Hubungan Islam dan Barat Pasca Perang Di
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semenjak pecahnya Perang Dunia II menjelang paruh kedua abad ke-20 Dunia
Islam mulai melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan Barat dan menjadi
negara-negara merdeka. Akan tetapi, dalam banyak hal Dunia Islam masih
tergantung kepada Barat. Dana pembangunan, peralatan militer, tenaga konsultan
dalam berbagai bidang, dan hasil industri berat, hampir semua negara Islam masih
tergantung pada Barat. Ketergantungan Dunia Islam pada khususnya dan Dunia
Ketiga pada umumnya kepada Barat ini tidak lain adalah imperialismekolonialisme dalam bentuknya yang baru. Dengan kata lain dapat dinyatakan,
meskipun Dunia Islam telah melepaskan diri dari imperialisme-kolonialisme Barat
dan menjadi negera-negera merdeka sudah kurang lebih setengah abad, namun
dalam kenyataannya Dunia Islam masih berada dalam pengaruh dominasi Barat.
Meskipun realitas sekarang menunjukkan, bahwa Dunia Islam masih berada
dalam pengaruh dominasi Barat, namun bukan berarti Dunia Islam tidak punya
kekuatan sama sekali. Samuel menilai Dunia Islam, bersama-sama dengan
Konfusionisme,
mempunyai
kekuatan
cukup
signifikan,
dan
semenjak
berakhirnya Perang Dingin, akan menjadi ancaman terbesar bagi dominasi Barat
selama ini. Makalah ini akan mengkaji hubungan peradaban Barat dan Islam
khususnya, dan dengan peradaban-peradaban lain pada umumnya dalam era Pasca
Perang Dingin dan Globalisasi.
B.
Tujuan Pembahasan
Sesuai latar belakang di atas maka tujuan pembahasan makalah ini, antara
lain:
1. Untuk mengetahui Islam dan Barat menurut Menteri Agama.
2. Untuk mengetahui Islam dan Barat pasca perang dingin.
1
PEMBAHASAN
A.
Islam dan Barat menurut Menteri Agama
Barat dan Islam merupakan dua peradaban besar dan penting yang eksis di
muka bumi saat ini, dengan memiliki karakter dan ciri khas tersendiri. Dalam
perspektif sejarah, dua peradaban ini telah melakukan interaksi yang panjang
dalam situasi pahit dan manis selama sekian abad. Hubungan keduanya banyak
diwarnai oleh proses saling belajar, saling memberi, dan menerima, di samping
itu antara keduanya juga pernah terjadi ketidakharmonisan, konflik, dan benturan.
Dalam konteks tersebut di atas, untuk menata masa depan dunia yang
damai, adil dan makmur, maka sudah seyogianya jika Barat dan Islam
belajar dari sejarah masa lalu yang panjang, mengevaluasi kondisi maupun
konflik masa lalu, sehingga kita bersama mampu mengambil hikmah yang
positif dalam rangka membangun masa depan untuk kemanusiaan yang lebih
gemilang. Untuk itu dituntut adanya sikap saling menerima dan menghargai
perbedaan masing-masing.
Barat yang kini mendominasi kepemimpinan dunia, sudah selayaknya
memberikan keteladanan yang tinggi bagi peradaban-peradaban lain, dalam
misi
bersama
mewujudkan kehidupan umat manusia yang damai, adil dan
makmur. Sebaliknya, dunia Islam juga harus mampu dan mau belajar dari
berbagai aspek positif peradaban Barat, tanpa meninggalkan nilai-nilai asasi
dalam Islam. Malahan jika Barat secara jujur mengakui sumbangan besar
dunia. Islam terhadap peradaban Barat di masa lalu, niscaya sikap saling
pengertian dan saling menghargai antar-peradaban akan lebih mudah dibangun.
Dewasa ini umat manusia dihadapkan pada tantangan yang sangat
pelik dan mencemaskan. Sebagian besar umat manusia di berbagai kawasan
dunia masih dilanda bencana kemiskinan, ketidakadilan dan aneka ragam
penyakit
serta
ancaman
kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itulah
seyogyanya seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan dan latar
belakang budaya dan peradabannya bersatu padu saling membantu dalam
menanggulangi bencana kemanusiaan itu sebagai tantangan bersama.
2
Dalam berbagai kasus penanggulangan bencana kemanusiaan yang
menyentuh nurani antar-bangsa di dunia, seperti bencana Tsunami di Aceh, Flu
Burung, HIV Aids, dan lain-lain, umat manusia secara spontan telah menemukan
bentuk kepedulian dan kerjasama yang baik. Hal itu perlu diperluas dan
dikembangkan ke dalam sektor-sektor lain.
Sementara itu tidak dapat dipungkiri, setelah Perang Dingin berakhir,
berkembang berbagai wacana dan peristiwa yang membuka jalan baru bagi upaya
membangun hubungan yang lebih harmonis antara dunia Islam dengan dunia
Barat. Walaupun kita juga memaklumi adanya perbedaan persepsi dan
kepentingan yang cukup mendasar antara dunia Islam dengan dunia
Barat,
misalnya dalam penyelesaian masalah Palestina, penanganan isu nuklir di
sejumlah
negara
Muslim,
dan
sebagainya.
Perbedaan
persepsi
dan
kepentingan tersebut seharusnya dapat diatasi dengan mengupayakan dialog
dan komunikasi yang terbuka dan intensif antara dunia Islam dengan dunia
Barat. Sekurangnya upaya demikian bermanfaat untuk menumbuhkan sikap
saling memahami dan menghormati adanya perbedaan, sekiranya belum dapat
dicapai titik temu.
Dalam kitab suci Al Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam di
seluruh dunia, Allah SWT menegaskan, sekiranya Allah menghendaki seluruh
manusia bisa dijadikan satu umat saja, tetapi Allah ingin menguji manusia dengan
segala pemberian-Nya, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS AlMaidah: 48), Allah menjadikan umat manusia berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya saling mengenal satu sama lain (QS Al Hujurat: 12).
Oleh karena itu adalah sia-sia dan melawan sunnatullah jika Barat ingin
menghomogenkan atau "membaratkan" seluruh dunia. Biarlah dunia yang
heterogen dengan tata nilainya masing-masing tetap dalam keragamannya
sehingga umat manusia dapat belajar satu sama lain. Barat dengan segala
keunggulannya saat ini, disadari atau tidak disadari, membutuhkan cemin untuk
mengoreksi kelemahan dan kekurangannya.
Salah satu unsur yang penting dan nilai fundamental dalam suatu
peradaban adalah agama. Bagi umat Islam, ajaran Islam yang bersumber dari Al
3
Quran dan Sunnah Rasulullah adalah asas dan unsur penting dalam peradaban
Islam, sebagaimana agama dan nilai judaeo-christian sebagai salah satu unsur
penting dalam peradaban Barat. Oleh karena itu, untuk membangun jembatan
dialog antar-peradaban, maka diperlukan dialog dan hubungan yang harmonis
antara pemeluk agama yang berbeda tadi, khususnya antara Islam, Kristen dan
Yahudi. Interfaith dialog sebenarnya telah menjadi agenda global selama puluhan
tahun. Salah satu wadah yang dibentuk ialah Parlemen Agama-Agama Sedunia
di New York, Amerika Serikat, dimana dewan penasehatnya pernah dijabat
oleh tokoh intelektual Muslim Indonesia dan mantan Menteri Agama
Almarhun Prof. Dr. H.A. Mukti Ali. Banyak hasil yang telah dicapai dalam
interfaith dialog, meskipun masih ada berbagai batu sandungan.
Di tengah multi krisis yang melanda umat manusia di dunia saat ini,
agama-agama semakin
dituntut
perannya
dalam
merealisasikan
cita-cita
bersama umat manusia untuk mewujudkan dunia yang damai, adil dan
makmur. Karena itu dialog-dialog antar-umat beragama perlu terus dilakukan
dalam kondisi apa pun untuk memecahkan tantangan dan masalah bersama
umat manusia dengan tetap menghonnati perbedaan keyakinan masingmasing agama.
Sebagai satu negara Muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk
Muslim sekitar 200 juta jiwa, Indonesia saat ini memang sedang menghadapi
banyak persoalan internal. Kita sedang belajar dari pengalaman masa lalu dan
tentu saja kita tidak ingin mengulang kesalahan yang sama di masa lalu. Dalam
pada itu kita ingin menjadikan Islam sebagai tata nilai yang menjadi rahmat bagi
bangsa kita dan umat manusia secara keseluruhan. Insya Allah jika kita mampu
keluar dari berbagai persoalan dan kesulitan saat ini, maka jalan yang lebih baik
dan terang benderang akan dapat kita songsong. Al Quran sendiri mengajarkan,
setelah kesulitan senantiasa ada kemudahan.
Sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, kita
diharapkan
dapat berperan
dalam
mewujudkan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Peran itu tidak
mungkin kita lakukan jika kondisi di dalam negeri tidak mengalami perbaikan
4
dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk itulah, di samping mendayagunakan
potensi dan kekuatan di dalam negeri, dukungan eksternal dari berbagai
negara dan kerjasama internasional juga tidak dapat kita kesampingkan. Jika
kita berhasil mengembangkan sikap saling pengertian antar-bangsa, khususnya
antara negara-negara Muslim dengan negara-negara Barat, maka kita akan dapat
membuktikan bangkitnya negara-negara Muslim dan Barat menjadi kekuatan
ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan politik yang mandiri, tidak perlu
dipandang sebagai ancaman antara satu dengan yang lain.1
B.
Islam dan Barat Pasca Perang Dingin
Dalam teorinya, Samuel melihat dari seluruh peradaban yang ada,
Islam merupakan peradaban yang paling mengancam bagi ideolgi AS, yang
dapat menghambat dominasi
Barat bagi menuju tatanan dunia baru. Hal ini
dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama adalah sejarah, dimana hanya ada
satu peradaban di Dunia ini yang dapat mengalahkan perdaban besar Yunani
dan Romawi adalah Islam. Dilain sisi Barat yang pada awalnya adalah Kristen
merasa telah dikalahkan paling kurang dua kali, dan yang kedua adalah adanya
ketakutan kebangkitan Islam setelah kemenangan yang diperoleh atas Uni
Soviet.
Dalam teori ini Barat melakukan dua hal, yang pertama mengantisipasi
ancaman
dari
ideologi
lain,
dan yang kedua adalah harus menunjukkan
eksistensinya. Ada tujuh peradaban yang akan menjadi tantangan bagi AS dalam
mewujudkan Ideologi global,2 dan diantaranya ada dua unsur kebudayaan
yang memiliki sifat universal, yang melewati batas-batas wilayahnya yang dapat
menjadi tantangan bagi Barat, yaitu tantangan yang datang dari Islam dan
tantangan yang datang dari Sino. Dari sini, Samuel P. Huntington Melihat
dimana
persaingan
antar
peradaban merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi terjadinya benturan antar kelompok dari berbagai peradaban.3
1Muhammad M. Basyuni, Islam dan Barat, www.kemenag.go.id, diakses tanggal 8 Desember
2015 jam 11.10
2Huntington, The Clash Of Civilization. hlm.25
3Lathifah Khadar. 2005. Ketika Barat Memfitnah Islam, Jakarta : Gema Insani Press..
hlm.104.
5
Sehingga lahir teori Clash of civilization, yang menjadi alasan utama
terjadinya konflik dalam peraturan global. Kehancuran Uni Soviet melahirkan
sebuah anggapan bahwa hanya peradaban Baratlah yang pantas menjadi
kebudayaan global, karena mereka menyebutnya dengan sebuah peradaban
yang dapat mebawa pembaharuan. The ent of history, sebuah teori yang
muncul pasca berakhirnya perseteruan antara dua kekuatan Kapitalis dan
Komunis, dimana benturan antara Kapitalis dan sosialis sudah berakhir, dan
dunia akan terpola dalam sebuah sistim kapitalis dengan AS sebagai pemain
utamanya, yang lain berada dalam sistim yang telah dibentuk tersebut, atau dapat
dipahami dengan Kapitalisme global.
Tahun 1993 sebuah pandangan baru lahir dari seorang pemikir Barat
bernama Samuel P. Huntington, melahirkan sebuah teori
Civilization
International,
(Benturan peradaban),
Barat
yang
dimana
dalam
The Clash of
kancah
hubungan
dianggap sebagai sebuah kekuatan besar akan
berhadapan dengan sebuah kekuatan baru yang datang dari luar, dalam
menerapkan dan menyebarkan ideologi serta peradabannya. Teori yang dilahirkan
oleh Huntington melengkapi teori yang dilahirkan oleh fransis fukuyama, dimana
Huntington memaparkan bahwa untuk mencapai kepada cita-cita berdirinya
Kapitalis global dengan AS sebagai pemain utamanya masih menyisakan sebuah
PR. Bahwa tantangan yang dihapi oleh Barat pada dekade selanjutnya
bukanlah datang dari Barat itu sendiri, akan tetapi dari peradaban-peradaban
lain yang ada selain Barat yang dianggap akan menyaingin Barat dalam
menerapkan dan menyebarkan
ideologi
serta
peradabannya,
inilah
yang
dipahami sebagai sebuah benturan yang akan menciptakan benturan peradaban.
Cita cita ideologi global telah mewarnai dunia pasca perang dingin, AS
sebagai sebuah kekuatan super power dunia baru, setelah kehancuran US ingin
menciptakan kapitalisme sebagai sebuah ideologi global. Sebuah mimpi besar
Barat untuk kembali mewujudkan kejayaan masa lalu sebelum Islam datang.
Sebuah fenomena berkembang dalam pemikiran Barat yang dibenturkan
dengan Islam dalam mewujudkan cita-cita ini. Secara umum Barat melihat
6
bahwa Islam adalah tantangan dan hambatan bagi dalam mewujudkan cita-cita
ideologi global. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor:
1. Kebangkitan Islam diberbagai wilayah yang berupaya untuk melepaskan
diri dari paham dan pemikiran Barat seperti yang telah diciptakan dalam
agama Yahudi dan Kristen.
2.
Gelombang besar umat
kehilangan
regenerasi
Islam ke tanah
untuk
melanjutkan
memungkinkan Islam berkembang
dengan
Barat, dimana
perjuangannya.
pesat
di
Barat sendiri
Keadaan
Barat,
ini
disamping
berkembangnya upaya untuk mewujudkan kembali kekhilafahan Islam.
3. Kebutuhan AS akan suplai minyak dari Timur Tengah.4
Abdul
Qadim
Zallum
menjelaskan
bahwa
keruntuhan
ideologi
Sosialis (Komunis) yang merupakan seteru Ideologi Kapitalis, membuat
Amerika
merasa sebagai
satu-satunya
ideologi
yang
bermain
dalam
percaturan perpolitikan Intenasional yang harus diterapkan oleh dunia, dan dalam
hal ini, Barat yang diwakili oleh Amerika merasa tidak ada lagi ideologi yang
dapat menghalangi kepentingannya setelah pecahnya Uni Soviet kecuali
berasal dari Islam yang telah memiliki ideologi sendiri.5
Ketakutan ini bukan tanpa alasan, Sebuah ketakutan yang selalu
menghantui mereka (Barat) adalah kejayaan Islam yang pernah melampaui
kejayaan Romawi dan Persia, dimana tidak ada satupun peradaban yang
sebelumnya dapat mengalahkan dua kekuasaan Imperium ini. Selain dari itu,
belum ada dari peradaban manapun yang bisa menciptakan peradaban seperti
apa yang telah dicapai oleh Islam.
Berbagai
macam
reaksi
bermunculan,
dari
para
tokoh-tokoh
berpengaruh, sebagai pemangku kebijkan ploitik di Barat, baik dari kalangan
AS maupun US. Tidak hanya dari kalangan politikus, tetapi juga banyak
pemikiran-pemikiran yang lahir dari para tokoh-tokoh intelektual Barat, yang
mempertajam paradigma dan maindstream terhadap umat Islam.
4Ahamd Dumyathi Bashori, Eksistensi Islam di Timur Tengah dan Pengaruh Globalnya (Jurnal al
Insan. No.1 vol. 3. 2008), hlm.100-101.
5Mardenis. 2011. Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum
Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hlm.70-71.
7
W. Blum mengamini hal ini : “extending political, economic and
military hegemony over as much of the globe as possible, to prevent the rise of
any regional power that might challenge American supremacy, and to create
a world order in America‟s image, as befits the world‟s only superpower.”6
Pada tahun 1985, setelah Gorbachev memegang tampuk kekuasaan di
Uni Soviet, Presiden Ameriak Serikat Nixon megatakan “Rusia dan Amerika
harus mengadakan kerjasama yang efektif untuk memukul fundamentalis Islam.”7
Pada 1990 Menteri Luar Negri Amerika Henry Kissinger menyampaikan
pidato dalam konferensi tahunan Kamar Dagang Internasinal, dalam pidato
itu dia mengatakan Front baru yang harus dihadapi Barat adalah dunia Arab
dan Islam sebagai msuh baru bagi Barat.8
Dalam buku The Revolt of Islam: When did the conflict with the West
begin, and how could it end? Lewis menyatakan In the course of human
history, many civilizations have risen and fallen—China, India, Greece,
Rome, and, before them, the ancient civilizations of the Middle East. During
the centuries that in European history are called medieval, the most advanced
civilization in the world was undoubtedly that of Islam. Islam may have been
equalled—or even, in some ways, surpassed—by India and China, but both
of those civilizations remained essentially limited to one region and to one
ethnic
group,
and
their
impact
on
the
rest
of
the
world
was
correspondingly restricted.
Artinya : Dalam sejarah perjalanan manusia, banyak peradaban yang jatuh
dan bangkit, seperti Cina, India, Yunani, Roma, dan peradaban kuno Timur
Tengah. Selama berabad-abad, dalam sejarah Eropa yang dikenal dengan
Pertengahan, dimana tidak diragukan lagi Islam adalah yang paling maju,
setara bahkan melebihi Cina dan India. Akan tetapi Cina dan India masih
terbatas pada kelompok dan etnisnya, dan dampaknya terhadap dunia juga
terbatas.
6William Blum, Rogue State: a Guide’s ti The World Only Super Power, (London, United
Kingdom: Zed Books Ltd, 2006), hlm.316.
7Khadar, Ketika Barat Menfitnah Islam. hlm.117.
8Jerry D. Grey, Demokrasi Ala Barbar, hlm.188
8
Samuel P. Huntington menuliskan
“The rhetoric of America‟s
ideological war with militant communism has been transferred to its religious and
cultural war with militant Islam”, dan “The twentieth-century conflict
between liberal democracy and Marxist-Leninism is only a fleeting and
superficial historical phenomenon compared to the continuing and deeply
conflictual relation between Islam and Christianity.”9
Bernard Lewis “For almost a thousand years, from the first
Moorish landing in Spain to the second Turkish siege of Vienna in 1529, Europe
was under constant threat from Islam.”10
Kekhawatiran Barat, terutama AS semakin jelas ketika melihat ada
sebuah kekuatan militan bersenjata yang terlatih secara militer dari kalangan
umat Islam, veteran perang Afganistan yang datang dari berbagai wilayah,
negara dan bangsa yang berbeda. Sebagain dari para pejuang ini terus
melanjutkan perjuangannya untuk kembali mewujudkan sebuah kemerdekaan
demi kemakmuran ditanah umat Islam dan menginginkan sebuah kebangkitan
Islam kembali. Hal ini tidak lepas dari jasa AS selama terjadinya perang di
Afganistan yang telah membantu merekrut pejuang-pejuang Islam untuk
melawan Uni Soviet (US).11
Barisan para pejuang Islam ini, terus bergerak menjalankan misinya untuk
melakukan perlawanan senjata terhadap seluruh kekuatan asing yang masih
berada ditanah umat Islam. Sebagaimana dipahami, setelah Perang Dingin
ada satu kekuatan asing yang masih terus melanjutkan cita-cita ideologinya,
yaitu
AS
dengan
ideologi
Kapitalisnya. Para pejuang militan Islam ini
mengharapkan AS angkat kaki dari tanah umat Islam
dan
memberikan
kebebasaan untuk mengatur kehidupan tanpa ada campur tangan AS dalam
urusan umat Islam. hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa pandangan berikut.
1. Alasan Syar’I :
9Azyumardi Azra, Wayne Hudson, Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and Western
Political Teory (England: Ashgate Publishing Company, 2008), hlm. 182.
10Israr Hasan, Believers and Brothers : a History of Uneasy Realationship (Bloomington:
Authorhouse, 2009), hlm.160
11Deepa Kumar, Islam Politik: Sebuah analisis Marxis, (Yogyakarta: Resist Book, 2012), hlm. 28.
9
a. Pemerintah Amerika Telah menduduki dua kota suci Umat
Islam,Mekkah dan Madinah.
b. Amerika dan Yahudi, membunuhi kaum muslimin disegala tempat
dan waktu, dan menghalalkan darah rakyat sipil muslimin.
2. Alasan Politik :
Karena Amerika sekarang menjadi musuh utama umat Islam yang selalu
mengincar muslimin dan jemaah-jemaah Islam yang aktif, dan tidak ada lagi
kekuatan
yang mampu mengatasi Amerika.12 Dan Amerika mendukung
kepentingan Zionis dan menelantarkan nasib rakyat Palestina.
Apa yang dicita-citakan gerakan ini, sejalan dengan kekhawatiran AS
terhadap Islam, dan ini tidak bisa diterima oleh AS, hal ini tentunya
berlawanan dengan cita-cita ideologi yang telah diperjuangkan, dan tidak
mungkin bagi AS melepaskan begitu saja aset miliyaran dolar yang telah
mereka tanam akan diserahkan begitu saja, begitu juga dengan Ideologi yang
mereka kembangkan akan sirna begitu saja dan sebaliknya Islam akan
bangkit kembali. Semua hal ini sangat bertentangan dengan cita-cita dibalik
lahirnya ideologi yang diusung oleh Barat, yang mengharapkan Islam jangan
sampai bangkit kembali setelah hancurnya Turki Usmani. Hal ini dilatar
belakangi oleh latar belakang terciptanya dua ideologi ini yang bertujuan
untuk :
1. Membantu mewujudkan berdirinya negara Israel di Palestina.13
2. Menghidupkan rasa fanatisme golongan dan kelompok dalam tubuh
umat Islam, serta adu domba.
3. Ikut campur tangan dalam urusan Timur Tengah dan Dunia Islam.
4. Menghalangi terwujudnya atau diajalankannya syariat Islam.
5. Memalingkan Bangsa Arab dari pengaruh Islam.
6. Merusak pemikiran serta akhlak generasi mudanya.14
Di sini ada dua cita-cita ideologi yang berbeda, antara keinginan para
militan Islam yang ingi mewujudkan kebangkitan Islam kembali, dilain pihak AS
12Fuad Husein, Generasi ke Dua al Qaida, hlm. 227.
13Anwar Jundi, Islam setelah Komunis, (Jakarta: Gema Insani Press. 2004), hlm. 13
14Anwar Jundi, Islam, ..., hlm. 15
10
sebagai
sebuah
perpanjangan
tangan
sebuah
ideologi
yang
tidak
mengharapkan Islam bangkit kembali, dan menginginkan kebebasan untuk
menikmati kekayaan yang dimiliki oleh tanah umat Islam.
Tahun 1992-1998, keberadaan AS diberbagai wilayah umat Islam sering
terganggu, melalui aksi serangan bersenjata terhadap konvoi tentara AS
hingga serangan ke pusat-pusat kepentingan AS. Semua kejadian ini, pada
awalnya selalu dirahasiakan, akan tetapi perhatian mereka selalu tertuju
kepada kelompok militan Islam yang dianggap sebagai pelaku dibalik semua yang
diderita oleh AS. Seperti serangan pada tahun 1992 di Yaman yang
menewaskan sekitar personel AS, tahun 1993, 18 orang personel As dalam
sebuah serangan di Somalia, 1995 sebuah ledakan besar terjadi di camp
Militer As di Saudi Arabia,15 dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu sosok yang dianggap oleh AS yang paling bertanggung jawab
adalah Usamah bin Laden, dan al Qaeda. Bagi AS Usamah adalah promotor yang
sangat berpengaruh
dalam membangkitkan semangat perjuangan untuk
kebangkitan Islam dan melakukan perlawanan terhadap keberadaan AS di
tanah Umat Islam. Sebelum wacana perang global dicetuskan, AS sudah
beberapa kali berupaya untuk menghentikan pergerakan militan Islam dan
menangkap Usamah bin Laden. AS pernah menyerang Sudan begitu juga
Afganistan, akan tetapai upaya itu belum membuahkan hasil. Bagi AS
Usamah adalah musuh nomor satu. Banyak kelompok yang terinspirasi
dengan pemikiran dan gerakan Usamah, hingga berkembang seiring dengan
berkembangnya sentimen anti AS.
Setiap gerakan perlawanan ini disebut dengan al Qaeda, hal ini
digunakan untuk mempermudah dan mengeneralisir setiap pergerakan militan anti
AS, dan al Qaeda sendiri adalah sebuah sandi intelejen yang berarti data base,
berisikan seluruh data pejuang mujahidin Afgan, baik yang berada dalam
kelompok Usamah ataupun tidak, Arab maupun non Arab dari seluruh penjuru
negara Islam.
15Kenneth Katzman , Al Qaeda: Profile and Threat Assessment, hlm. 4.
11
Melihat ancaman ini AS berupaya untuk meminimalis ancaman yang
sedang dihadapi, baik secara umum, maupun secara khusus yang datang dari
gerakan kelompok militan Islam. ZA. Maulani menyimpulkan 4 strategi AS
sebagai kekuatan super power dalam menghadapi kekuatan umat Islam pasca
perang dingin :16
a. Mempersepsikan adanya ideologi yang bermusuhan ke dalam benak rakyat
Amerika.
b. Memprovokasi berbagai insiden yang mengundang amarah dan kebencian
dikalangan publik Amerika terhadap Islam.
c. Menciptakan wahana agar perang berjalan terus, tanpa mempedulikan
opini umum,
d. menjalankan sebuah mesin perang diluar kontrol kongres maupun para
pemilih Amerika.
Ketegangan dan ketakutan AS terhadap militan Islam dan veteran Afgan terus
berlanjut, hingga terjadi ledakan 9/11, dan tanpa berfikir panjang AS
lansung menujukan perhatiannya terhadap al Qaeda dan Usamah, adalah
kelompok yang bertanggung jawab. meski kebenarannya masih dipertanyakan
hingga hari ini, akan tetapi AS sebagai polisi dunia, yang memiliki pengaruh
politik yang kuat, tidak menghiraukan benar atau salah siapa dalang dibalik
ini semua, yang penting genderang perang terus berbunyi.
Sejalan dengan pendapat Huntington, bahwa untuk menunjukkan
eksistensinya, AS harus punya lawan, dan tiada lagi lawan bagi AS setelah Uni
Soviet yang dapat mengancam keberadaannya kecuali Islam. dimana dalam
sejarah Islam adalah satusatunya peradaban yang mampu melampai peradaban
Barat dan mengalahkannya, baik sebagai sebuah imperium, maupun sebagi
sebuah ideologi. Sebaliknya di AS sentimen anti Islam juga mulai digulirkan.17
Disamping ketakutan Barat akan kebangkitan Islam, keberadaan
militan Islam pasca perang dingin memang sangat mencolok bagi AS.
Ketakutan AS
terhadap kelompok
ini
sangat
besar,
hingga
16Sibhudi, dkk, Terorisme Konspirasi Anti Islam. hlm. 14.
17Lathifah Khadar, KetikaBarat Memfitnah Islam , (Jakarta : Gema Insani, 2005).
12
ia
harus
melancarkan
serangan-serangan
yang membabi buta, sehingga korban dari
kebrutalannya ini adalah rakyat sipil yang tidak berdosa, namun AS hanya
melihat itu sebelah mata. Lalu siapa teroris yang sesungguhnya. Dengan
alasan mencari al Qaeda dan Usamah, AS membenarkan setiap tindakan
karena ketakuan semata.
Tidak hanya dari sisi perlawanan bersenjata yang
dilakukan oleh umat Islam, kekhawatiran AS juga dipengaruhi oleh bangkitnya
perpolitikan dunai Islam, seperti kemenangan partai Islam di Sudan, dan di
al Jazair,18 dan
telah
berdirinya
negara
Islam
Afganistan
dibawah
pemerintahan Thaliban. Tentunya ini sebagai sebuah signal bahwa Islam
sudah mulai bangkit kembali secara menyeluruh setelah dihancurkan pada tahun
1924.
Berawal dari al Qaeda, AS memulai perangnya dengan tujuan
yang
mendasari sikap AS mendeklarasikan perang terhadap terorisme Untuk
mengadili pelaku dan kelompok terorisme, dalang dibalik tragedi 9/11,
melindungi warganya, baik di dalam maupun di luar Amerika, juga
melindungi seluruh kepentingan AS yang tersebar diberbagai negara didunia,
dan demi menjamin dan menjaga keselamatan serta keamanan dunia dari
ancaman serangan terorisme, yang ingin mengeluarkan Israel dari Timur
Tengah dan mengusir Yahudi dan Nasrani dari tanah Asia danAfrika, secara
umum disebut Homeland security.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam dan barat merupakan 2 peradaban yang sangat besar dan mempunyai
sejarah yang panjang. Pasca perang dingin peradaban barat lebuh maju dari
18Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam,
Jakarta: Gema Insani . 2000. hlm. 76 -80.
13
peradaban Islam dari berbagai sektor. Ini menjadikan barat ingin menjadi
penguasa dunia dan menghomogenitaskan berbagai negara yang ada di dunia.
Akan tetapi barat takut akan keberadaan peradaban Islam, ini dikarenakan
dalam sejarahnya. Islam mampu mengalahkan peradaban Yunani dan Romawi,
sehingga barat dengan berbagai cara mulai mempengaruhi jemaat Islam yang aktif
untuk masuk ke ideologi mereka. Meskipun begitu Islam harus mengambil nilai
positif dari peradaban barat, serta peradaban barat harus bercermin atas tindakan
yang mereka lakukan.Tindakan yang negatif harusnya bisa dihilangkan agar Islam
dan Barat mampu hidup berdampingan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
B.
Komentar
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan
baik dari isi dan cara penulisan. Untuk itu pemakalah sebagai penulis mohon maaf
apabila pembaca tidak merasa puas dengan hasil yang pemakalah sajikan, dan
kritik beserta saran juga pemakalah harapkan agar dapat menambah wawasan
untuk memperbaiki penulisan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Azra, Azyumardi, Wayne, Hudson. Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and
Western Political Teory. England: Ashgate Publishing Company 2008.
Bashori, Ahamd Dumyathi. Eksistensi Islam di Timur Tengah dan Pengaruh
Globalnya. Jurnal al Insan. No.1 vol. 3. 2008.
Basyuni, Muhammad M., “Islam dan Barat”, http://www.kemenag.go.id, diakses
tanggal 8 Desember 2015 jam 11.10.
14
Blum, William. Rogue State: a Guide’s ti The World Only Super Power. London,
United Kingdom: Zed Books Ltd. 2006.
Hasan, Israr . Believers and Brothers : a History of Uneasy Realationship.
Bloomington: Authorhouse. 2009.
Husein, Fuad. 2008. Generasi ke Dua al Qaida, diterjemahkan oleh Syakirin,
Ahmad. 2008, Solo : Al Jazera.
Jundi, Anwar. Islam setelah Komunis. Jakarta: Gema Insani Press. 2004.
Katzman, Kenneth. Al Qaeda: Profile and Threat Assessment. CRS Report for
Congress. Pdf. 2005.
Khadar, Lathifah. KetikaBarat Memfitnah Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
2005.
Kumar, Deepa. Islam Politik: Sebuah analisis Marxis. Yogyakarta: Resist Book.
2012.
Mardenis. Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum
Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
M. Romli, Asep Syamsul. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan
Islam. Jakarta: Gema Insani. 2000.
Sibhudi, Riza dkk. Terorisme : Konspirasi Anti Islam. Jakarta: Pustaka al Kaustar.
2002.
15
A.
Latar Belakang
Semenjak pecahnya Perang Dunia II menjelang paruh kedua abad ke-20 Dunia
Islam mulai melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan Barat dan menjadi
negara-negara merdeka. Akan tetapi, dalam banyak hal Dunia Islam masih
tergantung kepada Barat. Dana pembangunan, peralatan militer, tenaga konsultan
dalam berbagai bidang, dan hasil industri berat, hampir semua negara Islam masih
tergantung pada Barat. Ketergantungan Dunia Islam pada khususnya dan Dunia
Ketiga pada umumnya kepada Barat ini tidak lain adalah imperialismekolonialisme dalam bentuknya yang baru. Dengan kata lain dapat dinyatakan,
meskipun Dunia Islam telah melepaskan diri dari imperialisme-kolonialisme Barat
dan menjadi negera-negera merdeka sudah kurang lebih setengah abad, namun
dalam kenyataannya Dunia Islam masih berada dalam pengaruh dominasi Barat.
Meskipun realitas sekarang menunjukkan, bahwa Dunia Islam masih berada
dalam pengaruh dominasi Barat, namun bukan berarti Dunia Islam tidak punya
kekuatan sama sekali. Samuel menilai Dunia Islam, bersama-sama dengan
Konfusionisme,
mempunyai
kekuatan
cukup
signifikan,
dan
semenjak
berakhirnya Perang Dingin, akan menjadi ancaman terbesar bagi dominasi Barat
selama ini. Makalah ini akan mengkaji hubungan peradaban Barat dan Islam
khususnya, dan dengan peradaban-peradaban lain pada umumnya dalam era Pasca
Perang Dingin dan Globalisasi.
B.
Tujuan Pembahasan
Sesuai latar belakang di atas maka tujuan pembahasan makalah ini, antara
lain:
1. Untuk mengetahui Islam dan Barat menurut Menteri Agama.
2. Untuk mengetahui Islam dan Barat pasca perang dingin.
1
PEMBAHASAN
A.
Islam dan Barat menurut Menteri Agama
Barat dan Islam merupakan dua peradaban besar dan penting yang eksis di
muka bumi saat ini, dengan memiliki karakter dan ciri khas tersendiri. Dalam
perspektif sejarah, dua peradaban ini telah melakukan interaksi yang panjang
dalam situasi pahit dan manis selama sekian abad. Hubungan keduanya banyak
diwarnai oleh proses saling belajar, saling memberi, dan menerima, di samping
itu antara keduanya juga pernah terjadi ketidakharmonisan, konflik, dan benturan.
Dalam konteks tersebut di atas, untuk menata masa depan dunia yang
damai, adil dan makmur, maka sudah seyogianya jika Barat dan Islam
belajar dari sejarah masa lalu yang panjang, mengevaluasi kondisi maupun
konflik masa lalu, sehingga kita bersama mampu mengambil hikmah yang
positif dalam rangka membangun masa depan untuk kemanusiaan yang lebih
gemilang. Untuk itu dituntut adanya sikap saling menerima dan menghargai
perbedaan masing-masing.
Barat yang kini mendominasi kepemimpinan dunia, sudah selayaknya
memberikan keteladanan yang tinggi bagi peradaban-peradaban lain, dalam
misi
bersama
mewujudkan kehidupan umat manusia yang damai, adil dan
makmur. Sebaliknya, dunia Islam juga harus mampu dan mau belajar dari
berbagai aspek positif peradaban Barat, tanpa meninggalkan nilai-nilai asasi
dalam Islam. Malahan jika Barat secara jujur mengakui sumbangan besar
dunia. Islam terhadap peradaban Barat di masa lalu, niscaya sikap saling
pengertian dan saling menghargai antar-peradaban akan lebih mudah dibangun.
Dewasa ini umat manusia dihadapkan pada tantangan yang sangat
pelik dan mencemaskan. Sebagian besar umat manusia di berbagai kawasan
dunia masih dilanda bencana kemiskinan, ketidakadilan dan aneka ragam
penyakit
serta
ancaman
kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itulah
seyogyanya seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan dan latar
belakang budaya dan peradabannya bersatu padu saling membantu dalam
menanggulangi bencana kemanusiaan itu sebagai tantangan bersama.
2
Dalam berbagai kasus penanggulangan bencana kemanusiaan yang
menyentuh nurani antar-bangsa di dunia, seperti bencana Tsunami di Aceh, Flu
Burung, HIV Aids, dan lain-lain, umat manusia secara spontan telah menemukan
bentuk kepedulian dan kerjasama yang baik. Hal itu perlu diperluas dan
dikembangkan ke dalam sektor-sektor lain.
Sementara itu tidak dapat dipungkiri, setelah Perang Dingin berakhir,
berkembang berbagai wacana dan peristiwa yang membuka jalan baru bagi upaya
membangun hubungan yang lebih harmonis antara dunia Islam dengan dunia
Barat. Walaupun kita juga memaklumi adanya perbedaan persepsi dan
kepentingan yang cukup mendasar antara dunia Islam dengan dunia
Barat,
misalnya dalam penyelesaian masalah Palestina, penanganan isu nuklir di
sejumlah
negara
Muslim,
dan
sebagainya.
Perbedaan
persepsi
dan
kepentingan tersebut seharusnya dapat diatasi dengan mengupayakan dialog
dan komunikasi yang terbuka dan intensif antara dunia Islam dengan dunia
Barat. Sekurangnya upaya demikian bermanfaat untuk menumbuhkan sikap
saling memahami dan menghormati adanya perbedaan, sekiranya belum dapat
dicapai titik temu.
Dalam kitab suci Al Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam di
seluruh dunia, Allah SWT menegaskan, sekiranya Allah menghendaki seluruh
manusia bisa dijadikan satu umat saja, tetapi Allah ingin menguji manusia dengan
segala pemberian-Nya, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS AlMaidah: 48), Allah menjadikan umat manusia berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya saling mengenal satu sama lain (QS Al Hujurat: 12).
Oleh karena itu adalah sia-sia dan melawan sunnatullah jika Barat ingin
menghomogenkan atau "membaratkan" seluruh dunia. Biarlah dunia yang
heterogen dengan tata nilainya masing-masing tetap dalam keragamannya
sehingga umat manusia dapat belajar satu sama lain. Barat dengan segala
keunggulannya saat ini, disadari atau tidak disadari, membutuhkan cemin untuk
mengoreksi kelemahan dan kekurangannya.
Salah satu unsur yang penting dan nilai fundamental dalam suatu
peradaban adalah agama. Bagi umat Islam, ajaran Islam yang bersumber dari Al
3
Quran dan Sunnah Rasulullah adalah asas dan unsur penting dalam peradaban
Islam, sebagaimana agama dan nilai judaeo-christian sebagai salah satu unsur
penting dalam peradaban Barat. Oleh karena itu, untuk membangun jembatan
dialog antar-peradaban, maka diperlukan dialog dan hubungan yang harmonis
antara pemeluk agama yang berbeda tadi, khususnya antara Islam, Kristen dan
Yahudi. Interfaith dialog sebenarnya telah menjadi agenda global selama puluhan
tahun. Salah satu wadah yang dibentuk ialah Parlemen Agama-Agama Sedunia
di New York, Amerika Serikat, dimana dewan penasehatnya pernah dijabat
oleh tokoh intelektual Muslim Indonesia dan mantan Menteri Agama
Almarhun Prof. Dr. H.A. Mukti Ali. Banyak hasil yang telah dicapai dalam
interfaith dialog, meskipun masih ada berbagai batu sandungan.
Di tengah multi krisis yang melanda umat manusia di dunia saat ini,
agama-agama semakin
dituntut
perannya
dalam
merealisasikan
cita-cita
bersama umat manusia untuk mewujudkan dunia yang damai, adil dan
makmur. Karena itu dialog-dialog antar-umat beragama perlu terus dilakukan
dalam kondisi apa pun untuk memecahkan tantangan dan masalah bersama
umat manusia dengan tetap menghonnati perbedaan keyakinan masingmasing agama.
Sebagai satu negara Muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk
Muslim sekitar 200 juta jiwa, Indonesia saat ini memang sedang menghadapi
banyak persoalan internal. Kita sedang belajar dari pengalaman masa lalu dan
tentu saja kita tidak ingin mengulang kesalahan yang sama di masa lalu. Dalam
pada itu kita ingin menjadikan Islam sebagai tata nilai yang menjadi rahmat bagi
bangsa kita dan umat manusia secara keseluruhan. Insya Allah jika kita mampu
keluar dari berbagai persoalan dan kesulitan saat ini, maka jalan yang lebih baik
dan terang benderang akan dapat kita songsong. Al Quran sendiri mengajarkan,
setelah kesulitan senantiasa ada kemudahan.
Sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, kita
diharapkan
dapat berperan
dalam
mewujudkan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Peran itu tidak
mungkin kita lakukan jika kondisi di dalam negeri tidak mengalami perbaikan
4
dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk itulah, di samping mendayagunakan
potensi dan kekuatan di dalam negeri, dukungan eksternal dari berbagai
negara dan kerjasama internasional juga tidak dapat kita kesampingkan. Jika
kita berhasil mengembangkan sikap saling pengertian antar-bangsa, khususnya
antara negara-negara Muslim dengan negara-negara Barat, maka kita akan dapat
membuktikan bangkitnya negara-negara Muslim dan Barat menjadi kekuatan
ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan politik yang mandiri, tidak perlu
dipandang sebagai ancaman antara satu dengan yang lain.1
B.
Islam dan Barat Pasca Perang Dingin
Dalam teorinya, Samuel melihat dari seluruh peradaban yang ada,
Islam merupakan peradaban yang paling mengancam bagi ideolgi AS, yang
dapat menghambat dominasi
Barat bagi menuju tatanan dunia baru. Hal ini
dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama adalah sejarah, dimana hanya ada
satu peradaban di Dunia ini yang dapat mengalahkan perdaban besar Yunani
dan Romawi adalah Islam. Dilain sisi Barat yang pada awalnya adalah Kristen
merasa telah dikalahkan paling kurang dua kali, dan yang kedua adalah adanya
ketakutan kebangkitan Islam setelah kemenangan yang diperoleh atas Uni
Soviet.
Dalam teori ini Barat melakukan dua hal, yang pertama mengantisipasi
ancaman
dari
ideologi
lain,
dan yang kedua adalah harus menunjukkan
eksistensinya. Ada tujuh peradaban yang akan menjadi tantangan bagi AS dalam
mewujudkan Ideologi global,2 dan diantaranya ada dua unsur kebudayaan
yang memiliki sifat universal, yang melewati batas-batas wilayahnya yang dapat
menjadi tantangan bagi Barat, yaitu tantangan yang datang dari Islam dan
tantangan yang datang dari Sino. Dari sini, Samuel P. Huntington Melihat
dimana
persaingan
antar
peradaban merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi terjadinya benturan antar kelompok dari berbagai peradaban.3
1Muhammad M. Basyuni, Islam dan Barat, www.kemenag.go.id, diakses tanggal 8 Desember
2015 jam 11.10
2Huntington, The Clash Of Civilization. hlm.25
3Lathifah Khadar. 2005. Ketika Barat Memfitnah Islam, Jakarta : Gema Insani Press..
hlm.104.
5
Sehingga lahir teori Clash of civilization, yang menjadi alasan utama
terjadinya konflik dalam peraturan global. Kehancuran Uni Soviet melahirkan
sebuah anggapan bahwa hanya peradaban Baratlah yang pantas menjadi
kebudayaan global, karena mereka menyebutnya dengan sebuah peradaban
yang dapat mebawa pembaharuan. The ent of history, sebuah teori yang
muncul pasca berakhirnya perseteruan antara dua kekuatan Kapitalis dan
Komunis, dimana benturan antara Kapitalis dan sosialis sudah berakhir, dan
dunia akan terpola dalam sebuah sistim kapitalis dengan AS sebagai pemain
utamanya, yang lain berada dalam sistim yang telah dibentuk tersebut, atau dapat
dipahami dengan Kapitalisme global.
Tahun 1993 sebuah pandangan baru lahir dari seorang pemikir Barat
bernama Samuel P. Huntington, melahirkan sebuah teori
Civilization
International,
(Benturan peradaban),
Barat
yang
dimana
dalam
The Clash of
kancah
hubungan
dianggap sebagai sebuah kekuatan besar akan
berhadapan dengan sebuah kekuatan baru yang datang dari luar, dalam
menerapkan dan menyebarkan ideologi serta peradabannya. Teori yang dilahirkan
oleh Huntington melengkapi teori yang dilahirkan oleh fransis fukuyama, dimana
Huntington memaparkan bahwa untuk mencapai kepada cita-cita berdirinya
Kapitalis global dengan AS sebagai pemain utamanya masih menyisakan sebuah
PR. Bahwa tantangan yang dihapi oleh Barat pada dekade selanjutnya
bukanlah datang dari Barat itu sendiri, akan tetapi dari peradaban-peradaban
lain yang ada selain Barat yang dianggap akan menyaingin Barat dalam
menerapkan dan menyebarkan
ideologi
serta
peradabannya,
inilah
yang
dipahami sebagai sebuah benturan yang akan menciptakan benturan peradaban.
Cita cita ideologi global telah mewarnai dunia pasca perang dingin, AS
sebagai sebuah kekuatan super power dunia baru, setelah kehancuran US ingin
menciptakan kapitalisme sebagai sebuah ideologi global. Sebuah mimpi besar
Barat untuk kembali mewujudkan kejayaan masa lalu sebelum Islam datang.
Sebuah fenomena berkembang dalam pemikiran Barat yang dibenturkan
dengan Islam dalam mewujudkan cita-cita ini. Secara umum Barat melihat
6
bahwa Islam adalah tantangan dan hambatan bagi dalam mewujudkan cita-cita
ideologi global. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor:
1. Kebangkitan Islam diberbagai wilayah yang berupaya untuk melepaskan
diri dari paham dan pemikiran Barat seperti yang telah diciptakan dalam
agama Yahudi dan Kristen.
2.
Gelombang besar umat
kehilangan
regenerasi
Islam ke tanah
untuk
melanjutkan
memungkinkan Islam berkembang
dengan
Barat, dimana
perjuangannya.
pesat
di
Barat sendiri
Keadaan
Barat,
ini
disamping
berkembangnya upaya untuk mewujudkan kembali kekhilafahan Islam.
3. Kebutuhan AS akan suplai minyak dari Timur Tengah.4
Abdul
Qadim
Zallum
menjelaskan
bahwa
keruntuhan
ideologi
Sosialis (Komunis) yang merupakan seteru Ideologi Kapitalis, membuat
Amerika
merasa sebagai
satu-satunya
ideologi
yang
bermain
dalam
percaturan perpolitikan Intenasional yang harus diterapkan oleh dunia, dan dalam
hal ini, Barat yang diwakili oleh Amerika merasa tidak ada lagi ideologi yang
dapat menghalangi kepentingannya setelah pecahnya Uni Soviet kecuali
berasal dari Islam yang telah memiliki ideologi sendiri.5
Ketakutan ini bukan tanpa alasan, Sebuah ketakutan yang selalu
menghantui mereka (Barat) adalah kejayaan Islam yang pernah melampaui
kejayaan Romawi dan Persia, dimana tidak ada satupun peradaban yang
sebelumnya dapat mengalahkan dua kekuasaan Imperium ini. Selain dari itu,
belum ada dari peradaban manapun yang bisa menciptakan peradaban seperti
apa yang telah dicapai oleh Islam.
Berbagai
macam
reaksi
bermunculan,
dari
para
tokoh-tokoh
berpengaruh, sebagai pemangku kebijkan ploitik di Barat, baik dari kalangan
AS maupun US. Tidak hanya dari kalangan politikus, tetapi juga banyak
pemikiran-pemikiran yang lahir dari para tokoh-tokoh intelektual Barat, yang
mempertajam paradigma dan maindstream terhadap umat Islam.
4Ahamd Dumyathi Bashori, Eksistensi Islam di Timur Tengah dan Pengaruh Globalnya (Jurnal al
Insan. No.1 vol. 3. 2008), hlm.100-101.
5Mardenis. 2011. Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum
Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hlm.70-71.
7
W. Blum mengamini hal ini : “extending political, economic and
military hegemony over as much of the globe as possible, to prevent the rise of
any regional power that might challenge American supremacy, and to create
a world order in America‟s image, as befits the world‟s only superpower.”6
Pada tahun 1985, setelah Gorbachev memegang tampuk kekuasaan di
Uni Soviet, Presiden Ameriak Serikat Nixon megatakan “Rusia dan Amerika
harus mengadakan kerjasama yang efektif untuk memukul fundamentalis Islam.”7
Pada 1990 Menteri Luar Negri Amerika Henry Kissinger menyampaikan
pidato dalam konferensi tahunan Kamar Dagang Internasinal, dalam pidato
itu dia mengatakan Front baru yang harus dihadapi Barat adalah dunia Arab
dan Islam sebagai msuh baru bagi Barat.8
Dalam buku The Revolt of Islam: When did the conflict with the West
begin, and how could it end? Lewis menyatakan In the course of human
history, many civilizations have risen and fallen—China, India, Greece,
Rome, and, before them, the ancient civilizations of the Middle East. During
the centuries that in European history are called medieval, the most advanced
civilization in the world was undoubtedly that of Islam. Islam may have been
equalled—or even, in some ways, surpassed—by India and China, but both
of those civilizations remained essentially limited to one region and to one
ethnic
group,
and
their
impact
on
the
rest
of
the
world
was
correspondingly restricted.
Artinya : Dalam sejarah perjalanan manusia, banyak peradaban yang jatuh
dan bangkit, seperti Cina, India, Yunani, Roma, dan peradaban kuno Timur
Tengah. Selama berabad-abad, dalam sejarah Eropa yang dikenal dengan
Pertengahan, dimana tidak diragukan lagi Islam adalah yang paling maju,
setara bahkan melebihi Cina dan India. Akan tetapi Cina dan India masih
terbatas pada kelompok dan etnisnya, dan dampaknya terhadap dunia juga
terbatas.
6William Blum, Rogue State: a Guide’s ti The World Only Super Power, (London, United
Kingdom: Zed Books Ltd, 2006), hlm.316.
7Khadar, Ketika Barat Menfitnah Islam. hlm.117.
8Jerry D. Grey, Demokrasi Ala Barbar, hlm.188
8
Samuel P. Huntington menuliskan
“The rhetoric of America‟s
ideological war with militant communism has been transferred to its religious and
cultural war with militant Islam”, dan “The twentieth-century conflict
between liberal democracy and Marxist-Leninism is only a fleeting and
superficial historical phenomenon compared to the continuing and deeply
conflictual relation between Islam and Christianity.”9
Bernard Lewis “For almost a thousand years, from the first
Moorish landing in Spain to the second Turkish siege of Vienna in 1529, Europe
was under constant threat from Islam.”10
Kekhawatiran Barat, terutama AS semakin jelas ketika melihat ada
sebuah kekuatan militan bersenjata yang terlatih secara militer dari kalangan
umat Islam, veteran perang Afganistan yang datang dari berbagai wilayah,
negara dan bangsa yang berbeda. Sebagain dari para pejuang ini terus
melanjutkan perjuangannya untuk kembali mewujudkan sebuah kemerdekaan
demi kemakmuran ditanah umat Islam dan menginginkan sebuah kebangkitan
Islam kembali. Hal ini tidak lepas dari jasa AS selama terjadinya perang di
Afganistan yang telah membantu merekrut pejuang-pejuang Islam untuk
melawan Uni Soviet (US).11
Barisan para pejuang Islam ini, terus bergerak menjalankan misinya untuk
melakukan perlawanan senjata terhadap seluruh kekuatan asing yang masih
berada ditanah umat Islam. Sebagaimana dipahami, setelah Perang Dingin
ada satu kekuatan asing yang masih terus melanjutkan cita-cita ideologinya,
yaitu
AS
dengan
ideologi
Kapitalisnya. Para pejuang militan Islam ini
mengharapkan AS angkat kaki dari tanah umat Islam
dan
memberikan
kebebasaan untuk mengatur kehidupan tanpa ada campur tangan AS dalam
urusan umat Islam. hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa pandangan berikut.
1. Alasan Syar’I :
9Azyumardi Azra, Wayne Hudson, Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and Western
Political Teory (England: Ashgate Publishing Company, 2008), hlm. 182.
10Israr Hasan, Believers and Brothers : a History of Uneasy Realationship (Bloomington:
Authorhouse, 2009), hlm.160
11Deepa Kumar, Islam Politik: Sebuah analisis Marxis, (Yogyakarta: Resist Book, 2012), hlm. 28.
9
a. Pemerintah Amerika Telah menduduki dua kota suci Umat
Islam,Mekkah dan Madinah.
b. Amerika dan Yahudi, membunuhi kaum muslimin disegala tempat
dan waktu, dan menghalalkan darah rakyat sipil muslimin.
2. Alasan Politik :
Karena Amerika sekarang menjadi musuh utama umat Islam yang selalu
mengincar muslimin dan jemaah-jemaah Islam yang aktif, dan tidak ada lagi
kekuatan
yang mampu mengatasi Amerika.12 Dan Amerika mendukung
kepentingan Zionis dan menelantarkan nasib rakyat Palestina.
Apa yang dicita-citakan gerakan ini, sejalan dengan kekhawatiran AS
terhadap Islam, dan ini tidak bisa diterima oleh AS, hal ini tentunya
berlawanan dengan cita-cita ideologi yang telah diperjuangkan, dan tidak
mungkin bagi AS melepaskan begitu saja aset miliyaran dolar yang telah
mereka tanam akan diserahkan begitu saja, begitu juga dengan Ideologi yang
mereka kembangkan akan sirna begitu saja dan sebaliknya Islam akan
bangkit kembali. Semua hal ini sangat bertentangan dengan cita-cita dibalik
lahirnya ideologi yang diusung oleh Barat, yang mengharapkan Islam jangan
sampai bangkit kembali setelah hancurnya Turki Usmani. Hal ini dilatar
belakangi oleh latar belakang terciptanya dua ideologi ini yang bertujuan
untuk :
1. Membantu mewujudkan berdirinya negara Israel di Palestina.13
2. Menghidupkan rasa fanatisme golongan dan kelompok dalam tubuh
umat Islam, serta adu domba.
3. Ikut campur tangan dalam urusan Timur Tengah dan Dunia Islam.
4. Menghalangi terwujudnya atau diajalankannya syariat Islam.
5. Memalingkan Bangsa Arab dari pengaruh Islam.
6. Merusak pemikiran serta akhlak generasi mudanya.14
Di sini ada dua cita-cita ideologi yang berbeda, antara keinginan para
militan Islam yang ingi mewujudkan kebangkitan Islam kembali, dilain pihak AS
12Fuad Husein, Generasi ke Dua al Qaida, hlm. 227.
13Anwar Jundi, Islam setelah Komunis, (Jakarta: Gema Insani Press. 2004), hlm. 13
14Anwar Jundi, Islam, ..., hlm. 15
10
sebagai
sebuah
perpanjangan
tangan
sebuah
ideologi
yang
tidak
mengharapkan Islam bangkit kembali, dan menginginkan kebebasan untuk
menikmati kekayaan yang dimiliki oleh tanah umat Islam.
Tahun 1992-1998, keberadaan AS diberbagai wilayah umat Islam sering
terganggu, melalui aksi serangan bersenjata terhadap konvoi tentara AS
hingga serangan ke pusat-pusat kepentingan AS. Semua kejadian ini, pada
awalnya selalu dirahasiakan, akan tetapi perhatian mereka selalu tertuju
kepada kelompok militan Islam yang dianggap sebagai pelaku dibalik semua yang
diderita oleh AS. Seperti serangan pada tahun 1992 di Yaman yang
menewaskan sekitar personel AS, tahun 1993, 18 orang personel As dalam
sebuah serangan di Somalia, 1995 sebuah ledakan besar terjadi di camp
Militer As di Saudi Arabia,15 dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu sosok yang dianggap oleh AS yang paling bertanggung jawab
adalah Usamah bin Laden, dan al Qaeda. Bagi AS Usamah adalah promotor yang
sangat berpengaruh
dalam membangkitkan semangat perjuangan untuk
kebangkitan Islam dan melakukan perlawanan terhadap keberadaan AS di
tanah Umat Islam. Sebelum wacana perang global dicetuskan, AS sudah
beberapa kali berupaya untuk menghentikan pergerakan militan Islam dan
menangkap Usamah bin Laden. AS pernah menyerang Sudan begitu juga
Afganistan, akan tetapai upaya itu belum membuahkan hasil. Bagi AS
Usamah adalah musuh nomor satu. Banyak kelompok yang terinspirasi
dengan pemikiran dan gerakan Usamah, hingga berkembang seiring dengan
berkembangnya sentimen anti AS.
Setiap gerakan perlawanan ini disebut dengan al Qaeda, hal ini
digunakan untuk mempermudah dan mengeneralisir setiap pergerakan militan anti
AS, dan al Qaeda sendiri adalah sebuah sandi intelejen yang berarti data base,
berisikan seluruh data pejuang mujahidin Afgan, baik yang berada dalam
kelompok Usamah ataupun tidak, Arab maupun non Arab dari seluruh penjuru
negara Islam.
15Kenneth Katzman , Al Qaeda: Profile and Threat Assessment, hlm. 4.
11
Melihat ancaman ini AS berupaya untuk meminimalis ancaman yang
sedang dihadapi, baik secara umum, maupun secara khusus yang datang dari
gerakan kelompok militan Islam. ZA. Maulani menyimpulkan 4 strategi AS
sebagai kekuatan super power dalam menghadapi kekuatan umat Islam pasca
perang dingin :16
a. Mempersepsikan adanya ideologi yang bermusuhan ke dalam benak rakyat
Amerika.
b. Memprovokasi berbagai insiden yang mengundang amarah dan kebencian
dikalangan publik Amerika terhadap Islam.
c. Menciptakan wahana agar perang berjalan terus, tanpa mempedulikan
opini umum,
d. menjalankan sebuah mesin perang diluar kontrol kongres maupun para
pemilih Amerika.
Ketegangan dan ketakutan AS terhadap militan Islam dan veteran Afgan terus
berlanjut, hingga terjadi ledakan 9/11, dan tanpa berfikir panjang AS
lansung menujukan perhatiannya terhadap al Qaeda dan Usamah, adalah
kelompok yang bertanggung jawab. meski kebenarannya masih dipertanyakan
hingga hari ini, akan tetapi AS sebagai polisi dunia, yang memiliki pengaruh
politik yang kuat, tidak menghiraukan benar atau salah siapa dalang dibalik
ini semua, yang penting genderang perang terus berbunyi.
Sejalan dengan pendapat Huntington, bahwa untuk menunjukkan
eksistensinya, AS harus punya lawan, dan tiada lagi lawan bagi AS setelah Uni
Soviet yang dapat mengancam keberadaannya kecuali Islam. dimana dalam
sejarah Islam adalah satusatunya peradaban yang mampu melampai peradaban
Barat dan mengalahkannya, baik sebagai sebuah imperium, maupun sebagi
sebuah ideologi. Sebaliknya di AS sentimen anti Islam juga mulai digulirkan.17
Disamping ketakutan Barat akan kebangkitan Islam, keberadaan
militan Islam pasca perang dingin memang sangat mencolok bagi AS.
Ketakutan AS
terhadap kelompok
ini
sangat
besar,
hingga
16Sibhudi, dkk, Terorisme Konspirasi Anti Islam. hlm. 14.
17Lathifah Khadar, KetikaBarat Memfitnah Islam , (Jakarta : Gema Insani, 2005).
12
ia
harus
melancarkan
serangan-serangan
yang membabi buta, sehingga korban dari
kebrutalannya ini adalah rakyat sipil yang tidak berdosa, namun AS hanya
melihat itu sebelah mata. Lalu siapa teroris yang sesungguhnya. Dengan
alasan mencari al Qaeda dan Usamah, AS membenarkan setiap tindakan
karena ketakuan semata.
Tidak hanya dari sisi perlawanan bersenjata yang
dilakukan oleh umat Islam, kekhawatiran AS juga dipengaruhi oleh bangkitnya
perpolitikan dunai Islam, seperti kemenangan partai Islam di Sudan, dan di
al Jazair,18 dan
telah
berdirinya
negara
Islam
Afganistan
dibawah
pemerintahan Thaliban. Tentunya ini sebagai sebuah signal bahwa Islam
sudah mulai bangkit kembali secara menyeluruh setelah dihancurkan pada tahun
1924.
Berawal dari al Qaeda, AS memulai perangnya dengan tujuan
yang
mendasari sikap AS mendeklarasikan perang terhadap terorisme Untuk
mengadili pelaku dan kelompok terorisme, dalang dibalik tragedi 9/11,
melindungi warganya, baik di dalam maupun di luar Amerika, juga
melindungi seluruh kepentingan AS yang tersebar diberbagai negara didunia,
dan demi menjamin dan menjaga keselamatan serta keamanan dunia dari
ancaman serangan terorisme, yang ingin mengeluarkan Israel dari Timur
Tengah dan mengusir Yahudi dan Nasrani dari tanah Asia danAfrika, secara
umum disebut Homeland security.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam dan barat merupakan 2 peradaban yang sangat besar dan mempunyai
sejarah yang panjang. Pasca perang dingin peradaban barat lebuh maju dari
18Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam,
Jakarta: Gema Insani . 2000. hlm. 76 -80.
13
peradaban Islam dari berbagai sektor. Ini menjadikan barat ingin menjadi
penguasa dunia dan menghomogenitaskan berbagai negara yang ada di dunia.
Akan tetapi barat takut akan keberadaan peradaban Islam, ini dikarenakan
dalam sejarahnya. Islam mampu mengalahkan peradaban Yunani dan Romawi,
sehingga barat dengan berbagai cara mulai mempengaruhi jemaat Islam yang aktif
untuk masuk ke ideologi mereka. Meskipun begitu Islam harus mengambil nilai
positif dari peradaban barat, serta peradaban barat harus bercermin atas tindakan
yang mereka lakukan.Tindakan yang negatif harusnya bisa dihilangkan agar Islam
dan Barat mampu hidup berdampingan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
B.
Komentar
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan
baik dari isi dan cara penulisan. Untuk itu pemakalah sebagai penulis mohon maaf
apabila pembaca tidak merasa puas dengan hasil yang pemakalah sajikan, dan
kritik beserta saran juga pemakalah harapkan agar dapat menambah wawasan
untuk memperbaiki penulisan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Azra, Azyumardi, Wayne, Hudson. Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and
Western Political Teory. England: Ashgate Publishing Company 2008.
Bashori, Ahamd Dumyathi. Eksistensi Islam di Timur Tengah dan Pengaruh
Globalnya. Jurnal al Insan. No.1 vol. 3. 2008.
Basyuni, Muhammad M., “Islam dan Barat”, http://www.kemenag.go.id, diakses
tanggal 8 Desember 2015 jam 11.10.
14
Blum, William. Rogue State: a Guide’s ti The World Only Super Power. London,
United Kingdom: Zed Books Ltd. 2006.
Hasan, Israr . Believers and Brothers : a History of Uneasy Realationship.
Bloomington: Authorhouse. 2009.
Husein, Fuad. 2008. Generasi ke Dua al Qaida, diterjemahkan oleh Syakirin,
Ahmad. 2008, Solo : Al Jazera.
Jundi, Anwar. Islam setelah Komunis. Jakarta: Gema Insani Press. 2004.
Katzman, Kenneth. Al Qaeda: Profile and Threat Assessment. CRS Report for
Congress. Pdf. 2005.
Khadar, Lathifah. KetikaBarat Memfitnah Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
2005.
Kumar, Deepa. Islam Politik: Sebuah analisis Marxis. Yogyakarta: Resist Book.
2012.
Mardenis. Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum
Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
M. Romli, Asep Syamsul. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan
Islam. Jakarta: Gema Insani. 2000.
Sibhudi, Riza dkk. Terorisme : Konspirasi Anti Islam. Jakarta: Pustaka al Kaustar.
2002.
15