NOTE FGD PEDOMAN PENGEMBANGAN WISATA SEJ

FGD ( FORUM GROUP DISKUSI )
PENYUSUNAN PEDOMAN PENGEMBANGAN
DESTINASI WISATA SEJARAH DAN WISATA RELIGI
BALI 4 OKTOBER 2015

I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
A. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai beragam potensi daya tarik wisata budaya.
Pengelolaan daya tarik wisata –khususnya wisata budaya– terlihat
memberikan hasil yang positif bagi pariwisata Indonesia. Hal tersebut bisa
dilihat dari peningkatan Indek Daya Saing Pariwisata Global yang
diterbitkan World Economic Forum (WEF), yaitu dari peringkat 70 pada
tahun 2013 menjadi peringkat 50 di tahun 2015.
Di sisi lain, daya tarik wisata budaya ditetapkan memberikan kontribusi
yang besar terhadap pencapaian target 20 juta orang wisatawan
mancanegara pada tahun 2019. Kontribusi wisata budaya untuk
pencapaian target di tahun 2019 tersebut diharapkan mencapai 60%.
Wisata sejarah dan religi sebagai bagian dari wisata budaya diharapkan
mampu menarik 4,8 juta orang wisatawan mancanegara pada akhir tahun
2019.
Untuk meraih target di tahun 2019 itu diperlukan peran besar dari

pemerintah daerah baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam
penyelenggaran kepariwisataan, khususnya yang terkait dengan
pengembangan destinasi wisata sejarah dan religi. Kebutuhan atas
adanya pedoman pengembangan destinasi wisata sejarah dan religi
menjadi sangat mendesak dan penting untuk menjadi acuan bagi
pemerintah daerah dalam pengembangan wisata sejarah dan religi di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

B. DASAR HUKUM
Dasar Hukum didalam upaya mengembangkan daya tarik destinasi
budaya dan yang didalamnya mencakup kegiatan Penyusunan Pedoman
Pengembangan Wisata Sejarah Dan Religi , adalah sebagai berikut :

C.. PENGERTIAN PEDOMAN
Pedoman Pengembangan Destinasi Wisata Sejarah dan Religi menjadi
kebutuhan mendasar untuk meraih target wisatawan di tahun 2019. Yang
dimaksud dengan “pedoman” di sini adalah Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) yang merupakan salah satu kebijakan nasional yang
mengatur pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan sesuai
dengan arahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Keberadaan NSPK dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tersebut diatur dalam:
o Pasal 9 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa: “Menteri/kepala
lembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan
pilihan.”
o Pasal 11, yang menyebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah provinsi
dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan
urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma,
standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1).”
Norma dipahami sebagai aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai
tatanan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah. Standar adalah
acuan yang dipakai sebagai patokan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Prosedur adalah metode atau tata cara untuk
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kriteria adalah ukuran yang
dipergunakan menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.

Penetapan NSPK dilakukan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah non
departemen dan diberlakukan untuk seluruh Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota. Dalam konteks pekerjaan “Pedoman Pengembangan
Destinasi Wisata Sejarah dan Religi”, NSPK ditetapkan oleh Menteri
Pariwisata. Produk hukum yang tepat untuk NSPK adalah peraturan
menteri atau peraturan kepala. Penetapan NSPK juga harus melibatkan
pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam
Negeri. Di dalam penetapan NSPK, harus memperhatikan keserasian
hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar
pemerintah daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pada dasarnya NSPK bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka,
terjangkau, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga pelaksanaan
urusan wajib, pilihan, dan sisa dapat berjalan secara sempurna. Dalam hal
ini, NSPK sebagai pedoman disesuaikan dengan perkembangan

kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta
kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang
bersangkutan.
Secara umum pembentukan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK)

dilandasi oleh sebuah urgensi yang terjadi di setiap daerah dan menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah menjadi wewenang
pemerintah daerah kecuali urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat. Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantu.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, terdapat 2 (dua) urusan
yang dipegang oleh pemerintah daerah, yaitu:
o Urusan Wajib – adalah urusan yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi
masyarakat. Di dalam Urusan Wajib, terdapat dua aturan yaitu: (i)
Standar Pelayanan Minimum (SPM), yaitu aturan yang mengatur
pelayanan dasar yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah;
serta (ii) NSPK, yaitu aturan yang juga harus dilaksanakan oleh
pemerintah daerah mengenai segala urusan wajib di luar pelayanan
dasar.
o Urusan pilihan – adalah urusan pemerintah yang diprioritaskan oleh
pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan
upaya mengembangkan potensi unggulan yang menjadi kekhasan

daerah. Di dalam urusan pilihan, aturan yang digunakan sebagai
acuan adalah NSPK. Kepariwisataan adalah salah satu urusan pilihan
seperti yang diatur penyelenggaraan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.

D. MUATAN DAN SUBSTANSI PEDOMAN
Muatan substansial dalam pekerjaan “Pedoman Pengembangan Destinasi
Wisata Sejarah dan Religi” adalah: (i) pengembangan destinasi pariwisata,
serta (ii) daya tarik wisata sejarah dan religi. Muatan substansial tersebut
mengacu pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 50 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun
2010–2025.
Destinasi pariwisata di sini dipahami sebagai kawasan geografis yang
berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan. Pengembangan destinasi pariwisata.
Komponen pengembangan destinasi wisata menurut Peraturan

Pemerintah Nomor Nomor 50 Tahun 2011 terdiri atas daya tarik wisata,
aksesibiltas, prasarana umum, prasarana pariwisata, masyarakat yang
berdaya, serta investasi kepariwisataan.
Daya tarik wisata menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
dipahami sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata terbagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: (i) daya tarik
wisata alam; (ii) daya tarik wisata budaya; serta (iii) daya tarik wisata
hasil buatan manusia.

Daya tarik wisata budaya menurut Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 50
Tahun 2011 dipahami sebagai daya tarik wisata berupa hasil olah cipta,
rasa dan karsa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata
budaya terdiri atas:
o Daya tarik wisata budaya yang bersifat berwujud (tangible) –
meliputi cagar budaya (benda, bangunan, struktur, situs dan
kawasan cagar budaya), perkampungan tradisional dengan adat dan
tradisi budaya masyarakat yang khas, serta museum.
o Daya tarik wisata budaya yang bersifat tidak berwujud (intangible) –

meliputi: kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan aktifitas
budaya masyarakat yang khas di suatu area/tempat, serta kesenian,
Wisata sejarah dan religi merupakan bagian dari daya tarik wisata
budaya. Pemahaman atas destinasi wisata sejarah dan religi adalah:
o Destinasi wisata sejarah dipahami sebagai destinasi pariwisata yang
berkaitan dengan perkembangan suatu tempat, dikunjungi oleh
wisatawan baik dengan motivasi untuk nostalgia (heritage) maupun
sekedar ingin tahu (sightseeing).
o Destinasi wisata religi adalah destinasi pariwisata yang memiliki
keterkaitan erat dengan suatu kepercayaan tertentu, memiliki nilai
spiritual yang tinggi, dan dikunjungi oleh wisatawan baik dengan
motivasi untuk meningkatkan nilai spiritual (pilgrimage) maupun
sekedar ingin tahu (sightseeing).
E. MAKSUD DAN TUJUAN

penyusunan “Pedoman Pengembangan Destinasi Wisata Sejarah dan
Wisata Religi” merupakan langkah konkret yang dilakukan oleh
Kementerian Pariwisata dalam fungsinya sebagai fasilitator dan regulator
dalam kerangka pelaksanaan penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria (NSPK) di bidang pengembangan destinasi wisata sejarah dan

destinasi religi. Penyusunan pedoman ini merupakan bentuk penyiapan
regulasi dalam pengembangan destinasi wisata sejarah dan destinasi
wisata religi, yang diharapkan akan dapat memberikan pedoman dan
arahan dalam pengembangan destinasi wisata di daerah.
Dan didalam Penyusunan Pedoman Pengembangan Wisata Sejarah Dan
Religi meiliki sasaran yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah:
a. Tersusunnya dokumen pemetaan produk wisata sejarah dan wisata
religi di beberapa wilayah di Indonesia;
b. Tersusunnya acuan/panduan pengembangan sebagai arahan
kebijakan dan strategi dalam penyelenggaraan wisata sejarah dan
wisata religi.
c. Tersusunnya rekomendasi kebijakan dan strategi dalam rangka
menetapkan langkah selanjutnya (strategis) untuk upaya
pengembangan wisata sejarah dan wisata religi.
d. Terbangunnya pemahaman yang logis dan komprehensif segenap
pemangku
kepentingan
pada
bidang

pariwisata
dalam
mengembangkan produk wisata sejarah dan wisata religi sebagai
salah satu bentuk pengembangan produk wisata di Indonesia, serta
arahan pengembangannya.

II. LOKASI DAN LINGKUP KEGIATAN,
PENUNJANG DAN ALIH PENGETAHUAN.

DATA

A. LOKASI DAN LINGKUP KEGIATAN SERTA DATA PENUNJANG DAN
ALIH PENGETAHUAN.

Lokasi dan Lingkup kegiatan serta data penunjang dan alih pengetahuan pada pekerjaan
“Pedoman Pengembangan Destinasi Wisata Sejarah dan Religi” dapat dilihat melalui bagan alur
sederhana dibawah ini, untuk menjelaskan keterkaitan lingkup kegiatan, lokasi, data penunjang
dan alih pengetahuan ,sebagai berikut :

Gambar : Lingkup Kegiatan, Lokasi, Data Penunjang dan Alih Pengetahuan


DATA PENDUKUNG

ALIH
PENGETAHUAN

+

PERSIAPAN

FORUM

GROUP
DISCUSION
DAN
WORKSHO
P

LOKASI


1. UU NO 10 DAN PP NO 50 TENTANG REPARNAS,PERATURAN PRESIDEN
PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA BUDAYA.
2. POTENSI BUDAYA MEMILIKI 60 %
3. UNTUK PENYUSUNAN NPSK TH 2015 – 2019

4. KOMITMEN BERSAMA DIDALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA
DISEGALA BIDANG
5. KEARIFAN LOKAL DAN RELIGI SEBAGAI GATE KEEPER WISATA BUDAYA
6. PEMBANGUNAN PARIWISATA HARUS MEMILIKI KESEIMBANGAN DENGAN
KONSEP TRITAKANA ( KESEIMBANGAN VERTICAL DAN HORISONTAL )
7. BERDASARKAN PERDA BALI NO.22 TENTANG PEMBANGUANAN
PARIWISATA BALI

TARGET PENGEMBANGAN WISATA SEJARAH DAN RELIGI :
1. TARGET KUNJUNGAN 60 %
2. NSPK SEBAGAI ACUAN UNTUK PUSAT DAN DAERAH DIDLAM
MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN WISATA BUDAYA SECARA TEKNIS.

LATAR BE;AKANG PILIHAN WISATA SEJARAH DAN RELIGI :
1.
2.
3.
4.

FENOMENA MASA LAMPAU DAN MASA SEKARANG
KOTENTEIK DAN KEUNIKAN WARISAN BUDAYA
PRIDE ND PROUD WARISAN BUDAYA
PENGALAMAN BARU

DILIHAT DARI DESTINASI DIDALAM PENGEMBANGAN DESTINASI BUDAYA :
1
2
3
4
5

KRITERIA DAN DAYA TARIK ( POTENSI )
AKSESBILITAS
PARTISIPASI MASYARAKAT
MANFAAT EKONOMI
MANFAAT SUSTAINABLE

BERDASRKAN PP NO 50 /2011
1. PERWILAYAH DESTINASI

TANGGAPAN PEDOMAN WISATA SEJARAH DAN RELIGI ( BALI ).
1. BALAI CAGAR BUDAYA PROV.BALI ( IBU ANI ) :
TUJUAN WISATA DI BALI :
CAGAR BUDAYA DAN RELIGI

PARADIGMA PELESTARIAN, TERUTAMA DARI SISI PEMANFAATAN
PEDOMAN RELIGI DAN PEMNFATAN CAGAR BUDAYA
KAJIAN DAMPAK PEMANFAATAN , PEMILIK CAGAR BUDAYA ADALAH
MASYARAKAT
KOMUNIKAI DAN PEMAHAMAN BERSAMA DENGAN MASYARAKT
BUDAYA DAN KE ARIFAN LOKAL SBAGAI GATE KEEPER.
IBU DEWA AYU :
KESEIMBANGAN ANTARA KREATIVITAS SBAGAI DAYA TARIK DENGAN
ATURAN ATURAN MASYARAKAT , PEMBEKALAN TERHADAP
KOMPONEN LEMBAGA MASYARAKAT
DUKUNGAN TERHADAP KESEIMBANGAN TEKHNOLOGI BUDAYA
2. PARIWISATA :
TARGET PENGEMBANGAN DESA WISATA ( BALI )
PHOKDARWIS ( SDM ) SKILL DAN MANAGEMEN
KETERLIBATAN DAN PARTISIPASI MASYRAKAT
MUSEUM ( CAGAR BUDAYA ) DARK TOURISM NILAI SEJARAH KELAM
( KETERBUKAAN DAN PELURUSN SEJARAH )
BLM ADA GUIDE LINE SEBAGAI ACUAN TEKNIS DIDALAM
PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA BUDAYA : HARUS ADA ATTRAKSI
BAIK ALAM MAUPUN BUDAYA, HRS ADA AKSESBILITAS, AKSELERASI,
COMMUNITY INFORCEMENT
PHDI :
ALEX ( HUKUM AGAMA DAN HUKUM ADAT )ACUANNYA PERDA NO:2
WISATA BUDAYA BALI BERDASARKAN AGAMA HINDU DNGN
FALSAFAH TRIKARTANA,ACUAN MENDASAR DESA
TRIKARMAN,KONTRIBUSI PEMANFATAN BLM TEREALISASI SECARA
IDEAL, PROGRAM RECOVERY , PASAL 5 RENCANA TATA RUANG
DIDALAM DESINASI WISATA RELIGI, PEMBAGIAN RUANG PRIVATE
DAN RUANG PUBLIC , PAGAR WILYAH , PENERAPAN ATURAN KE
ARIFAN LOKAL, ( INTISARI BERSAMA )

AKADEMISI PARIWISATA DAN BUDAYA :
DIIKUTI DENGAN PROGRAM PROGRAM TERHADAP MASYARAKAT
( AKSELERAI DAN AKSEBILITAS ) , TINGKAT SENSITIVITAS
MASYARAKAT, MENYIAPAKAN MASYARAKAT DRI SISI PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DIDALAM PERSIAPAN PENGEMBANGAN WISATA
SEJARAH DAN RELIGI

ATURAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL HARUS DIRENCANAKAN ,DIATUR
DAN DISEPAKATI SECARA BERSAMA SESUAI DENGAN KEINGINAN
PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
3. INDSUTRI PARIWISATA
ARSITA ( PELAKU PEMASARAN WISATAWAN )

KRITERIA SEBAGAI DESTINASI WISATA BUDAYA :
PENGUATAN PERATURAN DASAR DIDALAM MELAKSANAKAN ATURAN
TEKNIS ANTARA PUSAT DAN DAERAH.
PEMHAMAN BERSAMA DEVINISI YANG JELAS DAN MEMILIKI PEMAHAMAN
BERSAMA TENTANG WISATA SEJARAH DAN RELIGI, WISATA SEJARAH, DAN
WISATA RELIGI.
65 % = WISATA ALAM
35% = WISATA BUDAYA

DATA CAGAR BUDAYA :
WISATA BUDAYA :
WISATA ALAM :

KATEGORE WIATAWAN :
RELIGI : TERIKAT PADA OBJEK
SPIRITUAL : TIDAK TERIKAT PADA OBJECK

NOTE KESIMPULAN :
1. PEMAHAMAN BERSAMA MENGENAI DEVINISI WISATA SEJARAH DAN
RELIGI, WISATA SEJARAH DAN WISATA RELIGI.

2. PEMETAAN KLASTER WISATA SEJARAH DAN RELIGI BERDASARKAN
OBJEK DAN AKTIVITASNYA
3. KEARIFAN DAN BUDAYA LOKAL MENJADI GATE KEEPER
4. DILAKUKAN PENDALAMAN DAN PENINGKATAN SKILL DAN
PENGETAHUAN SEBAGAI SALAH SATU PENGEMBANGAN SDM DALAM
KONTEKS KETERLIBATAN SDM SEBAGAI SUBJECK PARIWISATA
5. COMMUNITI INFORMATION LOKAL
6. BERKAITAN MENGENAI WISATA SEJARAH MENGEMBANGKAN LINE
STORY DAN ZONASI
7. RECOVARY BUDAYA