah tahun 1970-an, profesi guru tidak lagi menarik yang
ditandai dengan berbondong-bondongnya tamatan sekolah lanjutan atas untuk
memilih Universitas ketimbangan perguruan tinggi keguruan (waktu itu namanya
IKIP). Hal tersebut terutama disebabkan rendahnya penghargaan pemerintah dan
masyarakat terhadap profesi guru yang tercermin pada gaji dan kesejahteraan
guru. Tidak mengherankan, lulusan SMA terbaik akan menjadikan Universitas
sebagai prioritas pertama siswa dengan memilih juruan favorit seperti program
kedokteran, teknik, maupun ekonomi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah bimbingan belajar
terkemuka di Makassar pada tahun 1997 tentang fenomena ini menunjukkan
bahwa 86 persen lulusan SMA di Sulawesi Selatan memilih Universitas (seperti
Universitas Hasanuddin) sebagai pilihan pertama dan kedua pada seleksi
penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dan menjadikan pendidikan guru (seperti
IKIP Ujungpandang) sebagai pilihan kedua atau pun pilihan ketiga. Pada sistem
penerimaan SPMB, pilihan menunjukkan prioritas yang artinya berapa pun nilai
yang diperoleh oleh calon mahasiswa akan disesuaikan dengan urutan pilihan.
Implikasi dari penelitian tersebut menggambarkan bahwa lulusanlulusan terbaik SMU akan diterima pada Universitas yang pastinya tidak akan
menjadi Guru setelah sarjana. Sedangkan sisa lulusan SMA yang tidak lulus pada
Universitas, akan diterima di pendidikan Guru. Hasilnya pun tidak mengherankan
jika berbagai penelitian menunjukkan betapa rendahnya kualitas guru di era tahun
1980-an hingga sekarang.
25
Rendahnya kualitas Guru saat ini terutama berkaitan dengan rendahnya
kualitas input. Oleh karena itu, kami menawarkan persiapan sumber daya Guru
yang kiranya dapat dijadikan strategi pengembangan Guru di Sulawesi Selatan
sebagai berikut :
4.1.1 Rekrutmen
Rekrutmen
berkaitan
dengan
keinginan
pemerintah
daerah
untuk
memperoleh sumber daya terbaik untuk menjadi Guru berkualitas di daerah
masing-masing.
rekrutmen dapat dilakukan dengan bekerjasama Dinas
Pendidikan serta SMA yang ada di daerah masing-masing. Kiranya penting
untuk menjadi catatan bahwa pemerintah daerah harus memberikan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada semua siswa untuk
berpartisipasi.
4.1.2 Seleksi
Seleksi berkaitan dengan penyaringan para calon Guru. Pada tahapan ini,
kiranya pemerintah daerah wajib bekerjasama dengan lembaga professional
yang kompeten terutama berkaitan dengan tes potensi akademik maupun
psikologis. Hal ini juga menghindari kentalnya kolusi, korupsi, dan
nepotisme (KKN) pada proses seleksi sejenis yang selama ini dilakukan di
daerah.
4.1.3 Fasilitas Beasiswa
Tahapan berikutnya adalah pemberian fasilitas beasiswa penuh kepada
tamatan SMA yang dinyatakan lulus seleksi. Besarnya porsi biaya
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar
seharusnya menjamin setiap calon Guru mendapatkan beasiswa penuh dari
26
pemerintah daerah. Sebagai bentuk kompensasi atas pemberian beasiswa,
para peserta wajib menandatangani kontrak dengan pemerintah daerah untuk
kesediaan menjadi Guru setelah menyelesaikan studi.
4.2 Tahapan Proses Berkualitas
Guru mempunyai posisi sentral dalam sistem pendidikan, perannya
sangat signifikan dalam keberhasilan proses pembelajaran. Bahkan tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa keberhasilan pendidikan tidak terletak pada
tersedianya perlengkapan pendidikan yang serba canggih dan modern, tetapi pada
kualitas guru itu sendiri. Untuk itu dalam mengembangkan sistem pendidikan
diera ini maka sebaiknya tenaga pendidik perlu diberikan tempaan pendidikan
sumber daya berkualitas. Pada tahap ini, kami menawarkan dua hal penting
yakni :
4.2.1 Pemilihan Perguruan Tinggi Berkualitas
Pemilihan perguruan tinggi berkualitas yang menghasilkan tenaga Guru
penting dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia. Disaat
sekarang di mana kehadiran perguruan tinggi laksana jamur di musim hujan
telah menjamur sampai ke daerah-daerah. Sangat penting bagi pemerintah
daerah untuk memilih perguruan tinggi berkualitas dan terakreditasi sangat
baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sumber daya unggul melalui
proses pembelajaran yang unggul pula. Pada tahapan lebih lanjut,
pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi
tertentu yang dipilih.
4.2.2 Quality Control
27
Setiap mahasiswa yang belajar pada perguruan tinggi harus memberikan
laporan tertulis menyangkut kemajuan proses studi dan kendala-kendala
yang mungkin dihadapi. Demikian pula laporan dari guru
mengenai
perkembangan capaian studi siswa dan saran-saran pengembangannya.
4.3 Tahapan Pengembangan Berkelanjutan
Paradigma baru sangat diperlukan dalam proses belajar dan mengajar.
Untuk pembelajaran paradigma barunya adalah “Setiap orang bisa belajar” tetapi
setiap orang bisa belajar dengan cara yang berbeda. Namun, kenyataan yang
terjadi adalah para guru mengharuskan siswa/mahasiswa melakukan sesuatu
sesuai dengan keinginan mereka, walaupun terkadang apa yang disampaikan oleh
para pendidik tersebut tidak pernah mengalami perubahan selama puluhan tahun
atau dengan kata lain ilmu yang dimilikinya tidak pernah dikembangkan.
Guru memiliki preferensi yang sangat kuat disertai beberapa keyakinan
kuat tentang benar atau salah dalam pembelanjaran. Mereka sangat sulit bersikap
fleksibel da menyesuaikan diri, lebih suka bertahan dengan apa yang mereka
ketahui, bahkan meski pun pengetahuan terkait sudah kuno, dan umumnya mereka
menolak perubahan. Para Guru yang sinis biasanya selalu mengatakan mereka
tidak perlu berubah karena metode-metode yang telah mereka pakai selama
puluhan tahun
telah berhasil pada banyak siswa/ mahasiswa tanpa pernah
memperhitungkan berapa jumlah mahasiswa yang gagal atau merasa bahwa
sekolah atau pun kampus adalah penjara bagi mereka.
Kondisi pikiran semacam ini sungguh sangat memprihatinkan, karena
tidak mungkin para guru membatasi siswa dengan metode-metode yang telah
dipakai puluhan tahun tersebut, karena kita dilahirkan pada masa yang berbeda.
28
Di mana saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi dengan sangat cepat,
hari ini pengetahuan dan besok adalah teknologi. Penentangan terhadap perubahan
tersebut sering ditemukan di antara para guru sekolah lanjutan. Sikap seperti ini
perlu diubah, sebab sikap tidak fleksibel akan berdampak tidak adanya perubahan
terhadap kualitas pendidikan.
Atas
pemahaman
kondisi
tersebut,
kami
menawarkan
tahapan
pengembangan berkelanjutan sebagai berikut :
4.3.1 Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga
pendidik
perlu
diberikan
pemahaman
pengembangan
dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sesuai tuntutan
zaman dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Namun demikian, berbeda
dengan program-program pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan
selama ini, kami menawarkan
pendidikan dan pelatihan terutama
menyangkut wawasan dan perkembangan paradigm keilmuan. Adapun
bentuk-bentuk pendidikan yang dimaksud sebagai berikut :
Pendidikan reguler kepada guru bidang studi tertentu dengan
mendatangkan tenaga ahli setingkat Professor dan Doktor pada bidang
masing-masing yang berasal dari perguruan tinggi terkemuka.
Kuliah umum kepada guru bidang studi tertentu dengan mendatangkan
narasumber yang telah mencapai tingkatan tertinggi dalam proses
belajar. Program ini dapat berupa mendatangkan peraih medali emas
pada olimpiade fisika internasional sebagai narasumber.
4.3.2 Studi Lanjut
29
Dengan menggunakan sistem evaluasi yang terstandar, pemerintah daerah
dapat menprogramkan beasiswa studi lanjut kepada Guru yang dianggap
memenuhi kualifikasi. Studi lanjut yang dimaksud adalah pencapapain
jenjang Strata dua (S2) maupuan Strata tiga (S3).
Kami sangat optimis, jika strategi pengembangan sumber daya Guru
dalam karya ilmiah ini dapat di adaptasi dan di implementasikan oleh pemerintah
daerah, maka hasilnya akan tampak pada 10 hingga 20 tahun yang akan datang.
Sudah saatnya pemerintah daerah berhenti melaksanakan program tambal sulam
kebijakan pendidikan dan beralih kepada pemikiran strategis jangka panjang.
Hanya dengan melakukan perencanaan yang terukur, proses yang berkualitas,
serta pengembangan yang berkelanjutan akan diperoleh hasil yang memuaskan.
4.4 Keterbatasan Penulisan
Kami menyadari bahwa terdapat beberapa kelemahan yang sekaligus
merupakan keterbatasan pada penulisan karya ilmiah ini dapat kami sebutkan
sebagai berikut:
1. Kami tidak memasukkan bahasan tentang besarnya pembiayaan atas
strategi pengembangan sumber daya Guru pada karya ilmiah ini. Kami
berasumsi bahwa, amanat Undang Undang Dasar untuk memberikan
prioritas pada pengembangan pendidikan sudah cukup memadai untuk
menjalankan program startegis ini.
2. Terdapat perbedaan karakteristik yang menonjol antara pengembangan
sumber daya Guru yang seharusnya dibahas secara terpisah dalam .
Namun demikian, sebagai sebuah konsep pemikiran dari kami dan juga
30
sebagaimana materi yang diajukan oleh panitia, maka dalam karya
tulis ilmiah ini, kami menggabungkan keduanya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian kami sebagaimana yang dicantumkan pada karya
ilmiah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk mencapai kualitas
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar,
pemerintah daerah perlu memikirkan strategi pengembangan sumber daya Guru
jangka panjang melalui tahapan penyiapan sumber daya melalui rekrutmen,
31
seleksi, dan pemberian beasiswa. Tahapan selanjutnya tahapan proses berkualitas
yang meliputi pemilihan perguruan tinggi yang terakreditasi baik dan quality
control. Dan Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengembangan yang
berkelanjutan meliputi pendidikan dan pelatihan, serta studi lanjut.
5.2 Saran-Saran
Adapun saran yang kami sampaikan pada karya ilmiah ini sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah hendaknya lebih memilih strategi pengembangan
sumber daya Guru dibandingkan dengan kebijakan tambal sulam
pengembangan pendidikan yang berjalan selama ini.
2.
yang kami tawarkan pada karya ilmiah ini dapat menjadi salah satu
solusi untuk diadaptasi dalam rangka pengembangan kualitas Guru
dalam jangka panjang.
32
DAFTAR PUSTAKA
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.
(Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/
220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan
dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di
Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Dahrin,
D.
2000.
Memperbaiki
Kinerja
Pendidikan
Nasional
Secara
Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum
Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Deporter, Bobby & Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning. Kaifa. Bandung.
John W., Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.
Prashnig, Barbara. 2007. The Power of Learning Styles. Kaifa. Bandung.
PROFESIONALISME GURU SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
PA LO P O
OLEH
HILDA
NIM 1104411133
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2012
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini. sehingga Karya
tulish ini akhirnya dapat kami rampung tepat pada waktunya. . Semoga dengan
adanya karya tulis ini dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
Ada sebuah harapan mendalam yang senantiasa mengiring dan
menyemangati kami selaku penulis dalam melakukan penyusunan karya tulis ini,
bahwa dengan selesainya penyusunan makalah ini dapat melengkapi dan
menyelesaikan tugas – tugas dalam mata kuliah Bahasa Indonesia dan kami selaku
mahasiswa mampu menghasilkan bacaan yang bermanfaat bagi orang lain.
Saya selaku penulis, sangat menyadari bahwa apa yang kami tulis dalam
makalah ini barulah merupakan gagasan awal yang masih sederhana dan jauh dari
kesempurnaan sebagai panduan mahasiswa. Akan tetapi di balik kesederhanaan
apa yang kami tuliskan dalam makalah ini, ada sebuah impian besar bahwa
mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini adalah awal untuk sebuah karya yang
lebih besar, di masa mendatang.
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Karya tulis ini. Semoga bantuannya dapat bernilai
ibadah disisi Tuhan Yang Maha Esa. Amin
Palopo,
Penulis
Mei 2012
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i.
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A.
B.
C.
D.
Latar Belakang ...................................................................................1
Rumusan Masalah...............................................................................3
Tujuan Penulisan................................................................................3
Manfaat Penulisan..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................5
A. Kajian Pustaka....................................................................................5
B. Kerangka Fikir....................................................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................19
A.
B.
C.
D.
Jenis Dan desain Penulisan.................................................................19
Prosedur Penulisan.............................................................................19
Tekhnik pengumpulan data.................................................................19
Teknik Analisis data............................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................21
A.
B.
C.
D.
Tahapan persiapan Sumber Daya Guru..............................................22
Tahapa Proses Berkulitas....................................................................23
Tahapan Pengembangan Berklanjutan................................................24
Keterbtasan Penulisan.........................................................................26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................28
A. Kesimpulan.........................................................................................28
B. Saran...................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................29
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pendidikan di Indonesia tidak kunjung selesai walaupun
beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah. Digulirkanya otonomi
pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga belum
mampu menyelesaikan persoalan pendidikan secara signifikan. Permasalahan
pendidikan dewasa ini begitu komplek dan membutuhkan banyak waktu,
tenaga, biaya dan sumberdaya dalam menyelesaikanya.Persoalan pendidikan
di Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumber daya guru. Sebagai
indicator yang menunjukan rendahnya kaualitas sumber daya guru tersebut
diataranya adalah lemahnya budaya tulis menulis para guru di Indonesia.
Upaya-upaya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui
Departemen Pendidikan belum mampu mengangkat motivasi guru untuk
menulis. Tak heran dalam dunia pendidikan Indonesia, terutama sekolah,
banyak menemui kesulitan dalam melakukan inovasi bahan ajar. Selain itu,
dunia pendidikan mengalami kekurangan sumberdaya guru yang mampu
menulis karya ilmiah dan hasil tulisan guru dalam bidang masyarakat secara
umum di media-media juga masih langka.Perubahan kurikulum sekolah dari
kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru mampu
mempersiapkan bahan ajar sesuai dengan kondisi lokal. KTSP juga menuntut
sekolah mampu menyediakan bahan ajar yang mengadopsi materi yang
disesuaikan dengan kekhasan setiap daerah masing-masing. Hal ini tidak akan
5
dapat tercapai jika masing-masing daerah tidak mampu mengembangkan guru
agar bisa menulis bahan ajar secara mandiri dengan kualitas yang baik. Perlu
diketahui, hampir sebagian besar buku pelajaran yang berasal dari penerbit
sekarang ini, memiliki latar atau setting daerah tertentu yang tidak semuanya
cocok diaplikasikan di daerah lain.Pada dasarnya guru adalah figur yang
potensial untuk mengungkap banyak hal dalam kehidupan ini. Selain
mempersiapkan bahan ajar, seorang guru harusnya juga tergelitik untuk
mengungkap dunia pendidikan yang menyajikan banyak hal yang bisa ditulis
sebagai bahan rujukan perbaikan kondisi masyarakat. Pada kenyataanya,
hanya segelintir saja guru yang mampu menyajikan sebuah tulisan tentang
dunia pendidikan dan dunia masyarakat secara umum.
Kondisi pendidikan formal di sekolah yang dialami sekarang ini sangat
menyedihkan, karena mematikan kepekaan siswa/ mahasiswa. Ribuan jam
mahasiswa disuruh duduk dikelas mendengarkan kuliah-kuliah atau mengikuti
kegiatan-kegiatan yang membosankan setengah mati, yang melumpuhkan rasa
ingin tahu dan minat yang biasanya muncul secara spontan. Istilah “krisis
dalam pendidikan“ pun muncul dalam berita-berita utama surat kabar di mana
berbagai masalah pendidikan dibahas dan diperdebatkan di mana-mana,
termasuk di Indonesia. Sementara itu, masalah yang mendasarinya ternyata
bukan pendidikan itu sendiri, melainkan pembelanjaran. Cara kita memandang
kegiatan belajar selama ini yang terjadi dalam masyarakat itulah yang menjadi
persoalan yang sebenarnya.
Lingkungan formal dan metode-metode pengajaran tradisional yang tidak
berubah sejak berpuluh-puluh tahun telah melemahkan kepekaan peserta didik
terhadap kapasitas mereka yang terpenting dalam pembelanjaran. Pengalaman
6
pendidikan secara keseluruhan telah mengubah siswa/ mahasiswa yang penuh
energi, dengan rasa ingin tahu besar dan bersemangat menjadi siswa yang
sering terlihat lelah, tidak berminat, gelisah, bosan, frustasi dan bahkan ketika
proses belajar-mengajar berlangsung yang menjadi fokus perhatiannya adalah
kapan waktu berakhir atau selesai agar terbebas dari rutinitas yang
membosankan.
Oleh karena itu, perlu diusahakan berbagai langkah dan
strategis
pengembangan sumber daya guru untuk meningkatkan kemampuan dari
berbagai aspek sehingga mampu memahami keragaman manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemiran yang dikemukakan, maka disusun
rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana
Strategi Pengembangan
profesionalisme Guru untuk meningkatkan mutu pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis
Strategi
Pengembangan
meningkatkan mutu pendidikan.
profesionalisme
guru
untuk
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister
(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Salah satu cara meningkatkan profesianalisme guru adalah denagn
mengambengkan bakat tulis yang sudah barang tentu menjadi basic education
setiap tenaga pendidik. Lemahnya motivasi guru dalam menulis perlu dicari
solusinya agar kualitas pendidikan kita meningkat. Ibarat kita sedang sakit, kita
perlu mencari penyebab sakit kita. Inilah yang dinamakan sebagai diagnosa.
Dengan adanya diagnosa yang tepat tentang penyakit kita , tentunya kita akan
mampu dengan tepat menentukan obat apa yang paling mujarab untuk
mengatasinya. Untuk mencari penyebab lemahnya motivasi guru dalam menulis
setidaknya kita bisa menggunakan beberapa diagnosa berikut sebagai berikut;
Pertama, lemahnya guru dalam menulis bahan ajar. Penyebab lemahnya
guru menulis bahan ajar dikarenakan masih belum mantapnya kualitas intelektual
guru sendiri, kebijakan pemerintah daerah dan sekolah yang tidak mendukung,
serta kebijakan pengelolaan pelatihan/workshop guru dalam bidang penulisan
8
yang tidak berorientasi pada tujuan guru untuk mampu menulis setelah
pelatihan/workshop itu selesai.
Sebagai insan intelektual, kualitas guru sebenarnya lambat laun memiliki
kapasitas intelektual yang beranjak naik. Pemerintah dengan upaya penyetaraan
tingkat pendidikan guru, sedikit banyak telah berhasil meningkatkan kapasitas
intelektual guru. Tetapi tingkat pendidikan tidak serta merta menjamin
kemampuan guru dalam menulis. Menulis erat kaitanya dengan kompetensi
berbahasa. Kompetensi berbahasa ada empat macam yaitu; kompetensi
menyimak, bicara, membaca, dan menulis. Guru di Indonesia belum mampu
menggunakan ke-empat kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru
Indonesia hanya menggunakan kompetensi menyimak dan membaca serta
kompetensi bicara, itupun hanya dalam kapasitas menjelaskan dan bercerita.
Sementara dalam kompetensi menulis, sebagian besar dari mereka masih awam
melakukanya.
Kebijakan pemerintah dan sekolah dewasa ini juga tidak mendukung para
guru untuk menulis bahan ajar. Semenjak diberlakukanya otonomi pendidikan,
bola kebijakan pendidikan berubah dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Kini, pemerintah daerah memiliki kewenangan seluas-luasnya dalam
menentukan kebijakan pendidikan yang salah satu diataranya adalah kebijakan
menentukan apa dan siapa yang memyediakan bahan ajar bagi sekolah-sekolah di
daerahnya. Pemerintah pusat berharap dengan program ini, akan muncul para
penulis buku ajar yang baru dari masing-masing daerah dan selanjutnya akan
menjalankan roda bidang ekonomi yang lain, seperti para penerbit di daerah itu
yang akan mendapatkan order untuk mencetak buku tersebut.
9
Kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Di daerah tidak
muncul para kreator buku ajar, melainkan guru, bersama sekolah mengeluarkan
kebijakan sekolah yang tetap memakai buku ajar dari penerbit luar daerah karena
selain langsung bisa mendapat untung dari selisih pembelian dan penjualan, guru
dan sekolah juga tidak repot-repot membuat buku yang hasilnya belum tentu lebih
berkualitas.
Menghadapi fenomena ini, pemerintah daerah juga tidak mengambil
tindakan yang produktif. Kenyatan bahwa membuat bahan ajar oleh guru daearah
itu lebih mahal harganya memang benar adanya, tetapi sekali lagi tidak semua
buku dari penerbit cocok diaplikasikan dimasing-masing daerah. Jika pemerintah
berpikir ini, tentunya dengan sedikit biaya lebih banyak akan memfasilitasi
pembuatan bahan ajar dari guru di daerahnya. Selain meningkatkan sumberdaya
guru di daerah, kebijakan ini juga tepat karena sekolah di daerah akan
mendapatkan buku yang sesuai dengan konteks di derahnya.
Pelatihan/workshop guru dalam bidang penulisan yang dilakukan oleh
pemerintah dan pihak lain dewasa ini juga belum banyak dirasakan manfaatnya.
Ditinjau dari jumlah, sebenarnya telah banyak pelatihan/workshop tentang
penulisan dilakukan pemerintah dan swasta. Tapi lagi-lagi, pelatihan ini belum
mampu menjadi obat yang mujarab bagi penyakit lemahnya motivasi guru dalam
menulis. Hal yang paling menonjol di setiap pelatihan/workshop adalah mengenai
kapan berakhirnya pelatihan ini dan berapa honor yang didapat masing-masing
peserta. Pelatihan/workshop menulis bagi guru ini belum mampu mendesain dan
mengaplikasikan the next actions dan rencana kegiatan tindak lanjut setelah
pelatihan/workshop usai.
10
Kedua, lemahnya guru dalam melakukan administrasi pendidikan formal
dan adminstrasi pendidikan nonformal. Administrasi pendidikan formal berkaitan
dengan kapasitas guru sebagai pendidik yang harus menulis dan melaporkan
kegiatan belajar-mengajar murid. Masih banyak guru yang belum mampu menulis
kegiatan belajar-mengajar seperti membuat syllabus, rencana pembelajaran, dan
menulis kejadian-kejadian khusus dalam proses pembelajaran secara baku dan
terperinci. Kemampuan guru dalam melaporkan hasil belajar juga masih kurang.
Pengisisan rapor sebagai dokumen penting hasil pembelajaran memerlukan
teknik-teknik khusus yang tidak semua guru mampu menguasainya.
Administarsi pendidikan nonformal berkaitan dengan sejauh mana guru
mau dan mampu menulis perkembangan siswa dalam belajar di luar dari hasil
yang dia laporkan dalam rapor siswa. Dewasa ini banyak media yang bisa dipakai
untuk melakukan hal ini, baik menggunakan media tulis dan media elektronik.
Yang paling potensial adalah media elektronik. Sekarang ini kita bisa dengan
mudah dan gratis mendaftar untuk memiliki halaman website di internet dan kita
bisa kelola untuk menulis dan mendokumentasikan perkembangan siswa. Hal ini
sangat membantu, karena orang tua murid juga akan dengan mudah mengakses
informasi perkembangan anaknya tanpa harus datang ke sekolah. Tetapi sayang
fasilitas ini belum banyak dimanfaatkan oleh guru-guru di Indonesia.
Ketiga, lemahnya guru dalam menghasilkan karya-karya ilmiah dan hasil
tulisan lainya. Seharusnya, guru, sebagai orang yang paling dekat dengan dunia
pendidikan, mampu menghasilkan banyak karya ilmiah. Dewasa ini sebenarnya
banyak pendidik yang produktif menghasilkan karya ilmiah, tetapi hal ini baru
terbatas pada kalangan guru yang memang memiliki lingkungan kampus yang
11
relatif mendukung. Untuk kalangan guru tingkat sekolah menengah atas ke bawah
rasanya baru beberapa orang saja.
Kita juga jarang menemukan hasil-hasil tulisan lainya yang dimuat di
jurnal dan surat kabar yang dihasilkan oleh seorang guru. Media sepertinya
memilih topic-topik politik dan ekonomi yang kadang kala memang para guru tak
suka menulisnya. Dalam media elektronik, hanya beberapa halaman website saja
yang menampung tulisan-tulisan guru.
Dari hasil diagnosa lemahnya motivasi guru dalam menulis tadi kita
diharapkan dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi dikalangan guru
Indonesia. Perlu kita cari beberapa solusi yang bisa kita tawarkan dalam
mengatasi problem lemahnya motivasi guru dalam menulis ini. Ada beberapa
solusi yang kita tawarkan, antara lain;
Pertama,
optimalisasi
program-program
pemerintah
dalam
upaya
memperkuat motivasi guru dalam menulis. Program-program pelatihan/workshop
penulisan bagi guru harus berorientasi pada kemampuan guru untuk menulis pasca
kegiatan pelatihan/workshop. Pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus memonitor pra, kegiatan, dan paska kegiatan dari pelatihan/worksop.
Jangan sampai pemerintah menutup mata atau alih-alih hanya menjadikan
kegiatan ini sebagai proyek semata.
Pemerintah hendaknya memfasilitasi terbentuknya forum-forum ilmiah di
daerah masing-masing guna meningkatkan keahlian guru dalam menulis.
Pemerintah juga diharapkan mengambil kebijakan untuk memberdayakan guru di
daerah dengan melibatkan mereka dalam menulis buku bahan ajar yang sesuai dan
cocok bagi daerahnya. Pemerintah juga seharusnya menindak oknum guru yang
12
dengan seenaknya memakai buku dari penerbit luar dengan alasan lebih praktis
dan memiliki rabat atau untung yang lebih besar. Pemerintah juga diharapkan
terus memperkuat program pendidikan yang mendidik guru untuk berusaha
menulis dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan konteks sekolah dan daerah
itu.
Kedua, pemerintah hendaknya memfasilitasi sekolah dengan fasilitas yang
mendukung guru dalam menulis. Fasilitas yang dimaksud adalah penambahan
program internet sekolah. Baru beberapa sekolah saja yang memiliki fasilitas ini.
Fasilitas internet sangat bermanfaat bagi guru dalam mencari bahan-bahan ajar
dan menampilkan perkembangan proses belajar mengajar murid di media maya
ini. Jika fasilitas ini tidak ada di sekolah, guru akan merasa kesulitan dalam
mengakses fasilitas ini. Selain butuh biaya tambahan ke warung internet, dengan
jauhnya jarak warung internet juga akan menambah tenaga dan menguras waktu
guru. Provider/penyedia jasa internaet swasta juga harus memberi kebijakan yang
lebih lunak bagi akses pengadaan fasilitas internet di sekolah diluar dari potongan
biaya yang dikenakan perbulan.
Ketiga, kemauan media dalam meningkatkan peranya membantu guru
dalam menulis. Selain masing-masing daerah yang memiliki harian atau surat
kabar yang masih terbatas, ketersediaan kolom guru di media juga terbatas. Peran
media diharapkan lebih meningkat dalam mendukung guru untuk menulis. Ada
beberapa media surat kabar, tetapi belum banyak, yang menyediakan halaman
khusus bagi guru untuk menulis. Semakin besar perhatian media dalam
menyediakan ruang bagi guru untuk menulis , semakin besar pula ekspose bidang
pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan bidang pendidikan itu sendiri.
13
Keempat, motivasi guru sendiri dalam menulis. Motivasi akan langgeng
jika muncul dari dalam diri seseorang. Motivasi guru yang mantap dalam menulis
sebagian
besar
pelatihan/workshop
dibangun
dan
dalam
program
diri
guru
peningkatan
itu
sendiri.
pemerintah
Banyaknya
lainya,
serta
penambahan fasilitas sekolah, hanya akan menjadi penghias belaka tanpa akan
memberikan efek positif dan mendorong guru untuk menulis.
Seperti kata Hernowo, dewasa ini menulis saja kita tidak cukup. Kita
harus memang benar-benar dalam keadaan menyenangkan dan menikmati
kegiatan menulis tersebut. Rasa senang dan nikmat adalah rasa yang muncul dari
motivasi dalam diri yang tidak secara otomatis muncul. Guru harus menempa diri
dan menimbulkan motivasi itu dengan belajar dan menyadari akan pentingnya
menulis itu sendiri. Dengan perasaan senang dan nikmat inilah, seorang guru
dapat menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat
secara umum.Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda
dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika
Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana
yang dikemukakan Stiles and Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat
standar pengembangan profesi guru yaitu;
(1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi
untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang
diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode
inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi
fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam;
14
(2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi
untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains,
pembelajaran,
pendidikan,
dan
siswa,
juga
menerapkan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif
tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep
apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan,
profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa
yang bisa membantu siswa belajar;
(3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi
untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan
kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik
biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah
berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru
selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar;
(4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi
untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini
dimaksudkan
untuk
menangkal
kecenderungan
kesempatan-
kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak
berkelanjutan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Maister
(1997)
mengemukakan
bahwa
profesionalisme
bukan
sekadar
15
pengetahuan
teknologi
dan
manajemen
tetapi
lebih
merupakan
sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
2.1.2 Pergeseran Paradigma
Menurut Naisbitt (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan
mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) Dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat,
(2) Dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,
(3) Dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra
hubungan kemitraan,
(4) Dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik)
ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) Dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat
teknologi, budaya, dan komputer,
(6) Dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim
kerja,
(7) Dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa
pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai
tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
16
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998)
mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
(1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga
kerja
terampil
dan
ahli
yang
diperlukan
dalam
proses
industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan
berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;
(2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan
bahasa,
pendidikan
tidak
hanya
sebagai
proses
transfer
pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian
kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional;
(3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas
penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan
banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan
pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
2.1.3 Menuju Profesionalisme Guru
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai;
(1) Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap
masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
(2) Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis
pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan
17
hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan
proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan
hendaknya
diarahkan
pada
praksis
pendidikan
masyarakat Indonesia;
(3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan Praktek pembelajaran
yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak
dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh
berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa
pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah
pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar
dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad
industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;
No.
1.
Abad Industri
Guru sebagai pengarah
Abad Pengetahuan
Guru
sebagai
2.
3.
4.
pembimbing, dan konsultan.
Guru sebagai sumber pengetahuan
Guru sebagai kawan belajar
Belajar diarahkan oleh kurikulum
Belajar diarahkan oleh siswa
Belajar dijadualkan secara ketat Belajar secara terbuka, ketat
waktu
fasilitator,
dengan waktu yang terbatas
dengan
fleksibel
sesuai
5.
Terutama didasarkan pada fakta
keperluan
Terutama berdasarkan proyek dan
6.
masalah
Bersipat teoritik, prinsip-prinsip, Dunia nyata, dan refleksi prinsip
18
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
dan survey
Pengulangan dan Latihan
Aturan dan Prosedur
Kompetitif
Berfokus pada kelas
Hasilnya ditentukan sebelumnya
Mengikuti norma
Komputer sebagai subyek belajar
Presentasi dengan media statis
Komunikasi sebatas ruang kelas
Tes diukur dengan norma
serta survei
Penyelidikan dan perancangan
Penemuan dan penciptaan
Kolaborasi
Berfokus pada masyarakat
Hasilnya terbuka
Keanekaragam yang kreatif
Komputer sebagai peralatan utama
Interaksi multi media yang dinamis
Komunikasi tidak terbatas di kelas
Unjuk kerja diukur oleh pakar,
penasihat, kawan sebaya, dan diri
sendiri
Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut;
1. Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan
praktek,
dan
menggunakan
aturan
dan
prosedur-prosedur.
Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan
desain, menemukan dan penciptaan.
2. Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila
paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan
ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
3. Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik
pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap
sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan
memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang “murni”
dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad
19
Pengetahuan yang “murni”, besar kemungkinannya menemukan
metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan
dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan
reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang,
namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metodemetode baru.
4. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan
teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar
berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas
kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual
yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan
perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.
5. Pada Abad
Pengetahuan
nampaknya
praktek
pembelajaran
tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer
dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad
Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern.
Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan
katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad
Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode
tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat
melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi
canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.
2.2.Upaya Pengembangan Guru
20
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini
memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional,
baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini
menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan
guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh,
menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu
tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad
Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang
harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di
atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi
berbagai tantangan ini.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi
dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai
tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II
bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi
guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak,
kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan
perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan
pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih
805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi
21
yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan
Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk
meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi
pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam
kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus.
Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk
penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan
masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,
peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan
pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI PENULISAN
3.1.Kerangka Pikir
Guna menjawab rumusan masalah yang diajukan, maka penulis
mengajukan kerangka pikir Strategi Pengembangan Sumber Daya Guru sebagai
berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Pikir
Tahapan Persiapan
Sumber Daya Manusia
Rekrutmen
Seleksi
Fasilitas Beasiswa
Tahapan Proses
Berkualitas
Pemilihan Perguruan
Tinggi Berkualitas
Quality Control
Tahapan Pengembangan
Berkelanjutan
Pendidikan dan
Pelatihan
Studi Lanjut
22
Berdasarkan gambar 3.1 tersebut, dapat ditunjukkan tiga tahapan
strategi pengembangan sumber daya Guru yang terdiri atas : Tahapan persiapan
sumber daya manusia yang terdiri atas tiga item yakni rekrutmen, seleksi, dan
pemberian fasilitas beasiswa. Tahapan Proses Berkualitas yang terdiri atas dua
item yaitu pemilihan perguruan tinggi berkualitas dan pentingnya quality control.
Tahapan Pengembangan Berkelanjutan yang terdiri atas dua item yaitu pendidikan
dan pelatihan, serta studi lanjut.
3.2 Metodologi Penulisan
3.2.1 Rancangan Penulisan
Rancangan
penulisan adalah rencana dan struktur penulisan yang
disusun sedemikian rupa sehingga penulis dapat memperoleh jawaban untuk
penelitiannya.
Untuk
kepentingan
penulisan
karya
ilmiah
ini,
penulis
menggunakan rancangan penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengurai sifat atau karakteristik dari suatu
fenomena tertentu. Metode ini dipilih karena dianggap sesuai dengan maksud dan
tujuan dari karya ilmiah ini.
3.2.2 Prosedur Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penulisan ini adalah data kualitatif yang
meliputi pencarian referensi seperti studi kepustakaan, penelitian terdahulu, dan
jurnal ilmiah yang relevan. Sedangkan sumber data berupa data primer yang
23
meliputi observasi dan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya pelaku
pendidikan (Guru), pemangku kepentingan, serta pemerhati pendidikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tahapan Persiapan Sumber Daya Guru
Di era tahun 1960-an, profesi guru merupakan profesi yang terhormat
dan sangat diminati oleh tamatan sekolah lanjutan pada saat itu. Maka tidaklah
mengherankan, orang-orang terbaik (lulusan sekolah lanjutan) berbondongbondong memilih pendidikan guru sebagai tujuan akhir. Hasilnya dapat kita lihat
24
berupa terkonsentrasinya orang-orang pintar yang menjadi guru. Dampaknya pun
dapat dilihat dari kualitas siswa yang dihasilkan.
Namun setelah tahun 1970-an, profesi guru tidak lagi menarik yang
ditandai dengan berbondong-bondongnya tamatan sekolah lanjutan atas untuk
memilih Universitas ketimbangan perguruan tinggi keguruan (waktu itu namanya
IKIP). Hal tersebut terutama disebabkan rendahnya penghargaan pemerintah dan
masyarakat terhadap profesi guru yang tercermin pada gaji dan kesejahteraan
guru. Tidak mengherankan, lulusan SMA terbaik akan menjadikan Universitas
sebagai prioritas pertama siswa dengan memilih juruan favorit seperti program
kedokteran, teknik, maupun ekonomi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah bimbingan belajar
terkemuka di Makassar pada tahun 1997 tentang fenomena ini menunjukkan
bahwa 86 persen lulusan SMA di Sulawesi Selatan memilih Universitas (seperti
Universitas Hasanuddin) sebagai pilihan pertama dan kedua pada seleksi
penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dan menjadikan pendidikan guru (seperti
IKIP Ujungpandang) sebagai pilihan kedua atau pun pilihan ketiga. Pada sistem
penerimaan SPMB, pilihan menunjukkan prioritas yang artinya berapa pun nilai
yang diperoleh oleh calon mahasiswa akan disesuaikan dengan urutan pilihan.
Implikasi dari penelitian tersebut menggambarkan bahwa lulusanlulusan terbaik SMU akan diterima pada Universitas yang pastinya tidak akan
menjadi Guru setelah sarjana. Sedangkan sisa lulusan SMA yang tidak lulus pada
Universitas, akan diterima di pendidikan Guru. Hasilnya pun tidak mengherankan
jika berbagai penelitian menunjukkan betapa rendahnya kualitas guru di era tahun
1980-an hingga sekarang.
25
Rendahnya kualitas Guru saat ini terutama berkaitan dengan rendahnya
kualitas input. Oleh karena itu, kami menawarkan persiapan sumber daya Guru
yang kiranya dapat dijadikan strategi pengembangan Guru di Sulawesi Selatan
sebagai berikut :
4.1.1 Rekrutmen
Rekrutmen
berkaitan
dengan
keinginan
pemerintah
daerah
untuk
memperoleh sumber daya terbaik untuk menjadi Guru berkualitas di daerah
masing-masing.
rekrutmen dapat dilakukan dengan bekerjasama Dinas
Pendidikan serta SMA yang ada di daerah masing-masing. Kiranya penting
untuk menjadi catatan bahwa pemerintah daerah harus memberikan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada semua siswa untuk
berpartisipasi.
4.1.2 Seleksi
Seleksi berkaitan dengan penyaringan para calon Guru. Pada tahapan ini,
kiranya pemerintah daerah wajib bekerjasama dengan lembaga professional
yang kompeten terutama berkaitan dengan tes potensi akademik maupun
psikologis. Hal ini juga menghindari kentalnya kolusi, korupsi, dan
nepotisme (KKN) pada proses seleksi sejenis yang selama ini dilakukan di
daerah.
4.1.3 Fasilitas Beasiswa
Tahapan berikutnya adalah pemberian fasilitas beasiswa penuh kepada
tamatan SMA yang dinyatakan lulus seleksi. Besarnya porsi biaya
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar
seharusnya menjamin setiap calon Guru mendapatkan beasiswa penuh dari
26
pemerintah daerah. Sebagai bentuk kompensasi atas pemberian beasiswa,
para peserta wajib menandatangani kontrak dengan pemerintah daerah untuk
kesediaan menjadi Guru setelah menyelesaikan studi.
4.2 Tahapan Proses Berkualitas
Guru mempunyai posisi sentral dalam sistem pendidikan, perannya
sangat signifikan dalam keberhasilan proses pembelajaran. Bahkan tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa keberhasilan pendidikan tidak terletak pada
tersedianya perlengkapan pendidikan yang serba canggih dan modern, tetapi pada
kualitas guru itu sendiri. Untuk itu dalam mengembangkan sistem pendidikan
diera ini maka sebaiknya tenaga pendidik perlu diberikan tempaan pendidikan
sumber daya berkualitas. Pada tahap ini, kami menawarkan dua hal penting
yakni :
4.2.1 Pemilihan Perguruan Tinggi Berkualitas
Pemilihan perguruan tinggi berkualitas yang menghasilkan tenaga Guru
penting dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia. Disaat
sekarang di mana kehadiran perguruan tinggi laksana jamur di musim hujan
telah menjamur sampai ke daerah-daerah. Sangat penting bagi pemerintah
daerah untuk memilih perguruan tinggi berkualitas dan terakreditasi sangat
baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sumber daya unggul melalui
proses pembelajaran yang unggul pula. Pada tahapan lebih lanjut,
pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi
tertentu yang dipilih.
4.2.2 Quality Control
27
Setiap mahasiswa yang belajar pada perguruan tinggi harus memberikan
laporan tertulis menyangkut kemajuan proses studi dan kendala-kendala
yang mungkin dihadapi. Demikian pula laporan dari guru
mengenai
perkembangan capaian studi siswa dan saran-saran pengembangannya.
4.3 Tahapan Pengembangan Berkelanjutan
Paradigma baru sangat diperlukan dalam proses belajar dan mengajar.
Untuk pembelajaran paradigma barunya adalah “Setiap orang bisa belajar” tetapi
setiap orang bisa belajar dengan cara yang berbeda. Namun, kenyataan yang
terjadi adalah para guru mengharuskan siswa/mahasiswa melakukan sesuatu
sesuai dengan keinginan mereka, walaupun terkadang apa yang disampaikan oleh
para pendidik tersebut tidak pernah mengalami perubahan selama puluhan tahun
atau dengan kata lain ilmu yang dimilikinya tidak pernah dikembangkan.
Guru memiliki preferensi yang sangat kuat disertai beberapa keyakinan
kuat tentang benar atau salah dalam pembelanjaran. Mereka sangat sulit bersikap
fleksibel da menyesuaikan diri, lebih suka bertahan dengan apa yang mereka
ketahui, bahkan meski pun pengetahuan terkait sudah kuno, dan umumnya mereka
menolak perubahan. Para Guru yang sinis biasanya selalu mengatakan mereka
tidak perlu berubah karena metode-metode yang telah mereka pakai selama
puluhan tahun
telah berhasil pada banyak siswa/ mahasiswa tanpa pernah
memperhitungkan berapa jumlah mahasiswa yang gagal atau merasa bahwa
sekolah atau pun kampus adalah penjara bagi mereka.
Kondisi pikiran semacam ini sungguh sangat memprihatinkan, karena
tidak mungkin para guru membatasi siswa dengan metode-metode yang telah
dipakai puluhan tahun tersebut, karena kita dilahirkan pada masa yang berbeda.
28
Di mana saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi dengan sangat cepat,
hari ini pengetahuan dan besok adalah teknologi. Penentangan terhadap perubahan
tersebut sering ditemukan di antara para guru sekolah lanjutan. Sikap seperti ini
perlu diubah, sebab sikap tidak fleksibel akan berdampak tidak adanya perubahan
terhadap kualitas pendidikan.
Atas
pemahaman
kondisi
tersebut,
kami
menawarkan
tahapan
pengembangan berkelanjutan sebagai berikut :
4.3.1 Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga
pendidik
perlu
diberikan
pemahaman
pengembangan
dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sesuai tuntutan
zaman dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Namun demikian, berbeda
dengan program-program pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan
selama ini, kami menawarkan
pendidikan dan pelatihan terutama
menyangkut wawasan dan perkembangan paradigm keilmuan. Adapun
bentuk-bentuk pendidikan yang dimaksud sebagai berikut :
Pendidikan reguler kepada guru bidang studi tertentu dengan
mendatangkan tenaga ahli setingkat Professor dan Doktor pada bidang
masing-masing yang berasal dari perguruan tinggi terkemuka.
Kuliah umum kepada guru bidang studi tertentu dengan mendatangkan
narasumber yang telah mencapai tingkatan tertinggi dalam proses
belajar. Program ini dapat berupa mendatangkan peraih medali emas
pada olimpiade fisika internasional sebagai narasumber.
4.3.2 Studi Lanjut
29
Dengan menggunakan sistem evaluasi yang terstandar, pemerintah daerah
dapat menprogramkan beasiswa studi lanjut kepada Guru yang dianggap
memenuhi kualifikasi. Studi lanjut yang dimaksud adalah pencapapain
jenjang Strata dua (S2) maupuan Strata tiga (S3).
Kami sangat optimis, jika strategi pengembangan sumber daya Guru
dalam karya ilmiah ini dapat di adaptasi dan di implementasikan oleh pemerintah
daerah, maka hasilnya akan tampak pada 10 hingga 20 tahun yang akan datang.
Sudah saatnya pemerintah daerah berhenti melaksanakan program tambal sulam
kebijakan pendidikan dan beralih kepada pemikiran strategis jangka panjang.
Hanya dengan melakukan perencanaan yang terukur, proses yang berkualitas,
serta pengembangan yang berkelanjutan akan diperoleh hasil yang memuaskan.
4.4 Keterbatasan Penulisan
Kami menyadari bahwa terdapat beberapa kelemahan yang sekaligus
merupakan keterbatasan pada penulisan karya ilmiah ini dapat kami sebutkan
sebagai berikut:
1. Kami tidak memasukkan bahasan tentang besarnya pembiayaan atas
strategi pengembangan sumber daya Guru pada karya ilmiah ini. Kami
berasumsi bahwa, amanat Undang Undang Dasar untuk memberikan
prioritas pada pengembangan pendidikan sudah cukup memadai untuk
menjalankan program startegis ini.
2. Terdapat perbedaan karakteristik yang menonjol antara pengembangan
sumber daya Guru yang seharusnya dibahas secara terpisah dalam .
Namun demikian, sebagai sebuah konsep pemikiran dari kami dan juga
30
sebagaimana materi yang diajukan oleh panitia, maka dalam karya
tulis ilmiah ini, kami menggabungkan keduanya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian kami sebagaimana yang dicantumkan pada karya
ilmiah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk mencapai kualitas
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar,
pemerintah daerah perlu memikirkan strategi pengembangan sumber daya Guru
jangka panjang melalui tahapan penyiapan sumber daya melalui rekrutmen,
31
seleksi, dan pemberian beasiswa. Tahapan selanjutnya tahapan proses berkualitas
yang meliputi pemilihan perguruan tinggi yang terakreditasi baik dan quality
control. Dan Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengembangan yang
berkelanjutan meliputi pendidikan dan pelatihan, serta studi lanjut.
5.2 Saran-Saran
Adapun saran yang kami sampaikan pada karya ilmiah ini sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah hendaknya lebih memilih strategi pengembangan
sumber daya Guru dibandingkan dengan kebijakan tambal sulam
pengembangan pendidikan yang berjalan selama ini.
2.
yang kami tawarkan pada karya ilmiah ini dapat menjadi salah satu
solusi untuk diadaptasi dalam rangka pengembangan kualitas Guru
dalam jangka panjang.
32
DAFTAR PUSTAKA
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.
(Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/
220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan
dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di
Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Dahrin,
D.
2000.
Memperbaiki
Kinerja
Pendidikan
Nasional
Secara
Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum
Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Deporter, Bobby & Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning. Kaifa. Bandung.
John W., Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.
Prashnig, Barbara. 2007. The Power of Learning Styles. Kaifa. Bandung.