Konsep dan teori penyebab terjadinya pen

KONSEP DAN TEORI PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT TYPUS
DI DESA PESAYANGAN MARTAPURA KABUPATEN BANJAR
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS BESAR
MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI
DOSEN PEMBIMBING :
PROF.DR.QOMARIYATUS SHOLIHAH,AMD.HYP,ST,M.KES DAN
NOVA ANNISA, M.SI

Oleh :
Arif Rahman

H1E114231

Hudan Rahmani

H1E114234

Winaldy Rahman

H1E114031


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2015

1

REKTOR UNLAM

Prof . Dr .Soharto Hadi ., M.Si ., M.Sc
NIP. 19660331 199102 1 001

DEKAN FAKULTAS TEKNIK

Dr.Ing Yulian Firmana Arifin,
S.T.,M.T
NIP. 19750719 200003 1 002


KEPALA PRODI TEKNIK
LINGKUNGAN

Dr. Rony Riduan,S.T., M.T
NIP.19761017 199903 1 003

Dosen Mata Kuliah
Epidemiologi

Dosen Mata Kuliah
Epidemiologi

Prof. Dr .Qomariyatus Sholihah, Amd .Hyp., S.T ., Mkes.
Nova Annisa, M.Si
NIP. 19780420 200501 2 002

MAHASISWA

MAHASISWA


2
WINALDY RAHMAN
NIM. H1E114231 ARIF RAHMAN
NIM. H1E114231

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Konsep/ Teori Penyebab Terjadinya
Penyakit Akibat Lingkungan Penyakit Typus Di Desa Pesayangan Martapura kabupaten
Banjar”.
Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun

saya.Kritik


konstruktif

dari

pembaca

sangat

kami

harapkan

untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Prof.Dr.Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp,ST,M.Kes selaku pembimbing akademik
mata kuliah Epidemiologi
2. Ibu Nova Annisa,S.si.MS. selaku dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi

3. Ibu Gusti Masdiana selaku pengelola program surveilans puskesmas pasayangan
martapura
4. Masyarakat penduduk desa pasayangan kecamatan martapura kota
5. Rekan rekan kelompok yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini

Banjarbaru, 18 Desember 2015

Penulis

3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 4
BAB I.................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan........................................................................................................ 6
BAB II................................................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................7
2.1 Pengertian Typus.......................................................................................7
2.2 Sumber penyakit tipus/typhoid....................................................................8
2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Pada Manusia..........................................................12
2.4 Pencegahan Penyakit Tifus.......................................................................15
2.5 Penanggulangan Penyakit Tipus...............................................................17
2.6 Diagnosis Laboratorium............................................................................22
2.7 Distribusi Typhus Abdominalis...................................................................23
2.8 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid........................................................24
BAB III................................................................................................................ 25
Metodologi Penelitian..........................................................................................25
3.1Jenis Penelitian..........................................................................................25
3.2 Metode Pengumpulan Data.......................................................................25
3.3 Wawancara terstruktur..............................................................................25
BAB IV............................................................................................................... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................28
4.2 Data penderita penyakit Tifus di Puskesmas Pasayangan........................33
BAB V................................................................................................................. 37
Penutup.............................................................................................................. 37
5.1 Kesimpulan...............................................................................................37

5.2 Saran........................................................................................................ 37
INDEX................................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit demam thypoid sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di
Kalimantan Selatan. Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan
karena keangkuhannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila pengobatan tak tuntas.
Kuman salmonela merupakan penyebab tifus. Kuman penghantam usus halus ini
terdiri atas Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. Binatang seperti unggas,
kucing, anjing, sapi, kuda, babi serta binatang mengerat merupakan sahabat kuman yang
juga sangat betah tinggal dalam tubuh manusia. Salmonella typhi umumnya lebih ganas
daripada Salmonella paratyphi. Kalau pas naas, dalam tubuh seorang penderita bisa saja
hinggap sekaligus kedua macam salmonela itu. Soalnya kuman ini cukup tangguh. Ia
mampu bertahan hidup cukup lama dalam tinja, sampah, daging, telur, makanan yang

dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat pewarna makanan sekalipun..
Pengobatan penyakit usus ini memang susah-susah gampang, karena memerlukan
pemantauan berkelanjutan. Pasalnya, bila kuman belum terbasmi dengan baik, dan
pengobatan dihentikan, bisa saja muncul gejala ulang seperti pada Tina tadi. Atau bahkan
yang lebih fatal lagi, dapat terjadi komplikasi pada organ lain.
Penyakit

tifus

mulai

banyak

menyerang

karena

bakteri

dengan


mudah

berkembangbiak. Tifus sering terlambat terdiagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain.
Kenali gejala khas tifus. Ciri-ciri umunya adalah pusing seperti mau flu, demam disertai
nyeri, mual dan lemas, panas, badan terasa tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh
infeksi bakteri Salmonella typhi yang berasal dari makanan atau minuman yang sudah
terkontaminasi bakteri tersebut dari kotoran orang yang sebelumnya terkena tifus.
Karenanya penyakit ini bisa menular, untuk itu bagi orang yang terkena tifus kalau habis
buang air besar harus mencuci tangan hingga bersih.
Penyakit typus diperkirakan menyerang 17 juta setiap tahunnya. Di Indonesia
diperkirakan insiden demam tifoid adalah 300- 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun,
dengan angka kematian 2%. Demam tifoid (thypoid fever atau tifus abdominalis) banyak
ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun dipedesaan.
5

Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan yang kurang, perilaku pribadi serta
perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Thypoid ?

2. Apa penyebab penyakit ini?
3. Apa tanda-tanda atau gejala penyakit ini?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai penyakit Thypoid.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit ini.
3. Untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala penyakit ini
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagi masyarakat
Sebagai bahan informasi bagi masyarat tentang penyakit typus.
2. Bagi Univesitas Lambung Mangkurat, Fakultas Teknik Prodi Lingkungan
Menambah kepustakaan dan wawasan keilmuan dalam bidang epidemilogi khususnya
tentang penyebab, pecegahan dan penanggulangan penyakit typus.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang penyaki typus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6


2.1 Pengertian Typus
1. Typhus Abdominalisadalah penyakit infeksi yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa inkubasi hari di tandai
dengan demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).
2. Typhus Abdominalismerupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan dengan
lingkungan terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Timmreck,
T.C. 2004).
3. Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
4. Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit infeksi akut yang
diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan
diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006). Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut
yang disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan ditandai adanya
demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
5. Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi dalam saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Brusch, 2015). Demam typhoid
disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhosa,Salmonella
paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain.
Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhosa cenderung untuk menjadi lebih berat
dari pada bentuk infeksi salmonella yang lain (Ashkenazi et.al, 2002). Penyakit pada
anak biasanya tidak seberat pada orang dewasa. Biasanya dimulai berangsur- angsur
dengan naiknya panas dari hari ke hari, sering mencapai 40 C (140 F) pada akhir
minggu pertama. Sakit kepala, batuk, konstipasi, perdarahan hidung, dan meningismus
sering kali muncul. Pada minggu kedua penyakit, tinggi suhu menetap dan kulit menjadi
panas dan kering. Anak tampak sangat sakit dan berbaring dengan tenang. Perut
seringkali bengkak. Diare dapat terjadi dengan tinja cair, berwarna kehijauan dan
berlendir. Limpa akan membesar, walaupun barangkali sudah terjadi karena malaria.
Bercak Rose ( rose spots, rata, bercak merah dengan diameter 2-5 mm) dapat tampak,
terutama diperut dan dada, dan pada anak- anak dengan kulit yang kering.
Pemeriksaan dada sering menunjukan gejala bronkhitis atau pneumonia. ( Irianto, 2014
)

7

Peraturan Pemerintah Tentang Penyakit Tifus
Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara tahun 1962
No.2) dan Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara
tahun 1962 No.3); Wabah dalam Undang-undang ini meliputi:
(1) Penyakit-penyakit karantina berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
(2) a. Tifus perut (Typhus abdominalis),
b. Para-tifus A, B dan C,
c. Disentri (mejan) basili (Dycenteriabacillaris),
d. Radang hati menular (Hepatitisinfectiosa),
e. Para-cholera Eltor,
f. Diphtheria,
g. Kejang tengkuk (Meningitiscerebrospinalis epidemica),
h. Lumpuh kanak-kanak (Poliomyelitisanterior acuta).
(3) Penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Demam

tifoid

merupakan

penyakit

sistemik

akut

yang

disebabkan

oleh

Salmonellatyphimurium.

2.2 Sumber penyakit tipus/typhoid
Penyebab penyakit tifus ini adalah bakteri Salmonella typhi. Keracunan Salmonella
typhi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai dengan panas badan yang tinggi,
perasaan mual, muntah, pusingpusing dan dehidrasi. Semakin banyak jumlah bakteri yang
terkandung dalam tubuh, semakin terancam jiwa penderita (Uttiek, 2006).
Demam tifoid juga banyak terjadi pada musim penghujan terutama di derah dengan
tingkat sanitasi rendah dan daerah banjir. Salmonellamerupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang, termasuk family Enterobacteriaceae, terdiri dari 2300 serovar. Salmonella
memiliki antigenVi, suatu polimer polisakarida bersifat asam yang terdapat pada permukaan
membrannya.

Salmonella

bersifat

motil

dan

patogenik

(Hawley

2003).

Salmonellatyphimurium juga merupakan mikroorganisme fakultatif intraseluler yang dapat
hidup bahkan berkembang biak dalam makrofag, tahan terhadap enzim-enzim di lisosom,
mempunyai kemampuan untuk mencegah dan menghambat fusi fagolisosom sehingga sulit
untuk dibunuh (Kresno 2001; Abbas & Lichmant 2003).

8

Salmonella typhimurium merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai factor
virulensi utama berupa lipopolisakarida (LPS) yang dapat menstimulasi respon imun pada
inang (Abbas & Lichmant 2003). Infeksi Salmonella menghambat proliferasi sel T dan
produksi sitokin terutama IFNγ juga terhambat (Adrianus et al. 2005). Hasil penelitian
McScorley et al. (2002) menunjukkan bahwa respon sel T pada infeksi Salmonella patogenik
terlokalisasi pada jaringan limfoid yang berperan pada infeksi awal infeksi, yaitu pada
saluran pencernaan (Payer’s patches) dan tidak efisien pada jaringan lain yang berrespon
pada infeksi akhir. Meskipun respon utama akibat infeksi Salmonella diperantarai sel T,
namun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koordinasi antara imunitas humoral
dan imunitas seluler berperan dalam menginduksi apoptosis sel makrofag yang terinfeksi
Salmonella. Hal ini penting sebagai perlindungan untuk sel, jika eliminasi mikroorganisme ini
gagal dilakukan (Eguchi & Kikuchi 2010).
Di dunia, insidensi demam tifoid diperkirakan mencapai 16 juta kasus setiap
tahunnya. Lebih dari 600.000 orang meninggal setiap tahun karena penyakit ini. Di
Indonesia, demam tifoid atau lebih dikenal sebagai penyakit tifus merupakan penyakit
endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Insidensi rata-rata mencapai 650
kasus per 100.000 penduduk di Indonesia, dengan mortalitas rata-rata bervariasi dari 3,110,4% (Gassem 2001).
Demam typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhosa,
Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella
yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhosa cenderung untuk menjadi lebih
berat dari pada bentuk infeksi salmonella yang lain (Ashkenazi et.al, 2002). Penyakit pada
anak biasanya tidak seberat pada orang dewasa. Biasanya dimulai berangsur- angsur
dengan naiknya panas dari hari ke hari, sering mencapai

40 0 C (1 40 0 F) pada akhir

minggu pertama. Sakit kepala, batuk, konstipasi, perdarahan hidung, dan meningismus
sering kali muncul. Pada minggu kedua penyakit, tinggi suhu menetap dan kulit menjadi
panas dan kering. Anak tampak sangat sakit dan berbaring dengan tenang. Perut seringkali
bengkak. Diare dapat terjadi dengan tinja cair, berwarna kehijauan dan berlendir. Limpa
akan membesar, walaupun barangkali sudah terjadi karena malaria. Bercak Rose ( rose
spots, rata, bercak merah dengan diameter 2-5 mm) dapat tampak, terutama diperut dan
dada, dan pada anak- anak dengan kulit yang kering. Pemeriksaan dada sering menunjukan
gejala bronkhitis atau pneumonia. ( Irianto, 2014).
Penularan penyakit tipes melalui kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
A, B dan C. Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak
kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah
9

dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan
menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Jadi jelas bahwa penyebab penyakit tipes adalah kuman yang bernama Salmonella typhi
atau Salmonella paratyphi A, B dan C.
Penularan kuman yang bernama salmonella thypi dapat melalui makanan, jari
tangan/kuku, muntah, lalat, dan feses. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara
lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Jadi menjaga kebersihan terhadap makanan, tangan (selalu mencuci dengan sabun) ketika
mau makan, kebersihan lingkungan agar tidak banyak lalat menjadi hal penting agar
terhindar dari penyakit tipes. Bisa jadi masih ada penyebab penyakit tipes yang lain tetapi
sepertinya faktor kebersihan makanan, badan dan lingkungan sudah mewakili secara
keseluruhan.
Adapun Bakteri Salmonella typhosa juga masuk ke tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyer di
ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Bakteri Salmonella typhosa kemudian menembus ke lamina propia,
masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi.
Setelah mengalami kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typhosa masuk ke aliran darah
melalui ductus thoracicus. Bakteri bakteri

Salmonella typhosa

lainnya mencapai hati

melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhosa bersarang di plaque peyer, limpa, hati,
dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala
toksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksin. Tapi kemudian berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan penyebab utama demam dan
gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin

Salmonella typhosa berperan

pada patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada
jaringan tempat Salmonella typhosa berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan
karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang ( Juwono, 2006)
Morfologi Salmonella typhosa.
Kuman berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai
flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer
x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar darah koloninya besar bergaris

10

tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan
hemolisis (Gupte, 1990).
Fisiologi
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 41 C
(suhu pertumbuhan optimum 37 C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada umumnya isolat kuman
Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan
sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer
dan KCN. Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan
H2S. Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada
fermentase glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni kuman berbentuk
bulat, kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam berkilat
logam akibat pembentukan H2S.
Daya tahan.
Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan suhu 60o C
selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan
klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4
minggu sampai berbulan-bulan. Disamping itu dapat hidup subur pada medium yang
mengandung garam metil, tahan terhadap zat warna hijau brilian dan senyawa natrium
tetrationat dan natrium deoksikolat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan
kuman koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk
isolasi Salmonella dari tinja (Gupte, 1990).

2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Pada Manusia
1. Demam
Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi
2. Lidah Kotor
Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya penderita akan
merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai Muntah
Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limfa, akibatnya terjadi
pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga trerjadi rasa mual. Dikarenakan

11

mual yang berlebihan, akhirnya makan tidak masuk secara sempurna dan biasanya keluar
lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret
Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan
cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi
(sulit buang air besar).
5. Lemas, Pusing dan Sakit Perut
Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas dan pusing. Terjadinya pembengkakan
hati dan limfa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan
Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak
pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
-Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc
hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih
berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat
dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita
ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas
yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi
pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercakbercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola
terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran
2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian
bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus
dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.
-Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena
itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
12

Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu
tubuh.Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering, merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare
menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran.
Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
- Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi
tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang
dan temperature mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia
urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti
dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah
terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps
dari nadi yang teraba denyutnya member gambaran adanya perdarahan. Degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam
tifoid pada minggu ketiga.
-Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhanmeskipun pada awal minggu ini dapatdijumpai adanya
pneumonia lobar atautromboflebitis vena femoralis.
Selain pada usus, juga terjadi kelainan pada organ tubuh lainnya, kantong empedu
dapat meradang, dan membesar, limpa membesar (splenomegali), hati membesar
(hepatomegali) dan mengandung abses kecil-kecil (sarang nekrosisi). Disana kuman dapat
berkumpul dan menetap pada penderita. Orang ini disebut carrier dan merupakan sumber
penyakit, karena kemana-mana ia pergi membawa kuman penyakit, sedangkan ia dapat
bebas bergaul dengan orang-orang sehat. Oleh karena adanya penderita yang bersifat
carrier, maka bagi pengusaha-pengusaha rumah makan ataupun dirumah tangga bila
hendak menerima pembantu harus berhati-hati apakah calon pembantu tersebut tidak
merupakan seorang carrier penyakit, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kesehatannya

13

lebih dahulu. Komplikasi terpenting terjadi pada saat perdarahan karena adanya tukak dan
perforasi dengan peritonitis dan shock dan biasanya menimbulkan kematian.

2.4 Pencegahan Penyakit Tifus
Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit maka dapat dilakukan pengendalian
dengan menerapkan dasar-dasar hygiene dan kesehatan masyarakat yaitu melakukan
deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi, perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan,
pembuangan sampah dan clorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai makanan dan
minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup sehat serta mengurangi
populasi lalat (reservoir). Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
(terutama pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri
makanan maupun restoran. Selain itu yang sangat penting adalah sterilisasi pakaian, bahan
dan alat-alat yang digunakan pasien dengan memberikan antiseptik, dianjurkan pula bagi
pengunjung untuk mencuci tangan dengan sabun dan memberikan desinfektan pada saat
mencuci pakaian. Deteksi carrier dilakukan dengan cara test darah dan diikuti dengan
pemeriksaan tinja dan urine yang dilakukan berulang-ulang. Pasien yang cerrier positif
diperlukan pengawasan yang lebih ketat yaitu denganmemberikan informasi tentang
hygiene perorangan dan cara meningkatkan standar hygiene agar tidak berbahaya bagi
orang lain.
Penyakit tipes merupakan infeksi sistematik dengan gejala yang sudah khas yaitu
demam tinggi. Ada juga demam yang dialami oleh si penderita tipes umumnya mempunyai
pola khusus dengan suhu yang semakin meningkat (sangat tinggi) naik turun.Hal ini
biasanya terjadi pada sore dan malam hari, sedangkan kalau pagi hari tidak terasa demam.
hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh si penderita bahkan keluarga si penderita.
Ada beberapa cara pencegahan penyakit tipes secara sederhana dan semoga
bermanfaat ialah dengan dimulai memperhatikan lingkungan sekitar dan kesehatan tubuh
kita, sebagai upaya cegah penyakit. Berikut tips yang dapat dilakukan untuk mencaga tubuh
dari penyakit :
a. Mencuci tangan sebelum makan
b. Hindari makanan yang tidak higienis
c. Jika Anda pernah mengidap penyakit tersebut (tipes) sebaiknya jangan melakukan
pekerjaan yang sangat melelahkan dulu, sebab akan mudah kembali kambuh

14

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat yang cukup (7-8 jam/hari), olahraga
teratur 3-4 kali dalam seminggu selama 1-2 jam untuk mencegah
e. Menghindari jajanan di pinggir jalan serta jika mengkonsumsi telur sebaiknya telur benarbenar matang
f. Sebaiknya melakukan imunisasi tipes untuk, meningkatkan daya tahan tubuh Anda
terhadap penyakit tipes.
Bakteri tifoid atau Salmonella thypi dikeluarkan melalui tinja dan urine penderita yang
sakit dan dalam sedikit kasus, melalui pembawa penyakit (carrier) yang sehat. Penderita
tertular lewat air minum, susu, dan makanan terkontaminani. Penyebaran paling penting
terjadi lewat tangan yang kotor, lalat dan akibat pembuangan tinja dan urine pada
penampungan air (kolam) desa. Karena itu pencegahan terpenting terhadap tifoid adalah
dengan memasak air minum dan susu, membangun dan menggunakan jamban dengan
lubang yang dalam, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dan mengusir lalat dari
lingkungan rumah.
Penderita yang tersangka atau sudah terbukti menderita tifoid, jika mungkin harus
diisolasi pada kamar yang terpisa. Mereka dapat dirawat pada bangsal yang terbuka, bila
dimaksudkan mencegah penyebaran penyakit. Jika lalat banyak dijumpai, kawat nyamuk
harus digunakan. Keluarga, dokter dan perawat harus selalu mencuci tangan setiap selesai
mengunjungi penderita. Tinja dan urien penderita harus direndam selama 2-3 jam dalam
larutan 1:20 asam karbonat, pada penampungnya di tempat tidur, sebelum dibuang ke
saluran air, kloset atau jamban. Pakaian dan sprei harus disterilkan dalam larutan asam
karbonat 1:20 sebelum dicuci. Anak- anak yang kontak langsung dengan penderita tifoid
harus diberitahu untuk dilaporkan ke rumah sakit, bila mereka menunjukan gejala- gejala
demam atau gejala sakit lainnya.
Suntikan intramuskular atau intradermal dari bakteri Salmonella thypi yang mati
(TAB) dapat digunakan, tetapi hanya memberi kekebalan yang tidak sempurna dalam jangka
waktu pendek. Suntikan ini juga menimbulkan berbagai reaksi berat, seperti demam dan
tangan yang sakit, dan booster tahunan juga diperlukan. Suntikan ini tidak dianjurkan
diberikan secara rutin pada anak- anak di daerah tropis, walaupun mungkin berguna bila
terjadi wabah dan pada anak dan pada keadaan bencana alam. (Irianto, 2014)

2.5 Penanggulangan Penyakit Tipus
I. Istirahat dan Perawatan
15

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi dan BAK/
BAB. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pneumonia orthostatik serta
higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
Penderita perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi, observasi dan pengobatan,
pasien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari, bebas demam atau 14 hari, keadaan ini
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perbahan-perubahan posisi
berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitas.
II. Diet dan Terapi Penunjang
a. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat misalnya:
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus,
dan diet bubur saring pada penderita yang meteorismus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga
diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
Pada mulanya penderita diberikan bubur saring dan kemudian bubur kasar yang
bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. Dengan
menkonsumsi makanan dalam bentuk tersebut diatas, tentu pasien kurang mau
menkonsumsinya sehingga pasien mengalami penurunan keadaan umum dan gizi dan
sekaligus memperlambat proses penyembuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat secara dini, yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada pasien typhus
abdominalis.
b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kepan saja penderita
sudah tidak mengalami mual lagi.
III. Pemberian Antimikroba
Obat- obat anti mikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana demam tifoid
adalah:
a. Chloramphenicol, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral
maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol
bekerja

dengan

mengikat

unit

ribosom

dari

bakteri

Salmonella,

menghambat

pertumbuhannya dan menghambat sintesis protein. Efek samping penggunaan
16

cholramphenicol adalah terjadi agranulositosis. Kerugian menggunakan choramphenicol
adalah angka kekambuhan yang tinggi mencapai 5-7% penggunaan jangka panjang (14
hari) dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
b. Tiamfenikol, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dan demam turun rata- rata pada
hari ke- 5 sampai ke- 6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia
aplastik lebih rendah dibandingkan chloramphenicol.
c. Ampicilin dan Amoksisilin, kemampuan menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
chloramphenicol diberikan dengan dosis 50- 150 mg/ kgBB selama 2 minggu.
d. Trimetroprim – sulfamethoxazole (TMP- SMZ), dapat digunakan secara oral atau
intravena pada dewasa dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada
dewasa.
e. Sefalosforin, yaitu ceftrixon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
f. Flurokuinolon, secara relatif obat ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih
efektif dibandingkan obat- obatan lini pertama. Flurokuinolon memiliki kemampuan untuk
menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh Salmonella thypi yang
berada pada stadium statis. Obat ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat,
seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3-5 hari. Menggunakan obat ini
juga mampu menurunkan kemungkinan karier pasca pengobatan.
Pemberian antibiotika yang efektif dapat mengurangi angka kematian (di Amerika
angka kematian turun menjadi 1 % bahkan kurang). Antibiotika kloramfenikol masih dipakai
sebagai obat standar dimana efektivitas obat-obatan lain masih dibandingkan terhadapnya.
Untuk strain kuman yang sensitif terhadap kloramfenikol, antibiotika ini memberikan efek
klinis paling baik dibandingkan obat lain. Perlu diketahui kloramfenikol mempunyai efek
toksik terhadap sumsum tulang. Penggunaan kloramfenikol, demam akan turun rata-rata
setelah

5

hari.

Obat-obat

lain

seperti

Ampysilin,

amoksisilin

dan

trimetoprim

sulfametoksasole dapat dipergunakan untuk pengobatan, dimana strain kuman penyebab
telah resisten terhadap kloramfenikol, selain bahwa obat-obat tersebut kurang toksik
dibandingkan kloramfenikol. Pengobatan carrier kronik selalu menjadi masalah, terutama
carrier dengan batu empedu. Penderita carier tanpa batu empedu, pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian ampisilin atau amoksisilin dan probenesit, tetapi bila disertai
kolesistitis maka diperlukan pengobatan pembedahan selain antibiotika. Imunisasi dengan
vaksin monovalen kuman Salmonella typhi memberikan proteksi yang cukup baik, vaksin
akan merangsang pembentukan serun terhadap antigen Vi, O dan H. Dari percobaan pada

17

sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H memberikan proteksi terhadap
Salmonella typhi tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O.
Adapun cara lain salah satu cara untuk membunuh kuman ini adalah dengan memacu
fungsi makrofag untuk menghancurkan dan mengeliminasi bakteri tersebut menggunakan
imunostimulan. Imunostimulan akan memacu fungsi makrofag untuk killing melalui
respiratory burst. Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan berbagai metabolit seperti
reactive oxygen species (ROS). Makrofag yang teraktivasi dikarakteristikkan dengan
peningkatan ROS. Substansi ini merupakan mediator kunci inflamasi, mikrobisidal dan
aktivasi tumorisidal dari makrofag. ROS berperan penting dalam killing serta merupakan
salah satu lethal chemical yang dapat membunuh dan mengeliminasi bakteri. Salah satu
tanaman di Indonesia yang dapat berperan sebagai imunostimulan adalah Aloe vera atau
biasa dikenal sebagai Tanaman Lidah Buaya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
A. vera memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh, yaitu anti inflamasi, antioksidan,
antikanker, antidiabetes, dan mengaktivasi makrofag (Grover et al. 2002; Krishnan 2006;
Xiao et al. 2007; Xu et al. 2008). Pemberian A. vera secara umum menunjukkan
peningkatan aktivitas fagositosis dan proliferasi system retikuloendotelial (Im et al. 2005).
Aloe vera juga terbukti mampu menstimulasi imunitas seluler maupun imunitas humoral
serta menstimulasi proliferasi stem sel hematopoietik, terutama selgranulocyte macrophage
colony-forming, dan sel forming myeloid dan erythroid colonies (Im et al. 2005; Boudreau &
Beland 2006). Pengaruh imunostimulasi dari A. vera tergantung pada aktivasi sel imun
alami/innate o
(makrofag, neutr oil, limfosit, dan sel NK), sintesis dan pelepasan sitokin (TNFα, IFN-α, IFN-γ, IL- 1, IL-2, IL-6 dan IL-8), pembentukan respon imun seluler, pembentukan
ROS, dan induksi pembentukan nitric oxide (NO) (Leung et al. 2004; Pugh et al. 2001; Im et
al. 2005; Boudreau & Beland 2006).

Pada penelitian lain adapun:
1. Kerusakan dinding sel Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif. Dinding sel
bakteri gram negative mempunyai susunan kimia yang lebih rumit dari pada bakteri gram
positif. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung sedikit peptidoglikan (10-20%
bobot kering dinding sel). Tetapi di luar lapisan peptidoglikan, ada struktur ”membran”
kedua, yang tersusun dari protein, posfolipida, lipopolisakarida (asam lemak yang
dirangkaikan dengan polisakarida) (Pelczar dan Chan, 1988). Setiap senyawa yang
menghalangi tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan akan menyebabkan dinding sel
bakteri menjadi lemah dan sel menjadi lisis (Jawetz et al., 2001 dalam Ajizah, 2007).
18

Terjadinya lisis pada sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding sel
yang dapat mempertahankan bentuk untuk melindungi bakteri. Tanpa dinding sel, bakteri
tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al., 1991
dalam Melati, 2009). Oleh karena itu diduga adanya gangguan atau penghambatan pada
pembentukan dinding sel, dan lisisnya dinding sel merupakan efek dari penghambatan
oleh sari buah mengkudu. Sel bakteri ini dikelilingi oleh polimer dua karbohidrat yaitu Nasetil glokosamin N-asetil muramat yang tersusun oleh sejumlah asam amino. Senyawasenyawa ini melalui beberapa langkah enzimatik dalamproses sintesis dinding sel.
Senyawa kimia yang bersifat antibakteri dalam sari buahm bereaksi dengan asam amino
sehingga menghambat langkah-langkah enzimatik tersebut. Dengan demikian proses
sintesis dinding sel menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan dinding sel
serta sel-sel tidak mempunyai jalur biosintesis yang analog. Kerusakan dinding sel ini
juga akan melemahkan dinding sel serta menyebabkan membran sel merekah sehingga
menghamburkan isi sel (Volk dan Wheeler, 1993).
2. Kebocoran membran plasma Membran plasma terdiri atas struktur semipermiabel,
berfungsi mengendalikan pengangkutan berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel.
Senyawa kimia yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri ini dapat
merusak atau menyerang struktur semipermiabel tersebut dengan cara berkombinasi
dengan sterol yang terdapat dalam membran sel sehingga menyebabkan gangguan
kebocoran membran plasma. Kerusakan struktur ini dapat menghambat atau merusak
kemampuannya

untuk

bertindak

sebagai

penghalang

osmosis

juga

mencegah

berlangsungnya sejumlah biosintesis yang diperlukan dalam membran plasma (Volk dan
Wheeler, 1993).
3. Terhambatnya sintesis protein Salah satu tahap dalam sintesis protein adalah proses
transkripsi dari DNA ke RNA (gen membawa pesan dari DNA ke dalam sitoplasma).
Dalam sitoplasma terdapat unit struktural, ribosom yang mengikat mRNA agar dapat
diterjemahkan menjadi protein. Ribosom dalam sitoplasma terdiri dari dua sub unit
berbeda yang berkombinasi untuk membentuk ribosom fungsional setelah bereaksi
dengan mRNA. Bagian-bagian ribosom bakteri yang telah didissosiasi disebut subunit
30S dan subunit 50S. Senyawa-senyawa kimia dalam sari buah mengkudu yang
berperan menghambat pertumbuhan bakteri akan bereaksi dengan bagian ribosom 50S.
Reaksi tersebut akan menghalagi enzim peptidel transferase untuk membentuk ikatan
peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNAnya dengan asam amino
terakhir yang sedang berkembang. Hal ini menyebabkan sintesis protein menjadi terhenti
(Volk dan Wheeler, 1993).
19

4. Terhambatnya sintesis asam nukleat Senyawa kimia yang terkandung dalam sari buah
mengkudu yang bersifat antibakteri akan bereaksi dengan benang ganda DNA dari
bakteri. Reaksi ini dapat mencegah replikasi atau transkripsi DNA sehingga menghambat
pembelahan sel (Volk dan Wheeler, 1993). Menurut Volk dan Wheler (1993), pH asam
merupakan senyawa kimia yang dapat mengganggu kehiduan sel bakteri. Pertumbuhan
sel yang normal sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang ada Pada umumnya
bakteri tumbuh normal pada lingkungan yang tidak terlalu asam, tidak terlalu basa, pada
pH sekitar 5,0-8,0. Apabila lingkungan tidak sesuai yang salah satu pH terlalu asam atau
terlalu basa maka dapat menyebabkan pertumbuhan sel akan terhambat dan juga dapat
menyebabkan kematian sel. Sari buah mengkudu dengan pelarut aquadest mempunyai
pH 3,5- 4,5. Semakin tinggi konsentrasi buah mengkudu maka semakin tinggi tingkat
keasamannya. Asam kuat pada sari buah mengkudu ini bersifat bakterisida karena dapat
menyebabkan hidrolisis denaturasi protein. Kerja mineral atau asam tergantung pada
dissosiasi ion hidrogen (H+). Beberapa gangguan yang dapat ditimbulkan oleh senyawasenyawa kimia yang terkandung dalam sari buah mengkudu tersebut dapat menghambat
pertumbuhan normal bahkan mematikan bakteri Salmonella typhi. Bakteri Salmonella
typhi yang merupakan salah satu jenis bakteri patogen penyebab penyakit tifus. Oleh
karena itu, maka buah mengkudu dapat dijadikan sebagai obat alternatif penyakit tifus

2.6 Diagnosis Laboratorium
Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyait demam typoid, yakni :
1. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
2. Diagnosis serologik.
3. Diagnosis klinik.
Metode diagnosa mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90 %
penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini
menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika dengan hasil positif menjadi 40 %.
Meskipun demikian kultur sumsum tulang memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90 %
positif. Pada minggu-minggu selanjutnya kultur darah menurun, tetapi untuk tinja dan kultur
urin meningkat yaitu 85 % dan 25 % berturut-turut positif pada minggu ketiga dan keempat.
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90 % penderita dan kirakira 3 % penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka
waktu yang lama yaitu menjadi carrier kronik mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam
20

tinja seumur hidupnya dan carrier lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anakanak dan lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki. Diagnosis serologik tergantung
pada antibody yang timbul terhadap antigen O dan H, yang dapat dideteksi dengan reaksi
aglutinasi (test widan). Antibody terhadap antigen O dari group D timbul dalam minggu
pertama sakit dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga dan keempat yang akan
menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun. Titer aglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4
kali berarti test Widal positif, hal ini menunjukkan infeksi akut Salmonella typhi.

2.7 Distribusi Typhus Abdominalis
Penyebaran penyakit tidak ada perbedaan dimana laki-laki maupun perempuan akan
mempunyai resiko untuk terkena penyakit ini. Insiden yang tertinggi terjadi pada anak-anak,
sedangkan pada orangdewasa penderita sering mengalami infeksi ringan dan biasanya
sembuh sendiri yang pada akhirnya menjadi kebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70
– 80 % pasien berumur 12 – 30 tahun, 10 – 20 % berumur 31 – 40 tahun dan lebih sedikit
pada pasien berumur diatas 40 tahun. Typhus abdominalis terdapat diseluruh dunia dan
penyebarannya sebagai penyakit menular, tidak selalu bergantung pada iklim, tetapi lebih
banyak dijumpai di negara-negara berkembang dan daerah dengan iklim tropis. Di
Indonesia, penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, dari hasil penelitian kemungkinan
kasus ini lebih meningkat pada musim hujan, juga bisa pada musim kemarau atau pada
peralihan musim kemarau kemusim hujan. Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih
tinggi berkisar antara 0,7 – 1 % (Depkes, 1985). Makanan dan minuman terkontaminasi
merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella dan carrier adalah sumber infeksi.
Salmonella typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang bila organisme
inimasuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan sebagainya) akan berkembang
bika mencapai dosis infektif.

2.8 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid
Demam typhoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika
Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular
yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang 4
21

terkontaminasi. Insiden demam typhoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 3002
sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia
prevalensi 91% kasus demam typhoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat
setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan Salmonellatyphosa : pasien yang
menderita demam typhoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh
dari demam typhoid namun masih mengeksresikan Salmonella typhosa dalam tinja selama
lebih dari satu tahun. (Brusch, 2015)

BAB III
Metodologi Penelitian

3.1Jenis Penelitian
Penelitian tentang penyebab penyakit tipus menggunakan metode penelitian
Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Deskriptif merupakan dasar bagi semua penelitian.
Penelitian Deskriptif dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistic.
3.2 Metode Pengumpulan Data
1. Kunjungan ke Puskesmas
22

Metode penelitian kali ini adalah dengan melakukan kunjungan ke tempat Pusat
Kesehatan Masyarakat yang bertempat di Pasayangan untuk mengetahui seberapa banyak
pasien yang menderita penyakit tipus di daerah.
2. Kuesioner
Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi
oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang
berikan.
Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan menyangkut
fakta dan pendapat responden, sedangkan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini
adalah kuesioner tertutup, dimana responden diminta menjawab pertanyaan dan menjawab
dengan memilih dari sejumlah alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah
diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.
3.3 Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua
responden, dalam kalimat dan urutan yang seragam.
Wawancara yang dilakukan meliputi identifikasi faktor-faktor kebutuhan informasi
pemustaka hotspot di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Jepara. Keuntungan metode
ini adalah mampu memperoleh jawaban yang berkualitas.

3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas : Anak-Anak, Remaja, Orang Tua.
Variabel terikat : Penyakit Tipus

3.5 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan
Dalam penelitian ini dalam garis besar sebagai berikut:

23

3.5.1Tahap Prapenelitian
Tahap Prapenelitian adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adapun
kegiatan prapenelitian ini adalah
1.Koordinasi dengan pihak puskesmas pesayangan mengenai tujuan dan prosedur
penelitian.
2.Menentukan sempel penelitian.
3.Penyusunan koesioner dan lembar observasi .
3.5.2 Tahap penelitian
Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan penelitian adapun
kegiatan pada tahap penelitian adalah
1.Pengisian koesioner kepada masyarakat sekitar daerah puskesmas pesayangan di desa
keraton .pengisian koesioner mengenai kebiasaan mencuci tangan BAB ,kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan ,kebiasaan makan di luar rumah ,kebiasaaan mencuci bahan
makanan mentah yang akan dimakan langsung, umur, jenis kelamin dan tingkat sosial
ekonomi.
2.Melakukan

wawancara

menggunakan

daftar

pertanyaan

yang

telah

disiapkan

sebelumnya.
3.pengisian lembar observasi

3.5.3 Tahap paska penelitian
Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah selesai penelitian
yaitu :
1.Pencatatan hasil penelitian
2.Analisis data

3.6 Analisis Data
Analisis data bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelititan ilmiah yang
sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis,
teori-teori dan/ atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran
adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan
24

yang fundamental anatara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubunganhubungan kuantitatif.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Peneli