BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Upaya Panti Sosial Bina Daksa (Psbd) Bahagia Sumatera Utara Dalam Peningkatan Fungsi Sosial Orang Dengan Kecacatan (Odk)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Negara dalam hal ini adalah pemerintah, hadir sebagai pelayan masyarakat. Dimana lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif hadir untuk menopang agar demokrasi yang kita cita- citakan bisa berjalan sesuai harapan para perintis kemerdekaan dengan menjalankan amanah rakyat seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 45. Rakyat menjadi inti dari negara demokrasi, idealnya mendapatkan pelayanan yang layak, seperti hak mendapatkan pendidikan, akses terhadap kebutuhan dasar dan lain sebagainya. Kehadiran Negara sangat dibutuhkan( http://health.

  

Kompas.com/read/2011/08/05/06395584/Rieke.Pitaloka.Mana.Kehadiran .Negara, yang diakses

pada hari Rabu, tanggal 28 September 2011, pukul 21.00 WIB).

  Namun dewasa ini, seperti yang sering kita lihat di media massa, dimana kita cenderung melihat banyaknya masalah-masalah sosial yang belum teratasi dengan baik. Terkhusus menyangkut masalah yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Sepertiditunjukkan dengan masih banyaknya anak-anak terlantar, tuna wisma, daerah-daerah yang terisolir (akses terhadap informasi terputus), masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, serta masalah- masalah yang berbau kekerasan seperti kerusuhan Temanggung, insiden Ciketing dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut diatas bisa kita simpulkan bahwa pemerintah kewalahan dalam menangani masalah-masalah yang bermunculan. Hal ini diperparah dengan kasus korupsi yang merajalela. Semua masalah itu memang mungkin membuat masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Namun tidak semua masalah tersebut kita limpahkan kepada pemerintah, kita juga sebagai masyarakat diharapkan turut serta dalam membantu pemerintah menghadapi masalah tersebut ( http://nmdian.wordpress.com/tulisan-coqi/permasalahan-sosial-di- indonesia/ , yang diakses pada hari Rabu, tanggal 28 September 2011, pukul 21.30 WIB).

  Pembangunan ekonomi seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Artinya, pembangunan dilakukan secara komprehensif dan sinergis dari aspek kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan atau aspek perekonomiannya. Perhatian terhadap permasalahan masyarakat menjadi topik utama dalam membangun negara yang berkedaulatan, adil dan berkepribadian.

  Pada pasal 34 UUD 45 dijelaskan,bahwa anak-anak terlantar dan fakir miskin menjadi tanggung jawab negara (pemerintah). Anak-anak terlantar ini memiliki masalah-masalah yang berbeda pula. Panti asuhan menjadi tempat bagi anak-anak terlantar. Terutama mereka yang tidak berani hidup dijalanan, namun ada juga anak yang lari dari panti asuhan karena pengelola atau pengasuh di panti asuhan bersangkutan mau memukul anak-anak yang ada di panti asuhan. Hal ini mengakibatkan anak-anak terlantar yang ada dijalanan takut atau enggan masuk panti asuhan. Sebagai contoh, seorang anak bernamaImha Bahar (9) warga Kabupaten Pangkep yang dititipkan oleh kakeknya di Panti Asuhan Kasih Sayang yang berada di Jl Tinumbu, Kelurahan Pannampu, Kecamatan Tallo, Makassar, melarikan diri, Minggu(26/6) siang. Imha lari dari panti asuhan karena kerap dianiaya oleh pemilik panti asuhan. Setelah diperiksa, Ternyata Imha memiliki sejumlah luka lebam pada tubuhnya dan takut kembali ke panti asuhan. ( http://makassar.tribunnews.com/2011/06/28/sering-dipukuli-pengasuh-anak-panti-melarikan- diri , di unduh pada hari Kamis, tanggal 11 Agustus, pukul 21.49 WIB).

  Orang ataupun anak dengan kekurangan fisik umumnya disebut Orang Dengan Kecacatan (ODK).Pada sejumlah daerah masih ada stereotip masyarakat Indonesia sampai saat ini belum berada dalam satu frame yang mendukung pemberdayaan tentang Orang dengan Kecacatan (ODK), atau sebelumnya ODK disebut dengan tuna daksa, penyandang cacat, penderita cacat atau sebutan lain yang artinya adalah orang yang kehilangan sebagian anggota tubuh atau tidak berfungsinya sebagian anggota tubuh sehingga menghambat mobilitas. Bahkan masyarakat masih berpandangan bahwa yang kita sebut ODK ini hanya menyusahkan saja.

  Pandangan masyarakat ini sangat bertentangan dengan UUD pasal 28 I tentang Hak Manusia pada ayat 2 yang mengatakan “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu”.Dimana peran ini diserahkan terutama kepada pemerintah yang djelaskan pada ayat 4 “perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.Beberapa ODK kebanyakan bisa hidup dengan bantuan orang lain terutama dalam memenuhi kebutuhannya.

  Salah satu Pusat Rehabilitasi tertua yang ada saat ini berada di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial – Kementerian Sosial RI bernama Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso Surakarta, yang berada di Solo (www.rc-solo.depsos.go.id, yang diakses pada hari Kamis, tanggal 11 Agustus 2011, pukul 22.15).

  Diakui bahwa rehabilitasi sosial melalui panti belum optimal tetapi program pelayanan di BBRSBD didukung dengan pelayanan rehabilitasi lain yang terkait dengan kondisi kecacatan tubuh, diharapkan dengan program yang saling berkait menjadikan pelayanan rehabilitasi yang holistik bagi ODK tubuh yang ke depan menghantar kemandiriannya.

  Sebagaimana tercermin di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan juga tertulis dibeberapa Pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan amanat kepada penyelenggara negara untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ketentuan konstitusi ini memberi arah dan petunjuk kepada negara untuk mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tiap-tiap warga negara tanpa kecuali para ODK tubuh berhak untuk memperoleh pelayanan dan menikmati hasil-hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

  Seperti yang ditunjukkan oleh KPU Kulonprogoyang menggelar sosialisasi Pilkada untuk pemilih difabel (penyandang cacat) di balai Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kamis (9/6). Sosialisasi itu diikuti oleh sekitar 65 orang penyandang difabel dari seluruh Kulonprogo, baik tuna netra, tuna rungu, maupun tuna daksa. Dalam sosialisasi itu KPU menyampaikan berbagai hal terkait pelaksanaan Pilkada. Mulai dari dasar hukum, tahapan pelaksanaan, pasangan calon yang akan berkompetisi, maupun teknis cara memberikan suara di tempat pemungutan suara (TPS). “Kami lakukan sosialisasi kepada pemilih difabel karena merupakan salah satu sasaran yang termasuk terpinggirkan secara informasi. “Kepada mereka kami jelaskan berbagai hal tentang Pilkada”, kata Penanggungjawab Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Humas dan Data Informasi KPU Kulonprogo, Marwanto. Selain pemaparan, dalam kesempatan itu juga dilakukan simulasi pencoblosan surat suara oleh para penyandang difabel.(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/ news/2011/06/09/87963/sosialisasi– pemilu–kepada-pemilih-difabel, diunduh pada hari Kamis, tanggal 11 Agustus, pukul 22.19 WIB)

  Kegiatan latihan kerja yang dilakukan oleh lembaga rehabilitasi selama ini ternyata kurang berkembang, seirama dengan perkembangan tuntutan pasaran kerja. Keterampilan yang diberikan lembaga-lembaga rehabilitasi kepada ODK tubuh tidak pernah mampu mengangkat taraf hidupnya. Sebab keterampilan yang diberikan kurang progresif (berkembang) dan peralatan yang digunakan sudah ketinggalan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah pemberdayaan dalam rangka memperkuat potensi dan daya yang dimiliki para ODK tubuh melalui peningkatan pelatihan keterampilan atau program-program yang lain yang dilakukan oleh lembaga-lembaga rehabilitasi atau instansi terkait.

  Sesuai Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dikatakan bahwa, “Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat”. Kemudian di dalam ayat (2) dikatakan, “Pembinaan yang dimaksud pada ayat (1) mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan”.(Undang-Undang Hukum Depsos, 1997)

  Di dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, dikatakan bahwa “Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya (1) rehabilitasi, (2) bantuan sosial, (3) pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial”.Untuk itu pemerintah khususnya Kementerian Sosial RI harus mampu meningkatkan program pelayanan rehabilitasi seperti rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial psikologis, rehabilitasi vokasional, rehabilitasi pendidikan dan kegiatan lain yang terkait. Hal ini dimaksudkan untuk refungsionalisasi (memfungsikan kembali) dan pengembangan bagi para ODK tubuh agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di masyarakat.(Undang-Undang Hukum Depsos, 1997)

  Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara adalah salah satu panti pemerintah yang menangani masalah ODK tubuh di Sumatera Utara (dengan ruang lingkup pelayanan meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau). Program pelayanannya merupakan barometer dalam menangani masalah penyandang cacat tubuh di Sumatera Utara.

  Program kegiatan yang dilakukan mencakup beberapa bidang kegiatan yang dimulai dari pendaftaran klien sampai kepada program penyaluran kerja ke industri rumah tangga, perusahaan-perusahaan yang berskala kecil maupun menengah atau bahkan perusahaan besar dan bimbingan lanjut dan terminasi.

  Program rehabilitasi yang diselenggarakan tersebut untuk mendayagunakan ODK tubuh meliputi rehabilitasi medis, sosial psikologis, keterampilan, dan pendidikan. Hal ini merupakan program sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 4 tahun 1997 yang mengatakan “Rehabilitasi yang dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat meliputi rehabilitasi medik, sosial psikologis, pendidikan, dan pelatihan”.Program yang telah dilakukan merupakan upaya rehabilitasi dan pengembangan yang memungkinkan ODK tubuh mampu melaksanakan kegiatan usaha yang wajar sebagaimana halnya orang yang tidak cacat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.(Undang-Undang Hukum Depsos, 1997)

  Berdasarkan uraian di atas, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan penanganan ODK tubuh tersebut. Karena Sumatera Utara sendiri memiliki Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara yang menangani ODK tubuh tersebut. Saya ingin melihat upaya Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dalam peningkatan fungsi sosial orang dengan kecacatan (ODK).

  1.2 Perumusan Masalah

  Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting, dikarenakan langkah ini yang nantinya akan menentukan ke mana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (Suryabrata,2009: 17).

  Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Upaya Panti Sosial Bina Daksa (PBSD) Bahagia Sumatera Utara Dalam Peningkatan Fungsi Sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK) ?”.

  1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1.3.1 Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya penanganan Orang Dengan Kecacatan (tuna daksa) tubuh oleh Panti

  Sosial Bina Daksa Bahagia Medan Sumatera Utara dalam mengembalikan fungsi sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK).

  1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat evaluasi terhadap program-program rehabilitasi di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia. Disamping itu juga dapat memberikan manfaat sebagai perbaikan terhadap upaya penanganan Orang Dengan Kecacatan (ODK) agar lebih efektif.

1.4 Sistematika Penulisan

  Adapun sistematika penulisan dala penelitian ini adalah :

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumussan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan

  objek yang diteliti, kerangka penelitian, defenisi konsep dan defenisi operasional.

  BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis melakukan penelitian. BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya. BAB VI : PENUTUP