Teori Projecting Back Telaah atas Pemiki

TEORI PROJECTING BACK
(Telaah Atas Pemikiran Joseph Schacht)
Juliana Sari
NIM : 12531162
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adi Sucipto, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Abstrak
Joseph Schacht merupakan salah satu dari kalangan orientalis yang meneliti hadis
untuk mencari keotentikan dan kevaliditasan hadis tersebut. Schacht dibekali
dengan salah satu teorinya yaitu back projection, merupakan usaha rekonstruksi
yang dilakukan oleh fabricated hadis sehingga dengan memproyeksikan sanad
kebelakang menjadikan hadis tersebut memiliki otoritas hukum tertinggi
Kata Kunci : Orientalis, Joseph Schacht, Back Projection.

PENDAHULUAN
Kajian terhadap hadis merupakan salah satu kajian yang diminati oleh
kalangan orientalis. Salah satu tokoh dari kalangan orientalis yang berpengaruh
dalam mengkaji hadis adalah Joseph Schacht yang meneliti hadis-hadis hukum
kemudian dituangkan dalam karyanya yang fenomenal yaitu The Origin of

Muhammadan Juresprudance1. Pemilihan tokoh Joseph Schacht dalam tulisan ini
ditujukan sebagai apresiasi atas pemikirannya sehingga menjadikan umat muslim
tidak mengalami stagnasi dalam kajian hadis
Berbicara tentang tokoh orientalis tidak terlepas dari teori yang mereka
tawarkan, begitu juga dengan Joseph Schacht yang mempertegas argumennnya
ketika ingin membuktikan otetisitas dan mencari validitas hadis dengan teori
Joseph Schacht, The origin of Muhammad Jurisprudence (Oxford : Clarendon
Press, 1967)
1

1

common link, argumentum e silentio, dan back projection (projecting back) yang
telah disusun secara sistematis. Namun dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan
fenomena back projection dalam periwayatan hadis karena fenomena tersebut
sebagai usaha pertama kali ketika common link ingin menjadikan jalur sanadnya
tersambung hingga Nabi
BIOGRAFI JOSEPH SCHACHT
Joseph Schacht (yang kemudian dipanggil Schacht) terlahir di bumi
Ratibor Polandia pada tanggal 15 Maret 1902. Schacht berasal dari keluarga yang

cukup religius. Ayahnya, Eduard Schacht adalah seorang katolik roma dan guru
sekolah luar biasa (SLB), ibunya bernama Maria Mohr. Pada tahun 1943 dia
menikahi wanita Inggris yang bernama louise Isobel Dorothy, anak perempuan
dari Joseph Coleman. Atmosfir religiusitas dan pendidikan dari keluarga telah
memberinya kesempatan untuk menjadi akrab dengan tuntunan agama Kristen dan
bahasa Hebrew. Inilah yang menjadi titik poin penting yang nantinya akan
membantu pemahamannya terhadap studi keagamaan.2
Kajian Schacht mengenai dunia timur diawali dengan belajar mengenai
ideologi klasik, teologi dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Berslauw dan
Universitas Leipzig. Gelar Doktor diraihnya dalam usia yang sangat muda di
umur 21 pada tahun 1923. Tahun 1925 ia diangkat menjadi dosen di Universitas
Fribourg. Tahun 1929 dalam usia 27 tahun, ia diangkat menjadi guru besar. Tahun
1932 ia pindah ke Universitas Kingsbourg. Dua tahun setelah itu ia meninggalkan
Jerman, lalu mengajar Tata Bahasa Arab dan Bahasa Suryani di Universitas Fuad
Awai, kini Universitas Cairo, Mesir. Di Mesir ia hanya tinggal selama lebih
kurang tujuh tahun yakni hingga tahun 1939. Pada Perang Dunia II, Schacht
meninggalkan Cairo lalu pindah ke Inggris dan bekerja di Radio BBC London.

Sebagaimana dikutip oleh Khoirul Hadi dalam Joseph Schacht’s Contribution
To The Study Of Islamic Law, Tesis, (Kanada: Institute of Islamic Studies McGill

University, 1992), hlm. 4-5
2

2

Kemudian tahun 1954 ia pindah ke Universitas Colombia New York sebagai Guru
Besar, sampai meninggalnya tahun 1969.3
Adapun karya ilmiyah yang pernah ditulisnya adalah The Origin of
Muhammad Jurisprendence (Oxford : Clarendon Press, 1950), An Introduction to
Islamic Law ( Oxford : Clarendon Press, 1964), Islamic Law dalam The
Encyclopedia of Social Science (1932), Pre Islamic Background and Early
Development of Jurisprudence Dalam Law in Middle East : Origin and
Development (Washington, DC. The Middle East Institute, 1995) kemudian
Theology and Law in Islam (Wiesbaden : Otto Harrosowitz, 1971)4
PANDANGAN JOSEPH SCHACHT TERHADAP HADIS
Schacht mendefinisikan sunnah sebagai “tradisi yang hidup (living
tradition) dalam mazhab-mazhab fiqh klasik, yang berarti kebiasaan atau “praktek
yang disepakati secara umum (‘amal, al-amar al-mujtama’ ‘alaih).5 Dalam An
Introduction to Islamic Law ia mengatakan :
At an early period the ancient Arab idea of sunna, precedent or normative

custom, reasserted itself in Islam. The Arabs were, and are, bound by
tradition and precedent. Whatever was customary was right and proper;
whatever the forefathers had done deserved to be imitated. This was the
golden rule of the Arabs whose existence on a narrow margin in an
unpropitious environment did not leave them much room for experiments
and innovations which might upset the precarious balance of their lives. In
this idea of precedent or sunna the whole conservatism of the Arabs found
expression.6

Sebagaimana dikutip oleh Erwin Hafid dalam Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1995) hlm. 19-20
3

Wahyudin Darmalaksana, Hadis di Mata Orientalis : Telaah atas Pandangan
Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht (Bandung : Benang Merah Press, 2004) hlm. 110
4

5

Joseph Schacht, The origin of Muhammad......hlm. 58


Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law ( Oxford : Clarendon Press,
1964) hlm. 17
6

3

Joseph Schacht menegaskan bahwa tidak dapat ditemukan satupun hadis
Nabi, terutama berkaitan dengan hukum, yang dapat dianggap sebagai hadis yang
asli dari Nabi7. Kemudian Schacht berpendapat bahwa pada masa awal Islam
tidak dikenal dengan istilah “Sunnah Nabi (Sunna of the Prophet)”. Kata Sunnah
Nabi itu sendiri secara autentik dapat dibuktikan dengan sebuah surat yang
dikirimkan oleh Abdullah ibn Ibad, seorang pemimpin Khawarij, kepada Khalifah
Umayyah ‘Abd al-Malik sekitar tahun 76H/695 M.8
Dalam mengkaji hadis Schacht lebih fokus pada aspek sanad dari pada
aspek matan, karena Schacht menilai bahwa sanad hadis adalah bukti adanya
kesewanang-wenangan dan kecerobohan yang dilakukan para ulama pada saat
itu.9 Sebagaimana kutipan Schacht berikut,
The isnad were often put together very carelessly. Any
typical representative of the group whose doctrine was to

be projected back on to an ancient authority could be
chosen at random and put into the Isnad; where other
consideration exclude the possibility of the transmission of
a genuine old doctrine by several persons10
Schacht berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk mendukung pendapat
bahwa praktek penggunaan isnad itu lebih dari permulaan abad kedua hijirah.
Schacht menolak bahwa sanad sudah ada pada abad pertama hijriah karena sanad
baru mulai terlihat pada peristiwa fitnah (Perang sipil) dikalangan umat islam
yang terjadi pada tahun 126 H. Schacht mengatakan bahwa fitnah yang dimaksud
adalah fitnah yang dimulai dengan terbunuhnya Walid bin Yazid yaitu seorang
khalifah Bani Umayyah. Kemudian menemukan data historis bahwa peristiwa
tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Sirrin yang wafat pada tahun 110 H, sehingga

7

Joseph Schacht, The origin of Muhammad......hlm. 149

8

Joseph Schacht, An Introduction........hlm. 17-18


9

Wahyudin Darmalaksana, Hadis di Mata Orientalis .......hlm. 115

10

Joseph Schacht, The origin of Muhammad......163
4

Schacht menyimpulkan riwayat ini palsu karena tidak mungkin orang yang sudah
mati meriwayatkan hadis.11
Pada awalnya Schacht menganggap bahwa sanad merupakan rudimentary
(pemakaian sementara) yang selanjutnya berkembang secara perlahan. Pada abad
ketiga yakni pada masa canonical (penulisan hadis secara resmi dalam kutub alsittah), sanad menjadi sempurna yaitu tersambung hingga ke Nabi. Sehingga
perkembangan sanad yang seperti itu dikenal dengan suatu proses proyeksi ide ke
generasi yang lebih tua (projecting back). Akibatnya, semakin lengkap sanad
tersebut, maka semakin belakangan munculnya.12
Schacht mengklaim bahwa adanya otoritas-otoritas tambahan dibuat untuk
menyingkirkan keberatan hadis yang terisolasi seperti yang dicontohkan oleh

Schacht menunjukkan proses pembuatan otoritas. Misal, Malik merujuk kepada
instruksi yang diberikan oleh ‘Umar mengenai zakat tanpa isnad, tetapi kemudian
instruksi yang diberikan itu dikembangkan dalam Musnad Ibnu Hanbal dan dalam
koleksi hadis klasik dimana isnadnya menjadi lengkap dan diproyeksikan ke
belakang, yakni kepada Nabi.13
Projecting back merupakan usaha rekonstruksi sanad yang dilakukakn oleh
common link yang berasal dari kalangan tabi’in (misal si A). Fenomena tersebut
dapat dilihat ketika suatu hadis diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang
periwayat pada generasi setelah tabi’in sehingga muncul beberapa jalur sanad.
Selanjutnya si A ingin menjadikan hadis yang diriwayatkannya memiliki otoritas
yang lebh tinggi maka A melakukan rekonstruksi sanad hingga ke level sahabat
dan level tertinggi yaitu Nabi. Terkadang si A juga menambah jalur-jalur diatasnya
selain jalur periwayat yang pertama14 sebagaimana bagan berikut;
11

12

Joseph Schacht, The origin of Muhammad......hlm.37
Joseph Schacht, The origin of Muhammad......hlm.163


Sebgaimana dikutip
Muhammad.....hlm. 166-167
13

oleh

Kamaruddin Amin

dalam

The

origin

of

Munawir. “Hadis Nabi di Mata Orientalis: Telaah Terhadap Kritik Otentisitas
dan Kritk Sanad Joseph Schacht” dalam Orientalisme Al-Quran dan Hadis (Nawesa press
14


5

Bagan diatas meupakan contoh sebuah hadis yang diambil dari Bab
ikhtilaf al-hadis, 294. Schacht menegaskan bahwa common link pada gambar
diatas adalah Amr ibn Abi Amr, seorang budak yang telah dibebaskan oleh
Muthalib15
Dengan melihat bagan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketika Amr
ibn Abi Amr ingin mendapatkan otoritas periwayatannya, ia memproyeksikan
hadis dalam Bab ikhtilaf al-hadis tersebut kepada periwayat yang memiliki
otoritas yang lebih tinggi darinya yaitu Muthalib. Kemudian Muthalib
memproyeksikan kembali ke otoritas yang lebih tinggi di kalangan sahabat yaitu
Jabir bin Abdullah hingga ke otoritas tertinggi sehingga menjadikan sanad
tersebut memiliki legitimasi dari pemilik otoritas tertinggi. Tidak hanya sampai di
situ, Amr ibn Abi Amr menambahkan dua jalur periwayat lain disamping jalur
: Centre for Study of Islam in North America, Western Europe and Southeast Asia Press,
2007) hlm. 186
15

Joseph Schacht, The origin of Muhammad......hlm. 172
6


periwayatan yang utama sehingga tidak terjadi single strand (jalur periwayatan
tunggal)
TANGGAPAN TERHADAP JOSEPH SCHACHT
Pemikiran Schacht terhadap hadis menuai pro dan kontra, tidak hanya dari
kalangan muslim seperti M.M. Azami tapi juga dari kalangan orientalis seperti
Juyinboll yang menangkap secara totalitas teori yang ditawarkan oleh Schacht
dengan memperluas perspektifnya meskipun berbeda dalam beberapa poin
penting. Dalam memberikan penanggalan hadis, Juyinboll selalu mengajukan tiga
pertanyaan yaitu di mana, kapan dan oleh siapa hadis tersebut disebarkan.
Sehingga diakhir kesimpulannya, Juyinboll menganggap common link sebagai
orang yang bertanggung jawab pada, disamping matan, nama-nama yang
menghubungkan masa mereka dengan masa otoritas pertama.16
Kemudian kritik yang dilontarkan oleh Harald Motzki terhadap Schacht
adalah terfokus pada Mushannaf ‘Abdur ar-Razzaq ash-Shan’ani (w. 211/826).
Motzki menentang sejumlah klaim goldziher dan schacht terkait perkembangan
jurisprudece islam awal dan hadis-hadis hukum. Motzki menyimpulkan bahwa
dalam kitab Mushannaf tersebut Abdur Razzaq telah menerimanya dari empat
otoritas utama yaitu ( Ma’mar, Ibnu Juraij, Ats-Tsauri, dan Ibnu ‘Uyainah). Dalam
kasus ini Motzki manampilkan salah seorang dari empat otoritas diatas yaitu
ulama dari Mekkah yaitu Ibnu Juraij yang menghimpun sepertiga dari kitab
Mushannaf dan terdiri dari sekitar 5000 hadis. Menurut Motzki tidak mungkin
Ibnu Juraij menisbatkan materinya kepada otoritasnya dengan cara serumit itu 17
dan terbukti delapan persen materinya tidak bernama (anonymous) sehingga
16

Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis (Jakarta : Hikmah, 2009) hlm. 161

39 persen dari ‘Atha’, 7 persen dari Amr bin Dinar, 6 persen dari Ibnu Syihab, 5
persen dari Ibnu Tawus, 4 persen dari Abu az-Zubair, 3 persen dari Abdul karim, 2 persen
dari Hasyim bin ‘Urwah dan 2 persen dari yahya bin Sa’id, antara 0.5 persen hingga 1
persen masing-masing dari Ibnu Abi Mulaikah, Musa bin ‘Uqbah, ’Amr bin Syu’aib
kelompok lain dengan 10 nama sebanyak 7 persen, 86 orang sebanyak 20 persen dengan
teks yang sangat sedikit kemudian 1 persen pendapat hukum personal dari Ibnu Juraij
lihat pada Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis........hlm.130
17

7

Motzki berindikasi bahwa Ibnu Juraij tidak memalsukan informannya. Selain itu
Motzki berpadangan bahwa Ibnu Juraij tidak meriwayatkan secara langsung
ajaran dari gurunya seperti Nafi’, Ibnu Syihab dan ‘Atha’ bahkan ia meriwayatkan
secara langung dari ajaran-ajarannya. Selanjutnya Juraij yang mengerti dengan
baik tentang isnad tapi meriwayatkan dari Nabi dengan sebuah isnad yang
bersambung hanya kurang satu link sebelum dirinya yang begitu mudah
dipalsukan sehinnga Motzki dengan kesimpulan akhirnya, teori back projection
yang dipromosikan oleh Schacht tidak berlaku dalam kasus riwayat Ibnu Juraij.18
Menurut Sahiron Syamsuddin, sebagai seorang akademisi tidak dapat
mengeneralisir secara apriori bahwa seluruh pandangan Barat tentang hadis adalah
negatif karena diantara pemikiran dan metode mereka ada yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan

secara

epistemologis.

Tugas

selanjutnya

adalah

melakukan pembahasan yang mendetail sesuai aturan akademik.19
KESIMPULAN
Joseph Schacht merupakan seorang orientalis kelahiran Ratibor Polandia tanggal
15 Maret 1902 dari keluarga yang cukup religiusan Kajian pertamanya terhadap
hadis dimulai dengan penelitian terhadap naskah klasik dan fokus pada kajian
filologi.
Salah teori yang pelopori oleh Schacht adalah teori back projection atau
projecting back yaitu penyandaran sanad kebelakang hinggga memperoleh
legimitasi dan otoritas hukum tertinggi sehingga menjadikan hadis yang muncul
belakangan semakin kuat sanadnya. Singkat kata projecting back merupak usaha
rekonstruksi sanad yang dilakukan oleh pembuat hadis. Akhir dari kesimpulan
dari teori projectig back adalah penegasan bahwa hadis bukan bersumber dari
Nabi melainkan hanya buatan kalangan ulama fiqih abad dua hijriah yaitu pada
level tabi’in.
18

Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis ........hlm. 131

Sahiron Syamsuddin “ Pemetaan Penelitian Orientalis Terhadap Hadis” dalam
Orientalisme Al-Quran dan Hadis ........hlm. 54
19

8

Pemikiran Schacht menuai pro dan kontra, Juynboll yang juga merupakan
salah satu dari kalangan orientalis mengembangkan teori Schacht yaitu fokus pada
penelitian common link. Tidak hanya yang pro terhadap Schacht, kritikan juga
datang dari Harald Motzki yang mengatakan bahwa teori projecting back yang
dikenalkan oleh Schacht tidak berlaku pada kasus Ibnu Juraij dalam Mushannaf
Abdur Razzaq .
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Kamaruddin. Metode Kritik Hadis. Jakarta : Hikmah. 2009
Darmalaksana,Wahyudin. Hadis di Mata Orientalis : Telaah atas Pandangan Ignaz
Goldziher dan Joseph Schacht. Bandung : Benang Merah Press. 2004
Hadi, Khoirul. Pemikiran Joseph Schacht Terhadap Hadis :Pendekatan Ushul Fikih .
Kontemplasi Vol 01 No 02. 2013
Hafid, Erwin. Musafa Azami dan Krtik Pemikiran Hadis Oreintalis, Al-Fikr, vol. 14 no. 2.
2010
Nur Kholis Setawan dan Sahiron Syamsuddin, Orientalisme Al-Quran dan Hadis.
Nawesa press : Centre for Study of Islam in North America, Western Europe
and Southeast Asia Press. 2007.
Schacht, Joseph. An Introduction to Islamic Law . Oxford : Clarendon Press. 1964
Schacht, Joseph. The origin of Muhammad Jurisprudence. Oxford : Clarendon Press.
1967

9