Chapter II Analisis Diskriminan dalam Memprediksi Financial Distress dengan Menggunakan Metode Altman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Financial Distress (Kesulitan Keuangan)
Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan
berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan
pada usaha perusahaan tersebut. Financial distress menurut Altman (1968) adalah
perusahaan yang secara hukum bangkrut. Platt dan Platt (2006) mendefenisikan
financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau sedang krisis.
Menurut (Hanafi, 2003:263) financial distress dapat didefenisikan dalam
beberapa pengertian yaitu :
1.
Economic Distressed (Kegagalan Ekonomi)
Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini
berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari
arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus
kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang
diharapkan.
9
2.
Financial Distressed (Kegagalan Keuangan)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik
dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.
Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk
menjaga agar tidak terkena financial distressed.
2.1.2
Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Terjadinya financial distress diawali saat arus kas perusahaan kurang dari
jumlah utang porsi utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Financial
distress juga dapat ditimbulkan
karena pengaruh dari dalam perusahaan itu
sendiri maupun dari luar perusahaan (Murtanto, 2002:48). Faktor penyebab
financial distress dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor-faktor internal
yang menyebabkan financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus
kas ini terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi
perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas
aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya
kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran
aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
Besarnya
jumlah
hutang
juga
merupakan
faktor
internal
yang
menyebabkan financial distress. Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk
menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika
tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk
10
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan
kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi
kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
Selain kesulitan arus kas dan besarnya jumlah hutang faktor lain yang
dapat menyebabkan financial distress adalah kerugian dalam kegiatan operasional
perusahaan
selama
beberapa
tahun.
Kerugian
operasional
perusahaan
menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena
beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan financial
distress adalah perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam
pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi
kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan.
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan
bahan baku yang digunakan untuk produksi juga dapat mengakibatkan terjadinya
financial distress. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu
menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan
bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat
diatasi.
Selain kedua hal tersebut faktor debitor juga harus diantisipasi untuk
menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang.
Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu
11
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang
tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan
perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
2.1.3
Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hal
yang positif untuk melihat tanda-tanda awal kabangkrutan bagi perusahaan
khususnya. Menurut (Hanafi, 2003:261) informasi prediksi kebangkrutan dapat
bermanfaat untuk:
1.
Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang
pemberian pinjaman dan monitoring.
2.
Investor
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap
surat berharga perusahaan.
3.
Pihak pemerintah
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa
dilakukan terutama terhadap perusahaan BUMN.
4.
Akuntan
Informasi kebangkrutan digunakan untuk menilai kemampuan going concern
suatu perusahaan.
12
5.
Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari dan atau diminimalisir.
2.1.4
Rasio-Rasio yang Digunakan dalam Menganalisis Laporan Keuangan
Analisis
laporan
keuangan
adalah
menguraikan pos-pos laporan
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang
bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik
antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses
menghasilkan keputusan tepat (Sofyan, 2010:189). Rasio adalah suatu rumusan
secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu jumlah dengan jumlah
tertentu lainnya. Rasio keuangan atau financial ratio adalah angka yang diperoleh
dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang
mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Sofyan, 2010:297).
Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima
macam kategori, yaitu :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek
perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap
hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan).
Meskipun rasio ini tidak bicara masalah kewajiban jangka panjangnya, dan
biasanya relatif tidak penting dibandingkan rasio solvabilitas, tetapi rasio
13
likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi
solvabilitas perusahaan. Dua rasio likuiditas jangka pendek yang sering
digunakan adalah current ratio dan quick ratio.
a. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang
jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang
akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus
bisnis). Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi,
sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan
aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik
terhadap profitabilitas perusahaan.
b. Quick Ratio
Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan),
persediaan biasanya dianggap merupakan asset yang paling tidak likuid.
Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk
sampai menjadi kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk
menjadi kas semakin lama, dan juga ketidakpastian nilai persediaan.
2. Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa
tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas
yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin
besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Dana
14
kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih
produktif.
Empat rasio aktivitas antara lain:
a. Rata-Rata Umur Piutang
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk
melunasi piutang (merubah piutang menjadi kas). Semakin lama rata-rata
piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Semakin
besar rata-rata umur piutang berarti semakin besar dana yang tertanam
pada piutang.
b. Rasio Perputaran Persediaan
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya
persediaan berputar dalam satu tahun dan ini menandakan
efektivitas
manajemen persediaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah
menandakan
tanda-tanda
mis-manajemen
seperti
kurangnya
pengendalian persediaan yang efektif.
c. Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan
aktiva
tetapnya.
sejauh
mana
Semakin
efektivitas perusahaan
tinggi
rasio
menggunakan
ini berarti semakin efektif
penggunaan aktiva tetap tersebut.
15
d. Rasio Perputaran Total Aktiva
Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung
efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya
menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah
harus membuat manajemen mengevaluasi strategi pemasarannya dan
pengeluaran modalnya.
3. Rasio Solvabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah
perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya.
Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan
demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Rasio yang digunakan
adalah rasio hutang. Rasio ini menghitung seberapa jauh dana disediakan
oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage
keuangan yang tinggi. Penggunaan leverage keuangan yang tinggi akan
meningkatkan return on equity dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila
penjualan menurun, return on equity akan menurun cepat pula.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio
ini
mengukur
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Ada
tiga rasio profitabilitas, yaitu : profit margin, return on total asset (ROA), dan
return on equity (ROE).
16
a. Profit Margin Ratio
Profit
margin
menghitung
sejauh
mana
kemampuan
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
perusahaan
Rasio ini
bisa diinterprestasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan
biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Profit
margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan
laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang rendah
menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya yang
tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu,
atau kombinasi dari kedua hal tersebut.
b. Return On Total Asset (ROA)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan
efisiensi manajemen asset, yang berarti efisiensi manajemen.
c. Return On Equity (ROE)
Rasio
ini
mengukur
berdasarkan
modal
kemampuan
saham
tertentu.
perusahaan
Rasio ini
menghasilkan
merupakan
laba
ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
2.1.5
Metode Altman dalam Memprediksi Financial Distress
Kegiatan
analisis laporan keuangan suatu perusahaan untuk melakukan
prediksi kondisi masa depan bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi perusahaan
sangat rentan akan pengaruh ekonomi nasional dan global. Oleh karena itu alat
17
prediksi financial distress yang di gunakan pada perusahaan harus mempunyai
ketepatan prediksi yang baik dengan memperhatikan karakteristik perusahaan.
Ketepatan prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi
keuangan yang sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten
melakukan perbaikan kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada
ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang dihadapi pada
kenyataannya prediksi masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan.
Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang
profesor di New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan
Altman Z-Score (1968). Rumus Z-Score ini menggunakan komponen laporan
keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya
perusahaan. Model Altman Z-Score (1968) merupakan salah satu model analisis
multivariat yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan
tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Altman
menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk
melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut.
Kelima rasio keuangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Working Capital to Total Assets
Rasio working capital to total assets termasuk ke dalam rasio likuiditas
yang merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio working capital to total assets
terdiri dari 2 komponen, yaitu modal kerja dan total aktiva. Modal kerja di
peroleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Hasil perhitungan
18
working capital merupakan nilai keefektifan modal kerja yang digunakan
perusahaan. Apabila nilai yang diperoleh tinggi maka mengindikasikan
kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran
persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan
apabila nilainya rendah maka mengindikasikan adanya kelebihan hutang
jangka pendeknya, sehingga akan berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas
perusahaan.
Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua
adalah aktiva. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva
adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada
perusahaan. Besar kecilnya nilai aktiva sangat menentukan keberlangsungan
usaha di masa depan, mengingat potensinya yang berbentuk sumbangan yang
diberikan oleh manfaat aktiva tersebut.
Dari dua komponen tersebut perhitungan rasio working capital to total
assets dilakukan. Sedangkan pengertian rasio working capital to total assets
adalah rasio yang mendeteksi kemampuan likuiditas dari total aktiva dan posisi
modal kerja (neto). Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan, maka dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas
perusahaan seperti indikator ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak,
utilitas modal (kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tidak terkendali
dan beberapa indikator lainya. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio
working capital to total assets adalah:
19
Working Capital to Total Assets =
������� ������ −������� �����������
����� ������
2. Retained Earning to Total Assets
Retained earning to total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat
mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang
ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba di bandingkan
dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha.
Rasio retained earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu laba di
tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di akumulasikan
dalam suatu keuntungan setelah dividen di bayarkan. Laba di tahan adalah laba
tak di bagi atau surplus yang di peroleh. Rasio retained earning to total assets
dapat dihitung dengan rumus :
Retained Earnings to Total Assets =
�������� �������
����� ������
3. Earning Before Interest And Tax to Total Assets
Rasio earning before interest and tax to total assets juga termasuk ke
dalam rasio profitabilitas yang merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio earning before interest and tax
to total assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
20
modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham. Rasio
ini dapat dihitung dengan rumus :
Earning Before Interest and Tax to Total Assets =
����
���� � ������
4. Market Value Equity to Book Value Of Total Debt
Rasio market value equity to book value of total debt termasuk ke dalam
rasio aktivitas yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio
market value equity to book value of total debt merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap
hutangnya melalui modalnya sendiri. Rasio market value equity to book value
of total debt dapat dihitung dengan rumus :
Market Value Equity to Book Value of Total Debt =
������ ����� ������
���� ����� �� ����� ����
5. Sales to Total Assets
Rasio sales to total assets juga termasuk kedalam rasio aktivitas. Rasio
sales to total assets merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana
perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu
periode tertentu. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
21
menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio ini dapat dihitung
dengan rumus :
Sales to Total Assets =
�����
����� ������
Z-Score Altman (1968) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: (Cheng F. Lee 1984:97)
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan :
Z : Overall Index
X1 : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aktiva)
X2 : Retained Earnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aktiva)
X3 : Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (laba sebelum
pajak dan bunga dibagi total aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of debt (nilai pasar modal
dibagi dengan nilai buku hutang)
X5 : Sales to Total Assets (penjualan dibagi total aktiva)
Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan
keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.
22
Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan dengan tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Interprestasi Nilai Z-Score
Nilai Z-Score
INTERPRESTASI
Z > 2,99
Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi
keuangan
Perusahaan memiliki sedikit masalah dengan kondisi
keuangan (meskipun tidak serius)
Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan
jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam
manajemen maupun struktur keuangan
Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius
2,7 < Z < 2,99
1,88 < Z < 2,69
Z < 1,88
Sumber :Financial Analysis and Planning, (Cheng F. Lee 1984:99)
2.1.6
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang biasa
digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar variabel dimana sudah
bisa dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas) (Ghozali, 2006
:289). Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana
variabel respon berupa data kualitatif (misalnya, laki-laki atau perempuan,
bangkrut atau tidak bangkrut) dan variabel penjelas berupa data kuantitatif.
Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau
observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan
sejumlah variabel penjelas. Analisis diskriminan mempunyai asumsi bahwa
sejumlah variabel penjelas harus berdistribusi normal dan matriks kovarian kedua
kelompok harus sama.
23
Jika dianalogikan dengan regresi linier, maka analisis diskriminan
merupakan kebalikannya. Pada regresi linier, variabel respon yang harus
mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel penjelas
diasumsikan tetap, artinya variabel penjelas tidak disyaratkan mengikuti sebaran
tertentu. Analisis diskriminan, variabel penjelasnya seperti sudah disebutkan di
atas harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel
responnya tetap.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
1. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003)
Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi telah melakukan
penelitian tentang Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profit
margin, rasio likuiditas, rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio
financial leverage, rasio posisi kas, rasio pertumbuhan. Pengujian dalam
penelitian
dengan
menggunakan
regresi
logit
untuk
mengetahui
kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress
suatu perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Rasio-rasio keuangan
dapat
digunakan
untuk
memprediksi
financial distress suatu perusahaan.
2. Rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial
distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin yaitu laba bersih
24
dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang
lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva
lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu
rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH
NI/TA).
2. Aprilianasari Pudjiono (2009)
Aprilianasari Pudjiono telah melakukan penelitian tentang Prediksi
Corporate Financial Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public di
Indonesia dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model altman (ZZcore). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio,
quick ratio, working capital to total asset ratio, inventory turnover,
working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to
equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price
earning ratio. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang tercatat di BEI periode 2006-2008. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan.
Hasil penelitian ini adalah dari 14 rasio keuangan yang
diidentifikasi dan dianalisis, terpilih 3 rasio yang paling dominan dalam
membedakan perilaku perusahaan yang mengalami financial distress dan
nonfinancial distress yaitu working capital to total assets ratio, long-term
debt to equity ratio, dan price earning ratio.
25
3. Riesta Devi Kumalasari (2012)
Riesta Devi Kumalasari telah melakukan penelitian tentang
Indikasi Financial Distress Berdasarkan Analisis Z-Score Altman Pada
Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun
2008-2010. Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan
oleh Altman. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010. Pengujian
dalam penelitian dengan menggunakan analisis diskriminan. Penelitian
ini memberikan hasil bahwa variabel modal kerja terhadap total aktiva,
EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang,
penjualan terhadap total aktiva berpengaruh positif yang signifikan untuk
mengetahui indikasi
pengelompokan perusahaan
yang mengalami
financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif
atau berlawanan terhadap penentuan indikasi financial distress perusahaan
tekstil. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang
paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang
mengalami financial distress.
4. Nico Tantra Hartoyo (2014)
Nico Tantra Hartoyo telah melakukan penelitian tentang Prediksi
Financial Distress Menggunakan Analisis Diskriminan Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011.
Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan oleh Altman.
26
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2010-2011, pemilihan sampel dengan
menggunakan metode purposive sampling. Pengujian dalam penelitian
dengan
menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini memberikan
hasil bahwa variabel working capital/total assets, retained earning/total
assets, EBIT/total assets, market value equity/book value of total debt,
sales/total assets berpengaruh positif yang signifikan terhadap kondisi
perusahaan. Rasio retained earning/total asset merupakan variabel yang
paling berpengaruh signifikan dalam model diskriminan.
27
Secara ringkas, hasil penelitian terdahulu disajikan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Luciana
Spica
Almilia dan
Emanuel
Kristijadi
(2003)
Judul
Analisis Rasio
KeuanganUntuk
Memprediksi
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Jakarta.
Aprilianasari Prediksi
Pudjiono
Corporate
(2009)
Financial
Distress yang
Terjadi
Pada
Perusahaan Go
Public
di
Indonesia
dengan
Menggunakan
Analisis
Diskriminan
Model altman
(Z-Zcore)
Variabel yang
Digunakan
Metode
Analisis
Hasil yang Diperoleh
Profit
margin, Regresi
rasio likuiditas, Logit
rasio
efisiensi
operasi,
rasio
profitabilitas,
rasio
financial
leverage,
rasio posisi kas,
rasio
pertumbuhan
Rasio keuangan yang
paling dominan dalam
menentukan financial
distress
suatu
perusahaan
adalah
rasio profit margin
yaitu
laba
bersih
dibagi
dengan
penjualan (NI/S), rasio
financial
leverage
yaitu hutang lancar
dibagi dengan total
aktiva (CL/TA), rasio
likuiditas yaitu aktiva
lancar dibagi dengan
hutang
lancar
(CA/CL),
rasio
pertumbuhan
yaitu
rasio
pertumbuhan
laba bersih dibagi
dengan total aktiva
(GROWTH NI/TA).
current
ratio, Analisis
quick
ratio, Diskriminan
working capital
to total asset
ratio, inventory
turnover,
working capital
turnover, debt to
equity ratio, debt
ratio, long term
debt to equity
ratio, net profit
margin, return
on equity, return
on assets, price
earning ratio
Dari
14
rasio
keuangan
yang
diidentifikasi
dan
dianalisis, terpilih 3
rasio yang paling
dominan
dalam
membedakan perilaku
perusahaan
yang
mengalami financial
distress
dan
nonfinancial distress
yaitu working capital
to total assets ratio,
long-term debt to
equity ratio, dan price
earning ratio.
28
Nama
Judul
Peneliti
Riesta Devi Indikasi
Kumalasari
Financial
(2012)
Distress
Berdasarkan
Analisis ZScore Almant
Pada
Perusahaan
Tekstil yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Selama Tahun
2008-2010
Variabel yang
Digunakan
Working Capital
to Total Asset,
Retained
Earnings to
Total Assets,
Earnings Before
Interest and
Taxes to Total
Assets,
Market Value of
Equity to Book
Value of debt ,
Sales to Total
Assets
Nico Tantra Prediksi
Hartoyo
Financial
(2014)
Distress
Menggunakan
Analisis
Diskriminan
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
Tahun 20102011
Working Capital
to Total Asset,
Retained
Earnings to
Total Assets,
Earnings Before
Interest and
Taxes to Total
Assets,
Market Value of
Equity to Book
Value of debt ,
Sales to Total
Assets
Metode
Hasil yang Diperoleh
Analisis
Analisis
Variabel modal kerja
Diskriminan terhadap total aktiva,
EBIT terhadap total
aktiva, nilai pasar
modal terhadap nilai
buku
hutang,
penjualan
terhadap
total
aktiva
berpengaruh
positif
yang signifikan untuk
mengetahui indikasi
pengelompokan
perusahaan
yang
mengalami financial
distress.
Sedangkan
variabel laba ditahan
berpengaruh
negatif
terhadap
penentuan
indikasi
financial
distress.
Variabel
penjualan
terhadap
total aktiva merupakan
variabel yang paling
berpengaruh signifikan
untuk
mengetahui
perusahaan
yang
mengalami financial
distress.
Analisis
working capital/total
Diskriminan asset,
retained
earning/total
asset,
EBIT/total
asset,
market
value
equity/book value of
total
liabilities,
sales/total
asset
berpengaruh
positif
yang
signifikan
terhadap
kondisi
perusahaan.
Rasio
retained earning/total
asset
merupakan
variabel yang paling
berpengaruh signifikan
dalam
model
diskriminan.
Sumber: Data Diolah Oleh Penulis, (2015)
29
2.2 Kerangka Konseptual
Perusahaan yang mengalami
Financial Distress
Perusahaan yang tidak
mengalami Financial Distress
Working Capital to Total
Asset
Working Capital to Total
Asset
Retained Earnings to Total
Assets
Retained Earnings to Total
Assets
BERBEDA
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Sales to Toatal Asset
Sales to Toatal Asset
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual I
30
Working Capital to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Financial Distress
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Sales to Total Asset
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual II
31
Dari kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan bahwa :
Rasio working capital to total assets menunjukkan potensi cadangan kas
yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar.
Semakin besar rasio ini maka semakin baik, karena modal kerja merupakan
ukuran keamanan dari kepentingan kreditur jangka pendek dan juga sebagai dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Jadi, semakin besar rasio working capital to
total assets menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan
terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio working capital
to total assets menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress.
Rasio retained earnings to total assets menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba
ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.
Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan
perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang
saham. Jadi, semakin besar rasio retained earnings to total assets maka semakin
besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya,
semakin kecil rasio retained earnings to total assets maka semakin besar
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio earning before interest and tax to total assets menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum
32
pembayaran bunga dan pajak. Jadi, semakin besar rasio earning before interest
and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar
dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio earning before interest and
tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress.
Rasio market value equity to book value of debt menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal
sendiri. Jadi, semakin besar rasio market value equity to book value of debt maka
semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress.
Sebaliknya, semakin kecil rasio market value equity to book value of debt maka
semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio sales to total assets menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari
volume penjualan, dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva
menciptakan penjualan. Rasio perputaran total aktiva yang tinggi menunjukkan
semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan.
Semakin
efektif
perusahaan
menggunakan
aktivanya
untuk
menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin
besar bagi perusahaan. Jadi, semakin besar rasio sales to total assets maka
semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress.
Sebaliknya, semakin kecil rasio sales to total assets maka semakin besar
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
33
2.3 Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah :
H1= Rasio-rasio keuangan yang terdiri dari working capital to total assets
(X1), retained earnings to total assets (X2), earning before interest and
tax to total assets (X3), market value of equity to book value of debt
(X4), sales to total assets (X5) berpengaruh positif signifikan dalam
membedakan kelompok financial distress dan nonfinancial distress.
H2= Variabel working capital to total asset (X1) adalah variabel independen
yang paling dominan dalam memprediksi financial distress.
34
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Financial Distress (Kesulitan Keuangan)
Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan
berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan
pada usaha perusahaan tersebut. Financial distress menurut Altman (1968) adalah
perusahaan yang secara hukum bangkrut. Platt dan Platt (2006) mendefenisikan
financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau sedang krisis.
Menurut (Hanafi, 2003:263) financial distress dapat didefenisikan dalam
beberapa pengertian yaitu :
1.
Economic Distressed (Kegagalan Ekonomi)
Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini
berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari
arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus
kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang
diharapkan.
9
2.
Financial Distressed (Kegagalan Keuangan)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik
dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.
Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk
menjaga agar tidak terkena financial distressed.
2.1.2
Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Terjadinya financial distress diawali saat arus kas perusahaan kurang dari
jumlah utang porsi utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Financial
distress juga dapat ditimbulkan
karena pengaruh dari dalam perusahaan itu
sendiri maupun dari luar perusahaan (Murtanto, 2002:48). Faktor penyebab
financial distress dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor-faktor internal
yang menyebabkan financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus
kas ini terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi
perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas
aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya
kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran
aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
Besarnya
jumlah
hutang
juga
merupakan
faktor
internal
yang
menyebabkan financial distress. Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk
menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika
tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk
10
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan
kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi
kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
Selain kesulitan arus kas dan besarnya jumlah hutang faktor lain yang
dapat menyebabkan financial distress adalah kerugian dalam kegiatan operasional
perusahaan
selama
beberapa
tahun.
Kerugian
operasional
perusahaan
menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena
beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan financial
distress adalah perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam
pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi
kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan.
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan
bahan baku yang digunakan untuk produksi juga dapat mengakibatkan terjadinya
financial distress. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu
menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan
bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat
diatasi.
Selain kedua hal tersebut faktor debitor juga harus diantisipasi untuk
menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang.
Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu
11
pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang
tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu
memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan
perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.
2.1.3
Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hal
yang positif untuk melihat tanda-tanda awal kabangkrutan bagi perusahaan
khususnya. Menurut (Hanafi, 2003:261) informasi prediksi kebangkrutan dapat
bermanfaat untuk:
1.
Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang
pemberian pinjaman dan monitoring.
2.
Investor
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap
surat berharga perusahaan.
3.
Pihak pemerintah
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa
dilakukan terutama terhadap perusahaan BUMN.
4.
Akuntan
Informasi kebangkrutan digunakan untuk menilai kemampuan going concern
suatu perusahaan.
12
5.
Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah
preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari dan atau diminimalisir.
2.1.4
Rasio-Rasio yang Digunakan dalam Menganalisis Laporan Keuangan
Analisis
laporan
keuangan
adalah
menguraikan pos-pos laporan
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang
bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik
antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses
menghasilkan keputusan tepat (Sofyan, 2010:189). Rasio adalah suatu rumusan
secara sistematis dari hubungan atau korelasi antara suatu jumlah dengan jumlah
tertentu lainnya. Rasio keuangan atau financial ratio adalah angka yang diperoleh
dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang
mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Sofyan, 2010:297).
Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima
macam kategori, yaitu :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek
perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap
hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan).
Meskipun rasio ini tidak bicara masalah kewajiban jangka panjangnya, dan
biasanya relatif tidak penting dibandingkan rasio solvabilitas, tetapi rasio
13
likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi
solvabilitas perusahaan. Dua rasio likuiditas jangka pendek yang sering
digunakan adalah current ratio dan quick ratio.
a. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang
jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang
akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus
bisnis). Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi,
sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan
aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik
terhadap profitabilitas perusahaan.
b. Quick Ratio
Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan),
persediaan biasanya dianggap merupakan asset yang paling tidak likuid.
Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk
sampai menjadi kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk
menjadi kas semakin lama, dan juga ketidakpastian nilai persediaan.
2. Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa
tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas
yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin
besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Dana
14
kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih
produktif.
Empat rasio aktivitas antara lain:
a. Rata-Rata Umur Piutang
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk
melunasi piutang (merubah piutang menjadi kas). Semakin lama rata-rata
piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Semakin
besar rata-rata umur piutang berarti semakin besar dana yang tertanam
pada piutang.
b. Rasio Perputaran Persediaan
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya
persediaan berputar dalam satu tahun dan ini menandakan
efektivitas
manajemen persediaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah
menandakan
tanda-tanda
mis-manajemen
seperti
kurangnya
pengendalian persediaan yang efektif.
c. Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan
aktiva
tetapnya.
sejauh
mana
Semakin
efektivitas perusahaan
tinggi
rasio
menggunakan
ini berarti semakin efektif
penggunaan aktiva tetap tersebut.
15
d. Rasio Perputaran Total Aktiva
Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung
efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya
menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah
harus membuat manajemen mengevaluasi strategi pemasarannya dan
pengeluaran modalnya.
3. Rasio Solvabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah
perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya.
Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan
demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Rasio yang digunakan
adalah rasio hutang. Rasio ini menghitung seberapa jauh dana disediakan
oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage
keuangan yang tinggi. Penggunaan leverage keuangan yang tinggi akan
meningkatkan return on equity dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila
penjualan menurun, return on equity akan menurun cepat pula.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio
ini
mengukur
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Ada
tiga rasio profitabilitas, yaitu : profit margin, return on total asset (ROA), dan
return on equity (ROE).
16
a. Profit Margin Ratio
Profit
margin
menghitung
sejauh
mana
kemampuan
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
perusahaan
Rasio ini
bisa diinterprestasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan
biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Profit
margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan
laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang rendah
menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya yang
tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu,
atau kombinasi dari kedua hal tersebut.
b. Return On Total Asset (ROA)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan
efisiensi manajemen asset, yang berarti efisiensi manajemen.
c. Return On Equity (ROE)
Rasio
ini
mengukur
berdasarkan
modal
kemampuan
saham
tertentu.
perusahaan
Rasio ini
menghasilkan
merupakan
laba
ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
2.1.5
Metode Altman dalam Memprediksi Financial Distress
Kegiatan
analisis laporan keuangan suatu perusahaan untuk melakukan
prediksi kondisi masa depan bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi perusahaan
sangat rentan akan pengaruh ekonomi nasional dan global. Oleh karena itu alat
17
prediksi financial distress yang di gunakan pada perusahaan harus mempunyai
ketepatan prediksi yang baik dengan memperhatikan karakteristik perusahaan.
Ketepatan prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi
keuangan yang sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten
melakukan perbaikan kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada
ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang dihadapi pada
kenyataannya prediksi masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan.
Prediksi kesulitan keuangan salah satunya dikemukakan oleh seorang
profesor di New York University bernama Edward Altman yang disebut dengan
Altman Z-Score (1968). Rumus Z-Score ini menggunakan komponen laporan
keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya
perusahaan. Model Altman Z-Score (1968) merupakan salah satu model analisis
multivariat yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan
tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Altman
menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk
melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut.
Kelima rasio keuangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Working Capital to Total Assets
Rasio working capital to total assets termasuk ke dalam rasio likuiditas
yang merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio working capital to total assets
terdiri dari 2 komponen, yaitu modal kerja dan total aktiva. Modal kerja di
peroleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Hasil perhitungan
18
working capital merupakan nilai keefektifan modal kerja yang digunakan
perusahaan. Apabila nilai yang diperoleh tinggi maka mengindikasikan
kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran
persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan
apabila nilainya rendah maka mengindikasikan adanya kelebihan hutang
jangka pendeknya, sehingga akan berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas
perusahaan.
Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua
adalah aktiva. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva
adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada
perusahaan. Besar kecilnya nilai aktiva sangat menentukan keberlangsungan
usaha di masa depan, mengingat potensinya yang berbentuk sumbangan yang
diberikan oleh manfaat aktiva tersebut.
Dari dua komponen tersebut perhitungan rasio working capital to total
assets dilakukan. Sedangkan pengertian rasio working capital to total assets
adalah rasio yang mendeteksi kemampuan likuiditas dari total aktiva dan posisi
modal kerja (neto). Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan, maka dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas
perusahaan seperti indikator ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak,
utilitas modal (kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tidak terkendali
dan beberapa indikator lainya. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio
working capital to total assets adalah:
19
Working Capital to Total Assets =
������� ������ −������� �����������
����� ������
2. Retained Earning to Total Assets
Retained earning to total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat
mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang
ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba di bandingkan
dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha.
Rasio retained earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu laba di
tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di akumulasikan
dalam suatu keuntungan setelah dividen di bayarkan. Laba di tahan adalah laba
tak di bagi atau surplus yang di peroleh. Rasio retained earning to total assets
dapat dihitung dengan rumus :
Retained Earnings to Total Assets =
�������� �������
����� ������
3. Earning Before Interest And Tax to Total Assets
Rasio earning before interest and tax to total assets juga termasuk ke
dalam rasio profitabilitas yang merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio earning before interest and tax
to total assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
20
modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham. Rasio
ini dapat dihitung dengan rumus :
Earning Before Interest and Tax to Total Assets =
����
���� � ������
4. Market Value Equity to Book Value Of Total Debt
Rasio market value equity to book value of total debt termasuk ke dalam
rasio aktivitas yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio
market value equity to book value of total debt merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap
hutangnya melalui modalnya sendiri. Rasio market value equity to book value
of total debt dapat dihitung dengan rumus :
Market Value Equity to Book Value of Total Debt =
������ ����� ������
���� ����� �� ����� ����
5. Sales to Total Assets
Rasio sales to total assets juga termasuk kedalam rasio aktivitas. Rasio
sales to total assets merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana
perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu
periode tertentu. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
21
menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio ini dapat dihitung
dengan rumus :
Sales to Total Assets =
�����
����� ������
Z-Score Altman (1968) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: (Cheng F. Lee 1984:97)
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan :
Z : Overall Index
X1 : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aktiva)
X2 : Retained Earnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aktiva)
X3 : Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (laba sebelum
pajak dan bunga dibagi total aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of debt (nilai pasar modal
dibagi dengan nilai buku hutang)
X5 : Sales to Total Assets (penjualan dibagi total aktiva)
Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan
keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.
22
Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan dengan tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Interprestasi Nilai Z-Score
Nilai Z-Score
INTERPRESTASI
Z > 2,99
Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi
keuangan
Perusahaan memiliki sedikit masalah dengan kondisi
keuangan (meskipun tidak serius)
Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan
jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam
manajemen maupun struktur keuangan
Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius
2,7 < Z < 2,99
1,88 < Z < 2,69
Z < 1,88
Sumber :Financial Analysis and Planning, (Cheng F. Lee 1984:99)
2.1.6
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang biasa
digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar variabel dimana sudah
bisa dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas) (Ghozali, 2006
:289). Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana
variabel respon berupa data kualitatif (misalnya, laki-laki atau perempuan,
bangkrut atau tidak bangkrut) dan variabel penjelas berupa data kuantitatif.
Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau
observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan
sejumlah variabel penjelas. Analisis diskriminan mempunyai asumsi bahwa
sejumlah variabel penjelas harus berdistribusi normal dan matriks kovarian kedua
kelompok harus sama.
23
Jika dianalogikan dengan regresi linier, maka analisis diskriminan
merupakan kebalikannya. Pada regresi linier, variabel respon yang harus
mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel penjelas
diasumsikan tetap, artinya variabel penjelas tidak disyaratkan mengikuti sebaran
tertentu. Analisis diskriminan, variabel penjelasnya seperti sudah disebutkan di
atas harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis, sedangkan variabel
responnya tetap.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
1. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003)
Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi telah melakukan
penelitian tentang Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profit
margin, rasio likuiditas, rasio efisiensi operasi, rasio profitabilitas, rasio
financial leverage, rasio posisi kas, rasio pertumbuhan. Pengujian dalam
penelitian
dengan
menggunakan
regresi
logit
untuk
mengetahui
kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress
suatu perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Rasio-rasio keuangan
dapat
digunakan
untuk
memprediksi
financial distress suatu perusahaan.
2. Rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial
distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin yaitu laba bersih
24
dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang
lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva
lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu
rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH
NI/TA).
2. Aprilianasari Pudjiono (2009)
Aprilianasari Pudjiono telah melakukan penelitian tentang Prediksi
Corporate Financial Distress yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public di
Indonesia dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model altman (ZZcore). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio,
quick ratio, working capital to total asset ratio, inventory turnover,
working capital turnover, debt to equity ratio, debt ratio, long term debt to
equity ratio, net profit margin, return on equity, return on assets, price
earning ratio. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang tercatat di BEI periode 2006-2008. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan.
Hasil penelitian ini adalah dari 14 rasio keuangan yang
diidentifikasi dan dianalisis, terpilih 3 rasio yang paling dominan dalam
membedakan perilaku perusahaan yang mengalami financial distress dan
nonfinancial distress yaitu working capital to total assets ratio, long-term
debt to equity ratio, dan price earning ratio.
25
3. Riesta Devi Kumalasari (2012)
Riesta Devi Kumalasari telah melakukan penelitian tentang
Indikasi Financial Distress Berdasarkan Analisis Z-Score Altman Pada
Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun
2008-2010. Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan
oleh Altman. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010. Pengujian
dalam penelitian dengan menggunakan analisis diskriminan. Penelitian
ini memberikan hasil bahwa variabel modal kerja terhadap total aktiva,
EBIT terhadap total aktiva, nilai pasar modal terhadap nilai buku hutang,
penjualan terhadap total aktiva berpengaruh positif yang signifikan untuk
mengetahui indikasi
pengelompokan perusahaan
yang mengalami
financial distress. Sedangkan variabel laba ditahan berpengaruh negatif
atau berlawanan terhadap penentuan indikasi financial distress perusahaan
tekstil. Variabel penjualan terhadap total aktiva merupakan variabel yang
paling berpengaruh signifikan untuk mengetahui perusahaan yang
mengalami financial distress.
4. Nico Tantra Hartoyo (2014)
Nico Tantra Hartoyo telah melakukan penelitian tentang Prediksi
Financial Distress Menggunakan Analisis Diskriminan Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011.
Variabel yang digunakan adalah rasio-rasio yang ditetapkan oleh Altman.
26
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2010-2011, pemilihan sampel dengan
menggunakan metode purposive sampling. Pengujian dalam penelitian
dengan
menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini memberikan
hasil bahwa variabel working capital/total assets, retained earning/total
assets, EBIT/total assets, market value equity/book value of total debt,
sales/total assets berpengaruh positif yang signifikan terhadap kondisi
perusahaan. Rasio retained earning/total asset merupakan variabel yang
paling berpengaruh signifikan dalam model diskriminan.
27
Secara ringkas, hasil penelitian terdahulu disajikan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Luciana
Spica
Almilia dan
Emanuel
Kristijadi
(2003)
Judul
Analisis Rasio
KeuanganUntuk
Memprediksi
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Jakarta.
Aprilianasari Prediksi
Pudjiono
Corporate
(2009)
Financial
Distress yang
Terjadi
Pada
Perusahaan Go
Public
di
Indonesia
dengan
Menggunakan
Analisis
Diskriminan
Model altman
(Z-Zcore)
Variabel yang
Digunakan
Metode
Analisis
Hasil yang Diperoleh
Profit
margin, Regresi
rasio likuiditas, Logit
rasio
efisiensi
operasi,
rasio
profitabilitas,
rasio
financial
leverage,
rasio posisi kas,
rasio
pertumbuhan
Rasio keuangan yang
paling dominan dalam
menentukan financial
distress
suatu
perusahaan
adalah
rasio profit margin
yaitu
laba
bersih
dibagi
dengan
penjualan (NI/S), rasio
financial
leverage
yaitu hutang lancar
dibagi dengan total
aktiva (CL/TA), rasio
likuiditas yaitu aktiva
lancar dibagi dengan
hutang
lancar
(CA/CL),
rasio
pertumbuhan
yaitu
rasio
pertumbuhan
laba bersih dibagi
dengan total aktiva
(GROWTH NI/TA).
current
ratio, Analisis
quick
ratio, Diskriminan
working capital
to total asset
ratio, inventory
turnover,
working capital
turnover, debt to
equity ratio, debt
ratio, long term
debt to equity
ratio, net profit
margin, return
on equity, return
on assets, price
earning ratio
Dari
14
rasio
keuangan
yang
diidentifikasi
dan
dianalisis, terpilih 3
rasio yang paling
dominan
dalam
membedakan perilaku
perusahaan
yang
mengalami financial
distress
dan
nonfinancial distress
yaitu working capital
to total assets ratio,
long-term debt to
equity ratio, dan price
earning ratio.
28
Nama
Judul
Peneliti
Riesta Devi Indikasi
Kumalasari
Financial
(2012)
Distress
Berdasarkan
Analisis ZScore Almant
Pada
Perusahaan
Tekstil yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Selama Tahun
2008-2010
Variabel yang
Digunakan
Working Capital
to Total Asset,
Retained
Earnings to
Total Assets,
Earnings Before
Interest and
Taxes to Total
Assets,
Market Value of
Equity to Book
Value of debt ,
Sales to Total
Assets
Nico Tantra Prediksi
Hartoyo
Financial
(2014)
Distress
Menggunakan
Analisis
Diskriminan
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
Tahun 20102011
Working Capital
to Total Asset,
Retained
Earnings to
Total Assets,
Earnings Before
Interest and
Taxes to Total
Assets,
Market Value of
Equity to Book
Value of debt ,
Sales to Total
Assets
Metode
Hasil yang Diperoleh
Analisis
Analisis
Variabel modal kerja
Diskriminan terhadap total aktiva,
EBIT terhadap total
aktiva, nilai pasar
modal terhadap nilai
buku
hutang,
penjualan
terhadap
total
aktiva
berpengaruh
positif
yang signifikan untuk
mengetahui indikasi
pengelompokan
perusahaan
yang
mengalami financial
distress.
Sedangkan
variabel laba ditahan
berpengaruh
negatif
terhadap
penentuan
indikasi
financial
distress.
Variabel
penjualan
terhadap
total aktiva merupakan
variabel yang paling
berpengaruh signifikan
untuk
mengetahui
perusahaan
yang
mengalami financial
distress.
Analisis
working capital/total
Diskriminan asset,
retained
earning/total
asset,
EBIT/total
asset,
market
value
equity/book value of
total
liabilities,
sales/total
asset
berpengaruh
positif
yang
signifikan
terhadap
kondisi
perusahaan.
Rasio
retained earning/total
asset
merupakan
variabel yang paling
berpengaruh signifikan
dalam
model
diskriminan.
Sumber: Data Diolah Oleh Penulis, (2015)
29
2.2 Kerangka Konseptual
Perusahaan yang mengalami
Financial Distress
Perusahaan yang tidak
mengalami Financial Distress
Working Capital to Total
Asset
Working Capital to Total
Asset
Retained Earnings to Total
Assets
Retained Earnings to Total
Assets
BERBEDA
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Sales to Toatal Asset
Sales to Toatal Asset
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual I
30
Working Capital to Total Asset
Retained Earnings to Total Assets
Earning Before Interest and
Tax to Total Asset
Financial Distress
Market Value of Equity
to Book Value of Total Debt
Sales to Total Asset
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual II
31
Dari kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan bahwa :
Rasio working capital to total assets menunjukkan potensi cadangan kas
yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar.
Semakin besar rasio ini maka semakin baik, karena modal kerja merupakan
ukuran keamanan dari kepentingan kreditur jangka pendek dan juga sebagai dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Jadi, semakin besar rasio working capital to
total assets menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan
terhindar dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio working capital
to total assets menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress.
Rasio retained earnings to total assets menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba
ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.
Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan
perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang
saham. Jadi, semakin besar rasio retained earnings to total assets maka semakin
besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress. Sebaliknya,
semakin kecil rasio retained earnings to total assets maka semakin besar
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio earning before interest and tax to total assets menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum
32
pembayaran bunga dan pajak. Jadi, semakin besar rasio earning before interest
and tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar
dari financial distress. Sebaliknya, semakin kecil rasio earning before interest and
tax to total assets maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress.
Rasio market value equity to book value of debt menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modal
sendiri. Jadi, semakin besar rasio market value equity to book value of debt maka
semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress.
Sebaliknya, semakin kecil rasio market value equity to book value of debt maka
semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Rasio sales to total assets menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari
volume penjualan, dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva
menciptakan penjualan. Rasio perputaran total aktiva yang tinggi menunjukkan
semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan.
Semakin
efektif
perusahaan
menggunakan
aktivanya
untuk
menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin
besar bagi perusahaan. Jadi, semakin besar rasio sales to total assets maka
semakin besar kemungkinan perusahaan terhindar dari financial distress.
Sebaliknya, semakin kecil rasio sales to total assets maka semakin besar
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
33
2.3 Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah :
H1= Rasio-rasio keuangan yang terdiri dari working capital to total assets
(X1), retained earnings to total assets (X2), earning before interest and
tax to total assets (X3), market value of equity to book value of debt
(X4), sales to total assets (X5) berpengaruh positif signifikan dalam
membedakan kelompok financial distress dan nonfinancial distress.
H2= Variabel working capital to total asset (X1) adalah variabel independen
yang paling dominan dalam memprediksi financial distress.
34