MARI BERSAMA WUJUDKAN INDONESIA RAYA SEB

MARI BERSAMA WUJUDKAN INDONESIA RAYA
SEBAGAI TAMANSARINYA BUDAYA SPIRITUAL
(oleh Ki Marsudi)
I. PENDAHULUAN
Kita semua menyadari bahwa Tuhan YME menghendaki kita lahir di atas bumi dalam
wilayah Nusantara yang sekarang telah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau bumi
tempat Anda lahir ini pulau Jawa maka sadarilah bahwa pulau Jawa adalah salah satu diantara
18.306 pulau yang ada di Nusantara, kalau anda terlahir sebagai anak orang Jawa maka suku
bangsa Jawa ini hanyalah satu diantara 1.340 suku bangsa di Nusantara, dan apabila Anda hanya
bisa berbahasa Jawa, maka bahasa Jawa hanyalah satu diantara 1.211 bahasa di Nusantara. Bukan
main !!! Kepulauan yang terletak di sekitar katulistiwa ini banyak gunung apinya, menjadikan tanah
di sini sangat subur mampu ditanami apa saja. Luasnya wilayah laut dan banyaknya gunung api
serta hutan belantara menjadikan daerah ini kaya tambang minyak bumi, tambang logam mulia,
tambang batubara dan sebagainya. Demikian banyaknya hasil bumi yang bisa diupayakan, hasil
laut, hasil hutan, hasil tambang, juga melimpahnya energi di negeri ini membawa satu kesimpulan
bahwa negeri ini kaya raya sulit dicari tandingannya. Layaklah jika Multatuli menyebutnya sebagai
rangkaian zamrud yang melingkar di katulistiwa, sedangkan penulis lain menyebutnya sebagai “
sepotong sorga di katulistiwa”
Hal tersebut akhirnya mengundang hadirnya bangsa-bangsa dari luar sana untuk
berbondong-bondong berebut rezeki di tanah ini sambil menindas dan memeras kekayaan anak
negeri. Sejak jaman prasejarah keadaan itu terjadi dan sampai hari ini pun sebenarnya masih

terjadi, hanya cara dan bentuknya saja yang berubah sesuai berjalannya waktu dan kehendak
jamannya.
Tercatat dalam sejarah negeri ini menurut pendapat para ahli dari Belanda bahwa nenek
moyang bangsa kita ini semula adalah penduduk asli terdiri atas manusia Pleistosein , suku Wedoid
dan suku Negroid yang kemudian kedatangan migran secara besar-besaran dari Yunan Selatan
sebanyak dua kali, yang pertama sekitar 2000 tahun SM dan kedua sekitar 400 – 300 tahun SM.
Konon percampuran penduduk asli dan pendatang inilah yang kemudian menjadi nenek moyang
bangsa Nusantara yang saat itu menghantar kebudayaan dari batu purba ke jaman budaya
perunggu. Sudah barang tentu lambat laun faktor budaya, teknologi (walaupun masih sangat
rendah) dan keyakinan pun terjadi pembauran dengan sendirinya (baik akulturasi maupun
sinkretisme).
Di sisi lain penulis juga menemukan catatan bahwa kalender Jawa asli dan aksara/huruf Jawa telah
disusun oleh Mpu Hubayun pada 911 tahun SM, bahkan menurut pendapat seorang astronom
bernama HJ. Snijders perhitungan tahun Jawa asli telah dimulai ketika orang Jawa mengenal Ilmu
Falaq (perbintangan) sekitar 17.000 tahun SM, suatu pendapat yang agak nyambung dengan
kesimpulan Prof. Arysio Santos tentang Atlantis , sebuah benua yang hilang, itu adalah Indonesia.
Menurut Santos, penghuni Atalntis tersebut sudah memiliki kemampuan teknologi tinggi sehingga
dianggap setingkat dewa. Hal-hal tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa budaya orang Jawa
saat itu sudah maju karena sudah dapat membuat perhitungan tentang waktu, sekaligus aksara
(huruf), mampu membuat keris yang bahannya sebagian dari meteor, dan sudah tentu seni sastra

pun pasti ada. Dan itu terjadi sebelum agama-agama besar dari luar masuk ke Nusantara. Situs
Gunung Padang yang masih digali semoga bisa ikut memberi pencerahan perihal sejarah bangsa ini
di masa lalu, sebagai modal atau setidaknya motivasi buat perkembangan di masa depan.
Demikianlah halnya dengan kedatangan orang-orang dari India yang membawa pengaruh
Hindu/India di abad pertama Masehi ikut memperkaya budaya Jawa dan menginspirasi Sang Aji

Saka ( Prabu Sri Maha Punggung III / Ki Ajar Padang III ) dari kerajaan Jawa Dwipa (letaknya sekitar
lereng gunung Gede Pangrango Jawa Barat) untuk mengadopsi perhitungan tahun Çaka (India)
digabung dengan tahun Jawa Asli menghasilkan perhitungan Tahun Saka Jawa yang dimulai tahun
78 M, tepatnya 21 Juni 78.
Akulturasi budaya seperti ini tidak berhenti sampai di sini. Pada tanggal 8 Juli 1633, Sri
Sultan Agung Hanyakra Kusuma, raja Mataram, memadukan perhitungan tahun Saka Jawa dengan
tahun Hijriyah menjadi Tahun Jawa yang berlaku sampai hari ini. Rupanya proses akulturasi budaya
dan juga sinkretisme sudah menjadi lazim di negeri kita demi menjaga keseimbangan dan
keteduhan dalam kehidupan masyarakat, selain juga tentunya menjadikan bangsa ini lebih maju
peradabannya.
II. KONSEP BERKETUHANAN
Dari paparan awal sejarah bangsa , penulis meyakini bahwa konsep Monotheisme telah
berkembang sejak lama jauh sebelum konsep-konsep dari luar termasuk bermacam agama
maupun ideology merembes masuk ke negeri kita, hal ini bisa dibuktikan dengan bangunanbangunan peninggalan sejarah baik itu tempat-tempat pemujaan, makam, kalender, perhitungan

hari yang begitu rumit, lengkap dan penuh misteri, pranoto mongso, tembang-tembang mainan
anak-anak, kidung-kidung kuno, falsafah sesajen, upacara-upacara perkawinan dll. semuanya
mengarah kepada pembelajaran/pendidikan yang ada kaitannya dengan keyakinan akan adanya
Tuhan YME. Dengan mudahnya paham-paham dari luar baik itu agama ataupun isme-isme juga
termasuk seni budaya masuk dan diterima baik dalam kehidupan bangsa kita yang berkarakter
sopan, ramah, murah hati, rendah hati, penuh tenggang rasa (toleransi), suka bergotongroyong
yang semuanya bisa kita lihat dalam sikap sehari-hari dan juga terbaca dalam kidung-kidung kuno.
Kesimpulan sementara akan mengatakan bahwa Karakter seperti itu mustahil dimiliki oleh bangsa
yang tidak ber- Tuhan.
Iklim berketuhanan seperti di atas menciptakan kondisi damai, tenteram aman bagi masyarakat
secara umum sejak dulu sampai sekarang. Kalaupun terjadi gejolak paling-paling dilakukan oleh
oknum-oknum tertentu karena ingin mengunggulkan pandangannya yang dari luar, dan itu tidak
akan berlangsung lama jika segera menyadari di mana dia memijakkan kakinya.
Hanya nafsu penjajahlah yang bisa bertahan agak lama, karena dengan segala intrik muslihat yang
dipikirkannya dengan sungguh-sungguh pasti juga diberi kesempatan oleh Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, walaupun sebenarnya semua juga akan berakhir dan yang pasti siapa
yang menanam maka dia pulalah penuainya, siapa yang suka menimbulan kekacauan maka seumur
hidupnyapun akan selalu kacau dan itu akan berlanjut di alam berikutnya (akhirat).
Dan ini pulalah kiranya yang mengilhami para founding fathers pendiri Republik ini merumuskan
Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, demikian pula dengan Preumble dan Isi

Undang-Undang Dasar tahun 1945, tegas tertulis bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Konsep-konsep berketuhanan yang dimiliki dan dihayati oleh nenek moyang (leluhur)
seperti itu pulalah yang atas kehendak Tuhan YME sejak awal abad 20 sampai sekarang
berkembang lagi di tengah masyarakat ( di jaman penjajahan konsep-konsep ini agak mengalami
kebekuan) baik melalui Sesepuh yang menerima wahyu maupun melalui proses-proses lainnya
(mis. laku batin dsb.), dan mulai dikenal dengan sebutan Kepercayaan terhadap Tuhan YME (Tap
MPR no. IV th.1973, Bab II-E Wawasan Nusantara no. 1-b). Konsep-konsep berketuhanan seperti ini
bisa dihayati dan dijalani baik oleh mereka yang memeluk agama maupun yang tidak. Asalkan
penerapannya benar, maka dijamin pasti tidak akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat

walaupun kita tahu bahwa pro kontra pasti ada, riak-riak kecil itu biasa dan segera akan lenyap jika
segera kembali ke jati diri bangsa.
Setelah melalui beberapa phase perkembangan maka akhirnya disepakati adanya satu
devinisi tentang Kepercayaan terhadap Tuhan YME yang bunyinya sebagai berikut :
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan
hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan
perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur
yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
(Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Bab I

Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 2 )
Dengan adanya devinisi tersebut akan mudah kiranya bagi masyarakat yang belum
mengenal untuk dapatnya segera memahami sedikit tentang apa, siapa, apa peranannya, dan
bagaimanakah perihal Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME di bumi Indonesia ini. Tentu
saja untuk mengetahui secara lebih luas jalan satu-satunya adalah masuk menjadi anggota/warga
dan sanggup menjalani (menghayati) segala aturannya. Dari pengalaman itulah nantinya kita bisa
membandingkan dan memilih mana yang paling sesuai dan paling bermanfaat buat hidup kita
sampai kembali kepada Tuhan YME. Jika Anda percaya bahwa Tuhan itu Maha Adil, Maha
Bijaksana, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, di mana pun Tuhan menciptakan manusia pasti di
situ pula diturunkan tuntunan/ajaran untuk dapatnya menghadap dan kembali kepada-Nya. Itu
pasti !!! Karena lahir itu tidak dapat memilih harus di mana dan lewat orangtua siapa.
III. ORGANISASI PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME
Semula, sebelum kemerdekaan, komunitas penghayat kepercayaan sebenarnya sudah
banyak karena banyak sesepuh-sesepuh (perintis komunitas penghayat) yang menerima Dhawuh
Tuhan YME saat itu melalui Guru Sejatinya masing-masing, namun eksistensi mereka masih belum
jelas, maklum hal ini mengantisipasi praktek adu domba Penjajah waktu itu yang cenderung
melecehkan dan bahkan kalau bisa melenyapkan sekalian semua produk pribumi saat itu apalagi
yang berkaitan dengan kegiatan spiritual yang sangat ditakuti penjajah (Belanda).
Barulah setelah era kemerdekaan, demi menunjukan eksistensinya maka komunitas-komunitas
penghayat tersebut mulai membentuk organisasi, apalagi setelah pemerintah Indonesia

memberikan perhatian lewat diturunkannya beberapa peraturan perundang-undangan sejak tahun
1973, semakin banyak bermunculan organisasi penghayat di Indonesia (terhitung kurang lebih 350
organisasi penghayat di tahun 1970-an).
Setelah melalui seleksi alam, terakhir yang kita dengar dari Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan
YME pada waktu pembahasan Keputusan MK tanggal 8 Nopember 2017, jumlah organisasi
penghayat di seluruh Indonesia tercatat 187 organisasi. Apakah jumlah ini terus menyusut atau
mungkin malah bertambah lagi tinggal kita tunggu saja waktunya tanpa kita harus berandai-andai,
karena kita yakin apapun yang terjadi di situlah kehendak Tuhan berlaku.

IV. PAYUNG HUKUM BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME
Tanpa harus kita urai maka sebagai pengingat saja payung hukum bagi penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan YME di Indonesia adalah :

UUD 1945
UUD 1945
UU NO. 23 TAHUN
2006

Bab XA Hak Asasi Manusia, Pasal 28 Pasal 28 E ayat (2), Pasal 28 C, ayat (1, Pasal 28I, ayat
(3), dan Bab XIII, Pendidikan dan Kebudayaan, khusus Pasal 32 ayat (l) dan ayat (2)

Bab XI Agama Pasal 29, ayat (1) dan ayat (2) mengatur tentang agama dan kepercayaan
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KEBUDAYAAN
PBM NO. 43/41 TAHUN
DAN PARIWISATA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT
2009
KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA
PERMENDAGRI NO. DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN
44 TAHUN 2009
ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA NIRLABA LAINNYA DALAM
BIDANG KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DALAM NEGERI
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG
PERMENDAGRI NO.
PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN
33 TAHUN 2012
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH

UU NO. 24 TAHUN
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG
2013
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
PERMENDIKBUD NO. PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG
77 TAHUN 2013
MAHA ESA DAN LEMBAGA ADAT
PERMENDIKBUD NO. LAYANAN PENDIDIKAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
27 TAHUN 2016
PADA SATUAN PENDIDIKAN
PP NO. 37 TAHUN 2007

SKK KEPERCAYAAN STANDAR KOMPETENSI KHUSUS JABATAN PENYULUH KEPERCAYAAN THD
2017
TUHAN YME

Putusan MK no.
97/PUU-XVI/2016

KEPERCAYAAN BISA DIMASUKKAN DALAM KK MAUPUN KTP


V. MLKI SEBAGAI WADAH NASIONAL ORGANISASI PENGHAYAT
Tanpa mengurangi rasaa hormat kepada saudara-saudara dari organisasi penghayat yang
tergabung dalam HPK maupun BKOK perkenankan saya (penulis) menguraikan secara singkat
keberadaan MLKI yang saat ini sedang mengemban missi khusus dari pemerintah melalui
Permendikbud no. 27 tahun 2016 dan ikut bertanggung jawab dalam beberapa hal yang
berkaitan dengan terbitnya hasil putusan MK no. 97/PUU.XVI/2016.
a. Sejarah singkat
Diawali dengan terbentuknya Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) yang pertama di
Semarang pada Agustus tahun 1955 yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Kongres
Kebatinan Indonesia yang kedua di Surakarta pada tanggal 7 s.d. 10 Agustus 1956, saat itu
tercatat ada 100 paguyuban dalam negeri dan 30 aliran kebatinan di luar negeri.
Even penting berikutnya adalah Symposium Nasional Kepercayaan Kebatinan Kejiwaan
Kerohanian tanggal 7-9 Nopember 1970 berlanjut dengan terbentuknya BK5I pada Desember
1970 yang lalu menciptakan wadah tunggal nasional bernama SKK (Sekretariat Kerjasama
Kepercayaan). 1 Januari Tahun 1980 SKK berubah nama menjadi HPK (Himpunan Penghayat
Kepercayaan).
Bersama dengan bergulirnya era Reformasi berdirilah wadah tandingan bernama BKOK
pada bulan Oktober 1998. Terjadilah dualisme wadah tunggal bagi organisasi penghayat.


Termotivasi rasa keprihatinan beberapa sesepuh dan pinisepuh penghayat kepercayaan
yang kemudian mendapat dukungan dari pihak Pemerintah c.q. WaMen Kebudayaan dan
Pariwisata, maka setelah diwacanakan dalam Kongres Nasional Kepercayaan bersama
Komunitas Adat dan Tradisi di Surabaya tanggal 25 -28 Nopember 2012, akhirnya lahirlah
Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) melalui deklarasi pendirian MLKI pada saat
Sarasehan Nasional Kepercayaan di Yogyakarta tanggal 13-17 Oktober 2014.
Karena kita berada di wilayah Jawa Timur maka di sini penulis akan menyampaikan beberapa
kebijakan pengurus MLKI Provinsi Jawa Timur melalui program kerjanya.
b. Program Kerja MLKI - Jawa Timur
Program ini dapat Anda lihat melalui link :

goo.gl/gV2RTi

c. Program Prioritas
Melalui Rapat rutin Pengurus MLKI provinsi Jawa Timur maka untuk masa kerja tahun 2017
diputuskan beberapa program prioritas dengan tidak menutup kemungkinan bertambahnya
materi program sesuai dengan perkembangan kebutuhan organisasi.
Program Prioritas tersebut antara lain :
1. Pendataan paguyuban/organisasi Penghayat di tiap kota / Kab MLKI di Jawa Timur ( apabila ada
dg melampirkan AD/ART organisasi)

2. Pendataan anak didik Penghayat di tiap kota/ kab MLKI se Jatim ( segera dan urgent)
3. Audiensi dengan Bakesbangpol
4. Audiensi dengan Wakil Gubernur Jatim
5. Rapat MLKI dilaksanakan 1x setiap bulan. Setiap minggu ke 3
6. Anjangsana/turba MLKI jatim ke daerah yang membutuhkan pembinaan dalam rangka
penguatan organisasi.
7. Tetap menjaga hubungan harmonis dengan saudara-saudara penghayat/organisasi penghayat
yang masih bernaung di dalam HPK maupun BKOK
8. Melaksanakan kaderisasi pemuda Penghayat
9. Membangun kerjasama intensif dg lembaga negara terkait.
10. Mewujudkan suasana kondusif menjelang dan selama pelaksanaan Pemilu, dan menjalin
hubungan harmonis dengan seluruh jaringan lintas iman.
11. Melaksanakan Rakerwil di awal tahun 2018
VI. MEMBANGUN TAMANSARI BUDAYA SPIRITUAL
Demi terwujudnya impian mewujudkan Negara ini menjadi Tamansari Budaya Spiritual
maka sudah pasti ada kegiatan-kegiatan riil yang harus dilakukan, namun guna melakukannya
tentu saja harus ada pemahaman yang sama terhadap beberapa hal antara lain :
- Apa yang dimaksud dengan istilah Tamansari Budaya Spiritual
- Mengapa memilih istilah Tamansari dan bukan kebun
- Apa persyaratan pokok yang harus dicapai guna mewujudkannya
- Apa manfaat yang bisa didapat dengan terwujudnya Tamansari Budaya Spiritual tersebut
Penjelasannya :
- Yang dimaksud dengan Tamansari Budaya Spiritual adalah terwujudnya suatu kondisi
masyarakat dimana semua kegiatan spiritual (yang tentunya ditujukan dalam rangka

berbakti dan mengabdi pada Tuhan YME) dalam masyarakat apapun bentuknya dan dari
kelompok manapun asalnya baik dari pemeluk agama (bagi yang menjalani kegiatan
spiritual) ataupun kepercayaan, kelompok besar maupun kelompok kecil atau bahkan
perorangan, hendaknya diberi kesempatan yang sama untuk berkembang sampai dapat
menunjukkan kemanfaatannya bagi masyarakat bangsa ini. Saling bahu membahu
membangun jati diri bangsa yang berbudi luhur, yang kuat membantu yang lemah.
- Istilah Tamansari dipilih untuk menunjukkan format kemajemukan, keberagaman
/pluralistic, bukan keseragaman, karena masyarakat bangsa Indonesia memang ditakdirkan
beragam dalam banyak hal misalnya suku, etnis, bahasa, budaya, pakaian, kuliner, termasuk
adat, tradisi, agama dan keyakinan dalam berketuhanan (kepercayaan/budaya spiritual),
semua diberi hak yang sama untuk berkembang.
- Persyaratan pokok yang musti disepakati dan dimiliki/dilakuan oleh setiap
individu/kelompok adalah:
1. Selalu berupaya meningkatkan bakti dan pengabdiannya terhadap Tuhan YME
2. Sikap saling menghargai terhadap sesama individu/kelompok secara tulus, menghindari
perasaan superior dan inverior, saling curiga , merasa paling benar dsb.
3. Mau bergotongroyong dan saling tolong menolong dengan semua pihak terutama yang
berkaitan dengan kepentingan bersama.
4. Berkomitmen dalam menjaga keutuhan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
5. Berkomitmen dalam melaksanakan Pancasila dan amanat UUD 1945
Kiranya kelima persyaratan ini sudah siap diwujudkan (minimal sudah dipelajari) bagi setiap
pribadi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME
- Dengan terwujudnya Tamansari Budaya Spiritual tersebut dimungkinkan terciptanya
masyarakat yang kondusif, aman tenteram, tertib, damai namun penuh gairah dalam
menggapai cita-cita bersama, membangun bangsa dan Negara ini menjadi lebih maju dan
berkualitas.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari rangkaian paparan yang penulis uraikan diatas kiranya kita sampai pada kesimpulan
bahwa diakui ataupun tidak maka eksistensi keberadaan masyarakat penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan YME adalah real atau nyata dan itu merupakan bagian dari masyarakat bangsa
Indonesia yang untuk sementara dianggap minoritas sehingga sering dikesampingkan.
Jika kita mau merunut secara detail sejarah masing-masing organisasi penghayat sejak
awal, maka akan ternyata kontribusi positif mereka terhadap perjuangan mewujudkan
kemerdekaan bangsa ini juga sangat besar, walaupun tidak tercatat dalam buku sejarah.
Dengan tanpa maksud menonjolkan Paguyuban tempat penulis “ngangsu kaweruh”, maka
pernah terbetik cerita bahwa Panglima Besar Sudirman adalah salah satu warga penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan YME tersebut, bahkan pada saat terjadinya perlawanan arek-arek
Surabaya melawan Sekutu, dari kota Madiun ini ceritanya juga diberangkatkan ratusan
pemuda-pemuda penghayat yang tergabung dalam “Pasukan Berani Mati” binaan almarhum
Kyai Abdul Khamid dari Banjarsari, sebagai salah seorang Pamong di Paguyuban tersebut.
Sampai sekarang tempat tinggal beliau di Banjarsari masih sering digunakan sebagai tempat
sarasehan dan latihan Sujud. Salah seorang anggota “Pasukan Berani Mati” yang pernah

penulis jumpai adalah Bapak AG Soepangkat yang pernah menjadi pengurus Yayasan pengelola
Gedung Olah Raga (Gelora) Pancasila di Surabaya. Masih terlalu banyak kisah-kisah ketokohan
maupun kepahlawanan yang semestinya disandang para pejuang dari kalangan penghayat,
namun karena mereka/kami kaum penghayat umumnya tidak suka dipuji apalagi menonjolkan
diri (Sukeng tyas yen den ina , atau tetap senang apabila dihina/dilecehkan), maka hal
semacam itu menjadi suatu kewajaran saja.
Dari uraian diatas sangat jelas bahwa dengan jumlah organisasi sebanyak 187 se
Indonesia (dengan catatan yang lain belum muncul), potensi yang terpendam pastilah sangat
besar dan perlu diperhitungkan. Apalagi setelah dikeluarkannya Permendikbud no. 27 tahun
2016 yang memberikan kesempatan kepada putra-putra penghayat untuk bebas mempelajari
naskah-naskah suci leluhurnya. Biarkanlah mereka berkembang dan mengembangkan ajaranajaran leluhur, demi memeriahkan terwujudnya Tamansari Budaya Spritual di negeri ini.
Percayalah bahwa Kerukunan Nasional akan semakin tercapai dengan munculnya warga
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME di tengah masyarakat.
Sedikit harapan kami yang tertuju kepada masyarakat non penghayat utamanya juga bagi
aparat pemerintahan, berikanlah hak-hak kami sebagai warga negara yang demokratis ini
secara tulus, agar kami cukup ruang untuk berdampingan secara damai bersama Anda, untuk
dapatnya ikut serta mengisi pembangunan Negara ini buat kecerahan hidup anak cucu kita di
masa yang akan datang.
VIII. PENUTUP
Sebagai penutup dari perjumpaan ini, penulis menghimbau kepada kadang-kadang
Penghayat seluruhnya saja baik yang sudah bergabung dalam MLKI maupun yang belum, untuk
tetap tenang dan tetap menjaga kerukunan di tengah masyarakat.
Sehubungan dengan adanya Keputusan MK tentang pengisian kata Kepercayaan dalam
KTP maupun KSK, hal tersebut mari kita sambut baik dan kita syukuri bersama sebagai satu
anugerah Tuhan YME karena dengan demikian ke depannya kita akan lebih leluasa mengabdi
pada Negara. Kita tidak perlu mempersoalkan siapa kadang/warga yang segera melaksanakan
hal itu dan siapa yang merasa belum perlu. Kita tunggu petunjuk pelaksanaannya dari
Kemendagri, dan mari kita sikapi secara bijak tidak perlu ramai-ramai.
Sehubungan dengan akan adanya PilGub, PilLeg dan PilPres, sebagai organisasi kita harus
tetap netral tidak berpihak ke partai manapun atau ke calon siapapun, namun tidak menutup
kemungkinan secara pribadi sebagai warga negara, silahkan memilih sesuai dengan hati
nuraninya masing-masing tanpa membawa nama organisasi penghayatnya apa lagi mengatas
namakan MLKI.
Dalam doa kita setiap melakukan ritual penyerahan diri kepada Tuhan YME, mari kita
sama-sama sisipkan permohonan agar Negara ini terluput dari segala upaya negatif yang dapat
membahayakan Negara dan seluruh warganya. Hayu-hayu Indonesia negaraku.
Rahayu
Surabaya, 6 Desember 2017
Penulis,

KI MARSUDI

Referensi :
-

Tim Penyusun. 1981. Sejarah Umum, untuk SMA IPS, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Ananda Sujono Hamong Darsono, 1956, Kenang-kenangan Konggres Kebatinan Indonesia
ke I dan k e II, di Semarang dan di Surakarta,
Lembaga Javanologi Surabaya. 2014. Bhinneka Kearifan Budaya Jawa, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Surabaya : UPT Taman Budaya,
Sekretaris Jenderal MPR RI. 2015. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Jakarta : Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia
Dr. Paul Stange.2009. Kejawen Modern Hakikat dalam Penghayatan Sumarah, Jakarta : DPP
Paguyuban Sumarah
Prof. Arysio Santos.2011. Atlantis the Lost Continent Finally Found, Jakarta Selatan : PT Ufuk
Publishing House
Prof. Darji Darmodiharjo,SH. dkk. 1979. Santiadji Pancasila . Surabaya : Usaha Nasional