Chapter II Perbandingan Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Ganda Dua Parameter Dari Holt Dan Metode BoxJenkins Dalam Meramalkan Hasil Produksi Kernel Kelapa Sawit PT. Eka Dura Indonesia.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1

Metode Pemulusan Eksponensial

Metode pemulusan eksponensial adalah metode yang menunjukkan pembobotan
menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua
(Makridakis,1993). Metode ini terdiri atas metode pemulusan eksponensial satu
parameter, metode pemulusan eksponensial dua parameter, dan metode
pemulusan eksponensial tiga parameter.

2.1.1

Metode Pemulusan Eksponensial Satu Parameter

Terdapat tiga metode dalam metode pemulusan eksponensial satu parameter, yaitu
metode pemulusan eksponensial tunggal, metode pemulusan eksponensial ganda
satu parameter dari Brown, dan metode pemulusan eksponensial triple satu

parameter dari Brown. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari ketiga metode
tersebut.

1. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal
Metode ini menggunakan sebuah parameter � yang dibobotkan pada data

terbaru dan membobotkan nilai (1 − �) kepada hasil peramalan metode

sebelumnya (The Jin Ai,1999) dimana nilai � terletak antara 0 dan 1.

Persamaan umum yang digunakan dalam metode ini adalah :
��+1 = � ∙ �� + (1 − �) ∙ ��

(2.1)

11

di mana:
��+1 = Ramalan untuk periode waktu (t+1)


��
��

= Data pada periode waktu t

= Ramalan untuk periode waktu t
Karena nilai �1 tidak diketahui, maka nilai ini dapat didekati dengan

menggunakan nilai observasi pertama �1 kemudian dilanjutkan dengan
menghitung ��+1 dengan persamaan (2.1) (Makridakis,1993). Kemungkinan

lainnya adalah merata-ratakan empat atau lima nilai pertama dalam kelompok
data dan menggunakannya sebagai ramalan pertama.

2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Satu Parameter dari Brown

Metode ini menggunakan dua kali tahap pemulusan dengan parameter yang
sama besarnya yaitu �. Besarnya � juga terletak di antara 0 dan 1

(Makridakis,1993). Persamaan umum yang digunakan adalah:

�′�

= ��� + (1 − �)�′�−1

�"�

= ��′� + (1 − �)�"�−1

��

=

��

= 2�′� − �"�

(� ′ �
(1−�)

��+� = �� + �� �


(2.2)

− �"� )

(2.3)

Dengan �′� adalah nilai pemulusan eksponensial tunggal pada periode

waktu ke-t dan �′�−1 adalah nilai pemulusan eksponensial tunggal pada

periode waktu ke-(� − 1). Sedangkan �"�

adalah

nilai pemulusan

eksponensial ganda pada periode ke-t dan �"�−1 adalah nilai pemulusan

eksponensial ganda pada periode waktu ke-(� − 1). Persamaan (2.2)


menunjukkan penyesuaian metode pemulusan eksponensial tunggal �′�

dengan perbedaan (�′� − �"� ), sedangkan persamaan (2.3) merupakan
taksiran trend dari suatu periode waktu ke periode waktu berikutnya. ��+�

adalah nilai ramalan pada periode ke-(� + �).

12

3. Metode Pemulusan Eksponensial Triple Satu Parameter dari Brown

Persamaan umum dalam metode ini adalah:
� ′ � = ��� + (1 − �)� ′ �−1

�"� = ��′� + (1 − �)�"�−1

�′′′� = ��"� + (1 − �)�′′′�−1

��


��
��

= 3�′� − 3�"� + �"�

�(6 − 5�)� ′ � − (10 − 8�)�"� + (4 − 3�)� ′′′ � �
=
2(1 − �)2
=

�2
(� ′ � − 2�"� + � ′′′ � )
(1 − �)2

1
��+� = �� + �� � + �� �2
2
di mana:


�′′′� = Nilai pemulusan triple pada periode ke-t

�"�−1 = Nilai pemulusan triple pada periode ke-(� − 1)
Proses inisialisasi untuk proses pemulusan ini bisa sangat sederhana.
Ditetapkan �′1 = �′′1 = �′′′1 = �1 . Cukup untuk memulai peramalan dari

periode dua dan seterusnya.

2.1.2

Metode Pemulusan Eksponensial Dua Parameter

Terdapat dua metode dalam metode ini, yaitu metode pemulusan eksponensial
tunggal : pendekatan adaptif dan metode pemulusan ganda dua parameter dari
Holt. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari kedua metode tersebut.

1. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal : Pendekatan Adaptif

Menurut Makridakis (1993) pemulusan eksponensial tunggal dengan tingkat
respon adaptif memiliki kelebihan daripada pemulusan eksponensial tunggal


13

dalam hal nilai � yang dapat berubah secara terkendali, dengan adanya

perubahan dalam pola datanya. Persamaan dasar untuk peramalan dengan
metode ini adalah serupa dengan persamaan (2.1) kecuali bahwa nilai �

diganti dengan �� dan nilai parameter � terletak antara 0 dan 1. Di bawah ini

adalah rumus umum metode pemulusan eksponensial tunggal : pendekatan
adaptif.
��+� = �� �� + (1 − �� )��
di mana:
��+1 = |�� /�� |

��

= ��� + (1 − �)��−1


��

= �� − ��

��

(2.4)

= �|�� | + (1 − �)��−1
Persamaan (2.4) menunjukkan bahwa nilai peramalan periode (� + 2)

ditetapkan sebagai nilai absolut dari rasio antara unsur error yang dihaluskan
(�� ) dan error absolut yang dihaluskan (�� ). Sedangkan �� adalah nilai error

ke-t, yaitu �� = �� − �� .

2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Dua Parameter dari Holt

Berikut adalah persamaan umum yang digunakan dalam metode ini adalah:
��


= ��� + (1 − �)(��−1 + ��−1 )

��+�

= �� + �� �

��

= �(�� + ��−1 ) + (1 − �)��−1

di mana:
��

��

��

: Nilai pemulusan pada saat t
: Data pada periode waktu t

: Trend pada periode ke-t

(2.5)
(2.6)
(2.7)

14



: Parameter pertama perataan antara 0 dan 1



: Parameter kedua untuk pemulusan trend



: Jumlah periode ke depan yang akan diramalkan

��+� : Hasil peramalan ke-� + �

Metode pemulusan eksponensial ganda dari Holt pada prinsipnya
serupa dengan pemulusan eksponensial ganda dari Brown kecuali bahwa
metode ini tidak menggunakan rumus pemulusan ganda secara langsung.
Sebagai gantinya, metode ini memuluskan nilai trend dengan parameter yang
berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli.
Nilai parameter � terletak antara 0 dan 1. Persamaan (2.5)

menyesuaikan �� secara langsung untuk trend periode sebelumnya, yaitu

��−1 . Sedangkan persamaan (2.6) serupa dengan bentuk dasar pemulusan

eksponensial tunggal pada persamaan (2.1) tetapi digunakan untuk
meremajakan trend. Persamaan (2.7) digunakan untuk m periode ramalan
kedepan.

3. Metode Pemulusan Eksponensial Tiga Parameter

Metode ini didasarkan atas tiga persamaan pemulusan yaitu satu untuk unsur
stasioner, satu untuk trend dan satu untuk musiman. Persamaan umumnya
sebagai berikut:
��

+ (1 − �)(��−1 + ��−1 )

��

= ��

��

= � �� (1 − �)��−�

��

�−�

= �(�� − ��−1 ) + (1 − �)��−1




��+� = (�� + �� �)��−�+�

(2.8)
(2.9)
(2.10)
(2.11)

15

Dimana L adalah panjang musiman (misal, jumlah bulan atau kuadran
dalam satu tahun), b adalah komponen trend, dan I adalah faktor penyesuaian
musiman.

Persamaan (2.8) merupakan pemulusan untuk unsur stasioner,
persamaan (2.9) digunakan untuk unsur trend, sedangkan persamaan (2.10)
merupakan pemulusan untuk unsur musiman. Persamaan (2.11) adalah
ramalan untuk m periode ke depan.

2.2

Ukuran Error Peramalan

Ukuran error peramalan digunakan untuk mengevaluasi nilai parameter
peramalan. Nilai parameter peramalan yang terbaik adalah yang memberikan nilai
error peramalan terkecil. Ukuran error peramalan dapat diklasifikasikan menjadi
ukuran standar statistik dan ukuran relatif statistik.

Ukuran error yang termasuk ukuran standar statistik adalah nilai error
rata-rata (mean error), nilai error absolut rata-rata (mean absolute error), nilai
error kuadrat kesalahan (sum of square error), nilai error deviasi standar
(standard deviation of error) dan nilai error kuadrat rata-rata (mean squared
error). Ukuran error yang termasuk ukuran relatif adalah nilai kesalahan rata-rata
(percentage error), nilai persentase error rata-rata (mean percentage error) dan
nilai persentase error absolut rata-rata (mean absolute persentage error).
(Makridakis,1993)

Berikut ini adalah rumus umum yang digunakan untuk menghitung ukuran
error peramalan tersebut.

16

2.2.1

Ukuran Standar Statistik

Berikut ini adalah ukuran error peramalan yang termasuk ukuran standar
statistik.
1. Nilai Error Rata-rata (Mean Error)
∑��=1(�� − �� )
�� =

dimana:
�� : Mean Error

�� : Data pada periode waktu ke-i

��



: Ramalan untuk periode waktu ke-i

: Jumlah data

2. Nilai Error Absolut Rata-rata (Mean Absolute Error)
∑��=1|�� − �� |
��� =

dimana:
��� : Mean Absolute Error
3. Nilai Error Kuadrat Rata-rata (Mean Squared Error)
∑��=1(�� − �� )2
��� =

dimana:
��� : Mean Squared Error

17

4. Nilai Error Kuadrat Kesalahan (Sum of Square Error)


��� = �(�� − �� )2

dimana:
SSE

�=1

: Sum of Square Error

5. Nilai Error Deviasi Standar (Standard Deviation of Error)

��� = �

∑(�� − �� )2
�−1

dimana:
���
2.2.2

: Standard Deviation of Error

Ukuran Relatif Statistik

Berikut ini adalah ukuran error peramalan yang termasuk ukuran relatif
statistik.
1. Nilai Kesalahan Rata-rata (Percentage Error)

��� = (

�� − ��
)�100%
��

dimana:
���

: Percentage Error ke i

2. Nilai Persentase Error Rata-rata (Mean Percentage Error)

��� =

∑��=1(

�� − ��
�� �100%)


18

dimana:
��� : Mean Percentage Error
3. Nilai Persentase Error Absolut Rata-rata (Mean Absolute Percentage Error)
� − ��
∑��=1 � �
�100%�
��
���� =

dimana:
�� : Data pada periode waktu ke-i

��

: Ramalan untuk periode waktu ke-i



2.3

: Jumlah data

Pengujian Data

Adapun beberapa uji yang digunakan dalam peramalan antara lain:

2.3.1

Uji Kecukupan Sampel

Sebelum melakukan analisa terhadap data yang diperoleh, langkah awal yang
harus dilakukan adalah pengujian terhadap anggota sampel. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat diterima sebagai sampel.
Dengan tingkat keyakinan 95% (� = 0,05) rumus yang digunakan untuk
menentukan jumlah anggota sampel adalah:
2

di mana:

�′ = �


2
2
20 �� ∑�
�=1 �� −(∑�=1 �� )

∑�
�=1 ��

� ′ = Ukuran sampel yang dibutuhkan
� = Ukuran sampel percobaan
�� = Data aktual



(2.12)

19

Apabila � ′ < �, maka sampel percobaan dapat diterima sebagai sampel.
2.3.2

Uji Musiman

Untuk mengetahui adanya komponen musiman dilakukan uji musiman dengan
hipotesa ujinya sebagai berikut:
�0 = data tidak dipengaruhi musiman
�1 = data dipengaruhi musiman

Untuk perhitungan digunakan notasi:
�� =

∑��=1 � �2
∑ ��
�2

�� = ∑ �� − ��

(2.13)



∑ � 2 = �11 2 + �12 2 + �13 2 + ⋯ + ��� 2

�� = ∑ � 2 − �� − ��

Sehingga diperoleh:
�ℎ����� =

�� /(� − 1)
�� /(�� − 1)

Kemudian hasil perhitungan disusun dalam tabel ANAVA sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perhitungan ANAVA Uji Musiman
Sumber

Derajat

Jumlah

Jumlah Kuadrat

Statistik

Variansi

Bebas

Kuadrat

Rata-Rata

Uji

Rata-Rata

1

Antar Musiman

�−1

��

� = �� / 1

Dalam Musiman
Total

�� − �


��
��

� �2

��
�−1
��
�=
�−�
�=

�=




20

Kriteria pengujian adalah:
Jika �ℎ����� < ������ (�−1,

Jika �ℎ����� > ������ (�−1,
2.3.3

�−�)

�−�)

maka �0 diterima (tidak dipengaruhi musiman)

maka �0 ditolak (data dipengaruhi musiman)

Uji Trend

Tujuan dari uji trend adalah untuk melihat apakah ada pengaruh komponen trend
terhadap data dengan hipotesis ujinya sebagai berikut:
�0 = frekuensi naik dan turun data adalah sama, artinya tidak ada trend

�1 = frekuensi naik dan turun data tidak sama, artinya dipengaruhi oleh trend
Statistik penguji:

di mana:

dengan:

�=

� −�

�=

�−1



2

(2.14)

�+1

�=�

2

� = frekuensi naik
� = jumlah data

� = frekuensi naik

� = standart error antara naik dan turun
Kriteria pengujian adalah:
Dengan taraf signifikan �, �0 diterima jika �ℎ����� < ������ dan �0

ditolak jika �ℎ����� > ������

21

2.4

1.

Metodologi Untuk Menganalisis Data Deret Berkala

Plot Data
Langkah pertama yang baik untuk menghasilkan data deret berkala adalah
memplot data tersebut secara grafis yang bermanfaat untuk memplot berbagai
versi data dan melihat plot data tersebut stasioner atau tidak dari data yang
ingin diramalkan.

2.

Stasioner dan Nonstasioner
a. Stasioner
Model ARIMA yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret
berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek Autoregressive (AR)
dan Moving Average (MA) dari model ARIMA hanya berkenaan dengan
deret berkala stasioner. Stasioneritas berarti tidak mengalami pertumbuhan
atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang
sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada pada suatu nilai ratarata yang konstan, tidak tergantung pada waktu, dan varians dari fluktuasi
tersebut tetap konstan setiap waktu.

Suatu data deret waktu dikatakan stasioner apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
1. Rata-ratanya konstan
2. Variansi-nya konstan
3. Kovarian antara dua periode bergantung pada jarak waktu antara dua
periode waktu tersebut dan tidak bergantung pada waktu dimana
kovarian dihitung.

Pada deret waktu yang stasioner pada dasarnya ada gerakan yang
sistematis, artinya perkembangan nilai variabel disebabkan oleh faktor
random yang stokastis. Kestasioneritasan data dapat diperiksa dengan analisis
autokorelasi dan autokorelasi parsial. Autokorelasi-autokorelasi dari data
yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung kearah nol

22

setelah periode kedua dan ketiga. Jadi apabila autokorelasi pada periode satu,
dua ataupun ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi pada periode
lainnya tidak signifikan maka data tersebut bersifat stasioner.

b. Nonstasioner
Menurut Box-Jenkins data deret berkala yang tidak stasioner dapat
ditransformasikan menjadi data yang stasioner dengan melakukan proses
pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari
data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut:
�� = �� − ��−1 ; untuk t = 2,3,...,N
Secara umum pembedaan (differencing) ordo ke-d dapat ditulis sebagai
berikut:
�� = (1 − �)� ��
3.

(2.15)

Operator Backward Shift
Notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator
shift

mundur (Backward

Shift)

yang disimbolkan dengan

B

dan

penggunaannya adalah sebagai berikut:
��� = ��−1

(2.16)

Notasi � yang dipasangkan pada �� mempunyai pengaruh menggeser

data satu periode ke belakang, dua penerapan � untuk �� akan menggeser data

tersebut dua periode ke belakang sebagai berikut:
�(��� ) = � 2 �� = ��−2

(2.17)

Apabila suatu deret berkala tidak stasioner maka data tersebut dapat
dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama dari
deret data dan persamaannya adalah sebagai berikut:

Pembedaan pertama

��′ = �� − ��−1

��′ = �t − ��� = (1 − �)��

23

Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1 − �). Sama halnya apabila

pembedaan orde kedua (yaitu pembedaan pertama dari pembedaan pertama
sebelumnya) harus dihitung, maka:
Pembedaan orde kedua

��′′ = ��′ − ��−1

= (�� − ��−1 ) − (��−1 − ��−2 )
= �� − 2��−1 + ��−2

= (1 − 2� + � 2 )��
= (1 − �)2 ��

Pembedaan orde ke dua diberi notasi (1 − �)2 .
Pembedaan orde ke-d

��� = (1 − �)� ��
4.

Identifikasi Model
Identifikasi model berkaitan dengan penentuan orde pada ARIMA. Oleh
karena itu, identifikasi model dilakukan setelah melakukan analisis deret
berkala untuk mengetahui adanya autokorelasi dan kestasioneran data
sehingga dapat diketahui perlu tidaknya dilakukan transformasi dan
pembedaan. Jika data tidak stasioner dalam hal varians maka dapat dilakukan
transformasi dan jika data tidak stasioner dalam rata-rata maka dapat
dilakukan pembedaan. Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data
deret berkala adalah dengan membuat plot data time series terlebih dahulu.
Hal ini bermanfaat untuk mengetahui adanya trend dan pengaruh musiman
pada data tersebut. Langkah selanjutnya adalah menganalisis koefisien
autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsialnya dengan tujuan mengetahui
kestasioneran data dalam rata-rata dan dari plot ACF, PACF tersebut dapat
diidentifikasi orde model ARMAnya.

5.

Keofisien Autokorelasi
Secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan
rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:

24

di mana:
��

��

�� =

−� (� � )(�
�)
∑��=1
� −�
�−� −�

2

∑�=1(�� −� )

(2.18)

= keofisien autokorelasi
= nilai variabel Y pada periode t

��−� = nilai variabel Y pada periode t + k

��

= nilai rata-rata variabel Y

Apabila �� merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi

dengan lagnya dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function)
sering disebut ACF dan dinotasikan oleh:
�� =

−� (� � )(�
�)
∑��=1
� −�
�−� −�

2
∑�=1 (�� −�� )

(2.19)

Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial
Autocorrelation Funcition) sering disebut PAFC. Seperti halnya autokorelasi
yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan
autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya,
dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial (PACF). Koefisien
autokorelasi merupakan alat yang berharga untuk menyelidiki kestasioneran
deret berkala. Caranya adalah dengan mempelajari nilai-nilai �� tertentu
secara nyata berbeda dari nol. Rumus sederhana yang bisa digunakan adalah:
��� � =

1
√�

Dengan n adalah banyaknya data. Ini berarti bahwa 95% dari seluruh
koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak didalam daerah nilai
tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali kesalahan standar (Makridakis,
1993).
-1.96 (1/√�) ≤ +1.96 (1/ √�)
6.

Koefisien Autokorelasi Parsial
Autokorelasi

parsial

digunakan

untuk

mengukur

tingkat

keeratan

(association) antara �� dan ��+� pengaruh dari time-lag 1,2,3,... dan

seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam

25

analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA
yang tepat untuk peramalan.

2.5

Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

Model ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) merupakan metode
yang secara intensif dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins. Metode
ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu
pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Metode ARIMA akan
bekerja dengan baik apabila data deret berkala yang dipergunakan bersifat
dependent atau berhubungan satu sama lain secara statistik.

Secara umum model arima dirumuskan dengan notasi sebagai berikut:
ARIMA (p,d,q)
di mana:
P menunjukkan orde atau derajat autoregressive (AR)
D menunjukkan orde atau derajat differencing
Q menunjukkan orde atau derajat moving average (MA)

Model box-jenkins dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1. Model autoregressive
2. Model moving average
3. Model campuran

2.5.1 Model Autoregressive (AR)
Model AR menunjukkan nilai prediksi variabel dependen �� hanya merupakan

fungsi linear dari sejumlah �� aktual sebelumnya. Misalnya nilai variabel

dependen �� hanya dipengaruhi oleh nilai variabel tersebut satu periode

sebeumnya maka model ini disebut model Autoregressive tingkat pertama. Model
ini dapat ditulis sebagai berikut :

26

�� = �′ + �1 ��−1 + �2 ��−2 + ⋯ + �� ��−� + ��

(2.20)

dimana:
�′

= suatu konstanta

��

= parameter Autoregressive ke-p

��−� = nilai pengamatan periode ke-p

��

= nilai kesalahan pada saat t

Persamaan umum model autoregressive (AR) dengan ordo p juga dapat ditulis
sebagai berikut:
�1 − �1 �1 − �2 � 2 − ⋯ − �� � � ��1 = � ′ + ��

(2.21)

Dalam hal ini B menyatakan operator penggerak mundur.
Model AR menunjukkan bahwa nilai prediksi variabel �� hanya merupakan fungsi
linear dari sejumlah �� aktual sebelumnya (Makridakis, 1993).

2.5.2

Model Moving Average (MA)

Model MA mempunyai ordo (�), sehingga model tersebut biasanya dituliskan
sebagai MA(�). Model MA ini menyatakan bahwa nilai prediksi variabel
dependen �� hanya dipengaruhi oleh nilai residual sebelumnya atau tiap-tiap

observasi dibentuk dari rata-rata tertimbang deviasi (disturbance) � periode

sebelumnya atau model MA tingkat pertama atau disingkat MA(1). Model MA(1)
dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

di mana:

�� = �′ + �� − �1 ��−1 + �2 ��−2 + ⋯ + �� ��−�

�′

= suatu konstanta

��−�

= nilai kesalahan pada saat t-q

(2.22)

�1 , �2 = parameter-parameter moving average
Dengan menggunakan operator penggerak mundur model rataan bergerak dari
persamaan (2.13) dapat ditulis sebagai berikut:

27

�� = � ′ + (1 − �1 �1 − �2 � 2 − ⋯ − �� � � )��

(2.23)

Dalam hal ini B menyatakan operator penggerak mundur (Makridakis, 1993)..

2.5.3

Model Campuran Autoregressive Moving Average (ARMA)

Apabila suatu deret waktu tanpa proses differencing (d=0) dinotasikan dengan
model ARIMA (p,0,q). Model ini dinamakan dengan model autoregressive
moving average berordo (p,q). Secara singkat bentuk umum model proses
autoregressive ordo p dan berordo (p,q) adalah sebagai berikut:
�� = � ′ + �1 ��−1 + �2 ��−2 + ⋯ + �� ��−� − �1 ��−1 − �2 ��−2
− ⋯ − �� ��−� + ��

(2.24)

Dengan operator penggerak mundur proses ARMA (p,q) sebagai berikut:
�1 − �1 �1 − �2 �2 − ⋯ − �� �� ��� = �′ + �1 − �1 �1 − �2 �2 − ⋯ − �� �� ���

2.5.4

(2.25)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Apabila data deret waktu tidak stasioner, model Box-Jenkins ini disebut model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Jika � menyatakan

banyaknya proses differencing, maka bentuk umum model ARIMA (p,d,q) yang
mengkombinasikan model autoregressive berordo p dengan model moving
average berordo q ditulis dengan ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut:
�� = �′ + �1 ��−1 + �2 ��−2 + ⋯ + �� ��−� + �� − �1 ��−1

−�2 ��−2 − ⋯ − �� ��−�

(2.26)

Atau dengan operator penggerak mundur model ARIMA (p,d,q) dapat ditulis
sebagai berikut:
�1 − �1 �1 − �2 �2 − ⋯ − �� �� ��� = �′ + �1 − �1 �1 − �2 �2 − ⋯ − �� �� ��� (2.27)

Dalam hal ini �� menyatakan bahwa deret waktu sudah di differencing. Dengan
menotasikan �′ sebagai berikut:

� ′ = (1 − �1 − �2 − ⋯ − �� ) ��′

(2.28)

28

Dengan ��′ adalah rata-rata dari data waktu yang sudah di differencing. (Lerbin R.

Aritonang, 2002).

2.6

Model Arima dan Musiman

Menurut Makridakis, 1993. Musiman didefinisikan sebagai suatu pola data yang
berulang-ulang dalam selang waktu tetap. Untuk data stasioner faktor musiman
dapat ditentukan dengan mengidentifikasikan koefisien autokorelasi pada dua atau
tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi secara signifikan berbeda
dari nol menyatakan adanya satu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor
musiman, dapat dilihat dari autokorelasi yang tinggi. Secara umum notasi ARIMA
faktor musiman adalah:
ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)�

di mana:
(p,d,q)

= bagian yang tidak musiman dari model

(P,D,Q) = bagian musiman dari model
S

= jumlah periode per musim

Persamaan model ARIMA yang sederhana yang mengandung faktor musiman
ARIMA (1,1,1)(1,1,1)12 adalah sebagai berikut:
(1 − �1 �)(1 − �1 �12 )(1 − �)(1 − �12 )��=(1 − �1 �)(1 − �1 �12 )��

di mana:

(1 − �1 �)

= AR(1) tidak musiman

(1 − �)

= perbedaan tidak musiman

(1 − �1 �12 ) = AR(1) musiman
(1 − �12 )

(1 − �1 �)

= perbedaan musiman
= MA(1) tidak musiman

(1 − �1 �12 ) = MA(1) musiman

(2.29)

29

2.7

Estimasi Parameter Model

Tahap selanjutnya dilakukan estimasi parameter model untuk mencari parameter
estimasi yang paling efisien untuk model. Estimasi parameter dilakukan dengan
menetapkan model awal parameter (koefisien model) dengan bantuan analisis
regresi linier untuk mencari nilai konstanta dan koefisien regresi dari model.
Dalam mencari nilai etimasi model ARIMA ini sangat rumit sehingga digunakan
bantuan program komputer software Minitab.

2.8

Verifikasi Parameter Model

Langkah ini dilakukan untuk memeriksa apakah model ARIMA yang dipilih
cukup cocok untuk data. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan uji
distribusi t. Adapun verifikasi yang dilakukan terhadap parameter-parameter
model ARIMA sebagai berikut:
�ℎ����� =

�������� ���������
�� �������� ���������

Dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika:

��ℎ����� � > �� ,�−1
2

1.

�0 : ∅1 = 0 (nilai parameter ∅1 tidak signifikan)

�1 : ∅1 ≠ 0 (nilai parameter ∅1 signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai �ℎ����� dengan rumus sebagai berikut:

di mana:
�1


�ℎ����� =

�1


��(∅1 )

= Koefisien parameter ∅1

��(∅1 ) = Standard Error koefisien parameter ∅1

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilai ��ℎ����� � > ������ . Artinya,

�0 ditolak dan �1 diterima. Sebaliknya, jika nilai ��ℎ����� � < ������ maka �0

diterima dan �1 ditolak.

30

2.

�0 : ∅2 = 0 (nilai parameter ∅2 tidak signifikan)

�1 : ∅2 ≠ 0 (nilai parameter ∅2 signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai �ℎ����� dengan rumus sebagai berikut:
di mana:
�2


�ℎ����� =

�2

��(∅2 )

= Koefisien parameter ∅2

��(∅2 ) = Standard Error koefisien parameter ∅2

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilai ��ℎ����� � > ������ . Artinya,

�0 ditolak dan �1 diterima. Sebaliknya, jika nilai ��ℎ����� � < ������ maka �0

diterima dan �1 ditolak.
3.

�0 : ∅3 = 0 (nilai parameter ∅3 tidak signifikan)

�1 : ∅3 ≠ 0 (nilai parameter ∅3 signifikan)

Selanjutnya adalah menghitung nilai �ℎ����� dengan rumus sebagai berikut:

di mana:
�3


�ℎ����� =

�3

��(∅3 )

= Koefisien parameter ∅3

��(∅3 ) = Standard Error koefisien parameter ∅3

Nilai parameter dikatakan signifikan apabila nilai ��ℎ����� � > ������ . Artinya,

�0 ditolak dan �1 diterima. Sebaliknya, jika nilai ��ℎ����� � < ������ maka �0

diterima dan �1 ditolak.

Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus
diestimasi. Terdapat dua cara mendasarkan yang dapat digunakan untuk
pendugaan terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu:
1.

Trial and error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan
memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat
nilai galat (sum square of residuals).

31

2.

Perbaikan secara iteratif yaitu dengan cara memilih taksiran awal dan
kemudian

membiarkan

program

penaksiran tersebut secara iteratif.

komputer

untuk

memperhalus