Respon Penyandang Tuna Daksa Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia

(1)

RESPON PENYANDANG TUNA DAKSA TERHADAP PELAYANAN

REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL BINA DAKSA

“BAHAGIA” SUMATERA UTARA DEPARTEMEN SOSIAL

REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun Oleh: MAYKEL IFAN NIM : 060902002

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Maykel Ifan, 060902002, The Response of The Handicapped People Towards Social Rehabilitation Services in Panti Sosial Bina Daksa "Bahagia" of North Sumatera, Ministry of Social Affairs Of Indonesia.

(This thesis consists of 6 Chapters, 79 Pages, 2 Figure, 25 Tables, 21 Library) ABSTRACT

Physically skilled people are essentially the same as normal human beings, the difference lies in the functioning of a malformed and only partly physical. They also have rights, obligations and the same position in all aspects of life and livelihood. This study aims to determine the response of people with handicapped skill towards social rehabilitation services in Panti Sosial Bina Daksa "Bahagia" North Sumatera. In the case of this response of the handicapped with some skilled guidance aimed at the physical guidance, namely self-health maintenance/cleanliness of the environment, sports coaching, guidance of manners, religious guidance, and social assistance, namely assistance arts, scouting and recreation.

This study is descriptive with a population of 51 people, because less than 100 then the entire population become sampled. The data obtained by the spread of the respondent questionnaire and processed by using a single table, and then interpreted according to the research objectives formulated so it will obtain the most dominant response from the data analysis.

The results showed that the response of the handicapped of social rehabilitation services in PSBD "Bahagia" North Sumatra is positive response (happy). This is due to the existence of social rehabilitation services can provide protection, knowledge, skills and independence of handicapped persons with hearing skilled/disability services also make recipients comply with all existing regulations so as to implement an optimal social function in community life. This is shown with the full involvement and satisfaction of service recipients of social rehabilitation services performed by PSBD "Bahagia" North Sumatra.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Maykel Ifan, 060902002, Respon Penyandang Tuna Daksa Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia. (Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 79 Halaman, 2 Gambar, 25 Tabel, 21 Kepustakaan)

ABSTRAK

Penyandang tuna daksa pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya, perbedaannya terletak pada kelainan bentuk dan keberfungsian sebagian fisiknya saja. Mereka juga memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.Dalam hal ini respon penyandang tuna daksa ditujukan terhadap bimbingan fisik, yaitu pemeliharaan kesehatan diri/kebersihan lingkungan, bimbingan olahraga, bimbingan budi pekerti, bimbingan keagamaan, dan bimbingan sosial, yaitu bimbingan kesenian, kepramukaan dan rekreasi.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi sebanyak 51 orang, karena kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan penyebaran kuisoner pada responden dan diolah dengan menggunakan tabel tunggal, kemudian selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga akan diperoleh jawaban yang paling dominan dari analisis data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara adalah senang atau setuju (respon positif). Hal ini disebabkan dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial dapat memberikan perlindungan, pengetahuan, keterampilan dan kemandirian kepada para penyandang tuna daksa/cacat tubuh juga membuat penerima pelayanan mematuhi segala peraturan yang ada, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam keseharian hidupnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan keterlibatan penuh dan kepuasan penerima pelayanan terhadap pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat anugerahNya, penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik, meskipun penulis sadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat waktu, kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, mak dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini dan tentunya mengharapkan koreksi dan saran dari segenap pembaca sekalian.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yng disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Penyandang Tuna Daksa Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial R.I.”

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan dorongan kepada penulis selama berkuliah.

3. Bapak Drs. Edward, M.SP, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dan masukan kepada penulis.


(5)

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya.

5. Bapak Drs. Kosner Sipayung, selaku Kepala Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Ibu Dra. Ninik Khotijah, selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, selaku pembimbing penulis selama melaksanakan praktikum dan penulisan ini, dan seluruh staff PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, Mas Andry, Mas Gigih, Mbak Yuyun, Kak Retna, Kak Yunita, Bang Robert senang bisa kenal dengan kalian. 7. Terkhusus Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada kedua orang tua

tercinta, Bapak Drs. F.J. Situmorang dan Ibu Marintan Munte, S.Pd yang telah berjuang untuk menjadikan Penulis menjadi seorang yang dapat bertahan dan tegar dalam setiap keadaan serta bimbingan, ketabahan dan doa yang tulus dengan penuh kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. 8. Kepada seluruh Saudara/i tercinta, Kakak Nice Topsa S.S dan keluarga, Abangda

Ebig SG.LH, serta kedua adikku Nurwita Rumondang Situmorang dan Adil Yesaya Situmorang, kalian akan terus menjadi penyemangatku.

9. Kepada seluruh keluarga ku yang telah memberikan dukungan dan doanya, dan kepada Lenny, Riny, Zico terima kasih sudah menjadi teman selama Penulis di Medan.

10.Teman-teman dan para sahabat yang tak akan pernah terlupakan dengan segala dukungan yang tulus F. Judea, Lerry, Dear, Yus, Forman, Nobel, Iren, Fenny,


(6)

Lista, Dewi B, Jupriadi, Ollie, Rijal, Tiwi, Riama dan seluruh stambuk 2006 kalian menjadikan tempat Penulis bernaung dan belajar akan perbedaan-perbedaan yang unik dari setiap pribadinya, senang bisa mengenal kalian.

11.Kepada seluruh civitas Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Medan, terima kasih sudah menjadi wadah pembinaan kepemimpinan dan tempat pelayanan bagi Penulis, selama berada di Sumatera Utara.

12.Kepada Tim Media Boanerges Medan, terima kasih atas dukungan dan kepercayaan kalian kepada Penulis sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred). Buat Nova, Elly, Nirwani, Tommy, Tabita, Septi, Hengky, welly, mari tetap berkarya di sepanjang hidup ini.

13.Kepada seluruh Komunitas Hau Dame (Peace Tree) terima kasih atas dukungannya, terkhusus buat para Alumni Asian Rural Institute (ARI) Jepang-Short Program Indonesia; Asep, Jumi, Poppy, Yus, Lerry, Heny, Doro, Denni, Harfan dan yang lainnya, terima kasih telah mempercayakan Penulis sebagai kordinator komunitas ini. Tetaplah menjadi alami!

Akhirnya, kiranya semua berawal dari sebuah ketulusan dan berkat karunia yang luar biasa, hati Ku percaya Tuhan punya rencana.

Medan, Maret 2010

Penulis Maykel Ifan


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Pembatasan Masalah... 8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

1.4.1. Tujuan Penelitian... 9

1.4.2. Manfaat Penelitian... 9

1.5. Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Respon... 11

2.2. Penyandang Tuna Daksa... 13

2.2.1. Penyebab Timbulnya Kecacatan... 14

2.2.2. Hak dan Kewajiabn Penyandang Tuna Daksa... 16

2.3. Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 17

2.3.1. Pengertian Pelayanan... 17

2.3.2. Rehabilitasi... 18


(8)

2.3.4. Ruang Lingkup Bimbingan Fisik dan Sosial... 20

2.3.5. Tujuan... 31

2.4. Panti Sosial Bina Daksa... 31

2.5. Kerangka Pemikiran... 32

2.6. Definisi Konsep dan Definisi Operasional... 35

2.6.1. Definisi Konsep... 35

2.6.2. Definisi Operasional... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 37

3.1. Tipe Penelitian... 37

3.2. Lokasi Penelitian... 37

3.3. Populasi dan Sampel... 38

3.3.1. Populasi... 38

3.3.2. Sampel... 38

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 38

3.5. Teknik Analisa Data... 39

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 40

4.1. Latar Belakang PSBD “Bahagia” Sumatera Utara... 41

4.2. Letak dan Kedudukan... 41

4.3. Fasilitas Sarana dan Prasarana... 42

4.3.1. Sarana... 42

4.3.2. Prasarana... 44

4.4. Visi dan Misi PSBD “Bahagia”... 45

4.4.1. Visi... 45


(9)

4.5. Pendidikan Pengelola Panti... 46

4.6. Struktur Organisasi Panti... 49

4.7. Bidang-bidang Kerja... 50

BAB V ANALISA DATA... 52

5.1. Data Identitas Responden... 52

5.2. Data Pengetahuan dan Pemahaman Responden terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 56

5.3. Data Respon Klien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 68

BAB VI PENUTUP... 75

6.1. Kesimpulan... 75

6.2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA... 77 LEMBARAN KUESIONER

LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran... 34 Gambar 2. Struktur Organisasi Panti... 49


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sarana Panti... 43

Tabel 2 Prasarana Panti... 45

Tabel 3 Pendidikan Pengelola Panti... 47

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 53

Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 54

Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 55

Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 55

Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 56

Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 57

Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Dalam Mendapatkan Informasi Tentang Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 58

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 59

Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Dan Sasaran Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 60

Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Kesetujuan Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 61

Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Berdasarkan Lamanya Terdaftar Sebagai Penerima Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 62


(12)

Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden Setelah Mengetahui Adanya Pelayanan Rehabilitasi Sosial

di PSBD “Bahagia”... 63 Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden

Terhadap Bimbingan Fisik dan Bimbingan Sosial... 64 Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden

Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 65 Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Pelayanan

Yang Diinginkan Penyandang Tuna Daksa... 67 Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden

Terhadap Manfaat Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 68 Tabel 20 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden

Mengenai Manfaat Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 69 Tabel 21 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden

MengenaiPenerimaan Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Sebelumnya... 70 Tabel 22 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden

Mengenai Pelayanan Lain Selain Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 71 Tabel 23 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden

Mengenai Kesulitan Dalam Menerima Pelayanan Rehabilitasi

Sosial... 72 Tabel 24 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden


(13)

Sesuai Dengan Kebutuhan Klien... 73 Tabel 25 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Responden


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Maykel Ifan, 060902002, The Response of The Handicapped People Towards Social Rehabilitation Services in Panti Sosial Bina Daksa "Bahagia" of North Sumatera, Ministry of Social Affairs Of Indonesia.

(This thesis consists of 6 Chapters, 79 Pages, 2 Figure, 25 Tables, 21 Library) ABSTRACT

Physically skilled people are essentially the same as normal human beings, the difference lies in the functioning of a malformed and only partly physical. They also have rights, obligations and the same position in all aspects of life and livelihood. This study aims to determine the response of people with handicapped skill towards social rehabilitation services in Panti Sosial Bina Daksa "Bahagia" North Sumatera. In the case of this response of the handicapped with some skilled guidance aimed at the physical guidance, namely self-health maintenance/cleanliness of the environment, sports coaching, guidance of manners, religious guidance, and social assistance, namely assistance arts, scouting and recreation.

This study is descriptive with a population of 51 people, because less than 100 then the entire population become sampled. The data obtained by the spread of the respondent questionnaire and processed by using a single table, and then interpreted according to the research objectives formulated so it will obtain the most dominant response from the data analysis.

The results showed that the response of the handicapped of social rehabilitation services in PSBD "Bahagia" North Sumatra is positive response (happy). This is due to the existence of social rehabilitation services can provide protection, knowledge, skills and independence of handicapped persons with hearing skilled/disability services also make recipients comply with all existing regulations so as to implement an optimal social function in community life. This is shown with the full involvement and satisfaction of service recipients of social rehabilitation services performed by PSBD "Bahagia" North Sumatra.


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Maykel Ifan, 060902002, Respon Penyandang Tuna Daksa Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia. (Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 79 Halaman, 2 Gambar, 25 Tabel, 21 Kepustakaan)

ABSTRAK

Penyandang tuna daksa pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya, perbedaannya terletak pada kelainan bentuk dan keberfungsian sebagian fisiknya saja. Mereka juga memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.Dalam hal ini respon penyandang tuna daksa ditujukan terhadap bimbingan fisik, yaitu pemeliharaan kesehatan diri/kebersihan lingkungan, bimbingan olahraga, bimbingan budi pekerti, bimbingan keagamaan, dan bimbingan sosial, yaitu bimbingan kesenian, kepramukaan dan rekreasi.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi sebanyak 51 orang, karena kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan penyebaran kuisoner pada responden dan diolah dengan menggunakan tabel tunggal, kemudian selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga akan diperoleh jawaban yang paling dominan dari analisis data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara adalah senang atau setuju (respon positif). Hal ini disebabkan dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial dapat memberikan perlindungan, pengetahuan, keterampilan dan kemandirian kepada para penyandang tuna daksa/cacat tubuh juga membuat penerima pelayanan mematuhi segala peraturan yang ada, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam keseharian hidupnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan keterlibatan penuh dan kepuasan penerima pelayanan terhadap pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya, perbedaannya terletak pada kelainan bentuk dan keberfungsian sebagian fisiknya saja, misalnya tangan dan kaki mereka tidak berfungsi sehingga hal tersebut menjadi hambatan bagi para penyandang cacat tubuh dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-harinya. Akibatnya banyak dari mereka yang merasa rendah diri, kurang percaya diri, menganggap dirinya kurang beruntung, tidak memiliki potensi, tidak dapat hidup mandiri dan merasa bahwa masa depan mereka sudah menjadi suram. Cacat fisik yang ada pada diri seseorang dapat menimbulkan perasaan malu dan rendah diri, sehingga hal ini membuat orang tersebut memiliki konsep diri yang negatif (Hurlock, dalam Hani, 2007. http://lib.atmajaya.ac.id /default. aspx?tabID=61&src=k&id= 151569. 10 September 2009 diakses pukul 17.00 wib).

Banyak penderita cacat menganggap bahwa keadaan cacatnya tersebut sebagai penghalang yang telah merampas diri mereka dari kehidupan ini. Sikap sebagai suatu bentuk reaksi untuk menolong dan membantu para penyandang cacat tubuh tersebut sangatlah mempengaruhi kualitas watak dan kepribadian para penderita. Banyak terjadi kejadian bahwa banyak orang enggan mengakui keberadaan para penyandang cacat tubuh tersebut.


(17)

Keengganan masyarakat menerima situasi seperti itu sering disertai dengan perasaan menyalahkan para penyandang tuna daksa. Akibat kecacatan yang dimiliki oleh para tuna daksa, banyak orang merendahkan dan menghina para tuna daksa karena berbagai alasan 2009 diakses pukul 17.00 wib).

Padahal masih ada sebagian dari mereka yang punya potensi untuk dapat dikembangkan dengan baik. Penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Mereka memiliki hak untuk memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya, aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya, rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, hal tersebut tertuang dalam pasal 6 UU No.4 Tahun 1997. Disamping itu penyandang cacat juga mempunyai kewajiban yang sama pula dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegera, kewajiban yang dimaksud adalah pelaksanaanya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatanya, pendidikan dan kemampuannya. Namun realitanya, tidak semua hal tersebut benar-benar terlaksana. Hal ini dapat kita lihat pada situasi dimana para penyandang cacat belum mendapatkan bantuan dan perhatian yang lebih, maka tidak jarang penolakan terjadi terhadap para penyandang cacat, karena adanya perbedaan kondisi tubuh dengan masyarakat lainnya.


(18)

Menurut laporan dari Lembaga Rehabilitasi di Chicago, Amerika Serikat, di seluruh dunia ada sekitar 600 juta penduduk menderita cacat dan di antaranya sekitar 80 persen ada di Asia, dengan demikian di Asia ada sekitar 480 juta penduduknya menderita

kecacatan (William Kennedy Smith, dalam Suyono, 2005.

penyandang cacat terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2004, penyandang tuna daksa/cacat di Indonesia sudah mencapai lebih kurang 1.634.021 jiwa (Sudjadi, 2005 : 70).

Jumlah penyandang cacat pada tahun 2008 berjumlah 49.798, tersebar di kabupaten/kota di Sumatera Utara (Siregar, 2009). Para penyandang cacat tersebut disebabkan karena cacat bawaan dan cacat setelah lahir. Hal tersebut membuat para penyandang cacat tidak dapat beraktifitas normal seperti orang-orang lain. Dampak dari fenomena sosial ini, mereka rentan menjadi penyandang permasalahan sosial antara lain seperti kebiasaan hidup bergelandangan, mengemis dan pola-pola ketergantunagn sosial lainnya.

Seringkali dalam realita kehidupan para penyandang cacat mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik. Penyandang cacat bukanlah sesuatu yang harus dihindari, justru dengan kondisi yang ada pada mereka patut untuk dibantu. Banyak para penyandang cacat tidak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial karena keterbatasan informasi, sehingga para penyandang cacat perlu mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial agar para penyandang cacat mau dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan baik di masyarakat.


(19)

Pelaksanaan pelayanan terhadap para penyandang tuna daksa/cacat tubuh masih sangat memerlukan perhatian yang lebih. Permasalahan penyandang cacat, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, timbul bukan saja oleh karena adanya impairmen yang dialaminya, tetapi disebabkan pula oleh faktor-faktor lingkungan di luar kemampuan individu yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, konsep kecacatan haruslah dipahami dengan melibatkan unsur-unsur tersebut. Hal ini juga menjadi komitmen dalam penyelenggaraan pelayanan sosial penyandang cacat, seperti yang tersirat dalam jargon “Persamaan kesempatan dan partisipasi penuh penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan” yang menjadi landasan Program Dunia mengenai Penyandang Cacat (World Program

Concerning Disabled Persons) tahun 1982. Sasaran yang ingin dicapai sejak lebih dari

dua dasawarsa lalu itu, hingga kini belum banyak mencapai kemajuan, meskipun berbagai upaya sedang dan sudah dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyandang cacat (Kasim, 2001. Oktober 2009 diakses pukul 18.00 wib).

Pelayanan terhadap penyandang tuna daksa juga dapat dilihat melalui Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) yang dilakukan oleh Departemen Sosial R.I. Dari gambaran pelaksanaan ujicoba model RBM disimpulkan, sistem pelayanan RBM cukup positif sebagai alternatif perluasan jangkauan pelayanan sosial yang lebih luas bagi penyandang cacat khususnya di pedesaan. Meskipun pasca uji coba model secara kuantitatif belum terwujud partisipasi masyarakat dalam bentuk pengumpulan dana melalui iuran sukarela maupun terprogram untuk mendanai kegiatan RBM sebagaimana diharapkan sebagai


(20)

pengaruh positif penyelenggaraan uji coba model RBM, namun secara kualitatif menunjukkan adanya perubahan sikap dan prilaku sosial dari penyandang cacat ke arah yang lebih positif, yaitu mulai ada kemauan kearah perubahan yang lebih baik bagi diri dan keluarga di masa datang. Adapun belum terwujudnya penggalian dana dari masyarakat untuk mendukung dan sebagai pengaruh positif dilakukannya kegiatan ujicoba model RBM di pedesaan, dimungkinkan karena taraf kehidupan warga masyarakat pada umumnya relatif masih rendah. Hal ini terlihat dari mata pencaharian mereka yang mayoritas sebagai petani/buruh tani dan tingkat pendidikan mereka yang juga relatif rendah, yaitu mayoritas tingkat SD dan bahkan tidak tamat sekolah dasar

(Hermana, 2008. http:/

2009 diakses pukul 18.30 wib).

Melihat kondisi tersebut pelaksanaan pelayanan terhadap penyandang cacat masih perlu mendapat tindakan yang cepat dan tepat, karena masih sangat minimnya keseriusan di dalam pelaksanaan pelayanan yang diberikan kepada penyandang tuna daksa baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengupayakan penyelenggaraan dan peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Hal tersebut direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1998, tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Dan diperkuat dengan Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, jelas tertulis penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam


(21)

bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Untuk melaksanakan peraturan pemerintah tersebut dikeluarkanlah Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No.163/HUK/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Daksa ”Bahagia” Sumatera Utara. Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” adalah salah satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial RI di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Panti ini merupakan panti rujukan regional dengan jangkauan pelayanan daerah kabupaten/kota pada wilayah Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat.

Panti tersebut mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh yang meliputi : bimbingan mental, sosial, fisik dan pelatihan keterampilan praktis agar mereka mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut standarisasi pelayanan minimal rehabilitasi sosial penyandang cacat dalam panti, terdapat beberapa jenis pelayanan profesional yang dilaksanakan dalam panti yaitu :

1. Bimbingan Fisik dan Kesehatan 2. Bimbingan Sosial

3. Bimbingan Psikososial 4. Bimbingan Spiritual 5. Bimbingan Belajar

6. Bimbingan Keterampilan Kerja 7. Resosialisasi


(22)

8. Bimbingan Lanjut

9. Terminasi (Direktorat Bina Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang cacat, 2004 : 11-13).

Masalah pelaksanaan pelayanan rehabilitasi tersebut sangat memerlukan peran aktif dari pegawai panti dan pekerja sosial agar pelayanan rehabilitasi sosial dapat berjalan dengan baik, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa masih banyak para penyandang cacat yang belum mengetahui dan mandapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial. Oleh karena itu, pelayanan rehabilitasi sosial harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial, Panti Sosial Bina Daksa Bahagia perlu adanya tanggapan dari para penerima pelayanan. Karena pelayanan yang dilakukan memiliki tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan, dengan begitu penerima pelayanan dalam hal ini penyandang cacat dapat merespon manfaat tersebut.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh Panti Sosial Bina Daksa”Bahagia” Sumatera Utara. Dengan melihat respon dapat di ketahui bagaimana sebenarnya tanggapan dan sikap penyandang tuna daksa/cacat terhadap pelayanan tersebut. Penelitian ini di rangkum dalam skripsi dengan judul : ”Respon Penyandang Tuna Daksa terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia”.


(23)

1.2.Perumusan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan mengarahkan permasalahan yang mendasari tulisan in, maka penulis mencoba untuk merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu : “Bagaimanakah Respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial Republik Indonesia ?”.

1.3.Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, maka peneliti membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan dibuat adalah sebagai berikut, Penelitian terbatas pada pelayanan rehabilitasi sosial :

1.3.1. Bimbingan Fisik :

1. Pemeliharaan Kesehatan Diri/Kebersihan Lingkungan 2. Bimbingan Olah raga

3. Bimbingan Budi Pekerti 4. Bimbingan Keagamaan 1.3.2. Bimbingan Sosial :

1. Bimbingan Kesenian 2. Kepramukaan dan Rekreasi


(24)

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di PSBD ”Bahagia” Sumatera Utara.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian, diharapkan agar hasil yang diperoleh dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Secara teoritis, penelitian ini sebagai bahan untuk mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan ilmiah.

b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-USU.

c. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan kontribusi nyata dan bahan masukan bagi Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dalam perbaikan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.


(25)

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat latar belakang berdirinya Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial R.I, Struktur Lembaga, Letak/kedudukan Lembaga, Visi dan Misi Lembaga.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang di peroleh dari hasil penelitian dan analisisnya.


(26)

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respon

Respon pada hakekatnya merupakan tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku balik, yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal (Adi, 1994 : 105). Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu, jadi berbicara mengenai respon atau tidak respon, tidak terlepas dari pembahasan dengan sikap.

Respon diartikan bahwa suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik itu pra pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Adi, 1994 : 105). Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu, maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Louis Thursone menyatakan respon merupakan jumlah kecendrungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang sesuatu hal yang khusus (Adi, 1994 : 105). Pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui :

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian


(28)

4. Kepositifan dan kenegatifan suatu objek psikologi

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik.

Sebaliknya, seseorang disebut mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengar atau perubahan terhadap sesuatu objek tidak mempengaruhi tindakannya atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu :

1. Variabel Struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik. 2. Variabel Fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat,

misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Adi, 1994 : 111).

Orang dewasa mempunyai sejumlah besar unit untuk menangani repsentasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri seorang individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah, oleh Hunt dinamakan respon (Hunt, dalam Adi, 1994 : 129).

Teori rangsang balas (stimulus response theory) yang sering juga disebut sebagai teori penguat dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap. Maksud dari sikap di sini adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu. Sikap ini terjadi


(29)

biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.

2.2. Penyandang Tuna Daksa/Cacat Tubuh

Menurut Undang-undang No.4 Tahun 1997, Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari :

a. Penyandang cacat fisik b. Penyandang cacat mental

c. Penyandang cacat fisik dan mental

Penyandang tuna daksa adalah anak tuna daksa pada dasarnya tidak lebih dari satu kondisi yang ada pada anak yang memiliki kelainan pada tubuhnya/daksa, baik yang berupa kelainan bentuk tubuh atau hilangnya sebagian atau seluruh anggota tubuh tertentu ataupun gangguan dalam fungsi-fungsi tulang, otot dan persendian (Sam Isbani, dalam Sudjadi, 2005 : 72).

Dari beberapa pendapat tentang pengertian penyandang tuna daksa pada prinsipnya individu yang mengalami kelainan tubuh baik berupa kelainan bentuk, tidak sempurnanya organ tubuh, tidak lengkapnya fungsi tulang, otot dan persendian, sehingga dalam hal pelayanan diperlukan adanya pelayanan secara khusus, seperti lembaga rehabilitasi sosial bina daksa, atau lembaga rehabilitasi sosial lainnya.


(30)

2.2.1. Penyebab Timbulnya Kecacatan Tubuh

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab, dengan kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi. Kecelakaan yang dapat menyebabkan cacat antara lain, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari pohon, tertimpa bencana rumah roboh. Kecelakaan lalu lintas berupa jatuh dari kendaraan, tertabrak, tergilas kereta api. Sedangkan kecelakaan jatuh dari pohon dapat berupa terlepas dari panjatan karena cabang yang dipanjat patah dan pohon yang dipanjat roboh.

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekrja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesin-mesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.

3. Peperangan, juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi harta benda, nyawa dan ada pula pejuang yang masih hidup namun menjalani kecacatan akibat dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun yang


(31)

mengalami kecacatan. Cacat karena perang ini dapat berupa kaki atau lengannya dipotong (amputasi), lumpuh dan ketidakberfungsian sebagian tubuh.

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang masuk sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut tidak menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya karena obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. Cacat sejak lahir dapat dibedakan menjadi dua :

a. Cacat bawaan, artinya begitu lahir cacat (anggota badannya tidak lengkap).

b. Anak lahir dalam keadaan normal/sempurna tetapi pertumbuhannya mengalami kelainan (cacat).

Selain berbagai sebab terjadinya tuna daksa seperti tersebut di atas, berikut ini diketengahkan beberapa penggolongan berdasarkan tujuan tertentu, sebagai berikut :

1. Penggolongan penyandang tuna daksa yang dikemukakan oleh Soerojo dan Hadi Sutomo sebagai berikut :

a. Amputasi (putus kaki dan lengan)

b. Cacat tulang, persendian tungkai, persendian tangan c. Cacat tulang punggung, termasuk para plegia d. TBC tulang dan sendi

2. Penggolongan penyandang tuna daksa berdasarkan atas tujuan untuk memberikan pertolongan rehabilitasi, terutama untuk penempatan tenaga penyandang tuna daksa dalam menunjang kehidupannya :


(32)

a. Penyandang tuna daksa yang hanya memerlukan pertolongan dalam penempatan kerja pada pekerjaan yang cocok.

b. Penyandang tuna daksa yang karena kecacatannya memerlukan latihan kerja (vocational training) untuk ditempatkan dijabatan yang bisa dilakukan.

c. Penyandang tuna daksa yang setelah diberikan pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjakan dengan perlindungan.

Penyandang tuna daksa yang sedemikian berat cacatnya akan terus menerus memerlukan perawatan dan tidak produktif (Sudjadi, 2005 : 72-74).

2.2.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa / Cacat

Kecacatan seseorang telah mengalami keterbatasan atau gangguan terhadap fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasaan aktifitas fisik, kepercayaan dan harga diri yang bersangkutan dalam berhubungan dengan orang lain maupun dengan lingkungan.

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Di dalam Undang-undang No.4 Tahun 1997, bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

1.Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.

3.Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.


(33)

5.Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

6.Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selain itu Penyandang cacat juga memiliki kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.3. Pelayanan Rehabilitasi Sosial

2.3.1. Pengertian Pelayanan

Pelayanan adalah usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi maupun non materi agar orang itu dapat mengatasi permasalahannya sendiri (Soerojo, dalam Sudjadi, 2005 : 71).

Selain itu pelayanan sosial dengan menekankan pada tujuan sebagai berikut “social services may be interpreted ... ... as consisting of programs made available by

other than market criteria to assure a basic level of health-education-welfare provision, to enhance communal living and individual functioning, to facilitate access to services and institutions generally and to assist those in difficulty and need.” Didalam definisi ini

pelayanan sosial memuat beberapa hal penting : serangkaian program yang menyediakan hal-hal diluar pasar, gunanya untuk menjamin suatu kesehatan-pendidikan tingkat dasar, pengadaan kesejahteraan, memperkuat kehidupan masyarakat maupun fungsi-fungsi individu, memfasilitasi akses terhadap pelayanan, lembaga-lembaga dan membantu


(34)

masyarakat yang mengalami kesulitan serta yang membutuhkan (Alfred J Khan, dalam Saragih, 2008 : 62).

Pelayanan sosial dikenal juga dengan istilah social treatment atau penyembuhan sosial, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh James K Whitaker (1974) dengan menulis buku berjudul Social Treatment. Ia menggunakan konsep praktis dengan kata

micro intervention untuk pelayanan sosial langsung, dan macro intervention untuk

pelayanan sosial tidak langsung (Departemen Sosial, 2004 : 21-22).

Pendekatan pelayanan sosial menekankan perlunya lintas profesi, lintas ilmu, dan sebagai suatu jaringan kerja pelayanan, dikenal dewasa ini sebagai manajemen kasus. Manajemen kasus secara konseptual didefinisikan sebagai pendekatan pelayanan yang berciri lintas profesi yang menjamin setiap individu (klien) memperoleh kebutuhan sesuai karakteristik masing-masing dan meningkatkan kemampuannya dalam menjangkau sistem sumber yang terdapat di lingkungannya (Departemen Sosial, 2004 : 4).

2.3.2. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang tuna daksa/cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (Undang-undang No.4 Tahun 1997). Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan dan pengalaman.


(35)

Rehabilitasi bagi penyandang tuna daksa/cacat meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial. Menurut buku petunjuk Pelaksanaan Penanganan Masalah Sosial Penyandang Tuna Daksa di dalam panti, yang dimaksud rehabilitasi adalah suatu rangkaian usaha berencana untuk mempertahankan, memulihkan, dan meningkatkan kemampuan mental dan sosial maupun vokasional bagi penyandang tuna daksa semaksimal sesuai dengan kemampuannya (Sudjadi, 2005 : 74).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud rehabilitasi itu pada prinsipnya merupakan suatu usaha yang direncanakan untuk mempertahankan, memulihkan dan meningkatkan kemampuan fisik, mental, sosial dan vokasional agar si penyandang tuna daksa dapat memperoleh kehidupan layak sesuai dengan kemampuan yang masih ada, serta mandiri dalam mencari nafkah dan dapat melakukan aktivitas keseharian tanpa tergantung penuh dengan orang lain.

2.2.3. Jenis-jenis Rehabilitasi

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 18 ayat 2 jenis-jenis rehabilitasi terdiri dari :

1. Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik agar dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.

2. Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan secara utuh dan terpadu melalui proses belajar mengajar agar dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.


(36)

3. Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

4. Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

2.2.4 Ruang Lingkup Bimbingan Fisik dan Sosial

Ruang lingkup bimbingan fisik dan sosial menurut kurikulum rehabilitasi penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara meliputi :

1. Bimbingan Fisik

a. Pemeliharaan kesehatan diri/kebersihan lingkungan. 1. Tujuan Intruksional Umum (TIU):

Meningkatkan pengetahuan kesehatan/gizi para klien dan pengetahuan tentang penjagaan lingkungan kesehatan.

2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

Agar kelayan dapat mempraktikkan pengetahuan kesehatan/gizi, untuk itu diharapkan :

- Membimbing penyandang cacat agar mampu membiasakan hidup dalam lingkungan yang bersih dan sehat.

- Mampu menata lingkungan yang bersih, teratur dan sehat.


(37)

3) Uraian Materi

- Pengetahuan dasar tentang gizi.

- Pengetahuan dasar tentang kesehatan diri.

- Pengetahuan dasar tentang kesehatan lingkungan. - Pengetahuan dasar tentang keluarga berencana. - Pengetahuan dasar tentang berbagai penyakit. - Pemeriksaan fisik kelayan.

- Pemeliharaan kesehatan kelayan. 4) Metoda

- Ceramah.

- Tanya jawab, pemeriksaan, tanya jawab. 5) Petugas dan Pelaksana

- Petugas rehabilitasi sosial. - Pekerja sosial fungsional. - Petugas kesehatan. 6) Proses dan Situasi Bimbingan

- Pembimbing memberikan gambaran tentang pengetahuan/gizi dalam rangka menghubungkan pengetahuan kelayan dengan materi yang akan diberikan.

- Memberikan/memperlihatkan contoh-contoh praktis.

- Memberikan penugasan kepada kelayan untuk mempraktikkan pengetahuan yang diterima.


(38)

7) Evaluasi

- Pembimbing memberikan beberapa pertanyaan, pemeriksaan kondisi fisik, dan pengecekan dalam pemeriksaan.

- Penimbangan badan kelayan secara periodik. 8) Alat Bantu

- Alat-alat kebersihan diri. - Bahan-bahan kesehatan.

- Timbangan badan dan alat ukur tinggi badan. - Papan tulis, spidol, slide projector.

- Alat potong rambut - Setrika

b. Bimbingan olah Raga

1) Tujuan Instruksional Umum (TIU):

Meningkatkan pengetahuan olah raga kelayan dan meningkatkan interaksi sosial dalam rangka memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.

2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

Agar kelayan dapat lebih meningkatkan kesehatannya dengan cara berolah raga yang teratur dan juga melatih kekompakkan/kerja sama antar kelayan dan meningkatkan koordinasi motorik.

Kegiatan tersebut bertujuan :

- Agar kelayan mampu dan memiliki keterampilan sehingga dapat berprestasi.


(39)

- Dapat melaksanakan olah raga dengan baik dan benar.

- Mampu mempergunakan alat-alat sesuai dengan kecacatannya. - Agar mampu membina koordinasi rasio motorik dan visual motorik. - Agar dapat menimbulkan kegembiraan melalui kegiatan olah raga. 3) Uraian Materi

- Teori-teori keolahragaan. - Praktik berbagai macam senam.

- Permainan bersifat kelompok dan individu. - Terapi olah raga.

4) Metoda

- Ceramah - Tanya jawab. - Demonstrasi. - Latihan.

- Peragaan, dan lain-lain. 5) Petugas Pelaksana

- Instruktur olah raga. - Pekerja sosial fungsional 6) Proses dan Situasi Bimbingan

Memberikan pengetahuan dasar tentang keolahragaan, pengenalan alat-alat olah raga dan pengetahuan tentang penggunaanya serta memberikan contoh-contoh dan pengulasan.


(40)

7) Evaluasi

Memberikan beberapa pertanyaan teori olah raga, mengadakan pengecekan kemajuan kesehatan, mengetahui kemampuan kordinasi motorik.

8) Alat Bantu

Beberapa jenis alat dan tempat olah raga.

c. Bimbingan Budi Pekerti

1) Tujuan Instruksional Umum (TIU):

- Meningkatkan rasa kesopanan atau kesusilaan yang berdasarkan norma-norma sosial budaya masyarakat.

- Pembentukan watak dan kebiasaan yang baik. 2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

Setelah selesai bimbingan budi pekerti diharapkan kelayan :

- Mampu bersikap sesuai dengan norma-norma sosial budaya masyarakat. - Mampu bertenggang rasa dan membantu sesamanya.

- Memiliki rasa disiplin dan tanggung jawab.

- Mampu membuat dan bertingkah laku sesuai sopan santun yang berlaku. 3) Uraian Materi

- Pengertian budi pekerti dan norma sosial budaya masyarakat.

- Pengetahuan tentang sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat. - Pengetahuan tentang tata tertib yang berlaku di lingkungannya (asrama


(41)

4) Petugas Pelaksana

- Pekerja sosial fungsional. - Petugas bimbingan budi pekerti. 5) Proses dan Situasi Bimbingan

- Memberikan ceramah tata tertib yang berlaku di lingkungan, sopan santun, dan norma-norma sosial budaya masyarakat.

- Mempergunakan sikap yang baik dan betul. - Memberikan penugasan.

6) Evaluasi

- Pembimbing memberikan beberapa pertanyaan untuk mengetahui tentang penugasan materi.

- Pengamatan dalam penugasan dan realita dalam kehidupan sehari-hari. 7) Alat Bantu

- Slide projector

- Gambar peragaan

- Buku sumber yang berisi tentang budi pekerti. d. Bimbingan Keagamaan

1) Tujuan Instruksional Umum (TIU):

Memiliki dan meningkatnya keimanan, ketakwaan dalam menjalankan ketekunan kehidupan beragama.


(42)

2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

- Kelayan mampu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifatnya.

- Kelayan mampu melaksanakan ajaran Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaanya.

- Mampu menjalankan/melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaannya.

- Mampu melaksanakan tri kerukunan agama, yaitu: kerukunan antarpemeluk agama yang sama, antarpenganut agama yang satu dengan penganut agama yang lain, dan antara pemeluk agama dengan pemerintah. 3) Uraian Materi

- Pengertian agama dan ajaran agama.

- Cara-cara beribadah, beramal, dan norma-norma agama. - Peringatan hari-hari besar keagamaan.

4) Metoda

- Ceramah. - Tanya Jawab. - Peragaan. - Penugasan. - Lomba. 5) Petugas Pelaksana

- Petugas panti.


(43)

- Tokoh-tokoh ulama masyarakat. 6) Proses dan Situasi Bimbingan

- Menciptakan situasi kehidupan religius.

- Pemberian pengertian, penyampaian ajaran agama. - Peragaan beribadah.

- Disiplinisasi beragama. 7) Evaluasi

- Penjajagan tentang kemampuan penugasan keagamaan.

- Pengamatan tentang perilaku dan ketaatan menjalankan ibadah. - Toleransi beragama.

8) Alat Bantu

- Kitab-kitab suci dan bacaan-bacaan rohaniah. - Sarana dan tempat beribadah.

- Rekaman-rekaman yang berisi tentang keagamaan. - Buku-buku sumber.

2. Bimbingan Sosial a. Bimbingan Kesenian

1) Tujuan Instruksional Umum (TIU):

- Memupuk kehalusan jiwa dan keserasian jiwa bagi kelayan. - Menanamkan nilai-nilai keindahan.

2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

- Dapat menghargai keindahan alam, karya seni, dan budaya. - Mampu menampilkan sikap diri dengan baik.


(44)

- Mampu menguasai salah satu jenis atau sebagian dari kesenian yang diajarkan.

- Menumbuhkan rasa kegembiraan. 3) Uraian Materi

- Pengertian tentang kesenian. - Macam-macam kesenian.

- Mengenal dan memahami lagu-lagu wajib. - Drama, deklamasi, dan sajak.

4) Metoda

- Ceramah. - Tanya jawab.

- Penugasan dan wisata. - Pemutaran film. 5) Petugas Pelaksana

- Petugas bimbingan kesenian. - Pekerja sosial fungsional. 6) Proses dan Situasi Bimbingan

- Pemberian pengetahuan tentang kesenian, latihan kesenian. - Perlombaan.

- Pemasaran karya seni. 7) Evaluasi

- Ujian kemampuan praktik. - Pengamatan.


(45)

8) Alat Bantu

- Peralatan kesenian, alat-alat kerawitan, alat tarian daerah, dan nasional. - Peralatan musik.

- Alat-alat elektronik.

- Ruang/panggung dan peralatannya. b. Kepramukaan dan Rekreasi

1) Tujuan Instruksional Umum (TIU):

- Meningkatkan pengetahuan dan cara bekerja sama dalam kelompok/grup untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam mencapai tujuan.

- Mengenal lingkungan dan alam sekitar. 2) Tujuan Instruksional Khusus (TIK):

Agar kelayan :

- Mampu menjadi manusia yang cerdik dan terampil, berkepribadian dan berwatak luhur serta tinggi mental, moral, budi pekerti yang kuat, dan berkeyakinan agama yang kuat.

- Manimbulkan suasana kegembiraan.

- Mengenal tempat-tempat rekreasi dan bersejarah. 3) Uraian Materi

- Kepramukaan :

• Maksud dan tujuan.

• Latihan kepramukaan.


(46)

• Perkemahan. - Rekreasi :

• Maksud dan tujuan.

• Arti darmawisata.

• Kunjungan ke tempat-tempat rekreasi dan bersejarah. 4) Metoda

- Ceramah. - Penugasan.

- Pembinaan kelompok/perorangan. 5) Petugas pelaksana

- Petugas dari pusat. - Petugas dari panti.

- Petugas dari kepramukaan. 6) Proses dan Situasi Bimbingan

- Pemberian pengetahuan tentang kepramukaan dan rekreasi. - Penyelenggaraan latihan kepramukaan, kemah, dan darmawisata. 7) Evaluasi

- Uji ketangkasan kepramukaan.

- Pengamatan latihan kepramukaan, kemah, dan darmawisata. 8) Alat Bantu

- Alat-alat kepramukaan. - Alat-alat rekreasi.


(47)

2.3.5. Tujuan

Pelayanan ini diharapkan dapat membantu pemulihan kondisi fisik, psikis, mental, dan sosial, serta memberikan keterampilan praktis kepada penyandang cacat tubuh, sehingga mereka mau dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan baik di masyarakat.

2.4. Panti Sosial Bina Daksa

Panti sosial bina daksa merupakan panti rehabilitasi sosial penyandang cacat tubuh yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi penyandang cacat tubuh agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Panti ini hadir berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No.163/HUK/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Daksa ”Bahagia” Sumatera Utara. Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” adalah salah satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial R.I di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.

Panti ini merupakan panti rujukan regional dengan jangkauan pelayanan daerah kabupaten/kota pada wilayah Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat. Dan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh yang meliputi : bimbingan mental, sosial, fisik dan pelatihan keterampilan praktis agar mereka mampu berperan aktif dalam


(48)

kehidupan bermasyarakat (Direktorat Bina Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat, 2004 : 2).

2.5. Kerangka Pemikiran

Undang-undang No.43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat dalam pasal 3, mengamanatkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Departemen Sosial Republik Indonesia mengupayakan pengentasan sosial penyandang cacat tubuh sebagai lembaga yang melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan sosial, fisik, dan pelatihan keterampilan praktis.

Dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial yang merupakan program dari Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial diharapkan para penyandang cacat dapat mandiri, dan mengapresiasikan dirinya sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” merupakan panti rujukan regional dengan jangkauan pelayanan daerah Kab/Kota pada wilayah Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat. Dengan membantu pemulihan kondisi fisik, psikis, mental, dan sosial, serta pemberian keterampilan praktis kepada penyandang cacat tubuh, sehingga mereka mau dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan baik di masyarakat.


(49)

Respon positif penyandang cacat tubuh berarti setuju dengan pelayanan rehabilitasi sosial, yaitu mengetahui dan memahami mengenai program, tujuan, sasaran, manfaat dari pelayanan rehabilitasi sosial. Dan mematuhi segala peraturan Panti Sosial serta syarat yang ditentukan, sehingga mengharapkan hasil yang memuaskan dari pelayanan rehabilitasi sosial.

Respon negatif penyandang cacat tubuh berarti tidak setuju dengan pelayanan rehabilitasi sosial, yaitu tidak mengetahui dan memahami mengenai tujuan, sasaran dan manfaat dari pelayanan rehabilitasi sosial. Bersikap apatis terhadap pelayanan rehabilitasi sosial, sehingga tidak mengharapkan hasil apa-apa dari pelayanan rehabilitasi sosial.

Respon penyandang cacat tubuh baik positif maupun negatif, bersifat pasif ataupun aktif dapat ditunjukan kepada pihak Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”. Untuk lebih jelasnya, pelayanan rehabilitasi sosial dalam Panti Sosial Bina Daksa, penulis menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(50)

BAGAN ALUR PEMIKIRAN

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Depsos R.I

Pelayanan Rehabilitasi Sosial, yaitu : 1. Bimbingan Fisik :

• Pemeliharaan Kesehatan diri/Kebersihan lingkungan • Bimbingan Olahraga

• Bimbingan Budi Pekerti • Bimbingan Keagamaan 2. Bimbingan Sosial : • Bimbingan Kesenian

Respon Positif (+) :

b. Setuju dengan Pelayanan Rehabilitasi Sosial.

c. Mematuhi peraturan Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” dengan adanya Pelayanan Rehabilitasi Sosial.

Respon Negatif (-) :

a. Tidak setuju dengan Pelayanan Rehabilitasi Sosial.

b. Bersikap apatis terhadap Pelayanan Rehabilitasi Sosial.

c. Tidak mengharapkan apa-apa dari Pelayanan Rehabilitasi Sosial.


(51)

2.6. Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.6.1. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989 : 33). Penelitian ini memiliki definisi konsep yang bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi definisi konsep yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Respon adalah tanggapan, reaksi maupun jawaban.

2. Pelayanan adalah usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi maupun non materi agar orang itu dapat mengatasi permasalahannya sendiri. 3. Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui

pendekatan fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

4. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.

2.6.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah informasi ilmiah yang membantu peneliti dengan menggunakan suatu variabel atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam


(52)

petunjuk pelaksanaan bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : hal 46). Untuk memberikan kemudahan dalam memahami varibel dalam penelitian ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut :

1. Respon Positif Tuna Daksa

a.Setuju dengan pelayanan rehabilitasi sosial.

b.Mematuhi peraturan panti sosial bina daksa dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial.

c.Mengharapkan hasil yang memuaskan dari pelayanan rehabilitasi sosial. 2. Respon Negatif Tuna Daksa

a. Tidak setuju dengan pelayanan rehabilitasi sosial. b. Bersikap apatis terhadap pelayanan rehabilitasi sosial.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang melukiskan kenyataan yang ada tentang masyarakat atau sekelompok orang tertentu di lapangan secara analisis yang prosesnya meliputi penguraian hasil observasi dari suatu gejala yang diteliti atau lebih (Soehartono, 2004 : 35). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan respon atau tanggapan penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Departemen Sosial.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” Departemen Sosial, yaitu suatu Unit Pelaksana Teknis Departemen Sosial dibawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial yang memiliki tugas melaksanakan perlindungan, advokasi, pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberian informasi, rujukan, koordinasi dan kerjasama dengan instansi bagi penyandang cacat agar mampu berperan akif dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Bina Daksa ini berlokasi di Jl. Williem Iskandar No.377 Kelurahan Siderejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung.


(54)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yanhg memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1991:141). Berdasarkan uraian tersebut, maka populasi dari penelitian ini adalah seluruh Penyandang Tuna Daksa yang menerima pelayanan berjumlah 51 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004:57). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Penyandang Tuna Daksa penerima pelayanan rehabilitasi sosial. Berdasarkan keterangan di atas, karena populasi kurang dari 100 maka semua populasi diambil sebagai sampel. Berarti sampel berjumlah 51 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui :

a. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.


(55)

b. Wawancara, yaitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab.

c. Kuisoner (angket), yaitu kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar suatu daftar pertanyaan tertutup dan terbuka untuk tanya jawab oleh responden.

3.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang didapatkan dari hasil penelitian dilapangan kemudian dikumpulkan serta di olah dan di analisa dengan menggambarkan, menjelaskan, memberi komentar dengan menggunakan tabel tunggal. Sehingga data dapat dibaca dengan mudah untuk mengetahui jawaban dari masalah yang diteliti.


(56)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Latar Belakang PSBD “Bahagia” Sumatera Utara

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara adalah salah satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial Republik Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Menempati luas areal 8.960 m² (128 x 70 m²). Panti ini memiliki fasilitas pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh. Tujuan dari panti ini membantu pemulihan kondisi fisik, psikis, mental, dan sosial, serta pemberian keterampilan praktis kepada penyandang cacat tubuh, sehingga mereka mau dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan baik di masyarakat. Sistem pelayanan dilaksanakan dengan pengasramaan selama 1 (satu) tahun, dengan seluruh biaya dibebankan kepada anggaran APBN, kecuali biaya uang saku/uang harian adalah tanggung jawab orang tua/wali dari klien.

Sebelumnya panti sosial bina daksa mulai beroperasi pada tahun 1996, di bawah proyek PACA. Dalam pengelolaan panti ini dipimpin oleh Pimpro (pimpinan proyek), dan pada saat itu lokasi panti ini berada di Lau Bakeri, hingga tahun 1997 panti ini belum memiliki kepala untuk memimpin PSBD. Pada tahun 1998, PSBD memiliki kepala panti yang bertugas untuk memimpin panti.

Pada tahun 2000, ketika Departemen Sosial dibubarkan. PSBD dialihkan ke UPTD Pemda, kemudian berada di bawah naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan nama Balai Bina Daksa Bahagia Lau Bakeri. Pada tahun 2004, Menteri Sosial melakukan


(57)

kunjungan untuk melihat kondisi panti yang berada di Lau Bakeri. Melihat kondisi yang kurang baik dan tidak terawat, Menteri Sosial melalui Departemen Sosial melakukan lobi kepada Pemerintah Daerah, Gubernur Sumatera Utara, DPR, dan Departemen Dalam Negeri untuk mengembalikan Panti ini agar dikelola oleh Departemen Sosial.

Pada tahun 2007, Balai Bina Daksa Bahagia Lau Bakeri dikembalikan kepada Departemen Sosial. Nama Panti tersebut diubah kembali dengan nama Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2007-2009 PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, melakukan proses pemindahan dari Lau Bakeri ke Jl. Wiliem Iskandar No.377 Kel. Siderejo Hilir Kec. Medan Tembung. PSBD juga melakukan persiapan-persiapan anggaran, dan inventaris dan pengadaan untuk panti yang baru. Penerimaan siswa di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara dilakukan pada tahun 2009, yang berasal dari Regional I Sumatera.

4.2. Letak dan Kedudukan

Luas areal panti 8.960 m² (128 x 70 m²). Secara administratif, maka Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” Sumatera Utara memiliki batasan-batasan sebagai berikut:

• Timur : Jalan Williem Iskandar

• Barat : Perumahan Masyarakat

• Utara : Gang Kecil


(58)

4.3. Fasilitas Sarana dan Prasarana

4.3.1. Sarana

Terdapat 1.556 unit sarana di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, masing-masing adalah 3 unit mobil dinas, 5 unit sepeda motor, 2 unit alat-alat peraga keterampilan mesin, 14 unit mesin jahit, 8 unit Tv, 100 unit tempat tidur, kasur, bantal, 10 unit jemuran pakaian, 7 unit komputer, 5 unit dispenser, 6 unit Ac, 8 unit printer, 1 unit scanner, 1 unit handycam, 1 unit kamera digital, 100 unit meja dan kursi belajar, 31 unit meja dan kursi pegawai, 300 unit kursi, 2 unit meja perpustakaan, 2 unit lemari buku perpustakaan, 10 unit kipas angin dinding dan 2 unit kipas angin berdiri, 1 unit faxmile, 7 unit lemari besi, 800 buah buku perpustakaan, 30 unit peralatan olahraga, 100 unit peralatan bimbingan sosial, mental, dan fisik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 4.1

Sarana Panti

NO. NAMA KETERANGAN

1 Mobil Dinas 3 Unit

2 Sepeda Motor Dinas 5 Unit

3 Alat-alat Peraga Keterampilan Mesin:

- Vega R - Suzuki


(59)

4 Mesin Jahit 14 Unit

5 Tv 8 Unit

6 Tempat Tidur, Kasur, Bantal 100 Unit

7 Jemuran Pakaian 10 Unit

8 Komputer 7 Unit

9 Dispenser 5 Unit

10 AC 6 Unit

11 Printer 8 Unit

12 Scaner 1 Unit

13 Handycam 1 Unit

14 Camera Digital 1 Unit

15 Meja & Kursi Belajar 100 Unit

16 Meja & Kursi Pegawai 31 Unit

17 Kursi 300 Unit

18 Meja Perpustakaan 2 Unit


(60)

20 Kipas Angin Dinding

Kipas Angin Berdiri

10 Unit

2 Unit

21 Telepon Faxmile 1 Unit

22 Lemari Besi 7 Unit

23 Buku Perpustakaan 800 Buku

24 Peralatan Olahraga 30 Unit

25 Peralatan Bimbingan sosial, mental, dan fisik

(+-) 100 Unit

Jumlah 1.556 Unit

Sumber : Data PSBD “Bahagia” Sumatera Utara Depsos RI

4.3.2. Prasarana

Adapun prasarana di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara berjumlah 34 unit. Terdapat kantor, gedung aula, pos penjagaan, ruang rapat, perpustakaan, poliklinik, ruang makan/dapur, mushola, ruang pelatihan keterampilan, ruang musik, showroom, rumah dinas, Guest House yang keseluruhan berjumlah 1 unit. 6 lantai asrama, 2 lantai asrama detok, 2 unit garasi, 3 unit ruang keterampilan, 3 unit ruang bimbingan mental, 8 kamar ruang peksos. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :


(61)

Tabel 4.2

Prasarana Panti

NO. NAMA LUAS KETERANGAN

1 Luas Tanah 8.960 M²

2 Kantor 290 M² 1 Unit

3 Gedung Aula 305,5 M² 1 Unit

4 Pos Penjagaan 6,25 M² 1 Unit

5 Ruang Rapat 64 M² 1 Unit

6 Perpustakaan 96 M² 1 Unit

7 Poliklinik 48 M² 1 Unit

8 Ruang Makan/Dapur 228 M² 1 Unit

9 Asrama 1500 M² 6 Lantai (4 Unit)

10 Asrama Detok 480 M² 2 Lantai

11 Mushollah 38 M² 1 Unit

12 Garasi 32 M² 2 Unit

13 Ruang Keterampilan 1590 M² 3 Unit


(62)

Keterampilan

15 Ruang Bimbingan

Mental

243 M² 3 Unit

16 Ruang Musik/Latihan Band

96 M² 1 Unit

17 Ruang Peksos 80 M² 8 Kamar

18 Showroom 72 M² 1 Unit

19 Rumah Dinas 48 M² 1 Unit

20 Guest House 48 M² 1 Unit

Jumlah 34 Unit

Sumber : Data PSBD “Bahagia” Sumatera Utara Depsos RI

4.4. Visi dan Misi PSBD “Bahagia” Sumatera Utara Depsos RI

4.4.1. Visi PSBD Bahagia

Menjadi pusat rujukan regional terbatas wilayah Sumatera bagi penyandang cacat tubuh untuk meneruma programpelayanan dan rehabilitasi sosial, sehingga dapat hidup sejajar dan wajar sesuai bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia dengan lingkungan yang bebas hambatan.


(63)

4.4.2. Misi PSBD Bahagia

Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh pada wilayah regional terbatas, meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat dengan misi sebagai berikut :

1. Melakukan perlindungan, peningkatan harkat dan martabat, serta kualitas hidup penyandang cacat tubuh.

2. Mencegah, meminimalisasi, dan memperbaiki kondisi mental dan psikologi penyandang cacat tubuh.

3. Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat tubuh.

4. Memberikan pelayanan dan jaminan sosial bagi penyandang cacat tubuh.

5. Melakukan kajian pengemnbangan metode dan tata cara dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat tubuh.

4.5. Pendidikan Pengelola Panti

Tabel 4.3

Pendidikan Pengelola Panti

No Nama Jabatan Pendidikan

1 Drs. Kosner Sipayung Ka. Panti S1 - STKS Bandung


(64)

3 Dra. Rosmawati Karo Staf TU S1 – PLS

4 Dra. Ninik Khotijah Ka. Sie Rehsos S1 – PLB

5 Dra. Sinarta Ka. Sie Lurbinjut S1 – PLS

6 Dra. Darmiyeti Ka. Sie PAS S1 – Pendidikan

7 Drs. Juah Sinulingga Staf PAS S1 – Kessos

8 Darsin Karo-Karo, SE Staf Binjut S1 – Ekonomi

9 Daniel Rovin Ginting, SE

Staf TU S1 – Ekonomi

10 Bismar Simangunsong Staf TU SMA

11 Joto Br. Karo Fungsional SMPS

12 Usamah Tinendung Fungsional SMPS

13 Nuraini Sembiring Staf PAS SMPS

14 Nelli Perangin-angin Staf Rehsos SMPS

15 Maidinse Hutasoit Staf TU D IV – STKS Bandung

16 Evi Ulina Br. Sitepu Staf Binjut SMPS

17 Ilzami Staf Rehsos STM – Bangunan


(65)

S.ST

19 Robert Sitorus, S.Sos Staf TU S1 – Kessos

20 Richa Nurhayati, S.Psi S1 – Psikologi

21 Manerep P Silaban, S.Sos

Staf TU S1 – Sospol

22 Rosdiana Simarmata, A.KS

Staf TU D IV- STKS Bandung

23 Andry Permana, S.ST Staf Rehsos D IV- STKS Bandung

24 Sherly Natalia Staf PAS D IV- STKS Bandung

25 Lyana Siregar, SE Staf TU S1 – Ekonomi

26 Yunita Anggraini, S.Sos

Staf TU S1 – Kessos

27 Retna Sari Ningrum, S.Sos

Staf PAS S1 – Kessos

28 Rini Mirza, SH Staf Binjut S1 – Hukum

29 Helmayuni, AMK Staf Rehsos DIII - Kesehatan

30 Nuri Nelviana, Amd Staf TU DIII – Komputer


(66)

AMF

Sumber : Data PSBD “Bahagia” Sumatera Utara Depsos RI

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui pendidikan pengelola bahwa mayoritas berpendidikan S1/DIV Kesejahteraan sosial dengan jumlah Sepuluh (10) orang. Pada urutan kedua adalah pengelola yang berpendidikan SMPS dengan jumlah lima (5) orang. Tiga (3) orang berpendidikan S1 PLS, tiga (3) orang berpendidikan S1 Ekonomi. Pengelola lainnya terdiri dari I orang berpendidikan SMA, satu (1) orang STM, satu (1) orang S1 PLB, satu (1) orang S1 Pendidikan, satu (1) orang S1 Psikologi, satu (1) orang S1 Sospol, satu (1) orang S1 Hukum, dan tiga (3) orang DIII.


(67)

4.6. Struktur Organisasi Panti

Gambar

Struktur Organisasi Panti

Menurut Peraturan Menteri Sosial No. 106/HUK/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Organisasi dan Tata kerja PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, yaitu :

Kepala Panti Drs. Kosner Sipayung

Ka Sub Bag. TU Drs. John Elfis

Kasie Program dan

Advokasi Sosial Dra. Darmiyetti

Kasie Rehabilitasi Sosial Dra. Ninik Khotijah Nip 19650117 199103 2

Kasie Penyaluran dan Bimbingan Lanjut

Dra. Sinarta Kelompok Jabatan

Fungsional Instalasi Produksi


(68)

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa panti dipimpin oleh Kepala panti. Kepala panti dibantu oleh satu kepala sub bagian TU dan tiga kepala seksi. Keempatnya bertanggung jawab kepada langsung kepada kepala panti. Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsionalnya dan instalasi produksi bertugas melakukan kegiatan keterampilan kerja bagi PMKS, keduanya bertanggung jawab kepada kepala panti dan wajib berkordinasi dengan pejabat struktural dan fungsional lainnya.

4.7. Bidang-bidang Kerja

Secara sistematis struktur organisasi PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, dipimpin oleh seorang kepala panti. Adapun pembagian tugas masing-masing dan tanggung jawab bagian yang ada pada struktur organisasi adalah sebagai berikut :

1. Kepala Panti

Tugas di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara yaitu melaksanakan tugas-tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial dalam bentuk perlindungan, advokasi, pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberian informasi, rujukan, koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait bagi penyandang cacat agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan rencana dan program kegiatan, urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga.


(69)

3. Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial

Mempunyai tugas melakukan penyusunan program rehabilitasi sosial, memberikan bantuan perlindungan sosial dan advokasi sosial serta kerjasama, pengkajian dan penyiapan standarisasi pelayanan, pemantauan serta evaluasi dan laporan.

4. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial

Melakukan pendekatan awal berupa registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar dan keterampilan kerja, mental , sosial dan fisik untuk menjadikan klien dapat hidup mandiri.

5. Seksi Penyaluran dan Bimbingan lanjut (Lurbinjut)

Mempunyai tugas memberikan bimbingan lanjut, kerjasama, pemberian informasi, praktek belajar kerja dan penyaluran.

6. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

7. Instalasi Produksi

Instalasi produksi mempunyai tugas melakukan kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomi, produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.


(70)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini akan di sajikan data yang telah didapat melalui penelitian yang telah dilakukan. Data-data yang disajikan pada bab ini merupakan hasil olahan angket yang telah diisi oleh para responden, untuk melihat respon penyandang tuna daksa terhadap pelayanan rehabilitasi sosial.

Penulis mencoba menganalisa data-data yang telah diperoleh di lapangan. Analisa data yang dimaksud adalah suatu interpretasi langsung yang berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan dengan tetap berpedoman pada tujuan penelitian.

Data Identitas Responden

Untuk mengetahui data identitas responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, maka dapat dilihat dari uraian tabel-tabel dibawah ini :

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Kategori Frekwensi (F) Persentase (%)

1

2

Laki – laki

Perempuan

31

20

60,78

39,22

JUMLAH 51 100


(71)

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden sebanyak 31 orang (60,78 %) berjenis kelamin laki-laki dan 20 orang (39,22 %) berjenis kelamin perempuan. Disini terlihat jelas bahwa mayoritas berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No. Kategori Umur (tahun) Frekwensi (F) Persentase (%) 1

2

3

≤ 20 tahun 21 – 30 tahun

>30 tahun

15

34

2

29,41

66,67

3,92

JUMLAH 51 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa responden yang berusia kurang atau sama dengan 20 tahun berjumlah 15 orang (29,41%), usia 21 - 30 tahun berjumlah 34 orang (66,67%), usia lebih dari 30 tahun berjumlah 2 orang (3,92%). Disini terlihat jelas bahwa penyandang tuna daksa mayoritas berusia 21 – 30 tahun. Dan minoritas berusia lebih dari 30 tahun. Panti Sosial Bina Daksa Sumatera Utara menerima klien berusia antara 15 tahun dan maksimal usia 35 tahun. Selain itu juga seluruh klien memiliki status belum menikah, bagi orang yang telah menikah tidak diterima oleh panti.


(72)

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

No. Kategori Frekwensi (F) Persentase (%)

1 2 3 4 Islam Kristen Hindu Budha 36 13 2 - 70,59 25,49 3,92 -

JUMLAH 51 100

Sumber : Kuesioner 2009

Tabel 6 menyatakan bahwa responden yang beragama Islam sebanyak 36 orang (70,59%), yang beragama Kristen sebanyak 13 orang (25,49%) dan beragama Hindu 2 orang (3,92%), sedangkan yang beragama Budha tidak ada.

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No. Kategori Frekwensi (F) Persentase (%)

1 2 3 Jawa Batak Toba Karo 14 19 2 27,45 37,25 3,92


(73)

4

5

6

Mandailing

Tionghoa

Lain-Lain (Melayu, Aceh, Banjar, Koto)

2 - 14 3,92 - 27,45

JUMLAH 51 100

Sumber : Kuesioner 2009

Tabel 7 menunjukkan bahwa responden dengan suku bangsa Jawa sebanyak 14 orang (27,45%), Batak Toba sebanyak 19 orang (37,25%), Karo sebanyak 2 orang (3,92), Mandailing sebanyak 2 orang (3,92), dan lain-lain yang terdiri dari Melayu, Aceh, Banjar, Koto sebanyak 14 orang (27,45%). Di sini terlihat jelas bahwa mayoritas responden adalah bersuku bangsa Batak Toba.

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara merupakan panti dibawah naungan Departemen Sosial yang memiliki jangkauan regional I Sumatera, sehingga terdapat beberapa responden yang berasal dari luar pulau Sumatera Utara.

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Kategori Frekwensi (F) Persentase (%)

1 2 3 SD SLTP SLTA 23 17 9 45,10 33,33 17,64


(1)

Negara, sehingga pelayanan rehabilitasi sosial tetap dilaksanakan sesuai ketentuannya. Responden juga menyatakan mereka sangat senang mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, karena selain mendapatkan bimbingan dan pengetahuan mereka juga mendapatkan pengalaman yang berharga.

Usaha pemberian pelayanan sosial sebaiknya tidak bersifat sesaat, temporer atau sporadis tetapi berkelanjutan, untuk itu dibutuhkan suatu tindakan pelayanan sosial yang terinstitusionalisasi (Soetomo, 2008 : 59). PSBD “Bahagia” Sumatera Utara dalam hal ini bukan saja terlembagakan namanya, namun juga terlembagakannya tindakan pelayanan tersebut sehingga pelayanan tersebut merupakan aktivitas yang terpola dan berkelanjutan.

Responden juga memberikan beberapa saran untuk kelanjutan dari pelayanan di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara yaitu, perlunya Bapak/Ibu asrama tinggal di asrama agar dapat mengontrol klien, sarana olahraga ditambahi, untuk bimbingan kesenian perlu dibentuknya kelompok agar lebih jelas kerjasama di antara klien, peralatan bimbingan diperbanyak dan kedisiplinan agar diperketat lagi.


(2)

BAB VI

PENUTUP

6.1. KESIMPULAN

Setelah penulis menguraikan dan menganalisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Respon para penyandang tuna daksa/cacat tubuh terhadap pelayanan rehabilitasi sosial di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara adalah senang atau setuju (respon positif), jumlah responden yang menyatakan senang dan menyetujui semua pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara lebih besar daripada jumlah responden yang tidak senang dengan pelayanan rehabilitasi sosial. Hal ini disebabkan dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial dapat memberikan perlindungan, pengetahuan, keterampilan dan kemandirian kapada para penyandang tuna daksa/cacat tubuh juga membuat penerima pelayanan mematuhi segala peraturan yang ada, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam keseharian hidupnya.

Respon positif penyandang tuna daksa/cacat tubuh ditunjukkan dengan keterlibatan penuh dan kepuasan terhadap pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.


(3)

Setelah mengemukakan pembahasan, analisa serta kesimpulan maka berdasarkan saran-saran yang disampaikan oleh responden dan penulis dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kepada Departemen Sosial perlu meningkatkan penyuluhan sosial dan sosialisasi yang berkaitan dengan UU No.4 tahun 1997, terutama pelayanan rehabilitasi sosial, hak dan kewajiban penyandang tuna daksa/cacat tubuh sehingga masyarakat mengetahui dan memahami hal tersebut.

2. Kepada Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara hendaknya dapat meningkatkan perhatiannya kepada seluruh penyandang tuna daksa/cacat tubuh dalam pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial yang diberikan, baik dalam bentuk bimbingan, sosialisasi dan informasi.

3. Kepada Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara hendaknya menambahi fasilitas atau sarana dan prasarana bimbingan, dan meningkatkan pengawasan di Panti.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi Pekerja Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Departemen Sosial RI. 2004. Acuan Umum Pelayanan Sosial. Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.

Departemen Sosial. 2008. Kurikulum Rehabilitasi Penyandang Cacat Bimbingan Fisik, Mental dan Sosial. Medan : PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.

Direktorat Bina Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat. 2004. Standardisasi Pelayanan Minimal Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat dalam Panti. Jakarta : Departemen Sosial.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press.

Saragih, Robinson. 2008. Salah Satu Alternatif Kepemimpinan dalam Organisasi Pelayanan Sosial. Jurnal Pusdiklat Kesos Departemen Sosial RI Vol.3 No.3 hal 61-65.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3S.

Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(5)

Sudjadi dan Wardoyo S. 2005. Pelayanan Rehabilitasi Sosial untuk Membantu Kemandirian Tuna Daksa. Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial Edisi 181 Th ke 29 hal 69-80.

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Sumber-sumber lain :

Hani,Sisilia. Diakses 10 September 2009, pukul: 17.00 Wib.

Hermana, 2008.

Kasim, 2001. tanggal 14 Oktober 2009, pukul 18.00 Wib.

September 2009, pukul : 17.00 Wib.

Indonesia, Undang-undang RI Nomor : 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. LN.RI tahun 1997 Nomor : 9, TLN.RI Nomor : 3670.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor : 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. LN.RI tahun 1998 Nomor : 70, TLN.RI Nomor : 3754.


(6)

Indonesia, Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 163/HUK/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Jakarta : Departemen Sosial.

Indonesia, Undang-undang No : 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. LN.RI tahun 2009 Nomor : 12, TLN.RI Nomor : 4967.

Siregar, Hatta. 2009. Kewirausahaan Penyandang Cacat sebagai Sarana Mencapai Kemandirian dan Kesejahteraan. Makalah disajikan pada seminar kewirausahaan penyandang tuna daksa, PSBD Bahagia Depsos R.I, Medan tanggal 11 September 2009.

Suyono, Haryono. 2005. Mewujudkan Masyarakat Beradab Bersama Aksi Penyandang Cacat. Wib