Teknis Penyusunan dan Strategi APBD Berb

Teknis Penyusunan dan Strategi APBD Berbasis Kinerja1
Oleh :
Kodrat Wibowo, SE, PhD.2

1. Pendahuluan
Perubahan sistem pemerintahan menuju era desentralisasi yang secara efektif
diberlakukan sejak tahun 2001 lewat implementasi langsung UU No. 22 dan 25 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, telah membawa perubahan mendasar pada sistem pemerintahan di
Indonesia – terutama pada sistem pemerintahan daerah. Lebih besarnya peran yang
diberikan pada pemerintahan kota/kabupaten diharapkan mampu memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakatnya dan sekaligus juga diharapkan dapat
menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya yang lebih baik bagi pembangunan di
Indonesia. Kedua undang-undang ini kemudian diubah menjadi UU No. 32 dan 33
tahun 2004 yang secara lebih detail dan jelas menyatakan bahwa pemberian
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah – disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah – merupakan salah satu upaya agar
penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi efisien dan efektif.
Efektivitas

penyelenggaraan


pemerintahan

daerah

melalui

desentralisasi

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan
yang menekankan pada peran pemerintah daerah yang semakin tinggi diharapkan
dapat

meningkatkan

pelayanan

dan

responsivitas


terhadap

publik,

serta

memperhatikan preferensi masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran
serta masyarakat lokal dalam pembangunan di daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu bentuk
dokumen perencanaan pembangunan yang diharapkan mampu mencerminkan aspirasi
dan preferensi sosial dari masyarakat, secara umum karena APBD menggambarkan
alokasi sumber daya milik publik ke berbagai jenis prasarana, barang, dan pelayanan
publik. Oleh sebab itu proses penyusunan APBD diharapkan mampu meningkatkan
1

Disampaikan pada “In House Training bagi anggota DPRD Pemerintah Daerah Kabupaten
Tasikmalaya”, 23 Februari 2005
2
Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FE-UNPAD, Sekretaris dan Peneliti utama

pada LP3E FE-UNPAD, dan dosen luar biasa di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta, serta Sekolah
Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD), Bandung.
15/08/2018
Halaman 1

partisipasi masyarakat – sebagai upaya untuk menjaring aspirasi dan preferensi
masyarakat – dan juga diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas publik
sehingga upaya pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai dalam waktu yang lebih
singkat.
Sistematika pembahasan makalah ini dimulai dengan pendahuluan dan selanjutnya
akan menjelaskan produk-produk perencanaan daerah. Bagian ketiga akan membahas
definisi dan pentingnya arti perencanaan APBD, diteruskan oleh bagian keempat dan
kelima yang akan membahas teknis penyusunan APBD beserta substansi dan
strukturnya. Terakhir adalah ulasan singkat tentang pertimbangan strategi sistem
anggaran defisit.
2. Produk-Produk Perencanaan Daerah
Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan
yang dapat dicapai melalui perwujudan maksud dan sasaran tertentu yang telah
ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan baik oleh pribadi sendiri maupun oleh

suatu organisasi tertentu. Tujuan yang telah ditetapkan tersebut harus sudah menjadi
suatu kesepakatan.3 Perencanaan diperlukan agar alokasi sumberdaya menjadi lebih
efisien dan efektif, dengan tujuan agar keadaan dimasa yang akan datang menjadi
lebih baik. Dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah, maka
perencanaan dapat berbentuk pengaturan dan kontrol terhadap hubungan atau
tindakan-tindakan antara pemerintah daerah dengan mekanisme pasar (masyarakat,
baik konsumen maupun produsen—selanjutnya disebut sebagai sektor swasta).
Perkembangan kegiatan aktivitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun
swasta menimbulkan kebutuhan akan pengaturan kegiatan-kegiatan tersebut.
Pemerintah harus terus menerus mencoba, pada berbagai tingkat dan derajat tertentu,
mengatur dan mencoba mengarahkan aktivitas masyarakat sehingga dapat memacu
proses pembangunan diluar apa yang dapat dicapai oleh kekuatan mekanisme pasar
itu

sendiri.

Berdasarkan

pengertian


tersebut

jelaslah

bahwa

perencanaan

pembangunan dibutuhkan untuk mencapai hasil pembangunan yang lebih baik lagi.
Agar proses perencanaan pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik maka
perlu disusun beberapa dokumen perencanaan. UU No, 4/1999 tentang GBHN
3

Dalam Ilmu Ekonomi Publik, keputusan bersama ini harus merupakan hasil dari voting mayoritas
lewat sistem demokrasi lewat perwakilan.
15/08/2018
Halaman 2

menyatakan bahwa langkah awal dari perencanaan pembangunan daerah adalah
dengan membuat pola dasar (Poldas)– sebagai garis besar arah pembangunan daerah

selama 5 tahun kedepan yang bisa terlihat melalui visi, misi, serta strategi dan arah
kebijakan pembangunan masing-masing daerah. Selanjutnya berdasarkan UU No.
25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), ditetapkan bahwa setiap
daerah harus memiliki Program Pembangunan Daerah (Propeda) yang berisi sasaran
dan program perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah. Bersama
RTRW dan kerangka Makro Ekonomi maka Poldas menjadi dasar dari visi, misi, serta
strategi dan arah kebijakan pembangunan yang ada dalam Propeda. Terkait dengan
Propeda maka selanjutnya PP No. 108/2000 mengharuskan daerah/unit kerja daerah
membuat Rencana Strategis (Renstra) sebagai wujud keterukuran sasaran dan
program yang telah ditetapkan pada Propeda. Semua dokumen perencanaan tersebut
merupakan dokumen perencanaan jangka menengah. Produk terakhir dari dokumen
perencanaan pembangunan adalah dokumen perncanaan jangka pendek. UU No.
33/2004 menyatakan bahwa setiap daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) sebagai rencana tahunan kegiatan pembangunan di daerah.
Selanjutnya setiap unit kerja/perangkat daerah akan menyusun Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang merupakan detilasi dari RKPD. Seperti
rencana operasional pada umumnya hal-hal yang diatur dalam RKPD dan Renja
SKPD sangat detail dan akurat, termasuk rencana alokasi biaya yang dibutuhkannya,
serta target hasil yang hendak dicapai selama periode perencanaan. Terkait dengan
alokasi biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan maka

disusunlah Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA
SKPD) yang merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.
Kumpulan RKA SKPD dari setiap unit kerja/perangkat daerah disusun menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD disusun berdasarkan aspek sumber
pembiayaan pembangunan dan alokasi dana tersebut bagi kegiatan-kegiatan
pembangunan. APBD harus dapat menjamin keseimbangan antara permintaan dan
penawaran, menghindari inflasi dan mendorong stabilisasi ekonomi. Gambar 1
menunjukkan keterkaitan antara dokumen perencanaan mulai dari tingkat nasional
hingga ke kabupaten/kota, sementara gambar 2 dan 3 menggambarkan detilasi dari

15/08/2018
Halaman 3

keterkaitan tersebut berdasarkan tingkatan perencanaan serta penekanannya pada
tingkat Kabupaten/Kota.
Keberhasilan proses penyusunan APBD di suatu daerah tidak lepas dari hubungan
kerja antara eksekutif dan legislatif di daerah. Eksekutif, dalam hal ini pemerintah
daerah (Pemda) sebagai pelaksana kegiatan pembangunan di daerah bertugas
menyusun program-program pembangunan daerah. Berbagai dokumen perencanaan

pembangunan daerah (seperti Poldas, Propeda, Renstrada, RKPD, hingga RAPBD)
disusun oleh eksekutif dengan tujuan meningkatkan pelayanan, pembangunan dan
pemberdayaan kepada masyarakat. Legislatif (anggota dewan) – sebagai perwakilan
masyarakat – berupaya menjamin agar penyusunan dokumen perencanaan tersebut
telah sesuai dengan aspirasi dan preferensi masyarakat. Dengan demikian dirasakan
perlunya pengetahuan yang cukup dalam masalah perencanaan anggaran, bagi
anggota legislatif, karena berdasarkan landasan hukum UU No 32 Tahun 2004
ditegaskan bahwa DPRD lah yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan
persetujuan tentang layak tidaknya sebuah RAPBD untuk disahkan menjadi APBD.

15/08/2018
Halaman 4

UUD 45

GBHN
ASPEK
LINGKUNGAN

PUSAT

RTRWN

PROPINSI

POLA DASAR
PROPINSI

RTRWP

KERANGKA
MAKRO
EKONOMI
NASIONAL

RENCANA
EKONOMI
PROPINSI

PROPENAS


PROPEDA
PROPINSI

RK Pusat
(APBN)

SEKTOR

APBD
PROPINSI
PAD
PAD

KAB/KOTA
POLA DASAR
KAB/KOTA

RTRWK

RENCANA

EKONOMI
KAB/KOTA

PROPEDA
KAB/KOTA

Gambar 1
Keterkaitan Produk Perencanaan Pada Berbagai
Tingkatan Pemerintahan

15/08/2018

APBD
KOTA/KAB

PEMB NAS & DAERAH

Halaman 5

Naskah Akademis

Dokumen Politis/
Perencanaan Induk
GBHN

Perencanaan
Manajerial
-

Regional Indeks:
- Analisis Situasi
- Proyeksi
Pertumbuhan
- PDRB
- Analisis
Lingkungan
- Angka Kemiskinan
- Angka
Pengangguran
- Potensi Ekonomi
- Sektor Unggulan

-

POLDAS PROV
VISI
MISI
STRATEGI

POLDAS
KAB/KOTA
VISI
MISI
STRATEGI

PROPENAS
APBN
BANTUAN
LN
SWASTA
MASYARA

PROPEDA PROV
APBN
APBD
PROV
SWASTA
MASYARA

PROPEDA K/K
APBN
APBD
PROV
APBD K/K
SWASTA
MASYARA
Gambar 2
Tata Urut Dokumen Perencanaan Pembangunan
15/08/2018

Perencanaan TaktisStrategis

Pelaksanaan Teknis
Operasional

RENSTRA
DEPARTEMEN
T

RK Pusat
APBN

RENSTRA PROV
APBD PROV :
3.
PAD
4.
Dana
Perimbangan
DAU
DAK
Bagi Hasil

RKPD PROV

RENSTRA K/K
APBD Kab/Kota :
1.
PAD
2.
Dana
Perimbangan
DAU
DAK
Bagi Hasil

APBD PROV

Indikator Kinerja

Masukan (Input)
Keluaran (Output)
Hasil (Outcomes)
Dampak (Impact)

Masukan (Input)
Keluaran (Output)
Hasil (Outcomes)
Dampak (Impact)

LPJ
GUB

RKPD Kab/Kota

Masukan (Input)
Keluaran (Output)
Hasil (Outcomes)
Dampak (Impact)

APBD Kab/Kota
LPJ
Bup/Wal
Halaman 6

POLA DASAR :
Visi, Misi
Strategi
Arah & Kebijakan
PROPEDA:
Visi, Misi
Strategi
Arah & Kebijakan
Program
Kegiatan

RENCANA
PEMBANGUNAN 5
TAHUNAN

RENSTRADA :
Visi, Misi
Strategi
Arah & Kebijakan
Program
Kegiatan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah / RKPD
(REPETADA):
Arah & Kebijakan
Strategi
- Prioritas
Program
- Kegiatan

RENCANA
PEMBANGUNAN
TAHUNAN

Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja SKPD)
Arah & Kebijakan
Strategi
- Prioritas
Program
- Kegiatan

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Nota Keuangan):
Arah & Kebijakan
Strategi
- Prioritas
Program
- Kegiatan

APBD
Gambar 3
Keterkaitan Produk Perencanaan Pada
Pemerintahan Kabupten/Kota
3. Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut definsisi manajemen keuangan, anggaran merupakan suatu perencanaan
untuk memperoleh penerimaan dan mengalokasikan-nya dalam bentuk belanja untuk
mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Dengan kata lain, anggaran merupakan informasi
atau pernyataan mengenai rencana dan kebijakan di bidang keuangan organisasi atau
badan usaha untuk jangka waktu tertentu -- biasanya selama satu tahun. Perencanaan
15/08/2018
Halaman 7

ini

biasanya

menggambarkan

pula

bagaimana

item-item

penerimaan

bisa

ditingkatkan, dan alokasi sumberdaya bisa secara lebih luas dialokasikan dalam satu
periode tertentu. Dalam perencanaan ini juga diikut sertakan masalah-masalah penting
lain seperti skala prioritas, strategi, alokasi sumberdaya dan system control serta
akuntabilitas anggaran.
Secara teori, pendekatan anggaran yang biasa digunakan dalam teknis penyusunan
anggaran secara umum ada empat jenis:
(1)

Incremental Budgeting: mengambil jumlah yang telah dianggarkan ditahun
sebelumnya dan menambahkan sejumlah tambahan untuk tiap item/program
anggaran (biasanya dalam persentase peningkatan yang sama).


Kelemahan: anggaran tidak mencerminkan prioritas politik, juga biaya
dalam waktu tersebut (tidak akuntabel dan efisien)


(2)

Kelebihan: Mudah dan cepat

Zero-based Budgeting: menentukan alternative biaya tiap aktifitas program,
dan lalu melakukan pengambilan suara untuk pemilihan biaya yang cocok,
dilakukan tiap tahun.


Kelemahan: terlalu lama, membutuhkan banyak informasi, dan tidak
selalu penting untuk membiayai tiap program untuk tiapa awal tahun
terutama untuk kegita yang sedang berjalan.


(3)

Kelebihan: anggaran mencerminkan prioritas, akuntabilitas, dan efisiensi.

Program-based Budgeting: Setelah anggaran berdasarkan zero-based sudah
ditetapkan, anggaran program kemudian ditelaah kembali dan disesuaikan
setiap tahun dengan melihat perkembangan skala prioritas, dan kebijakan,
serta perubahan tingkat aktifitas dan biaya sumberdaya yang menjadi input.


Kelemahan: memungkinkan adanya monitoring apakah program sejalan
dengan prioritas, sumberdaya input ditentukan biayanya, dan secara
efisien ditinjau ulang tiap tahun, anggaran adalah realistis, dan
akuntabilitas dapat terjamin.


(4)

Kelebihan: banyak informasi yang dibutuhkan

Performance Budgeting: Anggaran yang didasarkan pada anggaran program,
namun menggunakan criteria kinerja sebagai basis untuk alokasi anggarannya.


Kelemahan: banyak informasi yang dibutuhkan.

15/08/2018
Halaman 8



Kelebihan: sama seperti program-base budgeting, dan alokasi didasarkan
pada output yang diinginkan oleh bidang yang berkaitan dengan program.

Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah perkiraan pendapatan
dan belanja yang diharapkan akan terjadi dalam jangka waktu tertentu, satu tahun,
yang dinyatakan dalam satuan mata uang dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Perda). Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka
mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan
fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran legislatif dan
eksekutif dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran. Sehubungan dengan itu
UU No. 17/2003 menyebutkan bahwa belanja daerah dirinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa
setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja harus mendapat persetujuan DPRD.
Berkaitan dengan penggunaan metode anggaran berbasis kinerja (performance
budgeting system), pemerintah telah mengeluarkan PP No. 105 dan PP No. 108 Tahun
2000 yang mengatur penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
berdasarkan kinerja4 dan pertanggung-jawaban APBD untuk penilaian kinerja
berdasarkan tolok ukur rencana strategis (Renstra). Lebih jauh, dikeluarkan peraturan
yang lebih tinggi lagi yaitu: UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang benar-benar berfungsi sebagai motor penggerak (driving force) diterapkannya
anggaran berbasis kinerja diseluruh tingkat pemerintahan, nasional, daerah hingga
unit kerja terkecil. Hakikatnya, undang-undang ini secara substansial mengatur sisi
yuridis-politis Keuangan Negara, dan pada prinsipnya UU ini mengatur hubungan
hukum antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam pengelolaan keuangan
negara, terutama dalam penyusunan dan penetapan APBN (anggaran pendapatan dan
belanja negara) maupun APBD. Secara operasional, azas umum dan pendekatan
kinerja dalam perencanaan dan penganggaran daerah dituangkan dalam Kepmendagri
29/2002. Kepmendagri ini secara rinci mengatur substansi dan proses yang harus
ditempuh oleh pemerintah daerah agar perencanaan dan penganggaran sesuai dengan
azas umum penganggaran dan pendekatan kinerja. Berbagai kebijakan mengenai
4

Penjelasan lebih lanjut dari isi PP ini akan dibahas lebih detail pada bagian selanjutnya.
15/08/2018
Halaman 9

perencanaan keuangan tersebut di atas, selanjutnya diberi payung hukum yang lebih
kokoh yaitu UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur sistem
keuangan —termasuk proses penyusunannya— baik di tingkat daerah maupun di
tingkat pusat. Berdasarkan UU No. 17/2003, penyusunan anggaran daerah meliputi
beberapa tahap penting yaitu:
a. Penyusunan arah kebijakan umum APBD, yang memuat komponen-komponen
pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang
kewenangan Pemerintah Daerah.
b. Penyusunan strategi dan prioritas APBD, agar dapat mempercepat pencapaian
– melalui percepatan pencapaian target kinerja berdasarkan prioritas dan
sumberdaya (manusia, dana dan teknlogi) yang tersedia – seperti yang
ditetapkan pada arah kebijakan umum
c. Penyusunan rencana anggaran satuan kerja, dan
d. Pembahasan RAPBD.
e. Penetapan APBD sebagai dokumen perencanaan
Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD mempertimbangkan berbagai aspek
dari dokumen perencanaan yang telah ada, baik pada tingkat nasional, provinsi,
maupun kabupaten/kota, mempertimbangkan hasil pencapaian masa lalu, serta
mempertimbangkan aspirasi dan preferensi masyarakat. Pemerintah Daerah dan
DPRD akan membuat nota kesepakatan apabila mereka sepakat mengenai arah dan
kebijakan umum APBD yang dihasilkan. Berdasarkan arah dan kebijakan umum
APBD, Pemerintah Daerah melalui Tim Penyusunan Anggaran Eksekutif menyusun
strategi dan prioritas APBD untuk kemudian disampaikan pada Panitia Anggaran
Legislatif agar dikonfimasi kesesuaiannya dengan arah dan kebijakan umum APBD.
Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama dengan Unit-unit Kerja Pemerintah Daerah
menjabarkan strategi dan prioritas APBD dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja
(RASK) yang kemudian menjadi konsep RAPBD untuk diajukan pada Panitia
Anggaran Legislatif. Oleh Panitia Anggaran Legislatif draft RAPBD tersebut di bahas
pada rapat anggaran DPRD untuk dimintai pertimbangan DPRD. Kegiatan tersebut
berlangsung hingga DPRD menganggap bahwa anggaran yang disusun Pemerintah
Daerah bisa disetujui. Setelah DPRD menyetujui RAPBD untuk dapat disahkan
sebagai APBD maka dibuatlah Peraturan Daerah tentang APBD. Setelah APBD
disahkan maka RASK disahkan oleh Kepala Daerah sebagai Dokumen Anggaran
15/08/2018
Halaman 10

Satuan Kerja (DASK) untuk kemudian dapat dilaksanakan oleh masing-masing Unit
Kerja Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 33 Tahun 2004, tugas DPRD dikembangkan
kembali dimana setelah RAPBD disepakati dengan kata lain disetujui oleh DPRD,
Pemda dan DPRD harus bertemu kemabli guna membahas prioritas dan plafon
sementara.5 Proses penyusunan anggaran tersebut secara skematis ditunjukkan oleh
gambar 4.

5

Lihat Kodrat Wibowo (2004a)
15/08/2018
Halaman 11

Laporan Kinerja
Historis

Kebijakan
Pemerintah Pusat

Restrada

Dokumen
Perencanaan lain

Masyarakat
Partisipasi Masyarakat

Perda pengelolaan
Keu Daerah
Standar Biaya
Keputusan KDH
tentang Standar
Pelayanan

PEMDA
KEPALA DAERAH

RASK

DASK

Konsep Perda
APBD

Keputusan KDH
Penjab. APBD

DPRD

PANITIA
ANGGARAN
LEGISLATIF

Nota Kesepakatan
Arah & Keb Umum
APBD

Surat Edaran KDH
Penyusunan
Anggaran
Penilaian RASK
Penyusunan RAPBD

Partisipasi Masyarakat

Pokok Pikiran
DPRD

TIM EKSEKUTIF
ANGGARAN

UNIT
KERJA

Penjaringan
Aspirasi

Strategi &
Prioritas
Lampiran
RAPBD

Nota
Keuangan

PERDA APBD

Sosialisasi kpd
masyarakat &
Pembahansan
RAPBD

Pengajuan Rancangan
Perda APBD

Pengesahan
KDH

Persetujuan
APBD

Gambar 4
Diagram Proses Penyusunan APBD
15/08/2018

Halaman 12

DAERAH

UNIT KERJA

SUB UNIT KERJA

NOTA KEUANGAN
DAERAH
KEBIJAKAN UMUM APBD:
Tujuan Umum
Sasaran Umum

PRIORITAS STRATEGI
INDIKASI OUTCOME
PROGRAM
KEGIATAN

PERNYATAAN
ANGGARAN UNIT
KERJA:
Tupoksi
Tujuan Unit Kerja
Sasaran Unit Kerja
Prioritas Program

REKAP KEGIATAN:
Target Keluaran
Indikasi Outcome

FORMULIR USULAN
KEGIATAN / PERNYATAAN
ANGGARAN :
Nama Kegiatan
Masukan
Keluaran

RINGKASAN APBD

WAJAR

15/08/2018

STANDAR ANALISA BIAYA /
PERNYATAAN ANGGARAN
Belanja Pegawai
B. Barang & Jasa;
B. Perjalanan Dinas;
B. Pemeliharaan.

DASAR PENILAIAN
SAB OLEH TIM
ANGGARAN
EKSEKUTIF
Gambar 5
Diagram Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Halaman 13

Sejalan dengan proses penyusunan APBD seperti yang ditunjukkan pada gambar 4
tersebut, perlu diperhatikan beberapa tahap kegiatan yang terkait dengan proses
penyusunan APBD, terutama yang terkait dengan penerapan sistem anggaran kinerja,
diantaranya adalah:
1) Tahap penyusunan anggaran.
Beberapa hal yang terkait dengan penyusunan anggaran adalah :
-

Penyusunan rencana tahunan

-

Penetapan nota kesepakatan arah & kebijakan umum APBD antara eksekutif
dan legislatif (Pemda dan DPRD),

-

Penyusunan strategi dan prioritas APBD

-

Penerbitan Surat Edaran KHD tentang penyusunan anggaran

-

Penyusunan

Rencana

Anggaran

Satuan

Kerja

(RASK),

dengan

mempertimbangkan ; (1) Kajian target/tujuan organisasi, (2) Kajian tentang
perkiraan kemampuan, (3) Kajian tentang perkiraan kebutuhan, (4) Analisa
kebutuhan dan kemampuan, (5) Penentuan prioritas kebutuhan, dan (6)
Perhitungan dan analisa kewajaran biaya
-

Pembahasan RASK dengan Panitia Anggaran Eksekutif

-

Penyusunan Rancangan PERDA APBD termasuk lampiran-lampiran

2) Tahap pengesahan/otorisasi anggaran, proses tersebut terdiri atas rangkaian kegiatan
seperti :
-

Pengajuan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD

-

Pembahasan RAPBD oleh komisi-komisi DPRD,

-

Rapat paripurna DPRD (beberapa kali)

-

Pembahasan antara eksekutif dan legislatif,

-

Sosialisasi dan penjaringan aspirasi masyarakat

-

Penyelesaian RAPBD oleh eksekutif

-

Pengambilan keputusan oleh DPRD

-

Pengesahan RAPBD oleh Kepala Daerah menjadi Perda APBD

-

Penerbitan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

-

Penetapan RASK menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK)

15/08/2018
Halaman 14

4. Penyusunan APBD Berbasis Anggaran Kinerja
Berdasarkan PP No. 105/2000, dijelaskan bahwa pengertian APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang
APBD. Sementara yang dimaksud dengan Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan monetary value termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan (assets) yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, tentunya dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa azas umum pengelolaan Keuangan daerah
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan,
dan manfaat untuk masyarakat (pasal 66 ayat 1 UU No. 33/2004). Dalam menyusun
APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Pasal 8 PP No. 105/2000 menyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan
kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Unsur penting dalam anggaran kinerja adalah adanya
penggunaan indikator kinerja (Performance Indicator). Beberapa manfaat yang bisa
dirasakan dengan adanya pengukuran kinerja ini, diantaranya adalah :
-

Akuntabilitas organisasi publik kepada DPRD dan publik lebih mudah
dilihat

-

Lebih memotivasi peningkatan pelayanan kepada publik

-

Peningkatan kepercayaan publik kepada pemerintah

-

Anggaran kinerja menekankan pada sasaran kinerja dan pencapaian,
bukan pada pembelian yang dilakukan oleh organisasi

Anggaran Kinerja adalah proses penganggaran yang mengkaitkan belanja dengan
hasil yang diharapkan. Unsur-unsur terpenting dalam Anggaran Kinerja termasuk
pernyataan tentang:
-

Visi (menjelaskan ke arah mana unit kerja akan dibawa)

15/08/2018
Halaman 15

-

Misi (menyatakan sesuatu yang harus diemban oleh unit kerja)

-

Tujuan (penjabaran dari misi yang menyatakan apa yang ingin dicapai
dalam jangka waktu satu tahun)

-

Sasaran (penjabaran dari tujuan yang teridentifikasi dengan jelas dan
terukur mengenai sesuatu yang ingin dicapai).

-

Program (sekumpulan kegiatan yang direncanakan untuk dilaksanakan
agar tercapainya sasaran yang ditetapkan).

-

Kegiatan (tindakan yang akan dilaksanakan untuk memperoleh keluaran
atau hasil tertentu.)

Penyusunan APBD berbasis anggaran kinerja mencakup dua hal utama, yaitu
penyusunan rancangan anggaran setiap unit kerja serta penyusunan rancangan APBD
Pemerintah Daerah oleh Tim Anggaran Eksekutif. Dalam menyusun rancangan anggaran,
masing-masing unit kerja membuat pernyataan anggaran (PA) yang memuat pernyataan
mengenai visi, misi unit kerja, deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja,
rencana program dan kegiatan unit kerja berikut tolok ukur kinerja, dan target kinerjanya.
Pernyataan Anggaran yang dibuat masing-masing unit kerja dievaluasi oleh Tim
Anggaran Eksekutif. Jika proses evaluasi tersebut selesai hasil akhir, PA kemudian
dijadikan dasar untuk menyusun rancangan APBD.
Ciri khas dari anggaran kinerja adalah adanya ukuran dari kinerja setiap unit kerja
yang terdiri atas masukkan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak yang mengukur
keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat daerah (Unit
Kerja).Ukuran kinerja keuangan tersebut ditentukan oleh standar analisa biaya (SAB),
tolok ukur kinerja dan standar biaya (PP No. 105/2000). SAB mengukur penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Tolok ukur kinerja
merupakan ukuran keberhasilan yang dicapai oleh setiap unit kerja – biasanya diukur
dengan standar pelayanan minimum – sedangkan standar biaya mengukur harga satuan
unit biaya yang berlaku bagi masing-masing daerah. Proses penyusunan anggaran
berbasis kinerja ditunjukkan pada gambar 5.
Pengukuran kinerja dari masing-masing kegiatan yang ada pada APBD didasarkan
pada prinsip value for money (ekonomi, efisiensi, dan efektivitas) dengan 4 indikator
(masukan, keluaran, hasil dan manfaat) yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Pada
15/08/2018
Halaman 16

dasarnya pengukuran tersebut merupakan penerapan dari prinsip cost effectiveness yang
biasa digunakan dalam pengajaran mata kuliah ekonomi: evaluasi proyek. Adapun
struktur pengukuran kinerja dari masing-masing kegiatan dapat digambarkan seperti pada
gambar 6, sedangkan keputusan untuk memilih kegiatan yang dapat dilaksanakan
ditunjukkan seperti gambar 7.
Pengukuran indikator input/ekonomi menyangkut berapa besar jumlah input yang
digunakan, sedangkan indikator output menggambarkan berapa besar tingkat pelayanan
yang terjadi, adapun indikator efektivitas diukur dengan tingkat pencapaian
sasaran/dampak dari jenis pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Indikator terakhir
(efisiensi) terkait dengan biaya per-unit output yang dikeluarkan untuk memberikan
pelayanan dengan target dampak tertentu yang dirasakan oleh masyarakat.

Ekonomi

BIAYA

Efisiensi

OUTPUT

INPUT

Tingkat Pelayanan

Efektivitas

DAMPAK

Tingkat penggunaan

MASYARAKAT
Gambar 6
Pengukuran Kinerja dari Kegiatan
Untuk memastikan kegiatan-kegiatan mana yang bisa dianggarkan, maka disusunlah
matriks kesesuaian dan biaya. Kesesuaian tidak lain merupakan wujud dari kepuasan
yang dirasakan oleh masyarakat dalam menggunakan kegiatan pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah. Kesesuaian merupakan penggabungan dari ketersediaan
15/08/2018
Halaman 17

pelayanan (output) dengan dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Tingkat kesesuaian
yang tinggi menggambarkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah telah dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini berarti bahwa aspirasi dan preferensi
masyarakat telah tercukupi – dan sebaliknya jika tingkat kesesuaian rendah. Agar tingkat
kesesuaian dapat diukur maka setiap kegiatan yang dilakukan harus disertai dengan
penetapan standar pelayanan minimum. Pelaksanaan kegiatan pemerintah diharapkan
memberikan tingkat kesesuaian yang tinggi dengan menggunakan pembiayaan tertentu,
sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dikatakan efektif. Kegiatan-kegiatan yang
menimbulkan biaya tinggi dengan kesesuaian yang rendah perlu dihindari, sedangkan
kegiatan-kegiatan yang memiliki biaya tinggi dengan kesesuaian yang tinggi pula perlu
disesuaikan dengan mencoba menurunkan biayanya – melalui upaya-upaya mendorong
kearah efisiensi kegiatan. Adapun kegiatan dengan biaya dan kesesuaian yang rendah
perlu dikaji ulang penetapan sasaran dan tujuannya, apabila ternyata tetap tidak
menunjukkan kesesuaian yang lebih baik maka kegiatan tersebut bisa ditinggalkan.

Pembiayaan Tinggi
Kesesuaian Rendah

Biaya Tinggi
Kesesuaian Tinggi

Eliminasi

Penurunan Biaya

Biaya
Biaya Rendah
Kesesuaian Rendah
Eliminasi atau
Redesign

Biaya Rendah
Kesesuaian Tinggi
Hasil yang Diharapkan

Kesesuaian dengan tujuan strategis dan output
Gambar 7
Keputusan Pemilihan Kegiatan

15/08/2018
Halaman 18

5. Substansi dan Struktur APBD
Pelaksanaan pembangunan di daerah bertujuan agar pengelolaan sumberdaya yang
ada dapat digunakan secara efisien dan efektif. Selain itu pembangunan di daerah juga
ditujukan agar dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan stabilitas.
Oleh sebab itu APBD yang disusun harus didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan
negara yaitu :
a. Prinsip keadilan anggaran (fungsi distribusi)
b. Prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran (fungsi alokasi)
c. Prinsip disiplin anggaran
d. Prinsip tranparansi dan akuntabilitas
Untuk mewujudkan prinsip-prinsip tersebut maka pemerintah menyusun aturan baku
penyusunan APBD. Pasal 15 ayat 1 PP No. 105/2000 menyatakan bahwa Sruktur APBD
terdiri atas 3 bagian penting, yaitu :
a. Pendapatan, yaitu semua penerimaan Kas Daerah yang merupakan hak daerah
yang bersifat menambah ekuitas daerah (Aset dikurangi kewajiban/utang =
Ekuitas Daerah)
b. Belanja, adalah semua pengeluaran kas daerah yang merupakan kewajiban daerah
dan mengurangi ekuitas dana daerah
c. Pembiayaan, sumber dana untuk menutup defisit (kelebihan belanja atas
pendapatan), atau pengunaan surplus anggaran (kelebihan pendapatan atas belanja
merupakan) . Pembiayaan terdiri atas dua bagian ;


Penerimaan pembiayaan : penerimaan pinjaman/obligasi, hasil penjualan
perusahaan milik negara, pemindahan dari dana cadangan, dan akumulasi
surplus anggaran s/d periode sebelumnya.



Pengeluaran pembiayaan: pembayaran kembali pokok pinjaman/obligasi,
pengeluaran

untuk

perolehan

perusahaan

milik

negara,

pembentukan/penambahan dana cadangan.
Agar kebijakan penyusunan anggaran menjadi lebih efektif, maka fokus alokasi
anggaran harus :
a. Diarahkan

kepada

sektor-sektor

yang

dapat

mendistribusikan

serta

mengalokasikan anggaran ke sektor lain
15/08/2018
Halaman 19

b. Dengan melihat kinerja pembangunan sektoral, kebijakan dan pengelolaan
anggaran diarahkan kepada sektor yang mempunyai kinerja lebih dari satu
c. Dengan memperhatikan keterkaitan terpadu dari semua sektor pembangunan,
dapat diciptakan suatu sektor yang saling kait mengait dengan sektor lain.
d. Penyusunan program suatu sektor harus dapat mencakup semua aspek yang
ada di sektor lain.
Sebagai produk dokumen perencanaan pembangunan APBD diharapkan mampu
memberikan keyakinan pada masyarakat bahwa apa yang telah disusun merupakan
bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang mampu
menampung aspirasi stakeholder sehingga dapat dijadikan stimulus bagi pertumbuhan
ekonomi daerah. Oleh sebab itu APBD bersifat multi-aspek, seperti :
a. Aspek Ekonomi, dalam artian bahwa besaran anggaran pemerintah
mencerminkan skala kegiatan ekonomi sektor pemerintahan dan pengaruhnya
terhadap ekonomi sektor swasta
b. Aspek Politik, yang berarti bahwa anggaran yang ditetapkan merupakan
perwujudan dari kehendak politik pemerintah dan masyarakat dalam bentuk
kebijakan keuangan
c. Aspek Hukum, dalam artian bahwa yaitu agar dapat dilaksanakan, anggaran
perlu ditetapkan degan peraturan daerah, sehingga anggaran mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat dan harus dipatuhi oleh semua pihak yang
melaksanakan
d. Aspek Manajemen. Anggaran mencerminkan pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen pemerintah
Selain itu APBD yang disusun juga harus terkait dengan kebijakan keuangan pada
tingkat pemerintahan yang lain, seperti APBN dan juga APBD propinsi. Keterkaitan
tersebut menunjukkan adanya hubungan antar perencanaan yang ada di tingkat
pemerintah pusat dengan perencanaan yang ada di tingkat daerah. Gambar 8 menjelaskan
alokasi dan sumber pembiayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai
hubungan keuangan antara pusat dan daerah.6

6

Item-item yang tercantum dalam gambar 8 telah disesuaikan dengan isi UU No. 33 Tahun 2004.
15/08/2018
Halaman 20

PENERIMAAN PUSAT

BELANJA PUSAT

PENERIMAAN MIGAS DAN
PANAS BUMI

ANGGARAN PUSAT
ANGGARAN RUTIN

PPH, PPN
BEA MASUK
CUKAI
PAJAK EKSPOR DLL
PBB & BPHTB
PNBP - SDA
PNBP – BUMN, DLL

-

PAD
- Pajak Daerah
- Retribusi Daerah
- Hasil BUMD
- Lain-lain PAD

ANGGARAN PEMB

Penerimaan lain2

ANGG
PEMB
SEKTORAL
ANGG PEMB
PEMBIAYAAN PROYEK

DANA BAGIAN DAERAH:
PPh, PBB, BPHTB, Penerimaan
SDA , Minyak Gas Bumi

ANGGARAN DAERAH
DANA BAGIAN
DAERAH: Migas&Panas
Bumi, PPh, PBB &
DANA ALOKASI UMUM
(DAU)
DANA ALOKASI
KHUSUS (DAK)

PINJAMAN PROGRAM

PENERIMAAN DAERAH

PINJAMAN PROYEK
Gambar 8
Keterkaitan Antara APBN dan APBD

DAU

BELANJA DAERAH
APARATUR DAERAH
ADMINITRASI UMUM
OPERASI
DAN
PEMELIHARAAN
BELANJA MODAL
PELAYANAN PUBLIK
ADMINITRASI UMUM
OPERASI
DAN
PEMELIHARAAN
BELANJA MODAL

DAK
Pinjaman &
Obligasi Daerah

BAGI
HASIL
BANTUAN
TIDAK DISANGKA
PEMBIAYAAN

Subsidi: listrik, BBM,
bunga kredit program,
beras, dll

15/08/2018
Halaman 21

DAN

Tabel 1 menunjukkan format struktur APBD berdasarkan anggaran kinerja seperti
yang ditetapkan oleh Kepmendagri No. 29/2002 dan disesuaikan dengan aturan yang
tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2004. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa ada
berbagai sumber penerimaan untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Prinsip
anggaran secara fleksibel dapat dimungkinkan untuk defisit maupun surplus.7 Format ini
berbeda dibandingkan format struktur APBD dengan menggunakan dasar line itembudgeting yang berbentuk T-Account dan selalu menggunakan prinsip anggaran
berimbang (balance budget).
Struktur APBD terdiri atas 3 bagian utama, dimana masing-masing bagian sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Untuk bagian penerimaan, susunan penerimaan
didasarkan pada UU No. 33/2004 yang menyatakan bahwa sumber-sumber penerimaan
daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Daerah, terdiri atas:
-

Pendapatan Asli Daerah

-

Dana Perimbangan

-

Lain-lain pendapatan yang sah

b. Pembiayaan Daerah, terdiri atas :
-

Sisa lebih perhitungan anggaran daerah8;

-

Penerimaan pinjaman dan obligasi daerah;

-

Dana cadangan daerah; dan

-

Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sedangkan untuk bagian belanja pemerintah daerah didasarkan pada Kepmendagri
No. 29/2002, yang menyatakan bahwa belanja daerah terdiri atas dua bagian, yaitu :
a. Belanja Aparatur Daerah,
b. Belanja Pelayanan Publik
Masing-masing bagian belanja tersebut kemudian dirinci menurut kelompok belanja,
yaitu :
-

Belanja Administrasi Umum

7

Lewis dan Chakeri (2004) membuktikan bahwa perkembangan surplus pada pemerintahan daerah sangat
tinggi setelah diberlakukannya otonomi daerah. Terdapat rata-rata pertumbuhan surplus sebesar 10% dari
tahun 2000 ke tahun 2001.
8
Sampai dengan tahun 2002 dana cadangan daerah naik menjadi 16% dari total belanja negara, atau kirakira sebanding dengan 1,2% dari total PDB.
15/08/2018
Halaman 22

-

Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan

-

Belanja Modal

Untuk kemudian setiap kelompok belanja akan dirinci menurut objek belanjanya masingmasing, dan untuk setiap objek belanja akan dirinci menurut rincian objek belanja.
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 dengan lebih detail mengklasifikasikan kembali jenis
belanja daerah menjadi 3 jenis yaitu belanja daerah menurut aspek9:
1. Bidang/Organisasi yang disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga
teknis daerah;
2. Fungsi, terdiri antara lain: layanan umum, ketertiban kemanan, ekonomi,
lingkungan hidup, perumahan dan fasiliitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan, serta perlindungan sosial;
3. Jenis belanja (sifat ekonomi) terdiri dari a.l belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
5. Strategi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah

9

Lihat Kodrat Wibowo (2004a).
15/08/2018
Halaman 23

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dengan format struktur APBD yang baru,
dimungkinkan adanya strategi defisit, surplus dan juga berimbang dalam sebuah
penyusunan APBD. Format ini memang secara tidak langsung merupakan
perubahan paradigma public fiscal yang sebelumnya idealistik mengenai kondisi
anggaran berimbang yang notabene sebenarnya adalah anggaran defisit walaupun
ditambahi embel-embel berimbang dinamis. Surplus terjadi bila sisi penerimaan
daerah lebih besar daripada sisi pengeluaran. Sebaliknya defisit terjadi bila sisa
penerimaan lebih kecil dibandingkan sisi penerimaannya10. Kecenderungan yang
terjadi memang kebanyakan pemerintah daerah memilih untuk menggunakan
sistem anggaran defisit mengingat makin terbukanya kesempatan yang makin luas
bagi masing-masing daerah untuk mencari sumber pembiayaan pengeluaran secara
kreatif dan inovatif. Tidak heran dalam UU No 33 tahun 2004 dijelaskan pula
bahwa menteri keuangan mengatur batas maksimal defisit untuk masing-masing
daerah. Ditambah lagi ketentuan bahwa kumulatif defisit tidak boleh melebihi 3%
dari PDB. Hal ini dapat dimengerti karena defisit daerah yang berlebihan dapat
membahayakan posisi fiskal/keuangan negara yang merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat. Disisi lain penggunaan sistem anggaran defisit ini dipicu pula
oleh masih dimungkinkannya pembentukan dana off-budget oleh pemerintah pusat
bagi para daerah. Ditambah lagi dengan pengaturan adanya item dana cadangan
dalam sisi pembiayaan APBD yang makin memberi peluang untuk menerapkan
strategi anggaran defisit ini.

10

Hyman David (2002), Public Finance: A Contemporary Application Of Theory To Policy, Seventh
Edition , Thompson Learning
15/08/2018
Halaman 24

Dari sisi lain, penggunaan sistem anggaran defisit didasari pula oleh pemikiran
bahwa sistem ini dapat membawa efek multiplier bagi kegiatan perekonomian lewat
makin giatnya usaha mengumpulkan penerimaan daerah lewat upaya formal seperti untuk
pengumpulan pajak daerah atau retribusi maupun lewat alternatif pembiayaan lain yang
diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan kewenangan kebijakan keuangan
pemerintah pusat.11 Selain itu terdapat anggapan bahwa sistem anggaran berimbang dan
surplus mengakibatkan kecenderungan adanya pemborosan pada sisi pengeluaran karena
asumsi bahwa pengeluaran harus sama jumlahnya dengan sisi pengeluaran.12 Dengan kata
lain pendekatan sistem anggaran defisit bisa membuat pihak pelaksana kegiatan
pemerintahan untuk dapat berhemat atau minimal menerapkan prinsip disiplin anggaran
yang pada akhirnya dapat menutup besaran defisit tersebut.
Kecenderungan penggunaan sistem defisit dikarenakan pula oleh
dimungkinkannya upaya melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk dijadikan
sumber pembiayaan yang diatur oleh UU No. 33 Tahun 2004.13 Terlebih lagi banyak
daerah yang kemudian mulai sadar akan kenyataan bahwa asset kekayaan daerahnya
dapat dijadikan jaminan pinjaman. Lebih jauh, upaya opsi pinjaman ini dapat dipandang
secara implisit sebagai upaya pelemparan beban tanggung jawab membayar hutang
beserta bunga dan kewajiban-kewajiban lainnya pada pihak penerus roda pemerintahan
selanjutnya.

11

Di negara-negara lain opsi untuk menggunakan lottery atau undian berhadiah bagi pemerintah daerah
sebagai alternatif sumber pembiayaan sudah bukan merupakan hal tabu, karena secara empiris banyak pula
dibuktikan bermanfaat dan berisiko rendah.
12
Dalam ilmu ekonomi makro asumsi ini memang dibenarkan dimana kendala anggaran bagi para pelaku
ekonomi (budget constraint & Isocost) yang tersedia selalu merupakan fungsi linear.
13
Sebelumnya UU No. 25/2004 membolehkan pinjaman luar negeri yang diprotes banyak pihak karena
bertentangan dengan UU No. 22 tahun 2004 yang mengatur wewenang pemerintah dari tiap tingkat.
15/08/2018
Halaman 25

Namun dari pendapat umum baik teoritis, empiris dan juga logis, seluruh
rasionalitas dari penerapan sistem anggaran defisit ini tetap memiliki kelemahan yang
mungkin pada gilirannya akan mengakibatkan biaya pada segi akuntabilitas dan fiscal
profligasi. Bila kita tinjau alasan karena adanya kesempatan dalam menempatkan dana
cadangan dan daba non-budgetaire sebagai bemper bila terjadi kesulitan fiskal membuat
alokasi dana yang tidak efektif, karena secara normative, dana tersebut dapat digunakan
untuk hal-hal lain yang lebih mendasar serta tinggi kadar produktifitasnya. Bila
rasionalitas yang dipakai adalah makin giatnya upaya pengumpulan sisi penerimaan pajak
dan retribusi misalnya, hal ini akan mengarah pada makin berkurangnya minat investasi
dan domisili dari masyarakat.14 Hipotesis Tiebout tentang persaingan daerah merupakan
salah satu alasan berbahayanya pola pikir tentang manfaat sistem anggaran defisit
terhadap peningkatan produktifitas perekonomian. Ditambah lagi dengan adanya hipotesa
Peacock dan Wiseman yang menyatakan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak pernah
ingin dipungut berbagai jenis pajak sedangkan pemerintah selalu ingin memajak, sekali
lagi yang dipertaruhkan disini adalah tingkat akuntabilitas pemerintahan. Dan alasan
yang paling berbahaya adalah menggunakan opsi pinjaman daerah dimana yang terjadi
kemungkinan adalah persaingan antara publik dan pihak swasta terutama perbankan
dalam menyerap dana segar dari masyarakat maupun dana perbankan. Selain itu
pinjaman dapat mengakibatkan makin sedikitnya masyarakat generasi berikutnya dalam
pemilikan stok capital. Kemudian secara prinsip keuangan publik, asas manfaat akan
menjadi timpang karena penerima manfaat dari kegiatan perekonomian di tahun
bersangkutan tidak harus pusing mengurusi tanggung jawab kewajiban pada saat harus
melunasi pinjaman serta biaya-biaya tambahannya, apalagi dengan adanya resiko
pertimbangan moral dan politis dimana mungkin akan muncul persepsi masyarakat
bahwa pemerintah daerah dan DPRD untuk daerah yang hobby-nya menghutang, berarti
tidak becus kinerjanya sebagai pelaksana pemerintahan. Dan mungkin tidak akan terplih
lagi periode berikutnya.

14

Pada akhir tahun 2001 sejak implementasi otonomi daerah sudah terdapat lebih dari 1000 jenis pajak
daerah dan retribusi daerah yang baru (Kodrat Wibowo, 2004b).
15/08/2018
Halaman 26

Tabel 1. Ringkasan APBD
I. Pendapatan
1. Pendapatan Asli Daerah :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil BUMD dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Tidak
Dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah.
- hasil penjualan kekayaan daerah
yang tidak dipisahkan
- Jasa giro
- Pendapatan bunga
- Keuntungan selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing.
- Komisi, potongan dari penjualan
dan atau pengadaan barang/jasa
2. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil dari PBB, BPHTB,
PPh Ps. 25, 29, 21, Dana Reboisasi
& penerimaan SDA
b. Dana Alokasi Umum,
c. Dana Alokasi Khusus
3. Lain-lain Pendapatan
a. Pendapatan hibah
b. Pendapatan Dana Darurat.
c. Penerimaan-penerimaan yang sesuai
dengan UU yang berlaku
III. Pembiayaan
1. Penerimaan Daerah
a. Sisa lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Lalu
b. Transfer dari Dana Cadangan
c. Penerimaan Pinjaman dalam negeri
dan Obligasi
d. Hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan
2. Pengeluaran Daerah
a. Transfer ke Dana Cadangan
b. Penyertaan Modal
c. Pembayaran Utang Pokok dan jatuh
tempo
d. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Berjalan

II. Belanja
Kepmendagri No. 29/2002
1. Belanja Aparatur Daerah
a. Belanja Administrasi Umum
b. Belanja Operasi dan pemeliharaan
c. Belanja Modal
2. Belanja Pelayanan Publik
a. Belanja Administrasi Umum
b. Belanja Operasi dan pemeliharaan
c. Belanja Modal
d. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan
Keuangan
e. Belanja Tidak Tersangka
UU No. 33/2004:
1. Belanja Bidang/Organisasi, disesuaikan
dengan susunan perangkat daerah/lembaga
teknis daerah;
2. Belanja
Fungsi,:
layanan
umum,
ketertiban kemanan, ekonomi, lingkungan
hidup, perumahan dan fasiliitas umum,
kesehatan, pariwisata, budaya, agama,
pendidikan, serta perlindungan sosial;
3. Belanja Ekonomi: belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

15/08/2018
Halaman 27

Daftar Pustaka
Ahmad, E (1996), Financing Decentralizing Expenditures, Edward Elgar Publishers,
Cheltenham, U. K.
Bagdja Muljarijadi, Pembangunan Daerah di Indonesia ; Paradigma Baru Menghadapi
Era Desentralisasi, Semiloka Desentralisasi Fiskal di Indonesia Grand Ballroom Savoy
Homann, 29 Juni – 1 juli 2000
Gregorio, Mila V, Kerangka Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, Refreshing
Workshop P2TPD, 26 Juni 2003
Hyman David, Public Finance: A Contemporary Application Of Theory To Policy,
Seventh Edition, Thompson Learning, 2002
Kodrat Wibowo, Ringkasan Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah di Indonesia
Pasca Desentralisasi, Pelatihan Pendalaman Kompetensi Bidang Tugas Legislatif
Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi”, Sukabumi Jawa Barat, 6-7 Desember, 2004a.
Kodrat Wibowo, “Lessons from Previous Taxes’ Studies to Indonesian Local and
Regional Geovernment after Fiscal Decentralization”, Jurnal Ekonomi dan
Kewirausahaan, Vol. III No. I, 2004b, p. 25-40
Lewis Dan Chakeri, Decentralized Local Government Budgets In Indonesia: What
Explains The Large Stock Of Reserves?, World Bank , Jakarta Indonesia, 2004.
Masykur Wiratmo & Ahmad Makhfatih, Penyusunan Anggaran (RAPBD) Berdasarkan
Pendekatan Kinerja, Workshop Penyusunan Anggaran Berdasarkan Kinerja, Pusat Studi
Ekonomi dan Kebijakan Publik,Universitas Gadjah Mada, 2002
Republik Indonesia. 2004a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Jakarta.
Republik Indonesia. 2004b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta.
Republik Indonesia. 2000a. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Jakarta.
Republik Indonesia. 2000b. Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Jakarta.
Republik Indonesia. 2000c. Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Pertanggungjawaban APBD untuk Penilaian Kinerja Berdasarkan Tolok Ukur Rencana Strategis
(Renstra), Jakarta.
15/08/2018
Halaman 28