Akurasi arah kiblat mushalla sekolah menengah atas (SMA) di kota Tangerang

(1)

0123045

0307

15890

2470990

41907

07

004

40

5

10

030

413545

!"#$%&'()

$*+$!'$"$%&",)&-!' .!&$&$%&'/$0$%1

2

3!'4

09074235

55678799:7:97:

143045

05543045

13000

5490

330

425

07;09

09

4<017475<07

=012904

4<03507

0

7212

25

4<035=

750<029907

>01030


(2)

(3)

(4)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2011


(5)

ii

Nama : Almahsuri NIM : 107044202402

Jurusan : Administrasi Keperdataan Islam Fakultas : Syariah dan Hukum

Judul Skripsi : Akurasi Arah Kiblat Mushalla SMA di Kota Tangerang

ABSTRAK

Keakuratan arah kiblat merupakan hal yang sangat penting karena merupakan salah satu dari syarat syah sholat. Tujuan penelitian Akurasi Arah Kiblat Mushalla Sekolah Menengah Atas (SMA) ini untuk mengetahui secara obyektif kesesuaian arah kiblat mushalla yang ada di sekolah -sekolah menengah atas di Kota Tangerang dengan kaidah-kaidah normatif yang terdapat dalam Ilmu Falak, serta untuk mengetahui metode yang digunakan oleh sekolah dalam menentukan arah kiblat.

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 mushalla SMA di Kota Tangerang pada bulan Maret 2011 hingga April 2011. Alat dan bahan yang digunakan antara lain kompas, Calculator Casio type fx-350MS, gambar segitiga arah kiblat yang dicari, penggaris, busur, alat tulis, flashdisk dan seperangkat komputer dengan Office 2007 dan pedoman wawancara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekat kuantitatif dengan analisis deskriptif.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data besar sudut arah kiblat mushalla dan arah kiblat seharusnya, data lokasi mushalla, data penyimpangan arah kiblat, selain itu didukung data lintang dan bujur Mekah dan tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya, serta profil muhsalla tersebut. Sampel yang diambil berjumlah 30 mushalla (30 sekolah) di enam kecamatan yakni Tangerang, Cipondoh, Pinang, Cimone, Ciledug, dan Karang Tengah dari jumlah keseluruhan 86 sekolah dalam dua belas kecamatan. Teknik pengumpulan data dengan pengukura n langsung di lapangan dan analisis dokumentasi, yaitu dengan mencatat, menyalin dan mempelajari apa yang tersurat dan terlihat dalam setiap arsip dan dokumentasi yang ada, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif dari instansi (sekolah) yang menjadi obyek penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan dari 30 mushalla/sekolah yang dijadikan sample terdapat tiga mushalla (10%) yang akurat sedangkan sisanya 27 mushalla(90%) tidak akurat. Adapun metode yang digunakan yakni metode taqribi sebanyak 29 sek olah atau 96,7% dengan rincian memakai kompas 11 sekolah (36,7%), bayang-bayang matahari dua sekolah (6,7%), kompas kiblat satu sekolah (3,3%), maupun perkiraan tanpa alat 11 sekolah (36,7%) , sedangkan metode tahqiqi yang hanya dipakai oleh satu sekolah saja atau 3,3% yakni GPS dan sisanya empat sekolah (13,3%) tidak diketahui alat ukurnya.

Umumnya pihak sekolah sangat positif menanggapi hasil penelitian ini, kalaupun ada deviasi dari arah yang seharusnya, mereka menerima dengan baik seperti mereka merubah arah atau letak sajadahnya setelah diukur.


(6)

iii Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah -Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul: Akurasi Arah Kiblat Mushalla SMA di Kota Tangerang.

Shalawat beserta salam senantias penulis curahkan kepada pahlawan revolusioner Islam yang terhebat Nabi Muahmmad SAW, yang telah membawa membawa petunjuk dan pedoman bagi manusia juga kepada para sahabat yang telah berjuang mewariskan nilai -nilai Islam kepada kita semua.

Sekalipun skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun ini merupakan suatu hasil usaha maksimal karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedik it kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun, berkat pertolongan Allah SWT. yang telah memberikan nikmat -Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya penullis dapat menyelesaikannya. Mengingat jasa dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada:


(7)

iv

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Su ma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum .

2. Bapak Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, MA., selaku Ketua Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah.

3. Bapak. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, MA., selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan semangat serta selalu setia dan sabar dalam memberikan arahan yang sangat berharga dan mempersembahkan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik penulis agar menjadi pendidik yang professional dan Islami (berakhlakul karimah), sehingga dapat mentra nsformasikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

5. Sekolah-sekolah yang menjadi obyek peneletian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan inform asi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan .

6. Seluruh pegawai Perpustakaan Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perpustakaan Umum Kota Tangerang, yang telah membantu menyediakan buku -buku yang dibutuhkan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta yang selalu mendo’akan dan

mencurahkan perhatian kasih sayang yang terindah, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliah an ini dengan baik.


(8)

v

menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik.

Hanya kepada Allah SWT jualah penulis memohon semoga amal baik dari semua pihak yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan ya ng indah dari Allah SWT. Amin.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan bernilai ibadah, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Dengan menyadari segala kealfaan dan keterbatasan pengalaman penulis, kualitas skripsi ini jauh dari kesempurn aan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini yang lebih baik lagi.

Wassalmu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2011 Penulis


(9)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

1. Jenis Penelitian ... 8

2. Jenis Data dan Sumber Data ... 9

3. Teknik Pengumpulan Data ... 10

4. Teknik Analisa Data ... 12

5. Objek Penelitian ... 13

6. Teknik Penulisan ... 13


(10)

vii

B. Sejarah Ka’bah dan Menghadap Kiblat... 21

C. Ketepatan Menghadap Kiblat dalam Shalat ... 25

BAB III METODE DAN PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DI KOTA TANGERANG... 33

A. Kondisi Umum Sekolah Menengah Atas di Kota Tangerang .. 33

1. Letak Astronomis Kota Tangerang ... 33

2. Data Umum Jumlah SMA di Kota Tangerang ... 34

B. Metode Penentuan Arah Kiblat ... 43

1. Metode Pengukuran Taqribi ... 44

2. Metode pengukuran Tahqiqi ... 48

C. Rumus Perhit ungan Arah Kiblat ... 50

BAB IV PENENTUAN DAN TINGKAT AKURASI ARAH KIBLAT.. 53

A. Pengukuran Arah Kiblat ... 53

B. Metode yang Digunakan oleh Sekolah ... 61

C. Keakuratan Arah Kiblat Mushalla ... 66

1. Akurat ... 69

2. Kurang Akurat dan Deviasinya ... 70


(11)

viii

BAB V PENUTUP... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran-saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN A. Surat Permohonan Data dan Wawancara kepada Dinas Pendidikan Kota Tangerang ... 89

B. Surat Permohonan Data dan Wawancara kepada MUI Kota Tangerang ... 90

C. Surat Permohonan Data dan Wawancara kepada Sekolah ... 91

D. Daftar Sekolah yang Ada di Kota Tangerang ... 92

E. Lembar Persetujuan Pene litian dari Sekolah-sekolah ... 94

F. Hasil Wawancara ... 103

G. Fatwa MUI tentang Arah Kiblat ... 107

H. Form Pengisian Data mushalla SMA yang Diukur Arah Kiblatnya ... 115


(12)

ix

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Sample Sekolah yang Diteliti ... 12

Tabel 3.1 Data Umum dan Persentasi Jumlah Sekolah ... 35

Tabel 3.2 SMA yang ada di Kecamatan Tangerang ... 35

Tabel 3.4 SMA yang ada di Kecamatan Batuceper ... 36

Tabel 3.5 SMA yang ada di Kecamatan Jatiuwung ... 37

Tabel 3.6 SMA yang ada di Kecamatan Benda ... 37

Tabel 3.7 SMA yang ada di Kecamatan Cipondoh ... 37

Tabel 3.8 SMA yang ada di Kecamatan Ciledug ... 38

Tabel 3. 9 SMA yang ada di Kecamatan Karawaci ... 39

Tabel 3.10 SMA yang ada di Kecamatan Periuk ... 40

Tabel 3.11 SMA yang ada di Kecamatan Cibodas ... 40

Tabel 3.12 SMA yang ada di Kecamatan Neglasari ... 41

Tabel 3.13 SMA yang ada di Kecamatan Pinang ... 41

Tabel 3.14 SMA yang ada di Kecamatan Karang Tengah ... 42

Tabel 3.15 SMA yang ada di Kecamatan Larangan ... 43

Tabel 4.1 Mushalla yang Menggunakan Bayang bayang M atahari 63 Tabel 4.2 Mushalla yang Menggunakan K ompas ... 63

Tabel 4.3 Mushalla yang Menggunakan Kompas K iblat ... 64


(13)

x

Tabel 4.5 Mushalla yang Mengunakan Metode tahqiqi ... 65 Tabel 4.6 Mushalla yang Tidak Diketahui Metode Arah Kiblatnya 66 Tabel 4.7 Akurasi Arah Kiblat Mushalla SMA Kota Tangerang ... 67 Tabel 4.8 Mushalla yang Akurat ... 69 Tabel 4.9 Mushalla yang Arahnya Kurang ke Utara Deviasi 1-10

Derajat ... 72 Tabel 4.10 Mushalla yang Arahnya Kurang ke utara Deviasi di atas

10 Derajat ... 73 Tabel 4.11 Mushalla yang Arahnya Lebih ke Utara Deviasi 1


(14)

xi

No. Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 3.1 Segitiga Arah Kiblat... 52

Gambar 4.1 Segitiga Arah Kiblat Kecamatan Tangerang ... 54

Gambar 4.2 Segitiga Arah Kiblat Kecamatan Ciledug ... 55

Gambar 4.3 Segitiga Arah Kiblat Kecamatan Pinang ... 56

Gambar 4.4 Segitiga Arah Kiblat Kecamatan Karang Tengah ... 57

Gambar 4.5 Segitiga Arah Kiblat Kecamatan Cipondoh ... 58

Gambar 4.6 Perbandingan Metode Taqribi dan Tahqiqi ... 62

Gambar 4.7 Perbandingan Alat Ukur yang Digunakan oleh S ekolah 62 Gambar 4.8 Perbandingan Sekolah yang Akurat dan Tidak Akurat .. 69

Gambar 4.9 Diagram Lingkaran Persentase Kurang A kurat Negatif (-) dan Kurang Akurat Positif (+) Arah Kiblat ... 72

Gambar 4.10 Arah Kiblat Kota Tangerang (Banten) dan Contoh Deviasi ... 75


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan masyarakat muslim dalam mengamalkan ajaran agamaya segera menyadarkan mereka akan pentingnya membangun sarana ibadah. Shalat yang disebut-sebut sebagai tiang pokok agama, sering dijadikan ukuran sejauh ma na tingkat keberagaman seseorang. Karenanya, dalam rangka meningkatkan kualitas keberagamannya, pembangunan mushalla atau masjid menjadi kebutuhan bersama.

Hal terpenting dalam persiapan pembangunan mushalla atau masjid adalah letak mihrab. Di sebelah man a dan ke arah mana ruang mihrab itu berada selalu menjadi perhatian utama ke arah mana mihrab itu menghadap, kelak menjadi patokan orang -orang sekitar untuk mengenali kiblat shalat.1

Setiap Muslimin diwajibkan untuk menunaikan shalat lima waktu tepat pada waktunya dan harus menghadap kiblat.2Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat. Dengan demikian tidak sah shalat yang dilakukan tanpa menghadap kiblat.3 Bagi orang yang berada di Mekah dan sekitarnya, persoalan

1 Sirril Wafa, dkk., “

Akurasi Arah Kiblat Masjid dan Mushalla di Wilayah Ciputat”, Laporan

Penelitian, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), h. 15

2Depag

, “Almanak Hisab Rukyat”, (Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1998),

h. 25

3 “Kiblat”, dalam Abdul Halim, dkk.,

“Ensiklopedi Haji dan Umrah”, (Jakarta: PT. Raja


(16)

tersebut tidak ada masalah, karena mereka lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban itu. Namun, hal ini menjadi persoalan bagi orang yang jauh dari Mekah. Kewajiban seperti itu merupakan hal yang berat, karena mereka tidak pasti bisa mengarah ke Ka’bah secara tepat. 4

Menghadap kiblat itu termasuk salah satu syarat sahnya shalat. Apabila tidak menghadap kiblat, shalatnya tidak sah. Umat Islam di Indonesia pada umumnya meyakini kiblat itu berada di sebelah Barat sehingga identik dengan arah Barat tempat terbenamnya matahari. Akibatnya, bagi mereka shalat itu harus menghadap ke Barat dimanapun mereka berada. Dengan demikian, masalah kiblat itu menjadi masalah “sederhana” yang dapat diketahui dengan diketahuinya arah terbit dan terbenamnya matahari.

Ketika mereka masih berada d i wilayah Indonesia, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Akan tetapi, persoalannya akan menjadi lain apabila mereka berada di luar wilayah Indonesia seperti yang dialami oleh kaum muslimin Suriname Amerika Latin yang berasal dari Pulau Jawa. Mereka tetap menghadap ke Barat dalam shalatnya, padahal semestinya harus menghadap ke Timur.5

Secara etimologis, kata kiblat berasal dari Bahasa Arab yaitu qabbala yaqbulu yang artinya menghadap. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kiblat adalah arah ke

4Moh. Murtadho,

Ilmu Falak Praktis,(Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 126

5Maskufa,


(17)

3

Ka’bah di Mekah pada waktu shalat.6Sedangkan dalam bahasa latin disebut Azimuth. Kiblat juga didefinisikan sebagai arah Ka’bah di Mekah yang harus dituju oleh orang yang sedang melakukan shalat, sehingga semua gerakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud senantiasa berimpit dengan arah itu.7

Sementara itu arah sendiri adalah jarak terdekat dari suatu tempat ke Mekah. Hisab adalah perhitungan, ilmu hisab adalah ilmu hitung atau ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan. Hisab arah kiblat a dalah perhitungan untuk mengetahui jarak yang terpendek antara suatu tempat dengan Ka’bah, yaitu suatu arah yang wajib dituju oleh umat Islam ketika melakukan shalat.8

Penentuan arah kiblat yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Pertama kali mereka menentukan arah kiblatnya ke Barat dengan alasan Saudi Arabia tempat di mana ka’bah berada terletak di sebelah Barat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan kira -kira saja tanpa perhitungan dan pengukuran terlebih dahulu. Oleh karena itu, arah kiblat sama persis dengan tempat matahari terbenam. Dengan demikian arah kiblat itu identik dengan arah Barat. Metode ini jelas tidak akurat karena terdapat penyimpangan yang c ukup besar sekitar 25 derajat.

6 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.54

7Muhyiddin Khazin,

Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005), h. 67

8Maskufa,


(18)

Kemudian semakin lama perkembangan tersebut terlihat dari teknologi yang digunakan maupun dari aspek kualitas akurasinya. Pada saat sekarang ini cara dan metode yang sering dipergunakan untuk menentukan arah kiblat adalah (1) dengan menggunakan teori Azimuth kiblat dan (2) menggunakan teori bayang -bayang kiblat.9

Seperti yang dijelaskan di atas kebanyakan orang Indonesia berpendapat bahwa arah kiblat ke arah Barat, sehingga ketika menentukan arah kiblat ketika membangun mushalla dan masjid terkadang tidak menggunakan metode -metode yang sesuai. Padahal Jika kita melihat peta dunia baik dengan peta datar maupun globe maka bila kita menarik garis lurus tepat ke arah Barat maka kita tidak akan menemukan Ka’bah di Mekah, akan tetapi akan menemukan negara Afrika dan Amerika Selatan. Untuk itu, pemahaman bahwa arah kiblat ke arah Barat tersebut harus diubah mulai dari sedini mungkin terutama pada masa sekolah karena sekolah merupakan sarana memperoleh ilmu pengetahuan.

Kesenjangan antara teori yang penulis pelajari selama kuliah dengan praktik penentuan arah kiblat di masyarakat serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang proses penentuan arah kiblat yang benar membuat penulis merasa hal yang penting dan menarik untuk diteliti permasal ahan tersebut. Guna mendapatkan jawaban yang jelas serta bukti yang konkrit tentang permasalahan tersebut, maka penulis membuat

9Moh. Murtadho,


(19)

5

penelitian dengan judul “Akurasi Arah Kiblat Mushalla Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang”.

B. Pembatasan dan Rumusan Ma salah 1. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi masalah yang akan diteliti maka penulis hanya membahas tentang pengukuran arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang baik yang negeri maupun swasta yang ada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Pinang, Cipondoh, Ciledug, Karang Tengah, Karawaci dan Tangerang. Penulis tertarik melakukan penelitian ini karena lokasi tempat tinggal penulis yang berada di Kota Tangerang serta sekolah merupakan instansi yang terdapat orang -orang berpendidikan, dan Tangerang merupakan salah s atu kota yang Islami seperti tertuang dalam mottonya yaitu akhlakul karimah dan juga Perda -perda yang bernuansa syariah.

2. Rumusan Masalah

Karena orang Indonesia berpendapat bahwa arah kiblat tepat ke arah Barat, padahal sesungguhnya dalam terori berada ke a rah Barat Laut, sehingga ketika menentukan arah kiblat pada saat membangun mushalla dan masjid tidak menggunakan metode-metode yang sesuai. Termasuk sekolah yang merupakan gerbang ilmu pengetahuan dan terdapat orang -orang yang mempunyai pendidikan. Pemahaman masyarakat bahwa arah kiblat ke arah Barat serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang metode yang tepat dalam menentukan arah kiblat


(20)

membuat penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai ber ikut:

a. Bagaimana akurasi arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang?

b. Bagaimana cara penentuan arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang dilakukan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui keakuratan penghitungan arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang.

2. Untuk mengetahui cara SMA di Kota Tangerang dalam menentukan arah kiblat.

Adapun manfaat dari diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

2. Memberikan masukan kepada pihak sekolah dengan mengoreksi arah kiblat pada mushalla yang tidak tepat arah kiblatnya.

3. Mendapatkan informasi tentang keakuratan arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang.

4. Untuk memberikan pengetahuan tentang cara menentukan arah kibl at yang benar.


(21)

7

D. Tinjauan Pustaka

Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan persoalan dalam penelitian antara lain:

1. Skripsi yang ditulis oleh Saudara Junaedi tahun 2006 yang berjudul “KEAKURATAN ARAH KIBLAT MASJID DAN MUSHALLA DI WILAYAH CAKUNG JAKARTA TIMUR”.

Dalam skripsi tersebut berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh Junaedi tentang apakah di wilayah Cakung masih banyak arah kiblat masjid dan mushalla yang tidak akurat. Melihat dari skripsi tersebut, penulis juga melakukan penelitian yang pada intinya sama. Hal yang membedakan dengan penelitian tersebut adalah objek penelitian dimana penulis terfokus pada mushalla saja. Serta lokasi dari penelitian yang berbeda dimana Saudara Junaedi berlokasi di Cakung Jakarta Timur sedangkan penul is di Kota Tangerang.

2. Skripsi yang ditulis oleh Gusti Agung Wibisono tahun 2010 yang berjudul: “KEAKURATAN ARAH KIBLAT MUSHALLA DI WILAYAH BEKASI UTARA”.

Skripsi Saudara Gusti berisi tentang keakuratan mushalla -mushalla yang ada di Bekasi Utara dan status tanah mushalla yang ada di Bekasi. Secara substansi, penelitian tersebut sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Tapi letak perbedaan berada pada objek penelitian dimana penulis lebih terfokus pada mushalla yang ada di Sekolah Menengah Atas.


(22)

Penulis tertarik melakukan penelitian di lembaga formal tersebut karena sekolah merupakan gerbang dari masuknya ilmu pengetahuan sehingga dapat merubah pola pikir tentang arah kiblat yang sebenarnya.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Untuk penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yang penulis peroleh dari:

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Yaitu dengan cara mengumpulkan dan membahas bahan -bahan dari buku, artikel, surat kabar, dan bahan informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Yaitu dengan mengadakan penelitian secara langsung di mushalla -mushalla SMA Kota Tangerang. Penelitan lapangan bertujuan untuk mengevaluasi akurasi arah kiblat bagi mushalla SMA di Kota Tangerang .

Mengingat kajian ini bersifat ilmiah penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Untuk itu penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggabungkan dengan kajian mendalam (kualitatif) baik secara normatif maupu n empiris. Penelitian bermaksud untuk mendeskripsikan dan memetakan realitas akurasi arah kiblat pada mushalla di SMA Kota Tangerang.


(23)

9

Deskriptif analisis merupakan rancangan yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Sebab tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai konsep, fakta, sikap serta makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menganalisis faktor -faktor yang melatarbelakangi penentuan arah kiblat mushalla SMA di Kota Tangerang. Data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah data -data kualitatif dan kuantitatif. Adapun jenis data yang digunakan terdiri atas:

a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sen diri selama penelitian berjalan. Hal ini berarti bahwa pada waktu penelitian dimulai, data belum ada, baru ada setelah penelitian berlangsung.10 Adapun data primer berasal dari observasi langsung yang akan penulis lakukan berupa penghitungan arah kiblat. Selain observasi langsung, penulis juga mewawancarai kepada pihak sekolah tentang proses penentuan arah kiblat saat mushalla dibangun.

b. Data sekunder

Data sekunder yang diperoleh dari dokumen atau tulisan -tulisan yang berkaitan dengan pokok penelitian ini, yang juga didapatkan dari penelitian kepustakaan yang berkaitan arah kiblat.

10Yayan Sopyan,

Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, (Fakultas


(24)

Sedangkan sumber data yang didapat berasal dari:

1) Observasi langsung, berupa penghitungan arah kiblat di mushalla SMA. 2) Wawancara, berupa tanya jawab dengan pihak sekolah terkait den gan proses

penentuan arah kiblat saat pembangunan mushalla.

3) Dokumen, didapat dari hasil melihat arsip -arsip yang ada di lembaga pemerintahan terutama Dinas Pendidikan Kota Tangerang.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data -data yang akurat saat pen elitian, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala -gejala subyek yang diselidiki.11 Artinya observasi itu suatu metode pengumpula n data dengan cara melakukannya penelitian langsung ke tempat yang dijadikan objek penelitian.

b. Interview (wawancara), yaitu cara yang digunakan kalau seseorang untuk tujuan suatu tertentu mencoba mendapat keterangan secara lisan dari seseorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.12 Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab

11Winarno Surachmad,

Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah), (Bandung:

C.V Tarsito, 1975), h. 155

12Koentjaraningrat,


(25)

11

langsung dengan guru agama atau guru yang mengetahui proses penentuan arah kiblat saat pembangunan mushalla.

c. Dokumentasi, adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen -dokumen.13 Dalam hal ini penulis mengambil dokumen dan arsip -arsip yang ada di lembaga pemerintahan setempat yang dijadikan objek penellitian serta data-data yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

d. Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti. Yang dijadikan sebagai populasi penelitian penulis yaitu Sekolah Menengah Atas yang ada di Kota Tangerang baik negeri maupun swasta.

Sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi, sedangkan populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.14 Dari populasi SMA di Kota Tangerang sebanyak 86 sekolah, yang dijadikan sample sebanyak 30 sekolah di beberapa kecamatan.

13Husaini Usman,dkk.,

Metodologi Penelitian Sosial,(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 69

14Husein Umar,

Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo


(26)

Teknik yang digunakan untuk memilih sampel adalah dengan menggunakan random sampling (pemilihan secara acak). Dengan kata la in tiap sekolah mempunyai kesempatan yang sama untuk diteliti.

Berikut ini adalah tabel rincian yang menjadi sample dalam penelitian ini:

Tabel 1.1

Jumlah Sample Sekolah yang Diteliti N

o Kecamatan

Jumlah Sekolah yang Diteliti

1 Tangerang 7 sekolah

2 Cipondoh 4 sekolah

3 Ciledug 3 sekolah

4 Karang

Tengah 7 sekolah

5 Pinang 8 sekolah

6 Karawaci 1 sekolah

Jumlah 30 sekolah

4. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis data yang penulis dapat dari hasil penelitian, penulis menggunakan metode sebagai berik ut:

a. Metode deskriptif, menggambarkan objek penelitian dan menganalisa data yang terkumpul. Untuk menganalisa penulis mendeskripsikan hasil


(27)

13

penelitian serta menggambarkan secara umum keberadaan masalah yang diteliti.

b. Metode Korelasikan, yaitu dengan mendefi nisikan dan mengukur variabel secara kuantitatif sehingga dapat diklasifikasikan menjadi mushalla yang akurat arah kiblatnya, tidak akurat serta sudut deviasinya untuk mushalla yang tidak akurat.

5. Objek Penelitian

Dalam penelitan, terdapat objek yang menjad i bahan utama dalam penelitan dan yang menjadi objek penelitan ini adalah mushalla SMA di Kota Tangerang, serta pihak sekolah.

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sy arif Hidayatullah Jakarta cet. 1 tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dan agar penulisan penelitian ini lebih terfokus dan sistematis, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika penuli san sebagai berikut:

BAB Pertama : berisi pendahuluan yang memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh tentang penelitian ini dengan menguraikan tentang latarbelakang


(28)

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, analisa data, dan sistematika penulisan.

BAB Kedua : berisi tentang pengertian tentang arah kiblat dan dasar hukumnya. Dalam bab ini juga penulis mengemukakan tentang pengertian kiblat, sejarah Ka’bah dan hukum menghadap kiblat dalam shalat.

BAB Ketiga : berisi tentang praktik penghitungan dan pengukuran arah kiblat. Dalam bab ini penulis membagi lagi ke dalam sub bab yang berisi tentang praktik penentuan arah kiblat di masyarakat, pengukuran arah kiblat di mushalla SMA di Kota Tangerang, rumus penghitungan arah kiblat dan praktik pengukurannya.

BAB Keempat : berisi tentang temuan -temuan peneltian yang dilakukan di mushalla SMA di Kota Tangerang. Dalam bab ini penulis membagi kedalam sub bab yang berisi tentang data umum mushalla, proses penentuan arah kiblat saat pembangun mushalla dan keakuratan arah kiblat mushalla.

BAB V Kelima : merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian ini dan memuat penutup yang berisi kesimpulan dan saran -saran.


(29)

15 BAB II

HUKUM MENGHADAP KIBLA T DALAM SHALAT

A. Pengertian dan Dasar Hukum

Ada beberapa term atau pengertian yang harus dijelaskan untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini antara lain akurasi, arah, kiblat dan Ka’bah, karena keempat istilah tersebut sangat erat sekali dengan apa yan g menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini.

Akurasi secara bahasa berarti ketepatan, kecermatan, ketelitian, kejituan dan keakuratan.15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arah diartikan sebagai jurusan, tujuan atau maksud.16 Apabila arti arah tersebut diguna kan dalam konteks ini, maka menjadi relatiflah menghadap ke arah Ka’bah itu karena dapat dilakukan dengan menghadap kedua arah yang berlawanan. Oleh karena itu, para ahli astronomi menggunakan arah dalam pengertian jarak terdekat dari suatu tempat ke Meka h yang dapat diukur melalui lingkaran besar.17 Maka, menurut Hasbi Ash -Shiddieqy, setelah menafsirkan “kiblat” pada ayat 144 surat al -Baqarah dengan “arah kiblat”, kaum muslimin harus mengetahui posisi Baitul Haram dengan metode mempelajari ilmu

15Aka Kamarulzaman,

Kamus Ilmiah Serapan, (Yogyakarta: Absolut, 2005 ), h. 24

16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa

Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 46

17Jan van den Brink dan marja Meeder,

Kiblat Arah Tepat Menuju Mekah, disadur oleh Andi


(30)

Bumi dan ilmu Falak.18 Arah dalam bahasa Arab disebut jihah atau syathrah dan kadang-kadang disebut juga dengan qiblah yang berasal dari kata qabbala yaqbulu yang artinya menghadap. Kiblat diartikan juga dengan arah ke Ka’bah di Mekkah (pada waktu shalat), sedangkan dalam bahasa latin disebut dengan azimuth, dengan demikian dari segi bahasa kiblat berarti menghadap ke Ka’bah ketika shalat.19

Kiblat menurut bahasa adalah Bait Al Haram di Mekah, Al Ghurfatu (kamar), kullu baitin murraba’in (setiap bangunan yang berbentu k persegi empat).20 Dan Ka’bah adalah sebuah bangunan persegi empat yang terletak di tengah -tengah Masjid Al-Haram, tingginya 50 kaki, panjang dinding muka dan dinding belakangnya 40 kaki serta panjang kedua belah sisinya 35 kaki.21

Ka’bah disebut Ka’bah karena bentuknya yang berbentuk kubus (persegi empat ). Orang-orang Arab menamakan s etiap rumah yang bentuknya persegi empat dengan Ka’bah, atau ia disebut Ka’bah karena keberadaannya yang tinggi dari permukaan bumi atau bisa pula karena ia terpisah dari bang unan yang lain.22

Adapun dasar hukum tentang menghadap kiblat ketika shalat yaitu surat Al-Baqarah aat 144, 149 dan 150 sebagai berikut :

18 TM Hasbi Ash-Shiddieqy,

Tafsir al-Qur’an al-Madjid An-Nur, (Jakarta : Bulan Bintang,

1966), juz II, h. 12-13

19 Maskufa,

Ilmu Falak,h. 124

20Ahmad Warson Munawir,

Kamus Al Munawir Arab Indonesia (Yogyakarta: Unit Pengadaan

Buku-buku Ilmiah Keagamaan PP “Al -Munawir” Krapyak, 1984), hal, 1305

21Rachmat Taufiq Hidayat,

Khazanah Istilah Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hal, 75

22 Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dkk.,

Keutamaan dan Sejarah Kota Mekkah dan Madinah ,


(31)

17                                                     ) . ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 144 (

Artinya :“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang -orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali -kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Al Baqarah/2: 144)

                           .                                          . ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 149-150 (

Artinya : “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar -benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali -kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanl ah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang -orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takut lah kepada-Ku (saja). dan agar kepada-Ku -sempurnakan nikmat-kepada-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”(Q.S Al Baqarah/2: 149-150)


(32)

Dalam ayat-ayat tersebut Allah firman -Nya ماﺮﺤﻟا ﺪﺠﺴﻤﻟا ﺮﻄﺷ ﻚﮭﺟو لﻮﻓ sampai tiga kali. Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebu t berfungsi sebagai penegasan pentingnya menghadap kilbat (ta’kîd). Sementara itu, menurut Fakhruddin al -Razi, pengulangan tersebut menujukkan fungsi yang berbeda -beda. Pada ayat yang pertama (al-Baqarah : 144) ungkapan tersebut ditujukan kepada orang -orang yang dapat melihat ka’bah, sedangkan pada ayat yang kedua (al -Baqarah : 149) ungkapan tersebut ditujukan kepada o rang-orang yang berada di luar M asjidil Haram. Sementara itu, pada ayat yang ketiga (al -Baqarah : 150) ungkapan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang berada di negeri -negeri yang jauh.23 Berdasarkan kedua pendapat tersebut jelaslah bahwa perintah menghadap ki blat itu tidak hanya ditujukan pada mereka yang berada di Makkah dan sekitarnya, tetapi juga bagi semua umat Islam di manapun mereka berada.

Didalam ayat ini terdapat persyaratan untuk menghadap kiblat dalam menjalankan setiap shalat, baik yan g wajib maupun yang sunnah. Apabila memungkinkan menghadap kepada dzat Ka’bah tersebut, namun bila tidak memungkinkan maka kepada arahnya saja, da n juga menunjukkan bahwa berpaling dengan badan itu membatalkan shalat karena perintah kepada sesuatu itu berarti larangan dari perkara yang berlawanan dengannya.24

23 Al Imam Ibnu Kasir Ad Dimasyqi,

Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Penerjemah Bahrun Abu

Bakar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000), Jilid II, h. 37

24 Syaikh Abdurahman bin Nashir As -Sa’di,

Tafsir as-Sa’d. Penerjemah Muhammad Iqbal,


(33)

19

Sementara kaum sufi menggarisbawahi bahwa ayat ini memerintahkan mengalihkan wajah, bukan ha ti dan pikiran. Karena hati dan pikiran hendaklah mengarah kepada Allah Swt. Hati dan isinya adalah sesuatu yang gaib, maka sesuai dengan sifatnya itu, ia pun harus mengarah kepada Yang Maha Gaib sedang wajah adalah sesuatu yang nyata, maka ia pun diarahka n kepada sesuatu yang sifatnya nyata, yaitu bangunan berbentuk kubus yang berada di Masjid al Haram itu. 25

Dalam suatu riwayat diceritakan ada seorang laki -laki masuk ke masjid kemudian ia shalat dan saat itu ada Rasulullah sedang duduk di salah satu sudut masjid. Setelah shalat orang itu mendatangi Rasulullah dan memberi salam kepada beliau dan Rasulpun menjawabnya dan memerintahkan orang tersebut mengulangi shalatnya, lalu laki-laki tersebut mengulangi shalatnya dan kembali mendatangi Rasul dengan memberi salam, namun Rasul memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi shalatnya lagi. Kemudian setelah pengulangan yang kedua, orang tersebut meminta diajari oleh Rasul. Rasul lalu bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

ھ ﻰﺑا ﻦﻋ ر ةﺮﯾﺮ

. ع . لﺎﻗ : ص ﻰﺒﻨﻟا لﺎﻗ .

م : . ﺮﺒﻛو ﺔﻠﺒﻘﻟا ﻞﺒﻘﺘﺳا ﻢﺛ ءﻮﺿﻮﻟا ﻎﺒﺳﺎﻓ ةﻼﺼﻟا ﻰﻟا ﺖﻤﻗ اذا 26

.

) ﻢﻠﺴﻣ و يرﺎﺨﺒﻟا هاور (

25 M. Quraish Shihab,

Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al -Qur’an Vol. 1,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 350

26Ash-Shon’ani,


(34)

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda: Apabila engkau hendak menunaikan shalat maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadaplah ke ki blat kemudian bertakbirlah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulpun mengajari orang tersebut tata cara shalat yang benar yakni setelah takbir kemudian membaca Al Fatihah dan ayat Al Qur’an yang dihafal, lalu ruku’ dengan thuma’ninah, berdiri sempurna, sujud deng an thuma’ninah, lalu duduk dengan thuma’ninah, lalu sujud dengan thuma’ninah, kemudian bangun dan duduk dengan thuma’ninah.

Rasulullah telah mengajarkan tatacara shalat yang sempurna, setelah sebelumnya beliau menyaksikan ada seorang laki -laki yang melakukan shalat secara sembarangan di dekat beliau. Rasulullah mengajarkan tatacara shalat setelah lelaki itu meminta kepada beliau mengajarkannya. Ini sebagai bukti betapa bijaknya Rasulullah dalam menuntun umatnya kea rah kesempurnaan beribadah.27

Hadis ini memperkuat perintah menghadap kiblat yang terdapat dalam Al-Qur’an, meskipun para ulama sepakat tentang Ka’bah sebagai kiblat seluruh umat Islam dalam melaksanakan shalat, akan tetapi dalam tataran teknis dan taata laksana menghadap kiblat terdapat varian per bedaan pendapat terutama pada territorial daerah yang jauh dari Ka’bah.

27 Ahmad Mujab Mahalli,

Hadis-hadis Ahkam Riwayat Asy -Syafi’i, (Jakarta: PT Raja Grafindo


(35)

21

B. Sejarah Ka’bah dan Menghadap Kiblat

Ada sejumlah pandangan seputar bangunan Ka’bah dan awal pembangunannya. Dikatakan bahwa cipataan pertama Allah Swt. di Bumi ialah Ka’bah, baru kemudian bumi yang dibentangkan di bawahnya. Jadi, Ka’bah merupakan perut bumi dan titik awal penciptaan. Dikatakan pula bahwa pembangunan Ka’bah dilakukan sebanyak lima kali, atau sepuluh kali. Yang jelas, kalangan sejarawan, ahli tafsir, dan ahli hadis sepakat bahwa Ka’bahlah rumah ibadah pertama yang didirikan untuk menyembah Allah Swt.28

Satu pendapat menyatakan bahwa Ka’bah pertama kali dibangun oleh para malaikat selang 2000 tahun sebelum Nabi Adam diciptakan. Mereka berhaji ke sana yang kemudian juga diikuti Nabi Adam. Sepeninggal Nabi Adam, Ka’bah dibangun kembali oleh putranya yang bernama Nabi Syis. Belakangan Ka’bah ini dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim bersama putranya, Ismail. Ka’bah dibangun tanpa atap, namun dilengkapi dengan pintu yang terlet ak pada sisi sebelah barat dan timur. Ketika selesai membangun Ka’bah, Ibrahim diperintahkan Tuhan agar mendekati gunung Thabir untuk menyeru kepada manusia akan kewajiban haji kepada Bait Al -‘Atiq (rumah kuno) ini.29

28Ablah Muhammad al-Kahlawi,

Buku Induk Haji dan Umrah untuk Wanita, (Jakarta: Zaman,

2009), h. 43

29 “Ka’bah”, Cyril Glasse penerjemah Ghufron A. Mas’adi,

Ensiklopedi Islam (ringkas) Cyril


(36)

Cerita tentang siapa yang membangun Ka ’bah secara otentik dijelaskan sendiri oleh Allah di dalam Al Qur’an, bahwa yang membangunnya adalah Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail.30

Dalam surat Al Baqarah (2) ayat 127, Allah Swt. berfirman:

                    . ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 127 (

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar -dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripa da Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Al Baqarah/2 : 127)

Pada waktu membangun Ka’bah itu, usia Nabi Ibrahim diperkirakan sekitar 100 tahun. Setelah memperoleh perintah dari Allah, maka Ibrahim datan g ke (cikal bakal) kota Mekkah, di mana Ibrahim pernah meninggalkan Siti Hajar dan Ismail sewaktu bayi. Mekkah pada waktu itu telah menjadi kota yang cukup ramai, dan menjadi tempat persinggahan para kafilah dan pedagang, karena di dekatnya ada sumur zam -zam.

Kalau kita membaca ayat tersebut, kita mendapat kesan bahwa dasar -dasar Baitullah itu sudah ada. Nabi Ibrahim dan Ismail tinggal meninggikannya saja. Bahkan, banyak penafsir yang menyimpulkan bahwa Nabi Ibrahim memang telah mendapat perintah yang detil tentang pembangunan Ka’bah itu. Sehingga bentuk dan lokasi Baitullah itu memang telah menjadi pilihan Allah. Dikisahkan juga bahwa

30Agus Mustofa,


(37)

23

lokasi sumur zam-zam maupun baitullah itu ditunjukkan oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah.31

Setelah Nabi Ismail as wafa t, pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh keturunannya, lalu Bani Jurhum, dan Bani Khuza’ah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh kabilah -kabilah Quraisy yang merupakan generasi penerus garis keturunan Nabi Ismai l as. Menjelang kedatangan Islam, Ka’bah dipelihara oleh Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan ketika menggali sumur zam -zam.32 Dikala kaum muslimin mengerjakan shalat fardhu atau sunnah, dimana saja mereka berada semua menghadap ke arah yang satu, inilah yang dinamakan kiblat.33 Semula umat Islam shalat dengan Baitulmakdis di Palestina sebagai kiblat, namun setelah datang perintah Allah untuk mengalihkan kiblat ke Baitullah di Mekah, maka berpindahlah kiblat umat Islam sejak turunnya ayat untuk berkiblat ke Ka’bah .34

Pada masa masih di Mekkah atau sebelum hijrah ke Madinah Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin dalam shalatnya menghadap ke Baitullah. Setelah hijrah ke Madinah kiblat dipindahkan ke arah Baitulma kdis di Yerussalem. Perpindahan arah kiblat ini dengan tujuan agar kaum Yahudi Bani Israil bisa tertarik kepada ajaran

31Agus Mustofa,

Pusaran Energi Ka’bah,h. 94

32Moh. Murtadho,

Ilmu Falak Praktis,(Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 137

33H. Fachruddin Hs.,

Ensiklopedia Al Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 608 -609

34“Kiblat”, dalam Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah,

Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:


(38)

Nabi Muhammad SAW, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini mereka manfaatkan untuk melecehkan risalah beliau dengan berkata, “Muhammad menginginkan tempat kelahirannya, dan tak berapa lama lagi dia akan kembali menganut agama kaumnya”.35

Ibnu Katsir (w.774 H/1373 M; mufasir) di dalam kitabnya, Tafsir Al Qur’an al -Azim (Tafsri Al-Qur’an yang Agung) menceritakan bahwa setelah hijra h ke Madinah, Nabi SAW bersama kaum muslimin diperintahkan oleh Allah SWT untuk berkiblat ke sebuah batu cadas (sakhrah) di Baitulmakdis, Yerusalem. Hal itu membuat orang Yahudi yang merupakan mayoritas penduduk Madinah merasa bangga karena di dalam beribadah mereka berkiblat ke sana.

Sementara itu, Nabi SAW sangat ingin berkiblat ke Ka’bah, masjidilharam, sehingga sering berdo’a kepada Allah SWT agar mengabulkan keinginannya itu. Pada tahun ke-2 H, setelah Nabi SAW berkiblat ke Baitulmakdis selama lebih k urang enam belas bulan, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi SAW untuk berkiblat ke Masjidilharam dengan firman -Nya dalam surat Al Baqarah ayat 144, seperti yang dikemukankan di atas. Perintah itu turun ketika Nabi SAW bersama sebagian kaum muslimin baru saja melaksanakan dua rakaat dari shalat dzuhur di Masjid Bani Salamah. Pada dua rakaat pertama Nabi SAW berkiblat ke Baitulmakdis, kemudian

35Muhammad Ali Ash-Shabuny,

Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah-Al-An’am,(Jakarta: Pustaka


(39)

25

pada rakaat kedua berkiblat ke Masjidilharam, sehingga Masjid Bani Salamah disebut dengan Masjid Qiblatain (Masjid Du a Kiblat).36

C. Ketepatan Menghadap Kiblat dalam Shalat

Shalat adalah pekerjaan hamba yang beriman dalam situasi menghadapkan wajah dan sukmanya kepada Zat Yang Maha Suci. Maka manakala shalat itu dilakukan secara tekun dan kontinu, menjadi alat pendidikan r ohani manusia yang efektif, memperbaharui dan memelihara jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran. Makin banyak shalat itu dilakukan dengan kesadaran bukan dengan paksaan dan tekanan apa pun, berarti sebanyak itu rohani dan jasmani dilatih berhadapan denga n Zat Yang Maha Suci.37

Namun dalam menjalankan perintah shalat tersebut harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan syari’, yang diantaranya adalah menghadap kiblat. Tidak ada perbedaan dikalangan ulama bahwa keharusan menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat.38

Semua ulama mazhab sepakat bahwa Ka’bah itu adalah kiblat bagi orang yang dekat dan dapat melihatnya. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang kiblat bagi orang yang jauh dan tidak dapat melihatnya. Hanafi, Hambali, dan s ebagian

36 Ibnu Katsir,

Tafsir Al Qur’an Al Azim. “Kiblat”, dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed.,

Ensiklopedi Hukum Islam, vol.1 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 946

37Nazaruddin Razak,

Dienul Islam, (Bandung: PT. Alma’arif, 1973), h. 233

38Depag,

Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1998), h.


(40)

kelompok dari Imanmiyah berpedapat bahwa kiblatnya orang yang jauh adalah arah di mana letaknya Ka’bah berada, bukan Ka’bah itu sendiri. Sedangkan Syafi’i dan sebagian kelompok dari Imamiyah berpendapat wajib menghadap Ka’bah itu sendiri, baik bagi orang yang dekat maupun bagi orang yang jauh. Kalau dapat mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara pasti (tepat), maka ia harus menghadap ke arah tersebut. Tapi bila tidak, maka cukup dengan perkiraan saja.39

Menurut madzhab Hanafi orang yang shalat tida k lepas dari dua keadaan; (a) mampu untuk melakukan shalat dengan menghadap kiblat atau (b) melakukan shalat tetapi tidak mampu untuk menghadap kiblat. Jika ia mampu melakukannya, maka ia wajib shalat dengan menghadap kiblat. Jika ia termasuk orang yang da pat melihat Ka’bah, maka kiblatnya adalah bangunan Ka’bah (‘ain al-ka’bah) tersebut, yaitu dari arah mana saja ia melihatnya. Sehingga, seandainya ia melenceng dari bangunan Ka’bah, tanpa menghadap pada salah satu bagian banguann Ka’bah, maka shalatnya tidak sah. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:

  

  

).. ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 150 (

“...Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Ka’bah…” (Q.S Al Baqarah/2 : 150)

Jika ia tidak melihat Ka’bah, maka ia wajib menghadap ke arahnya (jihat al-ka’bah), yakni kepada dinding-dinding mihrab (tempat shalatnya) yang dibangun dengan tanda-tanda yang menunjuk pada arah Ka’bah, bukan menghadap kepada

39Muhammad Jawad Mughniyah

, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali,


(41)

27

bangunan Ka’bah. Dengan demikian, kiblatnya ada lah arah Ka’bah bukan bangunan Ka’bah.40

Dalam madzhab Syafi’i terdapat dua pendapat tentang masalah ini pertama, menghadap ke bangunan Ka’bah (‘ain al-ka’bah), dan kedua, menghadap ke arah Ka’bah (jihat al-ka’bah).

Sebagian madzhab Syafi’i berpendapat ba hwa orang yang dekat ataupun jauh dari Ka’bah diwajibkan menghadap ‘ain Ka’bah (bangunan Ka’bah) atau udaranya yang bersambung (lurus) dengannya. Akan tetapi bagi yang dekat diwajibkan untuk menghadap ‘ain Ka’bah atau udaranya itu dengan yakin, misalnya de ngan cara melihat atau menyentuhnya dan lain sebagainya yang dapat memberikan suatu keyakinan. Sedangkan yang jauh dari Ka’bah maka hendaknya ia menghadap ‘ain Ka’bah secara dzan (dugaan kuat), bukan hanya sekedar menghadap ke arahnya, berdasarkan pendapat yang mu’tamad (kuat).41

Adapun dalil menurut Al Qur’an yaitu zhahirnya firman Allah :





  

) ... ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 144 (

“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram..” (Q.S Al Baqarah/2 : 144)

Sedang bentuk pengambil an dalil (istidlal) mereka itu adalah bahwa yang dimaksud “syathr” yaitu arah yang tepat bagi orang yang sedang shalat dan mengena

40 Ali Mustafa Yaqub,

Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka’bah, (Jakarta: Pustaka Darus

-Sunnah, 2010), h. 18-19

41Abdurrahman Al-Jaziri,


(42)

dalam menghadapnya maka dengan demikian menghadap ‘ainul ka’bah menjadi wajib.42

Serta berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Juraij dari Atha, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw bersabda :

ﺪﺠﺴﻤﻟا ﻞھﻻ ﺔﻠﺒﻗ ﺖﯿﺒﻟا ,

ماﺮﺤﻟا ﻞھﻻ ﺔﻠﺒﻗ ﺪﺠﺴﻤﻟاو ,

ﻦﻣ ﺎﮭﺑر ﺎﻐﻣو ﺎﮭﻗر ﺎﺸﻣ ﻲﻓ ضر ﻻا ﻞھﻻ ﺔﻠﺒﻗ ماﺮﺤﻟاو

ﻣا ﻲﺘ

.

43

Artinya : “Baitullah (Ka’bah) adalah kiblat bagi orang -orang yang shalat di Majid al Haram, Masjid al Haram adalah kiblat bagi orang -orang yang shalat di Tanah Haram. Dan Tanah Haram adalah kiblat bagi penduduk bumi dari umatku yang berada di belahan bagian timur dan bagian barat.”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam kitabnya Al Sunan Al Kubra.44 Hadis ini berkaitan dengan pengulang an kata “Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram” dalam surat Al Baqarah ayat 144, 149 dan 150. Menurut Ibnu Abbas hukum menghadap arah kiblat bagi yang ada di Masjid, Luar Masjid dan luar Tanah Haram adalah sebagai berikut:45

1. Yang ada di Masjidilharam (Melihat Ka’bah)

Arah kiblat yang melihat Ka’bah adalah bangunan Ka’bah itu sendiri, sehingga tidak sah shalat yang tidak menghadap banguan Ka’bah.

2. Yang ada di Luar Masjidilharam (Tidak melihat Ka’bah)

42 Muhammad Ali Ash-Shabuni,

Terjemahan Ayat Ahkam Ash -Shabuni, (Surabaya: PT Bina

Ilmu, 2008), h. 71

43Al Imam Ibnu Kasir Ad Dimasyqi,

Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, h.6

44Ali Mustafa Yaqub,

Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka’bah,h. 51

45Al Imam Ibnu Kasir Ad Dimasyqi,


(43)

29

Arah kiblat yang ada di luar Masjidilharam atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah maka arah kiblatnya adalah Masjidilharam sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara dzan atau dugaan kuat.

3. Yang di Luar Tanah Haram (Penjuru Dunia)

Arah kiblat yang berada di luar Tan ah Haram atau berada di penjuru dunia maka arah kiblatnya adalah Tanah Haram.

Sementara mereka yang berpendapat bahwa yang wajib adalah menghadap arah Ka’bah (jihat al-ka’bah) berargumentasi dengan hadis Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Saw bersabda:

ﻟا ﻦﯿﺑ ﺎﻣ ﺔﻠﺒﻗ بﺮﻐﻤﻟاو قﺮﺸﻤ .

46 ) ىﺬﻣ ﺮﺘﻟا هاور (

Artinya :”Diantara Timur dan Barat terdapat Kiblat” (HR. At Turmudzi) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

ر ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑا ﻦﻋ .

ع . لﺎﻗ : ص ﻰﺒﻨﻟا لﺎﻗ .

م : . ﺔﻠﺒﻘﻟا ﻞﺒﻘﺘﺳا ﻢﺛ ءﻮﺿﻮﻟا ﻎﺒﺳﺎﻓ ةﻼﺼﻟا ﻰﻟا ﺖﻤﻗ اذا ﺮﺒﻛو

. 47

) ﻢﻠﺴﻣ و يرﺎﺨﺒﻟا هاور (

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda: bila hendak salat maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadaplah ke kiblat kemudian takbir”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Secara jelas, hadis ini menunjukkan bahwa semua arah a ntara timur dan barat adalah kiblat. Sebab, seandainya kewajiban itu berupa menghadap ke bangunan

46Ash-Shon’ani,

Subulus Salam, (Bandung: Ad-Dahlan,t.th), Juz I, h. 133

47Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim ibn al -Mughiroh bin Bardazbah al -Bukhory,


(44)

Ka’bah secara tepat, tentu shalat jamaah dengan shaf yang panjang melewati garis yang lurus ke Ka’bah adalah tidak sah. Begitu pula dua orang yang berjauhan jaraknya, kemudian shalat dengan menghadap pada kiblat yang sama, maka shalatnya tidak sah, karena menghadap ke bangunan Ka’bah tidak dapat dilakukan oleh jamaah pada shaf yang panjang (melebihi batas lebar bangunan Ka’bah).48

Menghadap ke arah kiblat meru pakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan shalat, namun diperbolehkan tidak menghadap kiblat dalam dua hal yaitu:

1. Dalam keadaan sangat ketakutan

2. Waktu shalat sunnah dalam perjalanan di atas kendaraan49

Apabila orang yang dalam ketaku tan, orang yang sedang sakit, orang yang dalam keadaan terpaksa, tak sanggup menghadap kiblat, maka boleh mereka bershalat ke arah yang selain arah kiblat.50 Karena situasi perang yang sangat genting, tidak mungkin lagi bisa meninggalkannya, dan tidak pula bisa menunda waktunya, maka boleh shalat tidak menghadap kiblat. Allah berfirman:

   



… ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : 239 (

Artinya : “Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…” (QS: Al Baqarah/2: 239)

48Ali Mustafa Yaqub,

Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka’bah, h. 38

49 Moch Anwar,

Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib Ditambah Dalil -Dalil Al Qur’an dan

Hadis, (Bandung: PT. Alma’arif, 1991), h. 43

50Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,

Pedoman Shalat, (Semarang: PT Pustaka Rizky


(45)

31

Bolehnya meninggalkan kiblat dalam shalat sunat dikala bepergian itu kalau sudah tidak mungkin lagi untuk menghadap kiblat. Orang yang naik kapal laut tidak boleh meninggalkan arah kiblat sebab besar kemungkinan bisa menghadap kiblat. 51

Selain sedang dalam ketakutan maupun dalam perjalanan, dalam keadaan tertentu orang yang sakit juga boleh tidak menghadap arah kiblat, adapun ketika kondisi orang yang sedang sakit bila hendak shalat maka hukum menghadap kiblatnya adalah sebagai berikut :

1. Orang yang sakit selama masih bisa harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat dengan menghadap kiblat.

2. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri dan ruku dan juga menghadap kiblat.

3. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan menghadap kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya sah, tidak usah mengulanginya lagi.

4. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju arah kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa

51Moh. Rifa’i, dkk., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, (Semarang: PT Karya Toha Putra,


(46)

menghadap kiblat. Bila tidak mampu yang demikian itu maka ia bisa shalat dengan batas kemampuannya (tidak menghadap kiblat) dan nantinya tidak usah mengulang lagi.52

52Syaikh Muhammad bin Shalih Al -Utsaimin,

Tata Cara Bersuci dan Shalat bagi Orang yang

Sakit, artikel diakses pada tanggal 21 Juni 2011 pada http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/tata


(47)

33 BAB IIII

PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN ARAH KIBLAT DI KOTA TANGERANG

A. Kondisi Umum Sekolah Menengah Atas di Kota Tangerang 1. Letak Astronomis Kota Tangerang

Secara astronomis wilayah Kota Tangerang berada antara 6º 6 LS - 6º 13 LS dan 106º 36 - 106º - 42º BT dengan luas wilaya h 184,23 Km² termasuk Bandara Sukarno Hatta seluas 19,69 Km² . Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di antara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembang an Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.53

Kota Tangerang secara administratif merupakan kota yang berada di Provinsi Banten dengan letak geografis dibagi menjadi 13 Kecamatan. Adapun kecamatan yang ada di Kota Tangerang terdiri dari:

a. Tangerang b. Jatiuwung c. Batuceper d. Benda

53Anne Ahira, “Mengenal Profil Kota Tangerang”, artikel diakses pada tanggal 25 April 2011


(48)

e. Cipondoh f. Ciledug g. Karawaci h. Priuk i. Cibodas j. Neglasari k. Pinang

l. Karang Tengah m. Larangan

Sedangkan batas wilayahnya adalah sebagai sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

2. Data Umum Jumlah SMA Kota Tangerang Perkecamata n

Menurut data umum mushalla SMA yang ada di Kota Tangerang berjumlah 86 sekolah. Dengan banyaknya sekolah yang ada di Kota Tangerang menandakan bahwa Kota Tangerang adalah salah satu kota yang sangat memperhatikan dunia pendidikan. Dari 86 sekolah tersebut ada 15 SMA Negeri dan 71 SMA Swasta, serta ada empat yang tidak memiliki mushalla karena sekolah tersebut khusus untuk siswa yang beragama nasrani yakni SMA St. Thomas Aquino di Kecamatan Karawaci, SMA


(49)

35

Markus di Kecamatan Pinang, SMA Kristen Kanaan di Kecamatan Tangerang, dan SMA Santa Patricia di Kecamatan Benda.

Adapun rincian jumlah SMA yang ada di tiap kecamatan di Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Data Umum dan Persentasi Jumlah Sekolah

No Kecamatan Jumlah

sekolah Persentasi jumlah sekolah

1 Tangerang 13 15,1%

2 Jatiuwung 1 1,2%

3 Batuceper 3 3,5%

4 Benda 3 3,5%

5 Cipondoh 15 17,4%

6 Ciledug 8 9,3%

7 Karawaci 12 13,9%

8 Priuk 4 4,6%

9 Cibodas 6 6,9%

10 Neglasari 2 2,3%

11 Pinang 10 11,6%

12 Karang Tengah 8 9,3%

13 Larangan 1 1,2%

Jumlah 86 100%

Jadi, jumlah SMA yang paling banyak berada di kecamatan Cipondoh dengan jumlah 15 sekolah (17,4%) dan sekolah yang paling sedikit jumlahnya ada di kecamatan Jatiuwung dan larangan dengan 1 sekolah (1,2%).

Tabel 3.2

SMA yang ada di Kecamatan Tangerang

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 1 Tangerang Prastowo, M.Pd Jl. Daan Mogot no


(50)

2 SMAN 2 Tangerang Drs. Tatang Sutardy, M.Pd

Jl. Taman Makam Pahlawan Taruna Tangerang

Negeri

3 SMAN 7 Tangerang Drs. M. Hidayat Arifin

Jl. Perintis

Kemerdekaan 1 no 2 Tangerang

Negeri 4 SMA Al Husna Drs. Ahmad Jl. A Damyati 43-45

Tangerang Swasta

5 SMA Syekh Yusuf Drs. Nasrul Burnawi

Jl. Maulana Yusuf no 1 Babakan Ujung Tangerang

Swasta 6 SMA Yuppentek 1 Drs. H. YM.

Kodhiat, B.Sc

Jl. P. Kemerdekaan I

no 1 Tangerang Swasta 7 SMA Agape BKKK H. Moediono Jl. Kebon Jahe 2

Tangerang Swasta

8 SMA Yuppentek 4 H. Sumino Yudi Astono, S.Pd

Jl. P. Kemerdekaan I

no 1 Tangerang Swasta 9 SMA Kristen

Kanaan

David Tjahyadi, S.E

Jl. Sukamanah V no 11 Sukasari

Tangerang

Swasta 10 SMA Setia Bhakti Drs. Sergius

Kelang

Jl. Kisamaun no 171

Tangerang Swasta

11 SMA

Muhammadiyah 3 Abdul Rohim

Jl. Perintis

Kemerdekaan 1/33 Cikokol

Swasta

12 SMA Harapan

Bangsa Widodo

Jl. Pulau Putri Raya Kav. 10 Kota Modern Tangerang

Swasta

13 SMA Plus Abdi Negara

Drs. Agus Irawan Gutawa Jl Perintis Kemerdekaan II Cikokol Tangerang Swasta Tabel 3.4

SMA yang ada di Kecamatan Batuceper

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Islam Al Ayaniyah

Dra. Hj. Sholeha HS

Jl. Halim Perdana Kusuma no 56-60 Tangerang

Swasta


(51)

37

Hasanudin no 94 Poris Jaya Batuceper 3 SMA Manbaul Ulum Drs. H. Abdul

Kholiq Mahfudz

Jl. KH. Kilin

Batujaya Batuceper Swasta

Tabel 3.5

SMA yang ada di Kecamatan Jatiuwung

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 11 Tangerang Rep. bahuweda, S.Pd

Jl. Raya Serang

Jatiuwung Negeri

Tabel 3.6

SMA yang ada di Kecamatan Benda

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Mutiara Bangsa

2

-Jl. Husein

Sastranegara no. 29 B, Jurumundi Benda

Swasta

2 SMAN 14 Tangerang Drs. H. B. Masruri, MM

Jl. Pembangunan I Darussalam II Batusari

Negeri

3 SMA Santa Patricia Dra. Romies Lumban Gaol

Komplek Duta Garden G.7 No.45, 46, 47 Benda Tangerang

Swasta

Tabel 3.7

SMA yang ada di Kecamatan Cipondoh

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Muhamadiyah 2

Dra. Nimi Fujianti

Jl. KH Maulana Has

63 Cipondoh Tangerang Swasta 2 SMA YP Karya

Drs. H. Syamsudin Suharis

Jl. KH. Hasyim

Ashari Km 3 Cipondoh Swasta 3 SMA Islam Asy

Syukriyah

Mohamad Dace, S.Pd

Jl. KH. Hasyim


(52)

4 SMA Al Wasatiyah Drs. Akhmad Sujai, MM Jl. Assolihin Dongkal Ciponoh Indah Swasta 5 SMA Harapan Jaya II M. Syarifudin,

Us, S.Pd

Jl. H. Mansur no 25

Gondrong Cipondoh Swasta

6 SMA

Miftahussa’adah Aminah, S.Ag

Ketapang Rt 004/05

Cipondoh Swasta

7 SMAN 10 Tangerang Drs. Tatang Mordio

Jl. KH. Ashari Kp.

Sasak Cipondoh Negeri 8 SMA Mutiara

Bangsa

Syukrul

Mahfudhi, S.Pd

Jl. Poris Indah Jaya

no 88 Cipondoh Swasta 9 SMA Poris Indah Bennyati Sitorus

Jl. Raya Poris Indah Blok A No. 60-67 Poris Indah

Swasta

10 SMA Plus

Ibadurrahman Badru Tamam

Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Masjid Kel. Kenanga

Swasta

11 SMA Nusa Bangsa - Jl. Irigasi Kampung

Gunung Cipondoh Swasta 12 SMA Islam Darul

Hasan

Hj. Eva Dian Nurmala, S.Pd

Jl. Sipon Cipondoh

Makmur Tangerang Swasta 13 SMA Plus Ibnu

Rusydi Drs. Makmun Santanur Jl. Maulana Hasanudin Cipondoh Makmur Swasta

14 SMA Daarul Qur’an

Internasional

-Jl. Kampung Ketapang No. 35 Ketapang Cipondoh

Swasta

15 SMA Terpadu PP

Daarul Amanah

-Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Jambu Blok C Kenanga

Swasta

Tabel 3.8

SMA yang ada di Kecamatan Ciledug

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Muhamadiyah I Wowo Permana

Jl. Raden Fatah No. 63 Sudimara Barat Ciledug

Swasta 2 SMA Yuppentek 2 Djamin, S.Pd Rl. Raden Fatah KM

1 Ciledug Swasta


(53)

39

Ciledug Tangerang 4 SMA Budi Mulya Drs. H. Moh.

Suryadi S., S.E

Jl. Hos

Cokroaminoto No. 1 Ciledug

Swasta

5 SMA Fatahillah Hasanudin A. Ghani

Jl. Masjid IX RT 02/07 Sudimara Timur Ciledug 6 SMA Annurmaniyah Irmayani Jl. Dr. Cipto Mangun

Kusumo Ciledug 7 SMA At-Thahirin Subur Supriadi Jl. Raden Fatah KM

1 Ciledug 8 SMAN 13 Tangerang Drs. H. Sudiyono

Komp. Griya

Kencana II Sudimara Barat Ciledug

Tangerang

Tabel 3. 9

SMA yang ada di Kecamatan Karawaci

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 4 Tangerang Drs. H. Empik Sukmadadi

Jl. Padasuka 1 Pabuaran Tumpeng Tangerang

Negeri

2 SMAN 5 Tangerang Drs. Lilik Istifa

Jl. Ciujung Raya no 3 Perumnas 1 Tangerang

Negeri 3 SMA Perguruan

Buddhi

Drs. BR.

Ismaryadi MHS

Jl. Imam Bonjol no.

41 Tangerang Swasta

4 SMA Nusa Putra Muntap Suyanto, S.Pd

Jl. Teuku Umar no. 12 Kel. Nusa Putra Tangerang

Swasta

5 SMA Nusantara 1 Hesti Yuniasih, S.E

Jl. Cisadane V Perumnas I Tangerang

Swasta 6 SMA St. Thomas

Aquino

Dra. Th. Sri Sulandhari

Jl. Kapling Surya

Pabuaran Swasta

7 SMA Puspita Dartini, S.Pd

Jl. Cisadane IV no. 124 Perumnas I Tangerang

Swasta


(54)

Purwanto Iskandardinata no.80 Tangerang

9 SMA PGRI 109 Drs. Iyus Usin Ruspendi

Jl. Untung Suropati

II Cimone Swasta

10 SMA Islamic Centre Drs. Atje Affandi

Jl. Ciujung Raya no. 4 Perumnas I

Tangerang

Swasta

11 SMA Babussalam Budi Irawan, S.Ag

Jl. Merdeka Gg. Pesantren I no. 47 Pabuaran

Swasta

12 SMA Citra Kasih Lidia Heryani

Jl. Delta Raya Perumahan Cimone Permai Karawaci

Swasta

Tabel 3.10

SMA yang ada di Kecamatan Periuk

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Mandiri 99 Drs. H. Muhammad

Periuk/Villa Mutiara

Pluit Km 4 Swasta

2 SMA Yislah H. Halimi

Jl. Al Hidayah Sangiyang Jaya Periuk

Swasta

3 SMAN 15 Tangerang - Jl. Villa Tangerang

Regenci Periuk Negeri

4 SMA Citra Bangsa - Jl. Moh. Toha Raya

no 168D Periuk Swasta

Tabel 3.11

SMA yang ada di Kecamatan Cibodas

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMA Daan Mogot Dra. H. R. Marjam

Jl. Gatot Subroto KM 5 Jatiuwung Tangerang

Swasta 2 SMA Pribadi 2 Koesnan, BA Jl. Kavling Pemda I

no 5 Tangerang Swasta 3 SMA Raudah

Darmawiyah Muhjiddin

Jl. H. Jasirin no 45


(55)

41

Tangerang 4 SMAN 8 Tangerang Hikmat, MM Jl. Besi Raya

Perumnas II Cibodas Negeri 5 SMA Dian Harapan

Enda Tri Mandalawati, M.Sc

Jl. Mentawai no. 21 Lippo Karawaci Utara Cibodas

Swasta

6 SMA Muhamadiyah 4 - Jl. Sawo VI (Ujung)

Perumnas I Cibodas Swasta

Tabel 3.12

SMA yang ada di Kecamatan Neglasari

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 6 Tangerang Drs. Soetrisno

Jl. Nyimas Melati no 2 Karanganyer Neglasari

Negeri

2 SMA Islam Al

Hasyimiyyah

-Jl. Sukamandi Rt. 01/09 no. 1 Karang Sari

Swasta

Tabel 3.13

SMA yang ada di Kecamatan Pinang

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 9 Tangerang Drs. Lili Kusmaya

Jl. H. Jali no. 9 Kel. Kunciran Jaya Tangerang

Negeri 2 SMA Prasetya Rudiyanto, S.E,

S.Pd

Jl. Komplek Pepabri

Kunciran Pinang Swasta 3 SMA Dharma Bhakti Drs. Sutang

Suprianto

Jl. KH. Hasyim Ashari Gg. Bhakti Pinang

Swasta

4 SMA Al Mubarok Maad, S.Pd

Jl. KH. Madja Panunggangan Pinang

Swasta 5 SMA Daarul

Muqorrobin Madi Haidi, S.Pd

Jl. H. Jali Kunciran

Jaya Pinang Swasta

6 SMA Bina Insani IR. Ady Kahar Jl. H. Mansyur


(56)

no. 3 Pinang 7 SMA Ki Hajar

Dewantoro Drs. Jamin

Jl. KH. Hasyim Ashari Km. 9 Pinang

Swasta

8 SMA Islam Az Zamir

-Jl. Lumba-lumba no. 3 Kunciran Indah Pinang

Swasta

9 SMA Assyakirin Nuraili, Lc Jl. KH. Hasyim Ashari 7 Pinang

Swasta

10 SMA Markus RM. Soemarjono

Jl. MH. Thamrin Km 415 Kebon Nanas

Swasta

Tabel 3.14

SMA yang ada di Kecamatan Karang Tengah

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 3 Tangerang Drs. Tata Suandana

Jl. KH. Hasyim Ashari Ciledug Tangerang

Negeri 2 SMA Budi Luhur Dra. Hj. Jennelly

Yusuf

Jl. Raden Saleh 999

Karang Tengah Swasta 3 SMA Yadika 3

Drs. J.

Sihombing, PSc, Ak

Jl. Raden Saleh 11

Ciledug Swasta

4 SMA Manggala Drs. Arbani

Jl. Hos

Cokroaminoto Gg Ilyas no 63 K. Tengah

Swasta

5 SMA PGRI 117 Jayakarta. S.Pd

Jl. Hos

Cokroaminoto no 41 Karang Tengah

Swasta

6 SMA Kosgoro Drs. Ahmad

Masduki

Jl. Komp. Lap. Rawa

Kambing Swasta

7 SMA Khairul Falah Dra. Hj. R. Y. Helmaya

Jl. Raden Saleh no

56 Karang Mulya Swasta 8 SMA Daarul Qur’an

Nasional Plus

-Jl. Sandong Raya Rt. 03/05 Kel. Pondok Pucung


(57)

43

Tabel 3.15

SMA yang ada di Kecamatan Larangan

No Nama Sekolah Kepala Sekolah Alamat Status

1 SMAN 12 Tangerang Drs. Nandang Suryana

Jl. Barokah 1

Larangan Utara Negeri

B. Metode Penentuan Arah Kiblat

Orang yang tidak mengetahui Kiblat, maka ia wajib menyelidiki, berusaha dan berijtihad sampai ia mengetahuinya atau memperkirakan bahwa kiblat ada di satu arah tertentu. Tapi bila tetap tidak bisa mengetahuinya dan juga tidak dapat memperkirakannya, maka menurut empat mazhab dan sekelompok d ari Imamiyah bahwa ia shalat ke mana saja yang disukainya dan sah shalatnya. Dan tidak wajib mengulanginya lagi, menurut Syafi’i.54

Perhitungan arah kiblat adalah perhitungan untuk mengetahui dan menetapkan ke arah mana Ka’bah di Mekkah itu dilihat dari su atu tempat di permukaan bumi ini, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.55 Untuk dapat mengetahui serta memperkirakan arah kiblat maka yang pe rlu ditelaah adalah tentang cara atau metode menentukan arah kiblat. Berdasarkan referensi yang ada,

54Muhammad Jawad Mughniyah

, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali,

h. 77

55Muhyiddin Khazin,

Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005),


(58)

terdapat beberapa model yang biasa dilakukan dalam menentukan arah kiblat. Ditinjau dari tata kerja pengukuran maupun dari hasil yang diperoleh dapat dibed akan menjadi dua macam.

1. Metode Pengukuran Taqribi(menggunakan acuan perkiraan)

Model yang digunakan dalam metode ini biasanya mengambil bentuk cara -cara yang sederhana. Data yang diperlukan cukup dengan mengetahui titik mata angin utama, yakni barat, timu r, utara dan selatan. Biasanya yang melakukan pengukuran telah memiliki pengetahuan dasar yang sederhana perihal posisi Ka’bah ditinjau dari tempat/lokasi pengukuran. Dengan bekal pengetahuan arah mata angin utama tersebut, maka letak Ka’bah dari tempat pe ngukuran cukup dikenali apakah lurus, miring ke kanan, atau miring ke kiri. Soal seberapa besar angka kemiringannya cukup ditentukan secara kirakira belaka. Karena penggunaan data perkiraan atau data rata -rata yang dijadikan acuan, maka pengukuran seperti ini dimasukan ke dalam metode taqribi.56

Data utama yang diperlukan dalam metode pengukuran taqribi ini hanya arah mata angin, sehingga hasil pengukurannya memiliki tingkat akurasi rendah. Untuk mengetahui arah mata angin cara yang digunakan pun bermacam -macam. Adapun cara-cara menentukan arah mata angin yang biasa dilakukan antara lain:

a. Menggunakan pisau silet

56Sirril Wafa, dkk., “

Akurasi Arah Kiblat Masjid dan Mushalla di Wilayah Ciputat”, Laporan


(59)

45

Pusat magnit pada titik utara bumi dapat dicari melalui pisau silet. Caranya dengan menempatkan pisau silet di atas permukaan air dengan syarat jangan sampai tenggelam. Tunggu sampai pisau silet bergerak mencari posisi, dan setelah stabil, pisau silet telah menemukan posisi arah utara, yang ditunjukkan sebuah ujungnya dan ujung yang lain adalah arah selatan. Selanjutnya tinggal membuat garis tegak lu rus terhadap garis utara selatan, maka didapatlah titik barat dan titik timur. Dari titik barat selanjutnya digeser sedikit ke arah kanan menurut selera pengukur. Di situlah ditentukannya arah kiblat untuk Indonesia. 57 b. Menggunakan kompas

Cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan kompas magnetis. Tetapi perlu diketahui bahwa kompas magnetis ini mempunyai banyak kelemahan, diantaranya:

1) Kompas magnetis ini peka terhadap benda -benda logam yang berada di sekitarnya.

2) Kutub utara magnit yang merupakan alat u tama dlama kompas itu, tidak selalu berhimpit dengan kutub selatan bumi, sehingga penunjukkan kompas tidak selalu tepat menunjukkan arah utara selatan.58

57Sirril Wafa, dkk., “

Akurasi Arah Kiblat Masjid dan Mushalla di Wilayah Ciputat”, Laporan

Penelitian, h. 17

58Encup Supriatna,


(60)

Setelah arah utara selatan ditemukan, dengan mudah arah timur dan barat bisa ditemukan. Proses selanjut nya sama seperti cara-cara yang ditempuh pada penggunaan media pisau silet.

Selain itu, ada pula pengukuran dengan kompas kiblat. Kompas kiblat merupakan alat yang mudah digunakan untuk menentukan arah kiblat suatu tempat, sebab dengan meletakkan kompas te rsebut pada suatu tempat, jarumnya akan secara otomatis mengarah atau menunjukkan arah kiblat yang dicari. Teknisnya sama dengan kompas magnetis, bedanya kompas kiblat tidak diputar dan caranya dimulai dari 10. Untuk kota -kota di pulau Jawa, kode angka yan g ditetapkan adalah 7,5.

Meskipun demikian, hasil yang diperoleh tetap merupakan perkiraan (tidak akurat) sebab pengaruh dari grafitasi dan gaya magnet sangat besar sehingga menyebabkan penyimpangan yang relatif besar.59 Serta penyamarataan kode angka untuk seluruh kota di Pulau Jawa ini menunjukkan bahwa arah kiblat yang ditunjukkan oleh panah kompas macam ini besifat taqribi.

c. Menggunakan tongkat istiwa

Cara lain yang lebih teliti adalah dengan menggunakan aapa yang dinamakan “tongkat istiwa”. Langkah -langkah yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:

59A. Jamil,


(1)

dikerjakan melalui perhitunga n matematis dengan menggunakan rumus -rumus ilmu ukur segitiga (spherical trigonometry) maupun menggunakan alat -alat teknologi yang canggih seperti GPS (Global Positioning System).

Adapun cara yang digunakan untuk membuat akurasi arah kiblat mushalla di SMA Kota Tangerang dengan menggunakan metode taqribi yaitu yang menggunakan bayang-bayang matahari dua sekolah (6,7%), menggunakan kompas sebanyak 11 sekolah (36,7%), menggunakan kompas kiblat sebanyak satu sekolah (3,3%), dan berdasarkan perkiraaan (tanpa a lat) sebanyak 11 sekolah (36,7%). Jadi mushalla yang menggunakan metode taqribi ini sebanyak 25 mushalla atau sekolah (83,4%) dan alat ukur yang digunakannya pun tergolong tradisional.

Sedangkan metode tahqiqi hanya terdapat pada satu mushalla (3,3%), yakn i mushalla yang ada di SMA Al Mubarok, mushalla tersebut cara perhitungan kiblatnya menggunakan ilmu hisab yakni dengan alat -alat modern seperti GPS dan segitiga siku-siku. Sedangkan sisanya yakni sebanyak empat mushalla (13,3%) yang tidak diketahui metode penentuan arah kiblatnya, hal ini pihak sekolah yang ada tidak mengetahui siapa yang mengukur arah mushalla tersebut atau bagaimana cara menentukan arah kiblat mushalla tersebut. Hal ini dikarenakan bangunan mushalla yang dibuat sudah terlalu tua atau lam a sehingga pihak sekolah tidak mengetahuinya.


(2)

B. Saran

1. Untuk pihak sekolah, hendaknya memperhatikan arah kiblat mushalla di sekolahnya masing-masing karena dengan keakuratan arah kiblat maka akan membuat ketenangan dalam menajalankan ibadah. Selain itu, pih ak sekolah juga mengadakan kegiatan mengenai penentuan arah kiblat kepada para siswa dengan meminta bantuan dari pihak -pihak atau lembaga yang kompeten sehingga siswa dapat mempunyai pengetahuan tentang arah kiblat sehingga ketika di masyarakat dapat dipra ktikan dengan baik.

2. Lembaga yang berwenang hendaknya menjadikan pengukuran arah kiblat sebagai agenda dalam program kerja baik di tingkat Pusat maupun daerah sampai ke KUA maupun melakukan penyuluhan ke sekolah -sekolah sebagai bekal bagi para siswa dan gur u ketika berada di masyarakat dengan memberikan pelatihan teori dan praktik mengenai pengukuran arah kiblat. 3. Masyarakat luas pada umumnya dan pihak sekolah pada khususnya

hendaknya cerdas dalam menyikapi ketidakakuratan arah kiblat masjid di lingkungan mereka tinggal. Dengan demikian, syarat menghadapkan muka ke arah kiblat betul-betul terpenuhi, sesuai dengan ketentuan nash (al -Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW).

4. Untuk mushalla yang tidak akurat tidak perlu khawatir mengenai ibadah shalat yang lalu dengan kiblat yang dulu kiranya tidak menjadi masalah. Oleh karena itu, meluruskan arah kiblat menjadi bisa menambah kemantapan ibadah shalat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya

Ad Dimasyqi, Al Imam Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000.

Al-Bukhory, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim ibn al -Mughiroh bin Bardazbah.Shahih al-Bukhori Jilid 1.Kairo: Dar al-Hadits, 2004.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Madzhab. tt: Daarul Ulum Press, 1996.

Al-Kahlawi, Ablah Muhammad. Buku Induk Haji dan Umrah untuk Wanita. Jakarta: Zaman, 2009.

Anwar, Moch. Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib Ditambah Dalil -Dalil Al Qur’an dan Hadis. Bandung: PT. Alma’arif, 1991.

As-Sa’di, Syaikh Abdurahman b in Nashir. Tafsir as-Sa’di. Penerjemah Muhammad Iqbal. Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Terjemahan Ayat Ahkam Ash -Shabuni. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008.

. Tafsir Tematik Surat Al -Baqarah-Al-An’am. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.

Ash-Shon’ani.Subulus Salam Juz 1. Bandung: Ad-Dahlan, t.th

Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Tafsir al-Qur’an al-Madjid An-Nur. Juz II. Jakarta : Bulan Bintang, 1966.

Den Brink, Jan van dan Meeder, Marja. Kiblat Arah Tepat Menuju Mekah, disadur oleh Andi Hakim Nasoetion dari “Mekka”. Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993, Cet ke-1.

Depag. “Almanak Hisab Rukyat”. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1998.


(4)

“Garis Lintang dan Bujur. ” Dalam Julian Holland, Ensiklopedia Geografi : Ensiklopedia Geografi Dunia Untuk Pelajar dan Umum. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2003: hal. 473

Ghani, Abdul. dkk. Keutamaan dan Sejarah Kota Mekkah dan Madinah. Jakarta: Akbar, 2005.

Hasbi Ash Shiddieqy, Teun gku Muhammad. Pedoman Shalat. Semarang: PT Pustaka Rizky Putra, 1991.

Hidayat, Rachmat Taufiq. Khazanah Istilah Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996. Husaini Usman,dkk., Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Jamil, A.Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Amzah, 2009.

Kamarulzaman, Aka. Kamus Ilmiah Serapan. Yogyakarta: Absolut, 2005.

Khazin, Muhyiddin. Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat. Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004.

,Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta: Buana Pustaka, 200 5.

“Ka’bah”, Cyril Glasse penerjemah Ghufron A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam (ringkas) Cyril Glasse Ed. 1., Cet. 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999: hal. 199. Katsir, Ibnu. Tafsir Al Qur’an Al Azim “Kiblat.” Dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed.,

Ensiklopedi Hukum Islam, vol.1. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996: hal. 946.

“Kiblat.” Dalam Abdul Halim, dkk., “Ensiklopedi Haji dan Umrah”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002: hal. 231.

“Kiblat.” Dalam Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992: hal. 563

Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia, 1985.

Mahalli, Ahmad Mujab, Hadis-hadis Ahkam Riwayat Asy -Syafi’i, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.


(5)

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali.Jakarta: Lentera, 1999.

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al Munawir Arab Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan P P “Al-Munawir” Krapyak, 1984. Murtadho, Moh,.Ilmu Falak Praktis. Malang: UIN Malang Press, 2008.

Mustofa, Agus. Pusaran Energi Ka’bah. Surabaya: PADMA Press, 2003. Razak, Nazaruddin. Dienul Islam. Bandung: PT. Alma’arif, 1973.

Rifa’i, Moh. dkk., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al -Qur’an Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sopyan, Yayan. Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Supriatna, Encup. Hisab Rukyat dan Aplikasinya. Bandung: PT Refika Aditama, 2007.

Surachmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung: C.V Tarsito, 1975.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Wafa, Sirril, dkk., “Akurasi Arah Kiblat Masjid dan Mushalla di Wilayah Ciputat”, Laporan Penelitian, 2002, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yaqub, Ali Mustafa. Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka’bah. Jakarta: Pustaka Darus-Sunnah, 2010.

Ahira, Anne “Mengenal Profil Kota Tangerang”, artikel diakses pada tanggal 25 April 2011 dari Anneahira.com


(6)

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, Tata Cara Bersuci dan Shalat bagi Orang yang Sakit, artikel diakses pada tanggal 21 Juni 2011 pada http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/tata -cara-bersuci-dan-shalat-bagi-orang.html Wawancara Pribadi dengan A. Rofki. Tangerang, 4 April 2011.

Wawancara Pribadi dengan H. Moh. Abror. Tangerang, 3 Mei 2011. Wawancara Pribadi dengan Khasam Bisri. Tangerang 3 Mei 2011.