Manajemen Pengetahuan dan Modal Manusia

Manajemen Pengetahuan dan Modal Intelektual
Oleh
Fridiyanto

A. Pendahuluan
Manajemen
perangkat,

Pengetahuan

teknik,

dan

(Knowledge

strategi

untuk

management)


adalah

mempertahankan,

kumpulan

menganalisis,

mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman.
Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang
terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi
nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru
untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga
akhirnya menjadi pengetahuan.
Cut Zurnali (2008) mengemukakan istilah knowledge management pertama
sekali digunakan oleh Wiig pada tahun 1986, saat menulis buku pertamanya
mengenai topik Knowledge Management Foundations yang dipublikasikan pada
tahun 1993. Akhir-akhir ini, konsep knowledge management mendapat perhatian
yang luas. Hal ini menyatakan secara tidak langsung proses pentransformasian

informasi dan intellectual assets ke dalam enduring value. Knowledge management
merupakan kekhususan organisasi (organization-specific), ketika perhatian dasarnya
adalah ekploitasi dan pengembangan organizational knowledge assets kepada
tujuan-tujuan organisasi selanjutnya. Knowledge management bukan merupakan
sesuatu yang lebih baik (better things), tapi untuk mengetahui bagaimana
mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (things better).
Kegiatan manajemen pengetahuan

ini biasanya dikaitkan dengan tujuan

organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan
bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih
tinggi. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain:



Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi
tersedia dalam bentuk eksplisit




Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat



Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi



Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi



Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga
eksternal



Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk
mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka




Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja

Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di
wadah tempat disimpannya informasi, melainkan berada di pengguna informasi
bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan,
informasi, dan data. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam
memahami manajemen pengetahuan.
Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam
berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi
sepadan dalam kerja, magang , perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional,
dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi
tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan,
sistem pakar, dan repositori pengetahuan.
B. Pembahasan
1. Definisi Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan adalah manajemen yang muncul untuk menjawab

bagaimana seharusnya mengelola pengetahuann sebagai aset utama yang dapat
mendorong inovasi, produktivitas, dan daya saing oganisasi. 1
Horwitch dan Armacost mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai
pelaksanaan

penciptaan,

penangkapan,

pentransferan,

dan

pengaksesan

pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan
yang ebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka
mendukung strategi bisnis.2
Davidson dan Voss (2002) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai
sistem yang memungkinkan organisasi menyerap pengetahuan, pengalaman, dan

kreativitas

para

stafnya

untuk

perbaikan

kinerja

organisasi.

Manajemen

pengetahuan merupakan proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan
dapat mengenali dimana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset
intelektual yang relevan untuk dikembangkan. 3
Knowledge Transfer International mendefinisikan manajemen pengetahuan

sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi
yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas
yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Manajemen
pengetahuan mengajarkan pada organisasi dari mulai pimpinan sampai kepada
anggota tentang bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan
sebagai entitas kolektif.4
The American Productivity and Quality Centre me definisikan manajemen
pengetahuan sebagai strategi dan proses pengidentifikasian, menankap, dan
mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing. Manajemen pengetahuan
lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan untuk meningkatkan daya saing.
Manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan, bukan
demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih pada suatu sarana untuk menemukan cara

1 Sangkala, Knowledge Management: Suatu Pengantar Memahami Bagaimana Organisasi Mengelola
Pengetahuan Sehingga Menjadi Organisasi yang Unggul (Jakarta: Rajawali Press,2007),hlm.5.
2 Ibid,hlm. 6.
3 Ibid,hlm.6.
4 Ibid,hlm.6.

yang memungkinkan anggota organisasi menjalankan bisnisnya lebih cepat, lebih

baik, dan dengan biaya yang lebih efisien. 5
Sanosu

dan

Surmach

(2001)

mendefinisikan

manajemen

pengeahuan

merupakan proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari modal intelektual
dan aset yang berbasiskan pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan seni
untuk menciptakan nilai.6 Sedangkan

Bergeson


mendefinisikannya

sebagai

pendekatan sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga
memberikan keunggulan bersaing bagi organisasi. 7 Karl Erick Svelby mengatakan
bahwa manajemen pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari intangible assets.
Tannebum (1998) memberikan empat definisi manajemen pengetahuan, sebagai
berikut.8
1. Manajemen

pengetahuan

mencakup

pengumpulan,

penyusunan,


penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan,
pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi, seperti komputer yang dapat
mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut
bukanlah manajemen pengetahuan.
2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan. Tanpa berbagi
pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal kultur organisasi,
dinamika dan praktik, seperti sisitem penggajian yang dapat mempengaruhi
berbagai pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari manajemen pengetahuan
merupakan tantangan penting.
3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu
saat, organisasi membutuhkan orang berkompeten untuk memahami dan
memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu
untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepda organisasi. Organisasi
juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk
menerapkan manajemen pengetahuan. Olehkarena itu, organisasi harus
mempertmbangkan

bagaimana

menarik,


mengembangkan,

dan

mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain
manajemen pengetahuan.
5 Ibid,hlm.8.
6 Ibid,hlm.8.
7 Ibid.hlm.8.
8 Ismail Nawawi, Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management): Teori dan Aplikasi dalam Mewujudkan
Daya Saing Organisasi Bisnis dan Publik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm.2.

4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi.
Manajemen

pengetahuan

dapat

berkontribusi

kepada

vitalitas

dan

kesuksesan organisasi. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk
menilai efektivitas manajemen pengetahuan.
Para pakar sumber daya manusia memahami manajemen pengetahuan
terkait dengan penarikan dan mempertahankan talenta dan isu-isu yang terkait
degan learning organization. Para ahli teknologi informasi memaknainya sebagai
aspek manajemen yang terkait dengan sistem jaringan komputer. Sedangkan jika
ahli akuntansi mendefinisikan manajemen pengetahuan sangat terkait dengan
modal intelektual organisasi9
Terdapat banyak pemahaman tentang manajemen pengetahuan, sangat
dipengaruhi oleh keahlian dan divisi masing-masing individu yang memberi
definisi.
a. Manfaat Manajemen Pengetahuan
Manfaat manajemen pengetahuan yaitu. 10
1. Bidang operasi dan pelayanan. Manajemen

pengetahuna

akan

memberikan dampak positif terhadap pelayanan kepada pelanggan atau
konsumen, karena organisasi dapat mengenal permasalahan yang dialami
oleh pelanggan. Sehingga organisasi dapat memberikan respon lebih
cepat, penanganan klaim pelanggan, serta pelayanan yang lebih proaktif.
Semua ini ditangani oleh knowledge worker yang dikelola dengan prinsip
manajemen pengetahuan.
2. Bidang Pengembangan kompetensi personil. Manajemen pengetahuan
pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan kepada seluruh
organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri.
organisasi juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kecakapan dan
ilmu anggotanya. Juga dengan meningkatnya pengetahuan maka
berdampak pada promosi posisi yang akhirnya adalah pada kompensasi
atau peningkatan tambahan yang diperoleh oleh anggota organisasi.
3. Bidang pemeliharaan ketersediaan pengetahuan. Melalui manajemen
pengetahuan maka organisasi tidak akan mengalami knowledge loss atau
9 Sangkala,op.cit.,hlm.6.
10 Paul L. Tobing, Knowledge Management: Kosep , Arsitekrut dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2007),hlm.24-27.

sebuah

kondisi

dimana

organisasi

kehilangan

pengetahuan

yang

dibutuhkannya, walau pada sebelumnya pengetahuan tersebut telah
dimiliki organisasi. Sehingga dengan pengelolaan pengetahuan organisasi
tidak mengalami krisis pengetahuan yang dapat berdampak pada stagnasi
bahkan kehancuran sebuah organisasi.
4. Bidang inovasi dan pengembangan produk. Manajemen pengetahuan
akan mencipakan inovasi yang dibutuhkan oleh pelanggan sehingga
pelanggan tidak lari ke produk lain yang diciptakan oleh organisasi lain.
b. Faktor-faktor Penting Implementasi Manajemen Pengetahuan
Berikut adalah beberapa faktor yang mendukung implementasi manajemen
pengetahuan di sebuah organisasi. 11
1. Manusia
Pada dasarnya manajemen pengetahuan berada dalam pikiran manusia.
Manusia jugalah yang merupakan pelaku dari proses-proses yang ada dalam
manjemen pengetahuan. Jika konsep manajemen pengetahuan tidak bisa
dijalankan maka faktor utamanya adalah manusia atau orang-orang yang ada
di organisasi.
2. Kepemimpinan
Melalui kepemimpinan dapat dibangun sebuah visi yang kuat yang dapat
menggerakkan seluruh anggota organisasi untuk mencapai visi organisasi.
Seorang pemimpin harus menampakkan tindakan nyata, tidak hanya sekedar
retorika. Maka seorang pemimpin harus mengerahkan kapasitas intelektual
yang dimilikinya dan terjun langsung untuk mengawal jalannya manajemen
pengetahuan. Untuk itulah seorang pemimpin dengan kepemimpinannya
yang baik harus memiliki determinasi . yang tinggi terhadap capaian
organisasi.
3. Teknologi
Teknologi informasi tidak bisa dihindari, maka sebuah organisasi harus
memaksimalkan fungsi tenologi informasi dalam menjalankan manajemen
pengetahuan. Sebuah organisasi yang ada pada zaman teknologi informasi
sebagaimana yang disampaikan oleh Alfin Toffler maka organisasi tersebut
akan tertingal dan kolaps.
4. Organisasi

11 Ibid,hlm. 28-32

Organisasi berkaitan dengan aspek operasional dari aset-aset pengetahuan,
termasuk fungsi-fungsi, proses-proses, struktur organisasi formal dan
informal, ukuran dan indikator pengendalian, proses penyempurnaan, dan
rekayasa proses bisnis. Olehkarena itu organisasi harus fleksibel menyikapi
perubahan.
5. Belajar
Peran learning organization sangat penting dalam implementasi manajemen
pengetahuan terutama dengan lima aktifitas LO yang diharapkan, yaitu:
penyelesaian

masalah

secara

sistematis,

pengujicobaan

pendekatan-

pendekatan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, belajar dan praktek,
transfer pengetahuan secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi.

c. Sistem Pakar Manajemen Pengetahuan
Sistem pakar

merupakan salah satu teknologi andalan dalam manajemen

pengetahuan, terutama melalui empat alur skema penerapan atau aplikasi dalam
suatu organisasi, yaitu:
1. Case-based reasoning (CBR) yang merupakan representasi knowledge
berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya;
2. Rule-based reasoning (RBR) mengandalkan serangkaian aturan-aturan yang
merupakan representasi dari knowledge dan pengalaman manusia dalam
memecahkan kasus-kasus yang rumit yang sedang dihadapi;
3. Model-based reasoning (MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk
atribut, perilaku, antar hubungan maupun simulasi proses terbentuknya
knowledge;
4. Constraint-satisfaction reasoning yang merupakan kombinasi antara Rulebased reasoning (RBR) dan Model-based reasoning (MBR).
Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge
management di salah satu unit organisasi dokumentasi dan informasi dalam bentuk:

1. Proses

mengoleksi,

mengorganisasikan,

mengklasifikasikan,

dan

mendiseminasikan pengetahuan ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi
agar knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya,
2. Kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam
suatu jaringan intranet yang selalu up-to-date,
3. Menggunakan ICT (Information and Communication Technology) yang tepat
untuk menangkap knowledge yang terdapat di dalam pikiran individu
sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama dalam suatu
organisasi,
4. Adanya suatu lingkungan untuk pengembangan aplikasi sistem pakar (expert
systems);
5. Analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse
sehingga hasil analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh
lembaga,
6. Mengidentifikasi kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung
lembaga, mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru,
7. Mengkombinasikan pengindeksan, pencarian knowledge dengan pendekatan
semantics atau syntacs,
8. Mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan
bila mana diperlukan, mencakup proses, prosedur, paten, bahan rujukan,
formula, best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara
sederhana, intranet, groupware, atau bulletin boards adalah sarana yang
memungkinkan lembaga menyimpan dan mendesiminasikan knowledge,
9. Memetakan pengetahuan pada suatu organisasi baik secara on-line atau offline, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.
Birkinsaw dalam Cut Zurnali (2008) juga fokus pada tiga keadaan yang sangat
memengaruhi berhasil atau tidaknya manajemen pengetahuan yaitu:

1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga untuk
mendaur-ulang knowledge yang sudah ada.
2. Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi
jaringan sosial antar anggota organisasi.
3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya
mereka ketahui, banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat
upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki sebuah organisasi
sejak lama.
Sehingga , knowledge management akan membuat berbagi informasi (shared
information) tersebut menjadi bermanfaat. Knowledge management termasuk
strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk
meningkatkan

efektivitas

organisasi

maupun

untuk

meningkatkan

peluang/kesempatan.
Tujuan

dari

knowledge

management

adalah

meningkatkan

kemampuan

organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Davenport et.al (1988)
dalam Cut Zurnali (2008) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge
management dalam praktik adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan knowledge: Knowledge diciptakan seiring dengan manusia
menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan knowhow.

Kadang-kadang

knowledge

eksternal

dibawa

ke

dalam

organisasi/institusi;
2. Menangkap knowledge: Knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai
dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal dan dapat dicerna;
3. Menjaring knowledge: Knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks
agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas
tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit;

4. Menyimpan knowledge: Knowledge yang bermanfaat harus dapat disimpan
dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain
dalam organisasi dapat mengaksesnya atau menggunakannya;
5. Mengolah

knowledge:

Sebagaimana

sebuah

perpustakaan

(library),

knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di review untuk
menjelaskan apakah knowledge tersebut relevan atau akurat.
6. Menyebarluaskan knowledge: Knowledge harus tersedia dalam format yang
bermanfaat untuk semua orang atau anggota dalam organisasi yang
memerlukan knowledge tersebut, di mana pun dan tersedia setiap saat.
d. Tipe Proyek Manajemen Pengetahuan
Studi yang dilakukan oleh Davenport (1999) mengidentifikasi empat tipe
besar proyek manajemen pengetahuan terkait pada titik tekan yang dimilikinya:
1. Menciptakan simpanan pengetahuan
Fokus

pada

menangkap

pengetahuan

dan

untuk

memperlakukan

pengetahuan sebagai suatu entitas yang terpisah dari orang-orang yang
menciptakan dan menggunakannya. Maka yang dilakukan adalah membuat
dokumen yang berisi pengetahuan yang telah direkam dan menyimpannya di suatu
simpanan di mana dia bisa dengan mudah diakses.
2. Meningkatkan akses dan Transfer terhadap pengetahuan
Fokus pada aktivitas penyediaan akses ke pengetahuan atau memfasilitasi
transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal ini, kesulitannya biasanya terletak
pada bagaimana menemukan orang dengan pengetahuan yang dibutuhkan dan lalu
secara efektif mentransfernya ke orang lainnya. Hal ini juga akan tergantung pada
peningkatan kapabilitas teknologi organisasi bersangkutan. Aktivitas dari proyek ini
biasanya berbasis komunal, semisal berbentuk: komunitas online atau komunitas
tatap muka, workshop, seminar, sistem konferensi video desktop, scan dokumen
dan perangkat berbagi lainnya.

3. Menyuburkan lingkungan pengetahuan
Proyek ini terkait aktivitas membangun lingkungan berkontribusi untuk
penciptaan, penyebaran, dan penggunaan pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas
yang tercakup di sini semisal pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian
terkait pentingnya berbagi pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah
bagaimana

mengubah

perilaku

dan

memberikan

insentif

untuk

berbagi

pengetahuan.
4. Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset
Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan pengetahuan sebagaimana
aset lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan yang tidak secara konkret
berwujud memang membuatnya sangat susah untuk ditransformasi dan diestimasi
dalam konteks finansial.
e. Pengorganisasian Modal Intelektual
Menurut Cut Zurnali (2008), istilah modal intektual (intellectual capital) digunakan
untuk semua yang merupakan asset dan sumberdaya non-tangible atau nonphysical dari sebuah organisasi, yaitu mencakup proses, kapasitas inovasi, polapola, dan pengetahuan yang tidak kelihatan dari para anggotanya dan jaringan
koloborasi serta hubungan organisasi. Intellectual capital juga didefinisikan sebagai
kombinasi dari sumberdaya-sumberdaya intangible dan kegiatan-kegiatan yang
membolehkan organisasi mentransformasi sebuah bundelan material, keuangan dan
sumberdaya manusia dalam sebuah kecakapan sistem untuk menciptakan
stakeholder value.
Cut Zurnali (2008) memberikan pandangan yang berbeda tentang klasifikasi
umum modal intelektual (intellectual capital). Mengacu pada pandangan Bontis
dalam Sanchez et.al., Cut Zurnali mengemukakan bahwa modal intelektual dibentuk
dari sistem hubungan antar blok (system of inter-relational blocks), sebagai berikut:
1. Modal Manusia

Pengetahuan individual yang tak terlihat dari para anggota yang dimiliki
organisasi. Human capital ini didefinisikan sebagai kombinasi dari pendidikan,
warisan genetik, pengalaman dan sikap, terhadap hidup dan pekerjaan. Ini diukur
sebagai fungsi volume.
2. Modal Struktural
Pengetahuan tak terlihat yang merangkul organisas, ini mengenal keberagaman
yang sangat besar dari pemenuhan hubungan untuk mengelola perusahaan dalam
sebuah cara yang terkoordinasi. Tanpa ini, intellectual capital hanya merupakan
human capital.
3. Modal Pelanggan
Pengetahuan yang komprehensif dalam bidang pemasaran

dan hubungan

dengan pelanggan. Hal ini mencakup pengembangan pengetahuan mengenai
pelanggan, pemasok dan asosiasi industrial atau yang berkaitan dengan pemeintah.
Customer capital ini dapat diukur sebagai sebuah fungsi lamanya usia perusahaan.
Namun, menurut Cut Zurnali (2008), modal intektual lebih dari sekedar
penjumlahan ketiga elemen ini. Hal ini berkaitan dengan bagaimana membiarkan
pengetahuan dari sebuah perusahaan bekerja dan menciptakan nilai. Modal
intelektual mampu menghasilkan peningkatan nilai organisasi dan dimaksudkan
untuk membolehkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada
lebih baik dari yang didapatkan para pesaing dan memberikan peningkatan
penghasilan dimasa depan.
Cut Zurnali menjelaskan kaitannya dengan organisasi publik seperti instansiinstansi pemerintah dan universitas, maka komponen-komponen yang tepat untuk
mengukur modal intelektual adalah sebagai berikut: Human Capital– the set of
explicit and tacit knowledge of the institutions’personnel acquired through formal and
informal educational and actualization processes embodied in their activities
(seperangkat pengetahuan yang terlihat dan tersembunyi yang didapat oleh
personal institusi melalui proses pendidikan formal dan informal yang diterapkan
dalam kegiatan-kegiatan mereka); Structural Capital – the explicit knowledge related

to the internal process of dissemination, communication and management of
scientific and technical knowledge in the institution (can be both institutional and
technological)-(pengetahuan yang terlihat yang berkaitan dengan proses internal
dari penyebaran, pengkomunikasian dan manajemen ilmiah dan pengetahuan teknis
dalam organisasi atau dapat dua-duanya yaitu keorganisasian dan teknologi); dan
Relational Capital – gathers the wide set of economical, political and institutional
relationships developed and maintained by institution. (perangkat yang luas secara
ekonomi, politik dan hubungan institusional yang dikembangkan dan dipelihara oleh
institusi).
Sebagai tambahan, menurut Cut Zurnali (2008), organisasi-organisasi publik
mempunyai permintaan eksternal yang terus-menerus untuk transparansi dan
informasi yang lebih besar dalam hal penggunaan dana publik. Dan dengan adanya
otonomi daerah atau otonomi kampus, tuntutan ini menjadi lebih besar lagi terhadap
organisasi, manajemen dan alokasi anggaran mereka. Situasi ini memerlukan sistem
pelaporan dan manajemen yang baru (new management and reporting systems).
Menurut Elena (2004), Cut Zurnali (2008) menjelaskan bahwa intellectual capital
management dan knowledge management menyediakan metodologi yang efisien
untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan menyebarkan pengetahuan, inilah
yang disebut dengan suatu cara yang pantas untuk memperbaiki transparansi dan
manajemen internal. Intellectual capital management (ICM) dan manajemen
pengetahuan

adalah seperangkat kegiatan manajerial yang ditujukan pada

pengidentifikasian dan pemberian nilai asset-aset pengetahuan

organisasi.

Pengaruh asset-aset ini melalui pembagian pengetahuan dan menciptakan
pengetahuan baru.12
Menurut Cut Zurnali (2008), sistem pelaporan dan manajemen baru akan
membolehkan organisasi berada dalam posisi: Menciptakan transparansi dalam
penggunaan dana publik ; Menjelaskan pencapaian riset, pelatihan, inovasi dan
manfaat lainnya kepada para stakeholder; Mengilustrasikan pengembangan asset
tak terlihat.

12 Easterby-Smith and Lyles, 2003; Holsapple, 2003

Modal intelektual dalam sebuah organisasi dapat dikelola dengan tahap-tahap
sebagai berikut.13
Tahap pertama. Organisasi mengawali manajemen pengetahuan dengan tujuan
untuk meminimalkan resiko. Pada tahap ini, organisasi bergegas untuk mencari
pengetahuan berharga yang dimilikinya, mengumpulkan dan menggunakan untuk
mengatasi masalah organisasi.
Pada tahap kedua. Organisasi masih memanfaatkan tindakan reaktif dan belum
ada suatu proses kreasi pengetahuan yang terencana dengan baik. Namun
organisasi sudah mulai mencari secara aktif pengetahuan baru yang terbentuk
secara kreasi antar anggota organisasi.
Pada tahap ketiga merupakan tahap pengembangan manejem pengetahuan
yang umumnya dijumpai di organisasi yang ingin menghasilkan inovasi. Organisasi
ini memfokuskan upaya untuk menciptakan pengetahuan yang baru dan proses
pengetahuan yang handal.

2. Implikasi manajemen pengetahuan dan modal intelektual
Berikut adalah beberapa implikasi dari teori-teori manajemen pengetahuan dan
modal intelektual.
Manajemen

pengetahuan

akan

berimplikasi

kepada

organisasi

bahwa

dibutuhkan pengelolaan modal intelektual yang ada diorganisasi melalui kultural atau
pun secara struktura. Secara kultural, seorang pemimpin organisasi harus mampu
menciptakan iklim organisasi pembelajar sehingga berdampak pada peningkatan
kecakapan teknis dan wawasan anggota organisasi sehingga dapat mempermudah
organisasi mencapai tujuannya. Sedangkan secara struktural bahwa modal
intelektual yang ada diorganisasi harus disadari secara utuh dari pimpinan sampai
anggota organisasi untuk menjadikannya dalam struktur organisasi atau menjadi
bagian dari divisi kerja atau departemen dalam organisasi. Jika tidak dikelola secara
struktural maka modal intelektual organisasi tidak akan tertata dengan baik yang
menyebabbkan secara bertahap berkurang dan hilangnya modal inteleketual
13 Ismail Nawawi,op.cit., hlm.46-47.

organisasi. Ketika tidak dikelola secara struktural maka dampak paling buruk dari
habisnya modal intelektual adalah adanya intelectual crisis sebuah kondisi dimana
organisasi mengalami krisis knowledge worker atau tenaga-tenaga terampil yang
mampu memaksimalkan vitalitas organisasi dalam mencapai kinerja yang terbaik.
Manajemen pengetahuan akan meminimalkan apa yang oleh Peter F Drucker
disebut sebagai ketidak loyalitasan knowledge worker kepada organisasi. Pada
dasarnya ketidakloyalan pekerja pengetahuan tersebut dikarenakan tidak adanya
pengelolaan yang baik terhadap pekerja pengetahuan, sehingga mereka sering
merasa diabaikan dan tidak dihargai modal intelektual dan kecakapan teknis yang
mereka miliki, sehingga mereka beralih ke organisasi lain yang lebih menjanjikan
dan menawarkan penghargaan lebih baik terhadap pengetahuan dan kecalapan
teknis yang mereka miliki.

DAFTAR PUSTAKA

Maddocks, J. & Beaney, M. 2002. See the invisible and intangible. Knowledge
Management, March.
Davenport, T; De Long, D (1999). "Successful Knowledge Management Projects".
The Knowledge Management Yearbook 1999-2000.