Strategi pengembangan kurikulum dan pemb

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan yang berlangsung di dalam lembaga pendidikan formal adalah pendidikan
yang terarah pada tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusun kurikulum
sebagai alat yang membawa segala kegiatan kependidikan kepada tujuan yang dikehendaki.
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia
seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab professional setiap guru.
Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi pengetahuan siswa di kelas karena materi
yang diperolehnya tidak selalu sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Yang
dibutuhkannya adalah kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai
dengan kebutuhan profesinya. Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, melainkan juga usaha menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan
subjek didik agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Mengajar dalam
pemahaman seperti ini memerlukan suatu strategi yang sesuai. Mutu pengajaran tergantung
pada pemilihan yang tepat bagi tujuan yang ingin dicapai, terutama dalam mengembangkan
kreativitas dan sikap inovatif subjek didik.
Untuk menyelesaikan persoalan pokok dalam memilih strategi diperlukan suatu
pendekatan tertentu. Pendekatan tertentu itu merupakan titik tolak atau sudut pandang kita
dalam memandang seluruh masalah yang ada.
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang pendekatan-pendekatan dan strategi

pengembangan kurikulum.

1

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Di dalam teori kurikulum setidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan

dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan
kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran
apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu.1

Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para
ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Para
pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan
sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli
disiplin ilmu, kemudian mereorganisasikannya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai
penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua
pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam dalam bidang-bidang
studi yang diajarkannya. Lebih jauh lagi guru dituntut bukan hanya menguasai materi
pendidikan, tetapi ia menjadi model bagi para siswanya. Apa yang disampaikan dan cara
penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi guru.
Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih
bersifat intelektual. Nama-nama pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan
nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah,
dan sebagainya.

1 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2005) h.140

2


Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang
disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang
dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang
dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah
bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin
memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit.
Apabila hanya sedikit mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan
sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila
disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak
akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
A.

Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh dengan menekankan pada

B.

bagaimana cara menguji kebenaran akan mendapatkan pengetahuan.
Mengutamakan kebutuhan masyarakat, memilih, dan menentukan aspek dari disiplin


C.

yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar
bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.
2. Pendekatan Humanistis
Pendekatan

humanistis

dalam

pengembangan

kurikulum

bertolak

dari


ide

“memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk
menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar
teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan,
metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum menyediakan
pengalaman (pengetahuan) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi
murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis
yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang terhadap
diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan
manusia yang teraktualisasi. Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah
orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya

3

baik aspek kognitif, estetika, maupun moral. Kurikulum humanistik menuntut hubungan
emosional yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan
yang hangat dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi

yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar. Guru harus
memberikan dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan hanya
dilakukan oleh guru tetapi juga oleh murid.2
Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu
kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.
Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu memberikan
pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Kurikulum ini
kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai
kesempatan

untuk

memperluas

dan

memperdalam

aspek-aspek


perkembangannya.

Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
A.
B.

Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Didalamnya
tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan membantu siswa
dalam merumuskan apa yang ingin mereka pelajari. Kegiatan yang diutamakan adalah

C.

yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari pemahaman.
Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang

D.

berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.

Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta
upaya tindak lanjutnya.3
3. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan

keahlian bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan
diusahakan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka
pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Kerja
2 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013) h. 86
3 Ibid,h. 91

4

sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa
dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar
lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat dalam pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an.
Harolg Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi
kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan
pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan
memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru
yang lebih stabil.
Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan
(trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan
berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain
adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam perkembangan sosial yang
perlu mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik sebagai individu
maupun dalam interaksinya dengan yang lain. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis
kecenderungan-kecenderungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin ilmu.
Dalam pemecahan problema sosial dan membuat kebijaksanaan sosial diperlukan
musyawarah dengan warga masyarakat.
Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada kemampuan
manusia untuk membangun dunia yang yang lebih baik. Juga penekanannya pada peranan
ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa kritikus pendidikan menilai
pandangan ini sukar diterapkan langsung oleh kurikulum (pendidikan). Penyebabnya adalah
interpretasi para ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial yang berbeda.

Kemampuan warga untuk ikut serta dalam pemecahan masalah juga bervariasi.4
4. Pendekatan Teknologis
Abad dua puluh ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang
pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan
adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak
4 Ibid, h.95

5

dan grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan
adalah teknologi maju, seperti video dan audio cassette, overhead projector, film slide, dan
motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-room dan internet.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi , dibidang pendidikan berkembang
pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu
menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu
tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi
kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat
diamati atau diukur.
Penerapan teknologi dalam pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk,

yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi
perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology),
sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system
technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan
alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Kurikulumnya
berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran
yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah:
pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran,
pengajaran modul, pengajaran dengan komputer, dan lain-lain.
Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan
program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program
pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang ditunjang dengan
alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media
pengajaran.
Pada bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih,
tetapi bahan ajar dan proes pembelajaran disusun secara sistem. Alat dan media digunakan
sesuai dengan kondisi tetai tidak terlalu dipentingkan. Pada bentuk kedua, pengajaran disusun
secara sistem dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media pembelajaran. Penggunaan
alat dan media belum terintegrasi dengan program pembelajaran, bersifat “on-off”, yaitu bila
digunakan alat dan media akan lebih baik, tetapi bila tidak menggunakan alat pun pengajaran

6

masih tetap berjalan. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu
antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media. Bahan ajar telah disusun
dalam kaset audio, video atau film, atau diprogramkan dalam komputer. Pembelajaran tidak
bisa berjalan tanpa melibatkan penggunaan alat-alat dan program tersebut.5
B.

Strategi Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Strategi
Istilah strategi pada mulanya digunakan dalam dunia kemiliteran. Strategi berasal dari

bahasa Yunani strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan
sebagai ilmu kejenderalan atau ilmu kepanglimaan. Strategi dalam pengertian kemiliteran ini
berarti cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang. Tujuan
perang itu sendiri tidak ditentukan oleh militer, tetapi oleh politik. Sekali tujuan sudah
ditetapkan oleh politik, maka militer memenangkannya.
Strategi dibedakan dengan taktik. Strategi dalam dunia kemiliteran berhubungan dengan
perang, yaitu cara yang paling efektif untuk memenangkan perang. Taktik berhubungan
dengan pertempuran yang harus dilakukan untuk melaksanakan peperangan itu. Kalau strategi
adalah ilmu peperangan, maka taktik adalah ilmu pertempuran. Pengertian strategi tersebut
kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Menurut ensiklopedia pendidikan, strategi
adalah the art of bringing forces to the battle field in favourable position. Dalam pengertian
ini strategi adalah suatu seni, yaitu seni membawa pasukan ke dalam medan tempur dalam
posisi yang paling menguntungkan.
Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan
ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah suatu seni dan
ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah
diterapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Tujuan pengajaran itu sendiri diterapkan dlam perencanaan pengajaran atau yang kita
kenal dengan kurikulum. Di samping tujuan pengajaran, baik dalam arti tujuan instruksional
maupun tujuan noninstriksional, kurikulum memuat isi dan pengalaman belajar yang
semuanya turut menentukan pemilihan strategi belajar-mengajar.6
5 Ibid, h. 96
6 Gulo. Strategi Belajar-Mengajar. (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002). Hal : 2

7

Strategi menurut Kemp (1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Senada dengan pendapat Kemp, Dick dan Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu merupakan suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau
siswa. Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu
metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran menggunakan metode. Artinya, strategi
adalah a plan of operation achieving something ‘rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu’.
Sedangkan metode ialah a way in achieving something ‘cara untuk mencapai’.7
2. Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya, pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke
tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif
yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat
menghadapi masa depannya dengan baik.
Pengembangan kurikulum merupakan berbagai perubahan dalam pendidikan yang pada
gilirannya merupakan salah satu bentuk dari perubahan masyarakat. Pengembangan ini telah
banyak dilakukan dengan memfokuskan pada kontribusi “fungsional”, terutama di dalam
struktur pendidikannya, bukan dalam muatan pendidikan. Pengembangan ini secara khusus
mengarah pada penyempurnaan kurikulum, tidak hanya terbatas pada proses rasionalisasi
perencanaannya tetapi juga mengaraha pada hal-hal yang tidak terencana.
Aspek-aspek penting yang cukup menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan
penyempurnaan dan pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Hubungan antar pengembangan yang terjadi di dalam kurikulum
Sifat komunikatif dan/atau perputaran dari pengembangan kurikulum
Strategi pengembangan kurikulum yang sudah terencana
Difusi atau penyebaran dalam pendidikan
Respons sekolah terhadap tekanan dari luar terhadap kurikulum
Factor pendorong terhadap pengembangan kurikulum di sekolah

7 Rusman. Manajemen Kurikulum. (Jakarta : Rajawali Pers, 2009) Hal : 194

8

G.

Akibat jangka pendek dan jangka panjang dan pengembangan kurikulum baik yang
terencana maupun tidak terencana.8
3. Strategi Pengembangan Kurikulum
Menurut T. Rakjoni strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum perbuatan

guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Sebelum menentukan strategi pengembangan kurikulum, terdapat empat unsur penting
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum yakni :
a.

Tujuan:

mempelajari

dan

menggambarkan

semua

sumber

pengetahuan

dan

pertimbangan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata
pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b.

Metode dan material: mengembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan
material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas yang serasi menurut
pertimbangan guru.

c.

Penilaian (assessment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu
dalam hubungan dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.

d.

Balikan (feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang
pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
Selain memeperhatikan unsur-unsur di atas, ada beberapa prinsip dasar yang sangat

perlu diperhatikan dalam aktivitas pengembangan kurikulum :
1.

Prinsip relevansi. Yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen
kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian untuk menunjuk suatu
keterpaduan kurikulum

2.

Prinsip fleksibilitas. Yaitu bersifat lentur atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang berisikan hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu
maupun kemampuan dan latar belakang anak.

3.

Prinsip kontinuitas. Yaitu kesinambungan. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas
dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan pekerjaan.

4.

Prinsip praktis. Yaitu mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan
biayanya murah. Atau disebut juga prinsip efisiensi.

Hal : 57

8 Mohammad Asrori. Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren. Malang : UIN-Maliki Pers.

9

5.

Prinsip efektivitas. Yaitu keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini dilihat baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Dari empat unsur dan prinsip tersebut, maka dalam rangka pengembangan kurikulum

dapat dilakukan empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional
objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning experiences),
mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan
mengevaluasi (evaluating).
a.

Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective).
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang
harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu
siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of
content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar
kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian discreen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi
pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan
tahap terakhir adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD)

b.

Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning
experiences)
Dalam

merumuskan

dan

menyeleksi

pengalaman-pengalaman

belajar

dalam

pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan
psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk
interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami
siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar.
c.

Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk
belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan
anak didik, dan kebutuhan masyarakat.

d.

Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk
tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam
pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan ,
10

sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi
adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedangkan tipe-tipe riset adalah aksi,
deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan
evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).

11

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat empat pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Pendekatan subjek akademis
Pendekatan humanistik
Pendekatan rekontruksi social
Pendekatan teknologi
Untuk membuat strategi pengembangan kurikulum, maka perlu memperhatian empat

unsur penting dalam kurikulum yakni :
a. Tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject
course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b. Metode dan material
c. Penilaian (assessment)
d. Balikan (feedback)
Pengembangan kurikulum yang dapat dirumuskan dari unsur penting di atas meliputi
empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning experiences), mengorganisasi
pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi
(evaluating).

12

DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Mohammad. Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Pesantren. Malang:
UIN-Maliki Pers.
Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta : Rajawali Pers, 2009
Gulo. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002
Ahmadi, Abu. Pengantar Kurikulum. Surabaya : Bina Ilmu, 1984
Prawiradilaga, Dewi. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media Group,
2008
Khodijah, Nyanyu. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers, 2014
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali
Press, 2005
Sukmadinata, Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakary, 2013

13