Perkembangan Indikator Ekonomi dan Kemak

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penulisan Makalah
Ekonomi merupakan salah satu aspek terpenting di suatu negara. Setiap
negara pasti ingin perekonomian di negaranya selalu bertumbuh. Pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu tanda bahwa kondisi perekonomian suatu negara
sedang menuju keadaan yang lebih baik. Untuk menilai kondisi perekonomian
sebuah negara, diperlukan indikator-indikator ekonomi seperti, Gross Domestic
Product (GDP), tingkat pengganguran, dan tingkat inflasi. Indikator-indikator
ekonomi tersebut dapat menunjukkan apakah negara tersebut mengalami
penurunan ekonomi atau ekspansi ekonomi.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara
diperlukan tolak ukur dengan indikator sesuai dengan definisi dari ekonomi
pembangunan itu sendiri, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Indikatornya adalah tingkat pendapatan harus seimbang dengan
pengeluaran dan harus seimbang pula dengan tingkat produksi (PRODUCTION =
INCOME = EXPENDITURE ), indikator tersebut diharapkan diharapkan mampu
mewakili atau merupakan model dari semua aspek atas pembangunan ekonomi.
Indikator ekonomi tersebut dapat mempengaruhi kemakmuran suatu
negara. Kemakmuran suatu negara dapat dilihat dari pendapatan nasional di setiap
negara. Pendapatan nasional tersebut berasal dari rata-rata pendapatan tiap

penduduk suatu negara. Apabila indikator ekonomi tersebut baik maka
kemakmuran negara tersebut juga baik, dan sebaliknya.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui sejauh mana perkembangan indikator ekonomi dan kemakmuran
Indonesia dibandingkan dengan negara India dan China dalam periode 10 tahun
terakhir.
2. Mengetahui apakah Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga,
dan India serta China dilihat dari sisi indikator ekonomi dan kemakmurannya.

1

3. Mengidentifikasi masalah yang paling menonjol dalam perekonomian
Indonesia serta memberikan saran terhadap permasalahan tersebut.
Ruang lingkup
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Objek pembahasan makalah ini adalah Negara Indonesia, India dan China.

2. Data

yang


digunakan

sebagai

perbandingan

adalah

indikator

makroekonomi GDP growth, tingkat inflasi, tingkat pengangguran, serta
GDP per capita dari negara objek pembahasan selama periode 2007-2016
yang diambil dari data World Bank 2017.

2

BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Indikator Ekonomi dan Kemakmuran Negara makalah ini

memfokuskan kepada dua hal, yaitu indikator ekonomi dan kemakmuran
negara. Menurut Olivier Blanchard (2009) Indikator perekonomian suatu negara,
dapat dilihat dari beberapa variabel berikut ini: Output Growth Rate (Tingkat
Pertumbuhan Produksi) Pengukuran keseluruhan output yang dihasilkan suatu
negara disebut dengan Gross Domestic Product (GDP). GDP bisa dalam bentuk
income, expenditure, dan output/value added.
GDP
Kemakmuran suatu Negara dapat dilihat dari pendapatan nasional.
Pendapatan nasional dipergunakan untuk menentukan laju tingkat perkembangan
ekonomi , mengukur keberhasilan suatu Negara, dan membandingkan tingkat
kesejahteraan rakyat. Untuk meng hitung pendapatan nasional dapat digunakan
beberapa pendekatan yaitu GDP (gross domestic product), GNP (gross national
product), dan NI (natiobal income). Selain itu juga ada pendapatan nasional
perkapita yang merupakan hasil bagi GDP dan GNP dengan jumlah penduduk,
pendapatan nasional perkapita ini digunakan sebagai indicator akhir dalam
melihat kemajuan suatu Negara.
GDP dapat didefinisikan ke dalam tiga bentuk:
(1) GDP adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi suatu
negara dalam suatu periode tertentu. Barang dan jasa yang dimaksud dalam GDP
tersebut adalah Final Goods bukan Intermediate Goods. Final goods adalah

barang yang merupakan akhir dari proses produksi yang dapat langsung
dikonsumsi. Sedangkan

intermediate goods

adalah barang yang masih

diperlukan dalam produksi barang lain, contoh: ban yang digunakan untuk
produksi mobil.
(2) GDP adalah keseluruhan dari nilai tambah (value added) di dalam
ekonomi selama periode tertentu. Nilai tambah adalah nilai dari keseluruhan
produksi perusahaan dikurang dengan nilai intermediate goods yang digunakan
dalam produksi.

3

(3) GDP adalah keseluruhan pendapatan ekonomi selama periode tertentu.
Pengukuran GDP terbagi menjadi 2, yaitu:
(1) Nominal GDP atau Dollar GDP atau GDP In Current Dollars. Nominal
GDP adalah jumlah dari kuantitas barang akhir yang diproduksi dikali dengan

harga sekarangnya. Nilai dari nominal GDP ini pasti akan terus meningkat,
baik karena kuantitasnya yang naik atau harganya yang naik.
(2) Real GDP atau GDP in Term of Goods atau GDP in Constant Dollars
atau GDP Adjusted for Inflation atau GDP in 1996 Dollars. Real GDP adalah
jumlah dari kuantitas barang akhir yang diproduksi dikali dengan harga
konstan. Real GDP ini lebih disukai karena real GDP fokus pada bagaimana
produksi didalam ekonomi yang berubah-ubah. Rumus dari GDP

growth

yaitu:
GDP =

Yt −Yt −1
Yt −1

Pertumbuhan GDP yang positif disebut ekspansi, sedangkan pertumbuhan GDP
yang negatif berarti negara tesebut sedang mengalami resesi ekonomi.
Unemployment Rate (Tingkat Pengangguran / Tuna Karya)
Tuna karya atau pengangguran adalah seseorang yang tidak memiliki

pekerjaan, tidak memiliki

mata pencaharian atau

yang

sedang mencari

pekerjaan. Pengangguran umumnya terjadi karena jumlah yang tidak bekerja
tersebut tidak sebanding (lebih tinggi) dengan jumlah lapangan pekerjaan yang
tersedia. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian
karena, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menimbulkan kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Selain itu
yang perlu dilihat adalah angka pengangguran adalah angka pengangguran yang
tinggi memperlihat kan sedikitnya kualitas sumber daya manusia dari suatu
Negara untuk membangun perekonomian. Ada beberapa jenis pengangguran
berdasarkan usia kerja yaitu pengangguran diluar usia kerja dan pengangguran
usia kerja.

4


Pengangguran juga menyebabkan beban kepada tenaga kerja produktif
semakin berat, disamping itu secara social tingkat pengangguran yang tinggi
mempengaruhi angka kriminalitas di dalam negara. Secara umum tidak ada
satupun Negara yang berhasil membebaskan negaranya 100% dari pengangguran,
namun negara yang makmur dapat menyisakan pengangguran hanya untuk
mereka yang memang terpaksa atau belum dapat bekerja.
Ketiadaan pendapatan juga menyebabkan tuna karya mengurangi
pengeluaran konsumsi yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan suatu negara. Tingkat pengangguran dapat dihitung dari rasio orang
yang tidak bekerja dengan jumlah orang yang dapat bekerja (labor force).
Rumus dati Unemployement Rate yaitu:
Unemployement Rate =

Unemployement
Labor

Inflation Rate (Tingkat Inflasi)
Tingkat inflasi merupakan deflator GDP seperti Customer Price Index –
CPI (indeks Harga Konsumen - IHK) sebagai salah satu dasar pengukuran.

Menurut Bank Indonesia, Indeks harga konsumen adalah salah satu indikator
ekonomi yang memberikan informasi mengenai harga barang dan jasa yang
dibayar oleh konsumen. Perhitungan IHK dilakukan untuk merekam perubahan
harga beli di tingkar konsumen (purchasing cost) dari sekelompok tetap barang
dan jasa (fixed basket) yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Selain
Indeks Harga Konsumen, tingkat inflasi dapat juga dilihat dari Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB). Menurut BPS, IHPB adalah indeks yang mengukur
rata-rata perubahan harga antar waktu dari suatu paket jenis barang pada tingkat
perdagangan besar atau penjualan secara partai besar. Indeks harga ini merupakan
salah satu indikator untuk melihat perkembangan perekonomian secara umum
serta sebagai bahan dalam analisa pasar dan moneter, dan disajikan dalam bentuk
indeks umum dan juga sektoral yang meliputi pertanian, pertambangan dan
penggalian, industri, impor, dan ekspor.

5

Tingkat kemakmuran suatu negara dapat diukur dari GDP per kapita
negara tersebut. GDP per kapita merupakan besarnya pendapatan rata – rata
penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak
ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara. Semakin besar

pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut. Hasil GDP per kapita
dapat menunjukan rata-rata standard hidup masyarakat di suatu negara. GDP per
kapita dihitung dengan cara GDP total dibagi dengan populasi suatu negara. GDP
per kapita ini baru akan berarti apabila dibandingkan dengan suatu kondisi GDP
per kapita dari Negara lain. Rumus GDP per Kapita yaitu:
GDP per Kapita =

GDP Tota l
Populasi

6

BAB III
PEMBAHASAN

Hasil Indikator Ekonomi dan Kemakmuran Negara Indikator ekonomi dan
kemakmuran Indonesia, India, dan China disajikan dalam bentuk tabel dan akan
dianalisis berdasarkan masing-masing negara.
Indonesia
Berdasarkan data di Tabel Perkembangan Indikator Ekonomi Negara Indonesia,

India, dan China dalam 10 tahun terakhir. dapat disimpulkan bahwa:
(1) Pertumbuhan Output (GDP) Indonesia selalu positif (expansions) untuk
sepuluh tahun terakhir dan cenderung stabil. Namun, di tahun 2009, pertumbuhan
GDP tesebut menjadi turun ke 4.6% dari 6.0%, tetapi di tahun berikutnya,
Indonesia kembali dapat meningkatkan pertumbuhan tersebut ke 6.2%. Penurunan
pertumbuhan GDP tersebut karena dampak dari krisis finansial global yang mulai
dirasakan pada triwulan III 2008. Krisis tersebut ditandai dengan lembaga
keuangan yang kesulitan likuiditas, kegiatan ekonomi yang melemah, ekspor yang
menurun, pasar dalam negeri yang lesu, pasar industri yang kesulitan sehingga
ancaman pemutusan hubungan kerja semakin nyata. Pertumbuhan ekonomi juga
mengalami titik balik, ketika harga berbagai komoditas ekspor

menurun

menyusul anjloknya harga minyak dunia.. Pertumbuhan GDP tertinggi kedua
dalam 10 tahun terakhir dialami Indonesia pada tahun 2010, sebesar 6.2 %.
Namun pada tahun 2013 pertumbuhan GDP turun menjadi 5.5% dari 6.03%. Pada
tahun 2014 dan 2015 juga terjadi penurunan GDP yaitu mencapai 4.7% di tahun
2015.
(2) Tingkat penggangguran di Indonesia mengalami kondisi yang baik bila dilihat

secara garis besar tingkat pengangguran selalu menurun dari tahun ke tahun
sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2016. Penurunan ini merupakan dampak
positif dari pertumbuhan ekonomi.

7

(3) Tingkat inflasi di Indonesia cenderung naik turun. Tingkat inflasi Indonesia
terbesar dirasakan yaitu pada tahun 2008 sebesar 9.7%, sedangkan tingkat inflasi
terkecil dirasakan pada tahun lalu yaitu tahun 2016 sebesar 3.5%.
(4) GDP per kapita di Indonesia semakin meningkat dari tahun 2007 hingga tahun
2017. Kenaikan GDP per kapita tersebut dapat terjadi oleh karena;
(a) Peningkatan investasi yang masuk ke Indonesia. (b) Penggunaan APBN yang
efektif dan tepat waktu pembelanjaannya. (c) Peningkatan ekspor dan impor yang
seimbang. (d) Daya beli masyarakat yang terjaga.
India
Berdasarkan data Berdasarkan data di Tabel Perkembangan Indikator
Ekonomi Negara Indonesia, India, dan China dalam 10 tahun terakhir. dapat
disimpulkan bahwa:
(1) Pertumbuhan Output di India cenderung tidak stabil, pada tahun 2008
pertumbuhan output mengalami kenaikan selama dua tahun ke depan (20092010), setelah itu mengalami penurunan selama dua tahun (2011-2012) kemudian
mengalami peningkatan di tahun 2013 namun peningkatan hanya sedikit dan
menyerupai nilai pertumbuhan output pada tahun 2011. Pada tahun 2013
pertumbuhan output India mulai naik selama 2 tahun (2014-2015).
(2)Tingkat pengangguran di India tergolong rendah. Dalam World Bank hanya
terdapat data pada tahun 2012 - 2014. Dimana terjadi kenaikkan tingkat
pengangguran dari tahun 2012 dimana tingkat pengangguran sebesar 2.5% naik
menjadi 4.5 % dan pada tahun 2014 menjadi 4.9%.
(3) Tingkat inflasi di India juga cenderung tinggi, terutama terjadi di tahun 2010
yaitu sebesar 11.9%.
(4) GDP per kapita India, semakin meningkat dari tahun 2007 – 2016. Bila dilihat
secara garis besar peningkatan GDP per kapita negara India terus meningkat dan
dapat diaktakan stabil.
Cina

8

Berdasarkan data di Tabel Perkembangan Indikator Ekonomi Negara
Indonesia, India, dan China dalam 10 tahun terakhir. dapat disimpulkan bahwa:
(1) Untuk negara Cina, tingkat pertumbuhan outputnya mengalami penurunan bila
dibandingkan dari tahun 2007. Pertumbuhan output China mengalami secara
garis besar mengalami penurunan bila dilihat dari tahun 2007 – 2016. Pada tahun
2007 pertumbuhan output China mencapai 14.2% sedangkan pada tahun 2015
tingkat pertumbuhan output China hanya sebesar 6.9%
(2) Tingkat pengangguran di China relatif sama dari tahun ke 2007-2016. Yaitu
berkisar pada angka 4 %
(3) Tingkat Inflasi di China mengalami deflasi pada tahun 2009. Bila dilihat dari
tahun 2010-2016 tingkat inflasi negara China cenderung stabil.
(4) GDP per kapita di Cina, semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Bila kita lihat terdapat persamaan serta perbedaan dari indikator ekonomi dari
masing-masing negara. Pertumbuhan output negara Indonesia jauh lebih stabil
bila dibandingkan dengan negara India dan China. Tingkat pertumbuhan negara
India yang tergolong naik turun dan negara China dapat dikatakan tingkat
pertumbuhan output mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. tingkat pengangguran negara Indonesia cenderung menurun bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya berbeda dengan negara India
walaupun tingkat pengangguran negara India tergolong rendah namun tingkat
pengangguran India cenderung mengalami peningkatan. Berbeda dengan negara
China yang memiliki tingkat pengangguran yang stabil. Tingkat inflasi negara
Indonesia cenderung naik turun berbeda dengan negara India yang tingkat
inflasinya tinggi. Berbeda pula dengan negara China yang tingkat inflasinya
cenderung naik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bila berbicara
mengenai GDP per kapita baik negara Indonesia, India dan China sama-sama
memiliki kenaikan dari nilai GDP per kapita dari tahun ke tahun.
Bila dibandingkan dengan China dan India, Permaslaahan ekonomi yang ada
di Indonesia berbeda dengan China dan India. Bahkan, permasalahan yang terjadi

9

di kedua negara tersebut terkadang bisa jauh lebih pelik dari apa yang Indonesia
rasakan saat ini.
Penduduk Cina hanya mempunyai perlindungan yang sangat terbatas atas
pemenuhaan hak asasi manusia. Para tahanan yang berada di penjara pun
seringkali memproleh siksaan, aktivitas keagamaan selalu dikebiri. China
mempunyai lebih dari empat ratus surat kabar dan hal tersebut mengantarkannya
menjadi negara pemilik surat kabar terbesar di dunia, namun hanya sedikit yang
merasakan nikmatnya kebebasan pers.Begitu pula dengan hak untuk pindah dan
bertempat tinggal dari satu tempat ke tempat lain, pemerintah China secara ketat
membatasi kebebasan bergerak para warga negaranya.
Di India, permasalahan utama yang terjadi bukanlah terkait atas kebebasan
hak sipil dan politik warga negara, tetapi persoalan yang lebih mendasar lagi,
yaitu pemenuhan basic needs. Kematian yang disebabkan karena kelaparan belum
sepenuhnya dapat ditangani, persentase buta huruf masihlah sangat tinggi,
ditambah lagi dengan sering terjadinya perlakuan diskriminatif terhadap
perempuan dan golongan kasta rendah di tengah-tengah masyarakat. Korupsi,
konflik masyarakat, dan pelanggaran terhadap para pekerja anak menjadi
problema yang kerap tidak berhujung pangkal. Namun dari kesemuanya itu,
permasalahan utama yang hampir terjadi di seluruh wilayah India yaitu sistem
birokrasi yang berbelit, tidak efisien, serta sistem infrastuktur yang sangat tidak
memadai.
Namun demikian, berbagai hasil studi justru menunjukan data yang
berbanding terbalik. Berdasarkan laporan dari Bank Dunia dalam Dancing With
Giants terungkap bahwa dalam sejarah perekonomian yang dibuat oleh Angus
Maddison, melesatnya kemajuan China bersama India merupakan suatu fenomena
baru dan terbesar yang belum pernah terjadi selama ini, terutama dalam hal
pertumbuhan ekonominya. Bahkan dalam salah satu hasil penelitiannya, Goldman
Sachs sebagai bank investasi terbesar di dunia menyebutkan bahwa China dan
India dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 9-10 persen dan 7-8 persen akan
menempati peringkat pertama dan kedua dalam kekuatan perekonomian dunia di
tahun 2050.

10

Joseph

Stiglitz

melalui

salah

satu

buku

fenomenalnya, Making

Globalization Work, menyatakan bahwa globalisasi yang terjadi sekarang ini
tidaklah menguntungkan semua negara. Kemiskinan telah meningkat di sebagian
besar negara berkembang dalam beberapa waktu belakangan ini. Tetapi, lanjutnya,
China dan India ternyata merupakan negara yang dapat dikecualikan dalam hal ini
karena mereka justru dapat mengurangi angka kemiskinan dan mampu
“memperdayai” globalisasi.
Suhu geopolitik dunia pun kini berubah disebabkan dengan meningkatnya
pembangunan hard power dari negara China, termasuk dalam bidang militer dan
teknologi luar angkasa. China dengan perangkat militer dan jumlah tentara
terbesar di dunia, kini diyakini sebagai negara yang mempunyai potensi terbesar
untuk mengalahkan kekuatan militer Amerika Serikat. Di lain sisi, ketakutan para
pekerja negara-negara barat terhadap ketangguhan India juga telah terbuktikan.
Lebih dari jutaan pekerjaan kelas eksekutif di bidang jasa dan pelayanan kini telah
diambil alih oleh para profesional India yang kerap mempertajam soft
power sebagai modal utama pembangunan.
Sedangkan permasalah ekonomi di Indonesia sendiri disebabkan oleh
berbagai macam faktor.
Masalah Kemiskinan dan Pemerataan
Masalah kemiskinan dan pemerataan sudah terjadi sejak lama. Pada akhir
tahun 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar
11,4% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah penduduk
miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar
23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.
Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi
sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam
kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan
besar atau kelompok kaya Indonesia.
Krisis Nilai Tukar

11

Krisis mata uang yang telah mengguncang Negara-negara Asia pada awal
tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah yang
semula dikaitkan dengan dolar AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang
menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada
pinjaman luar negeri sector swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini
dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisayang
semakin menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang
mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang
terkendali.
Masalah Utang Luar Negeri
Kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali pada saat sebelum krisis
ternyata menyimpan kekhawatiran. Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat yang relatif tetap dari
tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi
dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi
dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak.
Pada tahun 1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan pada
tahun

1998

melambung

menjadi

152%

dari

PDB.

Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri
dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga
keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
Masalah Inflasi
Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan
masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis perbankan yang selama ini terjadi.
Pada tahun 2004 tingkat inflasi Indonesia pernah mencapai angka 10,5%. Ini
terjadi karena harga barang-barang terus naik sebagai akibat dari dorongan
permintaan yang tinggi. Tingginya laju inflasi tersebut jelas melebihi sasaran
inflasi BI sehingga BI perlu melakukan pengetatan di bidang moneter. Pengetatan
moneter tidak dapat dilakukan secara drastic dan berlebihan karena akan
mengancam

kelangsungan

proses

penyehatan

perbankan

dan

program

restrukturisasi perusahaan.
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran

12

Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006 tercermin dari
anjloknya daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap angkatan kerja. Bila di masa
lalu setiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja hingga
240 ribu maka pada 2005-2006 setiap pertumbuhan ekonomi hanya mampu
menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja. Berkurangnya daya serap lapangan kerja
berarti meningkatnya penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk
menekan angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah perlu menyelamatkan
industry-industri padat karya dan perbaikan irigasi bagi petani.

13

BAB IV
KESIMPULAN

Dapat di simpulkan bahwa kemakmuran suatu Negara dapat dilihat dari
pendapatan nasional yang diterima negara, akan tetapi pendapatan nasional yang
besar belum menentukan kemakmuran suatu negara tanpa melihat kondisi
ekonomi masyarakat atau penduduk negara tersebut. Karena suatu Negara dapat
dikatakan makmur apabila dapat mengatasi masalah ekonomi negara dan
masyarakatnya yang berhubungan dengan pendapatan nasional, kemiskinan, serta
penggangguran. Bila dilihat terdapat perbedaan dari indikator ekonomi di tiga negara
yaitu Indonesia, India, dan China baik dari sisi tingkat pertumbuhan output, tingkat
pengangguran serta tingkat inflasi. Namun bila dilihat dari sisi tingkat GDP per kapita
ketiga negara mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Pendapatan perkapita dan
pendapatan nasional (faktor yang memacu pertumbuhan ekonomi) merupakan indikator
terpenting dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara. Sebuah negara dikatakan
makmur jika rakyatnya memiliki pendapatan perkapita yang tinggi. Namun demikian,
tingginya pendapatan perkapita bukan penentu kemakmuran suatu negara.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Blanchard, Olivier dan Johnson, David R. (2013). Macroeconomics, 6th ed.
United States of America: Pearson Education, Inc., publishing as Prentice Hall.

2. http://data.worldbank.org/
3. L. Alan, Winters dan Shahid Yusuf, Dancing With Giants, World Bank,
Washington DC, 2006, hal. 7.
4. Laporan Goldman Sachs Economic Research dalam Dreaming with
BRIC’s: The Path to 2050 (Global Economics Paper No. 99) dan India:
Realizing BRICs Potential (Global Economics Paper No. 109).
5. Joseph Stiglitz, Making Globalization Work, Penguin, edisi paperback,
New Delhi, 2006.
6. http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomimakro/item16

15