OPTIMASI DISTRIBUSI TEGANGAN dan REGANGAN

Penelitian Terapan

Artikel Penelitian

OPTIMASI DISTRIBUSI TEGANGAN - REGANGAN
UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI BAHAN STRUKTUR
BETON BERTULANG

Oleh :
Sudarmono, S.T, M.T
Ir. Sukoyo, M.T.
Ir. Supriyadi, M.T.
Marsudi, S.T., M.T.
Anung Suwarno, S.S.T..

DIBIAYAI DARI DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
NOMOR : 0584/023-04.2.01/13/2011 TANGGAL 20 DESEMBER 2010
SESUAI SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN DAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TEKNIK SIPIL
TENAGA PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

UNTUK PELAKSANAAN
PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
NOMOR : 504/PL4/PPK/LK/2011

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
September, 2011
Optimasi Distribusi Tegangan - Regangan
Untuk Meningkatkan Efisiensi Bahan
Struktur Beton Bertulang

Oleh : Sudarmono
Abstrak
Laporan ini mempresentasikan kajian eksperimental optimasi diagram tegangan regangan
dalam desain penampang beton bertulang, dimana pada umumnya menganggap bahwa hanya
30 sampai 50% tinggi penampang yang bekerja untuk menahan tekan sesuai dengan sifat beton
yang kuat terhadap tekan dan lemah terhadap tarik. Dari asumsi dan penggunaan model

diagram tersebut, maka masih ada peluang untuk mengoptimalkan fungsi beton dengan
menggunakan bahan yang lebih rendah kadar campuran semennya. Dengan metode ini
diharapkan akan diperoleh manfaat dan efisiensi penggunaan semen sebagai bahan perekat
dalam konstruksi beton bertulang. Eksperimen dilakukan dengan memvariasikan proporsi
campuran beton setinggi setengah tinggi penampang untuk daerah yang akan menerima gaya
tarik. Dari enam variasi campuran yang dibuat dihasilkan bahwa kekuatan lentur beton yang
ditunjukkan dengan hasil pengujian kuat lentur diperoleh bahwa momen lentur dengan variasi
campuran dengan kadar semen lebih rendah tidak berpengaruh terhadap kekuatan lentur
balok.yaitu sekitar 9,2 kNm
Kata-kata kunci :
Eksperimental, optimasi, variasi campuran, diagram tegangan-regangan, kekuatan lentur.

3
I.

Pendahuluan

Beton Bertulang hingga saat ini masih menjadi pilihan untuk pembuatan konstruksi
gedung maupun sipil yang umumnya merupakan gelagar, lantai, kolom, dan lain.
Penggunaan beton bertulang sebagai elemen struktur khususnya gelagar/ balok baik

pada lantai gedung maupun gelagar jembatan masih sering digunakan karena
kemudahan proses pembuatannya. Kalau kita melihat kembali dasar yang digunakan
dalam perencaaan penampang beton bertulang masih menggunakan hubungan tegangan
regangan dimana beton akan menerima tekan sedangkan baja untuk menahan tarik.
Artinya daerah luasan yang diisi oleh beton sebenarnya secara fungsional tidak
memanfaatkan kekuatan beton, namun sepenuhnya ditahan oleh tulangan. Oleh karena
itu daerah ini menjadi tidak efisien jadi sesungguhnya dengan penggantian mutu
material yang lebih rendah tidak akan mempengaruhi kekuatan elemen balok tersebut.
1.1 Latar Belakang
Beton bertulang merupakan bahan konstruksi yang dalam pembuatannya selalu
menggunakan acuan dan perancah untuk membentuk sesuai hasil perencanaan. Oleh
karena itu penggunanaan bahan beton dan acuan perancah yang efisien akan menghemat
penggunaan material secara signifikan [4,5,6,7,8,9]. Peningkatan efisiensi ini perlu terus
diusahakan agar diperoleh suatu konstruksi yang hemat tetapi tetap mampu berdiri
menahan beban layan yang bekerja padanya. Peningkatan efisiensi ini akan terjadi
apabila kekuatan rencana sesuai dengan kebutuhan konstruksi tersebut, dimana pada
umumnya penurunan rumus-rumus yang digunakan pada perencanaan didasarkan pada
anggapan diagram tegangan lentur, dimana penentu kekuatan tersebut adalah baja
sebagai penahan tarik dan beton sebagai penahan tekan. Sehingga masih ada 50 hingga
70% tinggi penampang yang dapat diefisienkan mutu campurannya.

Kelemahan dari penggunaan beton berlapis dengan mutu yang berbeda ini diperlukan
pengwasan yang ektra ketat dalam pelaksanaan agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengecor, yaitu hanya daerah yang mengalami serat tarik saja yang divariasikan mutu
betonnya.

4
1.2 Perumusan Masalah
Pada tahap penelitian sebelumnya dengan judul “Studi Numerik Optimasi Sistem
Gelagar Kayu Pada Acuan dan Perancah Untuk Mendukung Industri Konstruksi …
dst”, dan terakhir dengan judul “Rancang Bangun Gelagar Acuan Perancah MPBI
TANPA TIANG Dan Penerapannya Untuk Efisiensi Pekerjaan Beton Balok-Lantai”,
telah dilakukan kajian mengenai efisiensi penggunaan acuan perancah untuk pekerjaan
konstruksi beton bertulang, maka dengan adanya studi efisiensi penampang beton
bertulang dalam perencanaannya diharapkan akan diperoleh konstruksi yang kuat,
namun ekonomis dalam pembuatannya. Dari asumsi tersebut akan diperoleh biaya
acuan perancah yang murah, dan pembuatan beton bertulang dengan bahan yang murah
pula, tapi tetap memperhitungkan kualitas dan kekuatannya sesuai dengan fungsional
tegangan yang terjadi.
Permasalahan yang timbul dari perencanaan sistem beton bertulang selama ini selalu
beranggapan bahwa sebagai acuan dalam perencanaan selalu mengabaikan kekuatan

tarik beton. Oleh karena itu berdasarkan asumsi dan referensi yang telah ditetapkan
dalam peraturan dapat dilakukan penghematan bahan untuk pembuatan beton, yaitu
dengan mengoptimalkan fungsi material sesuai diagram tegangan regangan.
1.3 Tinjauan Pustaka
Apabila suatu penampang beton bertulang dibebani lentur murni dianalisis, pertamatama perlu dipakai sejumlah kriteria agar penampang itu mempunyai probabilitas
keruntuhan yang layak pada keadaan batas hancur. Penampang yang dianalisis
mempunyai pengaruh yang sangat besar pada suatu prosedur atau suatu anggapan dasar
tertentu yang disepakati mempunyai probabilitas tertentu pula. Bila anggapan-anggapan
tersebut diubah secara dratsis, maka probabilitas keruntuhan juga berubah.
Anggapan yang digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang diberi bebena
lentur adalah :

5
a. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan
tarik, atau kalaupun ada rlatif kecil berkisar 10% dari kekuatan tekannya.
b. Perubahan bentuk berupa pertambahan panjang dan perpendekan pada seratserat penampang berbanding lurus dengan jarak tiap serat ke sumbu netral atau
yang dikenal dengan azas Bernoulli dan Navier “Penampang bidang datar akan
tetap datar sesudah deformasi”.
c. Hubungan antara tegangan dan regangan baja dapat dinyatakan secara skematis.
d. Hubungan antara tegangan dan regangan beton dapat dinyatakan secara

skematis.
Apakah arti anggapan-anggapan ini dalam praktek, dan bagaimanakah cara
menskemakan diagam tegangan-regangan beton dan baja dengan baik? Marilah kita
lihat balok beton bertulang tertumpu bebas dengan dua beban terpusat pada gambar 1
P

berikut.
a

P
L-2a

a

Gambar 1 Balok dengan Beban Lnetur Murni
Bila berat sendiri balok diabaikan, maka diagram gaya lintang dan diagram moemen
lentur disajikan pada gambar 1. Diantara kedua beban P, gaya lintang D adalah nol dan
momen lentur M konstan, sehingga bagian balok ini mendapat beban lentur murni.
Apa yang akan terjadi dipenampang, jika disekitar atau ditengah-tengah bentang? Bila
beban P kecil, didaerah tarik belum retak, karena beton walaupun tidak sesuai dengan

anggapan-anggapan perencanaan tetap memiliki kuat tarik yang terbatas. Kuat tarik
beton yang berkisar 10% dari kuat tekannya. Selama tegangan tarik pada penampang
tidak melebihi kuat tarik beton, penampang tidak akan. retak. Keadaan ini ditunjukkan
dalam gambar 2 untuk penampang balok yang diberi momen lentur, dengan lebar b dan

6
tinggi efektif d. Tinggi daerah tekan (yang diarsir) adalah c, sedangkan regangan tekan
dan regangan tarik (dalam beton dan baja) berbanding lurus dengan jarak sumbu netral
(gambar 2a). Gambar 2.c menyatakan distribusi tegangan pada bagian yang belum
retak. Tegangan tarik maksimum beton terdapat pada serat terbawah dan lebih kecil dari
f’c. Selama tegangan tekan lebih kecil, diagram distribusi tegangan masih linier
[1,2,10].
Bila beban P pada balok diperbesar, tegangan tarik akan beton akan melebihi f’c, beton
akan retak, akibatnya gaya tarik dilawan tulangan, sedangkan diagram distribusi
tegangan tekan pada beton mendapatkan bentuk lengkung yang mendekati diagram
tegangan-reganagn yang sebenarnya. Daerah regangan tarik tidak retak sepanjang
tingginya (bagian atas), tetap tidak retak, dengan demikian dapat meneruskan sebagian
gaya tarik (gambar 2d).
b
c


a
c

c

e
’cu

d
’cc

d
h

b

sc

c≤fc


sc

fyc

Gambar 2 Distribusi Tegangan-Regangan Penampang Beton Bertulang
Pada saat balok hancur, distribusi tegangan pada penampang adalah sesuai gambar 2e.
Didaerah tekan, hubungan antara tegangan dan regangan sesuai dengan diagaram - 
yang sebenarnya bagi beton. Tegangan pada serat atas sama dengan tegangan tekan
hancur, sedangkan pada daerah tekan telah mencapai tinggi minimum cu, bagian daerah
tarik yang tidak retak sangat kecil dan dapat diabaikan, tegangan pada tulangan beton
dapat dianggap sama dengan tegangan leleh fy.
Sejauh ini perilaku beton dan baja sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bila
anggapan-anggapan dasar yang telah diuraikan di atas ditunjukkan dalam gambar 3a,

7
maka disamping gambar potongan penampang pada gambar 3 terdapat diagram
regangan 3b. Pada diagram regangan ini menyatakan anggapan butir b yaitu penampang
bidang datar akan tetap berupa bidang datar.


b
c

a
c

c
f’c

d
h

sc

b

fyc

Gambar 3 Penampang Beton dan Diagram Tegangan Regangan
Regangan pada baja dan beton dinyatakan dengan s. Hubungan antara sdan s

umumnya diskemakan sebagai garis lurus yang patah seperti disajikan pada ganbar 4.
Kemiringan awal dari kurva menyatakan modulus elastisitas baja beton dan untuk kedua
mutu baja beton besarnya adalah E s = 2.1 x 105 MPa. Garis horizontal pada diagram ini
ditentukan oleh tegangan leleh fy atau batas leleh pada batas regangan 0,2%.
sc

fy= 400 MPa

400

fy=240 MPa

240

Es
s
Gambar 4 Diagram Tegangan Regangan Baja Diskematisasikan
Hubungan antara tegangan-regangan yang diskematisasikan tersebut didapatkan dengan
berbagai cara dan banyak dipakai pada pedoman maupun peraturan antara lain SKSNI,

8
ACI, maupun CEB. Gambar 5 berikut adalah gambar model skema dari beberapa
peraturan.
’c

’c

f’c

’c

f’c

’c, ’cu
a

’c

f’c

f’c

’c, ’cu
b

’c
f’c

’c, ’cu
c

’c, ’cu
d

’c, ’cu
e

Gambar 5 Diagram  - Beton yang Diskematisasikan
Gambar 5a menunjukkan hubungan linier dari tegangan-regangan, dan pada gambar 5b
dipilih sebuah parabola derajat dua. Pada gambar 5c diberikan diagram teganganregangan bilinier dan gambar 5d adalah kombinasi persegi dan parabola. Akhirnya pada
gambar 5e adalah diagram tegangan-regangan yang akan dibahas dan digunakan sebagai
dasar penurunan perencaan beton bertulang yang banyak dipakai pada buku teks. Dalam
peraturan nilai ’cu dibedakan 0,3% dan 0,35%.
Pada SKSNI 2002 mengijinkan setiap hubungan diskematisasikan antara -, asalkan
kebenarannya dinyatakan dengan pengujian yang cukup. Dalam peraturan beton
tersebut sesuai pada gambar 5e dinyatakan nilai f’c diambil sebesar 0,85f’c. Harga a=
βc ditentukan oleh β = 0,85 untuk mutu beton f’c