Nurudin Media dan Isu Kodeta
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
2013
RRe
Media dan Isu Kudeta
Oleh Nurudin
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Isu kudeta yang digulirkan elit politik dan disiarkan media massa ternyata mempunyai
dampak yang luar biasa. Tidak saja para pejabat tinggi yang memberikan komentar menyangkal
adanya kudeta itu, tetapi juga masyarakat yang harap-harap cemas. Kecemasan masyarakat itu
beralasan, harga kebutuhan sehari-hari seperti bawang melonjak naik, bagaimana jika terjadi
kudeta? Pemikiran pragmatis memang, tetapi nyata terjadi.
Mencermati isu kudeta memang penting. Tetapi isu itu tidak akan mempunyai harga
sama sekali kalau tidak ada peran media. Dengan kata lain, menjadi penting dan berharga atau
tidak isu kudeta itu sangat ditentukan bagaimana media mengemasnya.
Mengapa Media?
Mengapa presiden perlu mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan
menggoncang pemerintahannya kepada media massa? Pertama, presiden dalam keadaan
cemas melihat gerakan-gerakan perlawanan yang mengarah pada penuntutan dirinya mundur.
Sebenarnya, ketidakpuasan pada pemerintah sudah ada sejak lama, hanya ada sekarang pi tu
masuk ke arah itu.
Kedua, presiden sedang bermain dadu, siapa tahu dengan melontarkan menggoncang
pemerintahan (baca: isu kudeta) semua akan terbuka. Dengan kata lain, siapa kawan dan siapa
kawan (dalam politik) akan kelihatan. Komentar-komentar yang bermunculan mengindikasikan
siapa yang berada di pihak presiden dan siapa yang menentang. Disamping itu, isu kudeta itu
se agai salah satu upa a agar
a a
untuk persiapan antisipasi keadaan.
a g sela a i i tidur bisa diketahui keberadaannya
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
2013
RRe
Yang menarik dari kenyataan di atas bukan pada pernyataan presiden, tetapi mengapa
presiden mengemukakannya ke publik, dan mengapa pula media massa dibiarkan untuk
menyebarkannya?
Dalam hal ini kita patut mengungkapkan satu fakta akan kekuatan dari media massa. Kata
Marshall McLuhan, media massa itu the extension of man (penyebarluasaan hasrat, keinginan
seseorang). Media massa mempunyai fungsi seperti manusia dalam skala yang lebih luas. Jika
manusia bisa berkomunikasi, media massa juga demikian, bahkan dalam skala yang lebih luas.
Jika manusia bisa memerintah, media juga bisa bahkan dalam cakupan yang lebih besar. Inilah
kekuatan media massa.
Jika apa yang dilakukan oleh presiden itu sebuah kecemasan karena akan ada kudeta,
berarti media massa mempunyai fungsi sebagai anjing yang bertugas mengendus berbagai
masalah yang selama ini belum terungkap ke permukaan. Mengapa begitu? Karena daya endus
media massa lebih tajam. Masyarakat yang tidak menjadi sasaran media massa yang
mengendus itu bisa ikut mengerti dan mengawasi siapaa yang dimaksud.
Ini sama dengan polisi yang mencari para tersangka teroris. Kalau mencari sendiri sangat
mungkin mereka akan mengalami kesusahan. Jika keinginan itu diberitakan lewat media massa,
masyarakat yang membaca dan melihat tersangka teroris yang dimaksud bisa ikut mengawasi
dan melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Komoditas
Kalau kenyataannya bahwa media massa telah digunakan oleh presiden atau elit politik
untuk meraih tujuan apakah media
assa telah
e jual diri kepada pe guasa ? Na ti dulu.
Tanpa presiden mempunyai kepentingan kepada media massa, segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepala negara jelas mempunyai nilai berita (news value). Dari kenyataan
ini, media massa tidak berada dalam posisi bersalah karena memang ada nilai berita dari apa
yang dikatakan elit politik.
Jika ada politisi mengatakan, “a a tidak korupsi itu juga fakta erita da
e pu ai
nilai berita, entah yang dikatakan politisi itu benar atau salah. Yang jelas ada fakta, ada seorang
politisi mengatakan bahwa ia tidak korupsi.
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
2013
RRe
Lalu agai a a agar
edia tidak
e jadi alat u tuk
eraih tujua -tujuan terselubung
para elit politik? Media tentu mempunyai pilihan-pilihan dalam memberitakan sebuah fakta.
Mengapa ia memilih berita ini dan mengapa tidak memilih berita itu.
Media jelas mempunyai pilihan berdasarkan kepentingan, tujuan dan target media itu
sendiri. Maka a, ada
e a g
edia a g pekerjaa a
e iarka sere o ial partai terte tu kare a
ilik pe guasa partai terte tu, ada juga a g kritis. Ini menyangkut kepentingan
media dan semua media mempunyai kecenderungan seperti ini. Jadi mengharapkan media
etral
asih jauh pa gga g dari api .
Ignas Kleden (1987) bahkan pernah mengungkapkan, Sebuah koran (baca juga: media
elektronik) tidak dapat "bebas nilai". Setiap penerbitan surat kabar mempunyai seperangkat nilai yang
menjadi preferensinya, baik sebagai dasar visi dan posisi yang hendak dibelanya, maupun sebagai
kriteria untuk melakukan kriteria terhadap diri sendiri. Adalah preferensi nilai yang menentukan
mengapa suatu kejadian diberitakan secara singkat dan mengapa pula berita satu diberi konteks "a",
sedang yang lain diberi konteks "b". Dengan lain perkataan, preferensi nilai adalah unsur kontributif
yang menentukan watak dan kepribadian suatu pemberitaan. Itulah ke apa, ko teks kora
e ilih a gel a se e tara kora
isa
e ilih a gel
.I i
aka
e a gkut prefere si ilai tadi .
Namun demikian, media tentu tidak boleh menjadi alat untuk komoditas politik elit
politik. Jika
edia tidak
e pu ai sikap, ia ha a aka
e jadi age
pe juala
erita.
“e ut saja de ga istilah ko oditas erita pesa a . Siapa yang membayar, itulah yang akan
diberitakan. Jika sudah demikian, independensi untuk meraih reputasi media di mata pembaca
atau audiens akan mengalami kemerosotan.
Bagaimana agar media bisa mempunyai reputasi yang tinggi? Media harus memberitakan
sesuatu yang bermakna. Sesuatu yang bermakna itu adalah media bukan sekadar memberitakan
fakta linier tetapi fakta yang menyeluruh dan mencakup. Misalnya, media memberitakan proses latar
belakang, proses dan riwayatnya, dan mengaitkannya engan yang lain.
Dengan cara seperti itu, sebuah berita bukan sakadar informasi tentang fakta telanjang, tetapi
sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna dari peristiwa. Pencarian makna berita serta
penyajian makna berita itulah yang masih menjadi pekerjaan rumah dan tantangan media saat ini.
Jika media melakukan peliputan bermakna sebagaimana di atas, ia akan terhindar dan tertuduh
sebagai agen komoditas fakta-fakta politik untuk tujuan-tujuan politik sesaat pula.
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
RRe
2013
2013
RRe
Media dan Isu Kudeta
Oleh Nurudin
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Isu kudeta yang digulirkan elit politik dan disiarkan media massa ternyata mempunyai
dampak yang luar biasa. Tidak saja para pejabat tinggi yang memberikan komentar menyangkal
adanya kudeta itu, tetapi juga masyarakat yang harap-harap cemas. Kecemasan masyarakat itu
beralasan, harga kebutuhan sehari-hari seperti bawang melonjak naik, bagaimana jika terjadi
kudeta? Pemikiran pragmatis memang, tetapi nyata terjadi.
Mencermati isu kudeta memang penting. Tetapi isu itu tidak akan mempunyai harga
sama sekali kalau tidak ada peran media. Dengan kata lain, menjadi penting dan berharga atau
tidak isu kudeta itu sangat ditentukan bagaimana media mengemasnya.
Mengapa Media?
Mengapa presiden perlu mengatakan bahwa ada sekelompok orang yang akan
menggoncang pemerintahannya kepada media massa? Pertama, presiden dalam keadaan
cemas melihat gerakan-gerakan perlawanan yang mengarah pada penuntutan dirinya mundur.
Sebenarnya, ketidakpuasan pada pemerintah sudah ada sejak lama, hanya ada sekarang pi tu
masuk ke arah itu.
Kedua, presiden sedang bermain dadu, siapa tahu dengan melontarkan menggoncang
pemerintahan (baca: isu kudeta) semua akan terbuka. Dengan kata lain, siapa kawan dan siapa
kawan (dalam politik) akan kelihatan. Komentar-komentar yang bermunculan mengindikasikan
siapa yang berada di pihak presiden dan siapa yang menentang. Disamping itu, isu kudeta itu
se agai salah satu upa a agar
a a
untuk persiapan antisipasi keadaan.
a g sela a i i tidur bisa diketahui keberadaannya
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
2013
RRe
Yang menarik dari kenyataan di atas bukan pada pernyataan presiden, tetapi mengapa
presiden mengemukakannya ke publik, dan mengapa pula media massa dibiarkan untuk
menyebarkannya?
Dalam hal ini kita patut mengungkapkan satu fakta akan kekuatan dari media massa. Kata
Marshall McLuhan, media massa itu the extension of man (penyebarluasaan hasrat, keinginan
seseorang). Media massa mempunyai fungsi seperti manusia dalam skala yang lebih luas. Jika
manusia bisa berkomunikasi, media massa juga demikian, bahkan dalam skala yang lebih luas.
Jika manusia bisa memerintah, media juga bisa bahkan dalam cakupan yang lebih besar. Inilah
kekuatan media massa.
Jika apa yang dilakukan oleh presiden itu sebuah kecemasan karena akan ada kudeta,
berarti media massa mempunyai fungsi sebagai anjing yang bertugas mengendus berbagai
masalah yang selama ini belum terungkap ke permukaan. Mengapa begitu? Karena daya endus
media massa lebih tajam. Masyarakat yang tidak menjadi sasaran media massa yang
mengendus itu bisa ikut mengerti dan mengawasi siapaa yang dimaksud.
Ini sama dengan polisi yang mencari para tersangka teroris. Kalau mencari sendiri sangat
mungkin mereka akan mengalami kesusahan. Jika keinginan itu diberitakan lewat media massa,
masyarakat yang membaca dan melihat tersangka teroris yang dimaksud bisa ikut mengawasi
dan melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Komoditas
Kalau kenyataannya bahwa media massa telah digunakan oleh presiden atau elit politik
untuk meraih tujuan apakah media
assa telah
e jual diri kepada pe guasa ? Na ti dulu.
Tanpa presiden mempunyai kepentingan kepada media massa, segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepala negara jelas mempunyai nilai berita (news value). Dari kenyataan
ini, media massa tidak berada dalam posisi bersalah karena memang ada nilai berita dari apa
yang dikatakan elit politik.
Jika ada politisi mengatakan, “a a tidak korupsi itu juga fakta erita da
e pu ai
nilai berita, entah yang dikatakan politisi itu benar atau salah. Yang jelas ada fakta, ada seorang
politisi mengatakan bahwa ia tidak korupsi.
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
2013
RRe
Lalu agai a a agar
edia tidak
e jadi alat u tuk
eraih tujua -tujuan terselubung
para elit politik? Media tentu mempunyai pilihan-pilihan dalam memberitakan sebuah fakta.
Mengapa ia memilih berita ini dan mengapa tidak memilih berita itu.
Media jelas mempunyai pilihan berdasarkan kepentingan, tujuan dan target media itu
sendiri. Maka a, ada
e a g
edia a g pekerjaa a
e iarka sere o ial partai terte tu kare a
ilik pe guasa partai terte tu, ada juga a g kritis. Ini menyangkut kepentingan
media dan semua media mempunyai kecenderungan seperti ini. Jadi mengharapkan media
etral
asih jauh pa gga g dari api .
Ignas Kleden (1987) bahkan pernah mengungkapkan, Sebuah koran (baca juga: media
elektronik) tidak dapat "bebas nilai". Setiap penerbitan surat kabar mempunyai seperangkat nilai yang
menjadi preferensinya, baik sebagai dasar visi dan posisi yang hendak dibelanya, maupun sebagai
kriteria untuk melakukan kriteria terhadap diri sendiri. Adalah preferensi nilai yang menentukan
mengapa suatu kejadian diberitakan secara singkat dan mengapa pula berita satu diberi konteks "a",
sedang yang lain diberi konteks "b". Dengan lain perkataan, preferensi nilai adalah unsur kontributif
yang menentukan watak dan kepribadian suatu pemberitaan. Itulah ke apa, ko teks kora
e ilih a gel a se e tara kora
isa
e ilih a gel
.I i
aka
e a gkut prefere si ilai tadi .
Namun demikian, media tentu tidak boleh menjadi alat untuk komoditas politik elit
politik. Jika
edia tidak
e pu ai sikap, ia ha a aka
e jadi age
pe juala
erita.
“e ut saja de ga istilah ko oditas erita pesa a . Siapa yang membayar, itulah yang akan
diberitakan. Jika sudah demikian, independensi untuk meraih reputasi media di mata pembaca
atau audiens akan mengalami kemerosotan.
Bagaimana agar media bisa mempunyai reputasi yang tinggi? Media harus memberitakan
sesuatu yang bermakna. Sesuatu yang bermakna itu adalah media bukan sekadar memberitakan
fakta linier tetapi fakta yang menyeluruh dan mencakup. Misalnya, media memberitakan proses latar
belakang, proses dan riwayatnya, dan mengaitkannya engan yang lain.
Dengan cara seperti itu, sebuah berita bukan sakadar informasi tentang fakta telanjang, tetapi
sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna dari peristiwa. Pencarian makna berita serta
penyajian makna berita itulah yang masih menjadi pekerjaan rumah dan tantangan media saat ini.
Jika media melakukan peliputan bermakna sebagaimana di atas, ia akan terhindar dan tertuduh
sebagai agen komoditas fakta-fakta politik untuk tujuan-tujuan politik sesaat pula.
DImuat: Harian Republika, 26 Maret 2013
RRe
2013