Tugas Mata Kuliah Etnografi Wilayah Suma
Agnes Gita Cahyandari
11/318337/SA/15873
Etnografi Wilayah Sumatra: Batak
Pembahasan Mengenai Peran Wanita Batak dalam Keluarga
Judul
: Kronik tentang Perempuan Batak
Penulis
: Hotman Jonathan Marbun Lumban Gaol
Sumber
: Kompasiana.com
Alamat
: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/07/kronik-tentang-perempuan-
batak-346835.html
Perempuan Punya Peran
“Kronik tentang Perempuan Batak” adalah sebuah tulisan singkat mengenai
perempuan Batak. Tulisan ini diambil dari kompasiana.com, yang sifatnya adalah Media
Warga, sehingga siapapun bisa menulis di situs ini. Secara umum, tulisan ini membahas
mengenai perempuan Batak. Selama ini banyak sekali perempuan yang menjadi tokoh
masyarakat, contohnya yang ditulis didalam tulisan ini ada Miranda Gultom, Rosiana
Silalahi, dan Dewi Lestari Simangunson (Dee). Namun, mereka yang sudah menjadi
sosok terkemuka tersebut kurang menjadi sorotan dalam tulisan ini. Sebaliknya, justru
para perempuan Batak yang tidak dikenal inilah yang menjadi sorotan utama, dimana kita
diajak untuk melihat bagaimana tangguhnya para perempuan tersebut, sekaligus peran
dan posisinya dalam keluarga.
Selama ini sering kita dengar bahwa perempuan adalah kaum yang
termarjinalkan. Artinya, perempuan sering kali dipandang lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Hal tersebut terjadi baik secara sosial, maupun secara kultural. Keluarga Batak,
yang sangat terkenal dengan sistem kekerabatannya yang sangat kental, seringkali terlihat
sangat ‘patrilineal’. Bahkan, cenderung banyak pemahaman muncul bahwa dalam
Keluarga Batak, yang ‘diutamakan’ adalah laki-laki, sedangkan perempuan stratanya ada
jauh dibawah dan tidak berhak terhadap suatu apapun. Tulisan ini banyak memberikan
contoh yang menepis anggapan-anggapan mengenai hal tersebut. Dalam keluarga Batak
memang setiap orang memiliki sebutan serta panggilan masing-masing (terms of address
dan terms of reference). Panggilan-panggilan tersebut antara lain juga dibedakan
bedasarkan siapa dari pihak mana, seperti pihak ibu dan pihak ayah (Boru dan Hulahula)1. Saya sendiri menduga karena adanya pembedaan panggilan bedasarkan pihakpihak tersebut yang akhirnya menimbulkan kesan bahwa terjadi pembedaan secara jenis
kelamin dalam keluarga Batak.
Ada dua contoh yang saya anggap menarik pada tulisan ini. Contoh pertama
adalah seorang Inang. Ia berasal dari Huta Gala-gala, Balige, Toba Samosir. Ia memiliki
Sembilan orang anak dimana tiga diantaranya masih bersekolah. Inang sendiri bekerja
untuk membantu suaminya mencari nafkah. Pada bagian akhir dituliskan bahwa setiap
malam ia selalu berdoa kepada Tuhan supaya ia dan keluarganya selalu dilindungi dan
dijaga setiap hari. Contoh kedua adalah mengenai masalah ‘Hak Warisan Perempuan
Batak’. Dalam keluarga Batak, seseorang akan memakai nama ayahnya. Oleh karena itu,
seringkali dirasa bahwa perempuan sangat tidak dianggap dalam keluarga Batak,
termasuk bahwa perempuan tidak mendapatkan hak warisan. Pada teks ini dituliskan
bahwa Barita Simanjuntak, menuliskan sebuah Disertasi yang berjudul Hukum Waris
Adat: Antara Perubahan dan Resistensi, yang mengambil Studi Mengenai Hak Anak
Perempuan Dalam Waris Adat Batak Toba. Disitu dituliskan bahwa perempuan memiliki
hak istimewa namun tidak bisa dijual, yang disebut Sibagunon.
Menurut saya, contoh pertama tadi menunjukkan bahwa dalam keluarga Batak,
perempuan tetap memiliki peran penting. Laki-laki adalah tulang punggung keluarga,
namun perempuan yang memopong. Dalam artikel Pakpak Adat and Kinship
Terminology: An Assessment of Their Meaning and Mutual Relationship karya A.C.
Viner dijelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan semuanya memiliki hubungan
yang bersifat mutual atau saling melengkapi. Bukan semata-mata hanya laki-laki saja
yang memiliki peran, namun setiap orang, baik itu laki-laki atau perempuan, baik itu
pihak suami, istri, dan sebagainya, memiliki perannya masing-masing yang sangat
penting untuk membangun Keluarga secara adat Batak yang rukun dan harmonis.
1 Referensi merujuk pada artikel Toba Batak Relationship Terminology karya Kathryn J. Brineman
Bovill, yang diambil dari Jurnal Akademik Belanda.
Dalam buku Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba karangan J.C. Vergouwen
juga dijelaskan mengenai penghormatan pada perempuan. Penghormatan tersebut terjadi
pada adat pernikahan, dimana pihak yang diberikan penghormatan pertamakali adalah
pihak perempuan. Pada halaman 229 buku tersebut dituliskan, “Bukti penghormatan ini
diungkapkan melalui tindak manulangi. Orang pertama yang mendapatkannya adalah
istri parboru, kemudian menyusul parboru sendiri”.
Dari tulisan di kompasiana, serta beberapa bahan bacaan lainnya, saya sendiri
menyimpulkan bahwa perempuan, khususnya dalam keluarga Batak, mempunyai peran
serta sangat dihormati dalam keluarga. Memang dalam keluarga Batak, keturunan berasal
dari garis Ayah, sehingga apabila nama sang ayah adalah Situmorang, maka anakanaknya akan menggunakan nama Situmorang. Namun, bukan berarti perempuan
menjadi tidak penting. Justru sebaliknya, perempuan mempunyai peran penting dan
sangat dihormati. Dalam beberapa kasus, perempuan lebih didahulukan dibandingkan
dengan laki-laki. Saya pribadi menyimpulkan bahwa dalam keluarga Batak, pada
dasarnya antara laki-laki dan perempuan adalah sama atau seimbang; masing-masing
memiliki jobdesknya sendiri dalam setiap kegiatan, terutama yang berhubungan dengan
upacara adat. Dari situlah saya bisa menyatakan bahwa perempuan tetap mempunyai
peran dalam keluarga. Hal ini tentu saja tidak berlaku semata-mata dalam keluarga Batak
saja, melainkan di keluarga lainnya.
Sumber artikel:
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/07/kronik-tentang-perempuan-batak346835.html
Referensi
Bovill, Kathryn J. Brineman.
1985. Toba Batak Relationship Terminology dalam Bijdragen tot de Taal-, Landen Volkenkunde, Deel 141, 1ste Afl., ANTHROPOLOGICA XXVII, pp. 36-66.
KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies.
Belanda.
Vergouwen, J.C.
1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Pustaka Azet. Jakarta.
Viner, A.C.
1981. Pakpak Adat and Kinship Terminology: An Assessment of Their Meaning
and Mutual Relationship dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde,
Deel 141, 1ste Afl., ANTHROPOLOGICA XXIII, pp. 145-165. KITLV, Royal
Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Belanda.
11/318337/SA/15873
Etnografi Wilayah Sumatra: Batak
Pembahasan Mengenai Peran Wanita Batak dalam Keluarga
Judul
: Kronik tentang Perempuan Batak
Penulis
: Hotman Jonathan Marbun Lumban Gaol
Sumber
: Kompasiana.com
Alamat
: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/07/kronik-tentang-perempuan-
batak-346835.html
Perempuan Punya Peran
“Kronik tentang Perempuan Batak” adalah sebuah tulisan singkat mengenai
perempuan Batak. Tulisan ini diambil dari kompasiana.com, yang sifatnya adalah Media
Warga, sehingga siapapun bisa menulis di situs ini. Secara umum, tulisan ini membahas
mengenai perempuan Batak. Selama ini banyak sekali perempuan yang menjadi tokoh
masyarakat, contohnya yang ditulis didalam tulisan ini ada Miranda Gultom, Rosiana
Silalahi, dan Dewi Lestari Simangunson (Dee). Namun, mereka yang sudah menjadi
sosok terkemuka tersebut kurang menjadi sorotan dalam tulisan ini. Sebaliknya, justru
para perempuan Batak yang tidak dikenal inilah yang menjadi sorotan utama, dimana kita
diajak untuk melihat bagaimana tangguhnya para perempuan tersebut, sekaligus peran
dan posisinya dalam keluarga.
Selama ini sering kita dengar bahwa perempuan adalah kaum yang
termarjinalkan. Artinya, perempuan sering kali dipandang lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Hal tersebut terjadi baik secara sosial, maupun secara kultural. Keluarga Batak,
yang sangat terkenal dengan sistem kekerabatannya yang sangat kental, seringkali terlihat
sangat ‘patrilineal’. Bahkan, cenderung banyak pemahaman muncul bahwa dalam
Keluarga Batak, yang ‘diutamakan’ adalah laki-laki, sedangkan perempuan stratanya ada
jauh dibawah dan tidak berhak terhadap suatu apapun. Tulisan ini banyak memberikan
contoh yang menepis anggapan-anggapan mengenai hal tersebut. Dalam keluarga Batak
memang setiap orang memiliki sebutan serta panggilan masing-masing (terms of address
dan terms of reference). Panggilan-panggilan tersebut antara lain juga dibedakan
bedasarkan siapa dari pihak mana, seperti pihak ibu dan pihak ayah (Boru dan Hulahula)1. Saya sendiri menduga karena adanya pembedaan panggilan bedasarkan pihakpihak tersebut yang akhirnya menimbulkan kesan bahwa terjadi pembedaan secara jenis
kelamin dalam keluarga Batak.
Ada dua contoh yang saya anggap menarik pada tulisan ini. Contoh pertama
adalah seorang Inang. Ia berasal dari Huta Gala-gala, Balige, Toba Samosir. Ia memiliki
Sembilan orang anak dimana tiga diantaranya masih bersekolah. Inang sendiri bekerja
untuk membantu suaminya mencari nafkah. Pada bagian akhir dituliskan bahwa setiap
malam ia selalu berdoa kepada Tuhan supaya ia dan keluarganya selalu dilindungi dan
dijaga setiap hari. Contoh kedua adalah mengenai masalah ‘Hak Warisan Perempuan
Batak’. Dalam keluarga Batak, seseorang akan memakai nama ayahnya. Oleh karena itu,
seringkali dirasa bahwa perempuan sangat tidak dianggap dalam keluarga Batak,
termasuk bahwa perempuan tidak mendapatkan hak warisan. Pada teks ini dituliskan
bahwa Barita Simanjuntak, menuliskan sebuah Disertasi yang berjudul Hukum Waris
Adat: Antara Perubahan dan Resistensi, yang mengambil Studi Mengenai Hak Anak
Perempuan Dalam Waris Adat Batak Toba. Disitu dituliskan bahwa perempuan memiliki
hak istimewa namun tidak bisa dijual, yang disebut Sibagunon.
Menurut saya, contoh pertama tadi menunjukkan bahwa dalam keluarga Batak,
perempuan tetap memiliki peran penting. Laki-laki adalah tulang punggung keluarga,
namun perempuan yang memopong. Dalam artikel Pakpak Adat and Kinship
Terminology: An Assessment of Their Meaning and Mutual Relationship karya A.C.
Viner dijelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan semuanya memiliki hubungan
yang bersifat mutual atau saling melengkapi. Bukan semata-mata hanya laki-laki saja
yang memiliki peran, namun setiap orang, baik itu laki-laki atau perempuan, baik itu
pihak suami, istri, dan sebagainya, memiliki perannya masing-masing yang sangat
penting untuk membangun Keluarga secara adat Batak yang rukun dan harmonis.
1 Referensi merujuk pada artikel Toba Batak Relationship Terminology karya Kathryn J. Brineman
Bovill, yang diambil dari Jurnal Akademik Belanda.
Dalam buku Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba karangan J.C. Vergouwen
juga dijelaskan mengenai penghormatan pada perempuan. Penghormatan tersebut terjadi
pada adat pernikahan, dimana pihak yang diberikan penghormatan pertamakali adalah
pihak perempuan. Pada halaman 229 buku tersebut dituliskan, “Bukti penghormatan ini
diungkapkan melalui tindak manulangi. Orang pertama yang mendapatkannya adalah
istri parboru, kemudian menyusul parboru sendiri”.
Dari tulisan di kompasiana, serta beberapa bahan bacaan lainnya, saya sendiri
menyimpulkan bahwa perempuan, khususnya dalam keluarga Batak, mempunyai peran
serta sangat dihormati dalam keluarga. Memang dalam keluarga Batak, keturunan berasal
dari garis Ayah, sehingga apabila nama sang ayah adalah Situmorang, maka anakanaknya akan menggunakan nama Situmorang. Namun, bukan berarti perempuan
menjadi tidak penting. Justru sebaliknya, perempuan mempunyai peran penting dan
sangat dihormati. Dalam beberapa kasus, perempuan lebih didahulukan dibandingkan
dengan laki-laki. Saya pribadi menyimpulkan bahwa dalam keluarga Batak, pada
dasarnya antara laki-laki dan perempuan adalah sama atau seimbang; masing-masing
memiliki jobdesknya sendiri dalam setiap kegiatan, terutama yang berhubungan dengan
upacara adat. Dari situlah saya bisa menyatakan bahwa perempuan tetap mempunyai
peran dalam keluarga. Hal ini tentu saja tidak berlaku semata-mata dalam keluarga Batak
saja, melainkan di keluarga lainnya.
Sumber artikel:
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/07/kronik-tentang-perempuan-batak346835.html
Referensi
Bovill, Kathryn J. Brineman.
1985. Toba Batak Relationship Terminology dalam Bijdragen tot de Taal-, Landen Volkenkunde, Deel 141, 1ste Afl., ANTHROPOLOGICA XXVII, pp. 36-66.
KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies.
Belanda.
Vergouwen, J.C.
1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Pustaka Azet. Jakarta.
Viner, A.C.
1981. Pakpak Adat and Kinship Terminology: An Assessment of Their Meaning
and Mutual Relationship dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde,
Deel 141, 1ste Afl., ANTHROPOLOGICA XXIII, pp. 145-165. KITLV, Royal
Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Belanda.