T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB II
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Mutu
Menurut Arcaro (2007:1) mutu adalah sebuah
proses terstruktur untuk menghasilkan keluaran yang
dihasilkan (produk). Hidayat dan Machali (2012:298)
menyatakan mutu adalah totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuan produk
tersebut
untuk
memuaskan
kebutuhan
yang
ditetapkan. Menurut Sagala (2013:169) mutu berkaitan
dengan penilaian bagaimana suatu produk memenuhi
kriteria, standar tertentu. Pengertian mutu menurut
Sallis (2011:51-56) adalah konsep yang absolut dan
relatif.
Mutu
dalam
konsep
absolut
mempunyai
pengertian bahwa mutu merupakan idealisme yang
tidak dapat dikompromikan dan bagian dari standar
tinggi yang tidak dapat diungguli, lebih tepat disebut
”high quality” atau ”top quality”. Dalam konsep relatif,
mutu memiliki dua aspek yaitu menyesuaikan diri
dengan
spesifikasinya
dan
memenuhi
kebutuhan
pelanggan. Lebih lanjut Sallis mengatakan jika definisi
mutu dipandang dari pelanggan adalah suatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan
pelanggan.
Menurut Suti (2011) mutu pendidikan adalah
keunggulan dalam mengelola pendidikan secara efektif
dan efisien guna melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler kepada peserta didik yang dinyatakan
12
lulus dalam satu jenjang pendidikan. Menurut Zahroh
(2014:28) mutu pendidikan adalah kemampuan dari
suatu lembaga pendidikan dalam mendayagunakan
sumber
pendidikan
kemampuan
belajar
yang
ada
seoptimal
untuk
peningkatan
mugkin.
Lembaga
pendidikan dikatakan bermutu jika input, proses, dan
output dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh
pengguna jasa pendidikan. Input pendidikan harus
tersedia karena dibutuhkan demi berlansungnya proses
diantanya bahan ajar, metode pembelajaran, sarana
dan prasarana serta sumber daya. Proses pendidikan
yang
bermutu
melibatkan
berbagai
input
untuk
menciptakan sekolah yang kondusif/harmonis sehingga
dapat
menciptakan
memberdayakan
pembelajaran
peserta
didik.
yang
Output
mampu
dinyatakan
bermutu jika hasil dari belajar peserta didik baik
akademik
maupun
non
akademik
tinggi.
Mutu
pendidikan tidak saja ditentukan oleh sekolah sebagai
lembaga
pembelajaran.
Mutu
pendidikan
juga
disesuaikan dengan tuntutan dan harapan masyarakat
tentang mutu pendidikan yang dilandasi dari tolok ukur
norma ideal dan memenuhi standar yang ditentukan.
Sallis (2011:135) mengatakan standar dari mutu
memberikan pesan aktual dan potensial kepada para
pelanggan bahwa kebijakan dan prakteknya
dapat
memberikan kepercayaan eksternal dan membangun
kebanggaan internal. Senada dengan pendapat Sallis,
Hidayat dan Machali (2012:284) mengatakan standar
mutu berfungsi sebagai jaminan atas kualitas layanan
sesuai
dengan
diberikan
13
oleh
yang
dijanjikan
lembaga
yang
dan
hanya
memiliki
dapat
sertifikasi
standar mutu. Standar mutu berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Standar Nasional Pendidikan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang dikeluarkan BNSP meliputi 8 standar
sebagai acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan
dan mutu pendidikan. Delapan (8) Standar Nasional
Pendidikan yang dimaksud meliputi: 1)Standar isi.
2)Standar
proses.
3)Standar
kompetensi
lulusan.
4)Standar pendidik dan tenaga kependidikan. 5)Standar
sarana
dan
prasarana.
6)Standar
pengelolaan.
7)Standar pembiayaan. 8)Standar penilaian.
Prinsip mutu menurut Arcaro (2007:85-87) yang
diadopsi dari Deming untuk dunia pendidikan yaitu:
(1)Menciptakan konsistensi dari tujuan. (2)Mengadopsi
filosofi mutu total. (3)Mengurangi kebutuhan pengujian.
(4)Menilai
bisnis
sekolah
dengan
cara
baru.
(5)Memperbaiki mutu dan produk serta mengurangi
biaya. (6)Belajar sepanjang hayat. (7)Kepemimpinan
pendidikan.
(8)Menghilangkan
(9)Menghilangkan
hambatan
rasa
dari
takut.
keberhasilan.
(10)Menciptakan budaya mutu. (11)Memperbaiki proses
pembelajaran.
(12)Membantu
peserta
didik
supaya
berhasil. (13)Komitmen. (14)Tanggungjawab. Filosofi Dr.
Deming cenderung peningkatan mutu dalam arti yang
manusiawi. Ketika perusahaan (lembaga pendidikan)
berkomitmen
dengan
baik
dan
memiliki
proses
manajerial yang kuat maka mutu akan mengalir dengan
sendirinya.
Lebih
pandangan Juran
lanjut
Deming
mengacu
pada
dalam Arcaro (2007: 8-9) mutu
dapat dijamin dengan cara memastikan bahwa setiap
14
individu melaksanakan pekerjaan dengan tepat, dengan
sarana yang tepat, secara konsisten sesuai dengan
harapan pelanggan. Beberapa padangan Juran tentang
mutu yaitu: 1)Meraih mutu merupakan proses tiada
akhir.
2)Perbaikan
mutu
berkesinambungan.
merupakan
3)Mutu
proses
memerlukan
kepemimpinan. 4)Adanya pelatihan.
Soedijarto
(2008)
mengatakan
faktor
yang
mempengaruhi mutu pendidikan diantaranya proses
pendidikan yang dialami peserta
didik, ketersediaan
sumber daya pendidikan, anggaran pendidikan, dan
kebijakan. Hal ini dipertegas oleh Sukmadinata (2008:7)
sekolah bermutu dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang bermutu dengan faktor pendukung, sarana dan
prasarana, biaya yang cukup, manajemen yang tepat
dan lingkungan yang mendukung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pendidikan digambarkan sebagai
berikut:
Instrumental
Input
Raw
(Input)
siswa
Proses
Pendidikan
Mutu
Lulusan
Environmental
Input
Sumber: Sukmadinata (2008:7)
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu
15
Mutu pendidikan besifat menyeluruh menyangkut
semua komponen, pelaksana dan kegiatan pendidikan
atau disebut mutu total (total quality).
2.2 Strategi Peningkatan Mutu Sekolah
Gaffar
(2004:14)
dalam
Sagala
(2013:137)
memberi pengertian strategi adalah rencana yang
mengandung cara komprehensif dan integratif yang
dapat
dijadikan
pegangan
untuk
memenangkan
kompetisi (persaingan). Sementara Sagala (2013:137)
merujuk pendapat Gaffar mengatakan bahwa strategi
adalah rencana yang komprehensif mengintegrasikan
semua resources dan capabilities yang mempunyai
tujuan yang panjang untuk memenangkan persaingan.
Sedangkan
Sukmadinata
(2008:38)
mendefinisikan
strategi merupakan rencana atau tindakan umum
jangka
panjang
yang
kebijakan
dan
Menurut
Edward
merupakan
mengarahkan
program
tindakan
dalam
rencana
yang
Umar
dari
perumusan
organisasi.
(2002)
dilakukan
strategi
oleh
para
pimpinan untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Menurut Chandler (1962) yang dikutip oleh Rangkuti
(2008:3) strategi merupakan alat bantu mencapai
tujuan lembaga dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
dari sumber daya.
Pendapat Chandler yang dikutip
oleh Rangkuti ini selanjutnya yang digunakan dalam
penelitian ini.
Menurut
Zamroni
(2007)
peningkatan
mutu
berkaitan dengan stadar yang harus dicapai, proses
16
mencapainya, dan faktor-faktor yang terkait aspek
kualitas dan aspek mencapai hasil. Sementara menurut
Sukmadinata
(2008:9)
hal
terpenting
dalam
peningkatan mutu adalah melaksanakan program mutu
yang didasari: (1)Komitmen pada perubahan ke arah
yang lebih baik. (2)Pemahaman yang jelas dalam
melakukan perubahan. (3)Mempunyai visi yang jelas
dalam
pelaksanaan
rencana
yang
(2014:26)
program
jelas.
strategi
mutu.
Menurut
peningkatan
(4)Mempunyai
Hubeis
mutu
dan
Najib
adalah
cara
penyusunan tindakan yang dilakukan oleh pengelola
pendidikan untuk mencapai visi, misi, sasaran, dan
tujuan
dari
lembaga
pendidikan.
Menurut
Sagala
(2013:169) strategi peningkatan mutu dengan model
manajemen
berbasis
sekolah
dapat
memperkuat
strategi penyusunan rencana penyelenggaraan program
sekolah, pengorganisasian
tugas dan tanggung jawab
setiap personal sekolah dengan memperkuat alokasi
anggaran
dan
pemberdayaan
penyediaan
personal,
dan
fasilitas
memadukan
belajar,
fungsi
organisasi dengan keputusan strategis.
Menurut Edmond yang dikutip Abdillah (2008:33)
manajenen
peningkatan
mutu
berbasis
sekolah
merupakan alternatif dalam pengelolaan pendidikan
yang menekankan pada kemandirian dan kreativitas
sekolah. Menurut Mulyasa (2012:11-14) manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada
sekolah
dan
mendorong
sekolah
untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif
untuk mencapai tujuan sekolah.
17
Tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah
menurut
Mulyasa
(2012:25-26)
yaitu:
1)Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan
inisiatif
sekolah
dalam
mengelola
dan
memberdayakan sumberdaya sekolah. 2)Peningkatan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan
keputusan.
pendidikan
3)Peningkatan
dan
pengambilan
tanggungjawab
sekolah
kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang
mutu sekolah. 4)Peningkatan kompetisi yang sehat
antar
sekolah.
(2012:278)
Sementara
menjelaskan
Hidayat
tujuan
dan
dari
Machali
manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah yaitu peningkatan
efisiensi,
mutu,
dan
pemerataan
pendidikan.
Peningkatan efisiensi diperoleh dengan memberikan
keleluasaan
masyarakat,
mengelola
dan
sumber
daya,
partisipasi
menyederhanakan
birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang
tua
peserta
didik
terhadap
sekolah,
fleksibilitas
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah, berlakunya sistem intensif serta
disintensif. Peningkatan pemerataan diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat untuk memiliki
rasa kepemilikan terhadap sekolah yang tinggi.
Karakteristik
manajemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah menurut Mulyasa (2012:29-30) yaitu:
1)Lingkungan yang aman dan tertib. 2)Memiliki misi
dan
tujuan
mutu
yang
ingin
dicapai
3)Memiliki
kepemimpinan yang kuat. 4)Harapan yang tinggi dari
warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, peserta
didik dan orang tua peserta didik) untuk berprestasi.
18
5)Adanya pengembangan staf sekolah sesuai (ilmu
pengetahuan
dan
teknologi)
IPTEK.
6)Pelaksanaan
evaluasi untuk perbaikan mutu. 7)Adanya peran serta
masyarakat.
Lebih
lanjut
peningkatan
penerapan
mutu
berbasis
dari
sekolah
manajemen
menggunakan
prinsip: 1)Prinsip ekuifinalitas menekankan bahwa
sekolah dapat fleksibel dalam memilih strategi untuk
mencapai
tujuan
2)Prinsip
desentralisasi menekankan bahwa sekolah
harus
sesuai
mengadopsi
eksternal.
dan
3)Prinsip
menekankan
dengan
kondisi
mengadaptasi
sistem
sekolah.
pengaruh
pengelolaan
mandiri
sekolah memiliki otonomi sendiri dalam
mengembangkan tujuan berdasarkan kondisi sekolah
masing-masing. 4)Prinsip inisiatif manusia yang dalam
mengelola tenaga pendidik dan kependidikan sebagai
sumberdaya
yang
berharga
di
sekolah
untuk
berinisiatif.
Menurut Hidayat dan Machali (2012:279) strategi
pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah dapat tercapai jika didukung sumber daya
manusia
yang
profesioanal
dalam
mengelola
dan
mengoperasionalkan sekolah, dana yang cukup, sarana
dan prasarana yang memadai dan dukungan orang tua
(masyarakat) yang tinggi. Hal ini dipertegas oleh Amri
(2013:294) yang mengatakan bahwa dalam rangka
mengimplementasi
menejemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah perlu partisipasi aktif dan dinamis
dari
warga
sekolah
dengan
melakukan
tahapan:
1)Menyusun profil sekolah. 2)Melakukan evaluasi diri.
3)Mengidentifikasi
19
kebutuhan
sekolah.
4)Menyusun
program
peningkatan
mutu
(akademik
dan
non
akademik).
Program peningkatan mutu akademik dan non
akademik diawali dari program supervisi. Menurut
Sahertian (1990) dalam Mulyasa (2012:156) supervisi
merupakan
usaha
mengawali,
mengarahkan,
mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu baik
secara individu maupun kolektif agar lebih mengerti
dan
efektif
dalam
pengajaran
sehingga
dapat
menstimulasi dan membimbing peserta didik. Secara
spesifik program supervisi menurut Soetisna (1983:38)
dalam Sagala (2013:124) meliputi: 1) Membantu guru
dalam memecahkan masalah pengajaran yang dihadapi.
2) Mengkoordinasikan seluruh pengajaran menjadi
perilaku edukatif yang terintegrasi dengan baik. 3)
Menyelenggarakan
program
berkesinambungan.
4)
latihan
Mencukupi
alat
yang
(tool)
pembelajaran yang bermutu. 5) Membangkitkan dan
memotivasi
guru
mencapai
prestasi
kerja
yang
maksimal. 6)Membangun kerjasama antara sekolah,
instansi terkait dan masyarakat.
Menurut Mulyasa (2013:159) dalam pelaksanaan
supervisi dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi
dan kolaborasi dan tidak berdasarkan paksaan atau
kepatuhan. Dengan demikian diharapkan supervisi
dapat menimbulkan kesadaran, perkembangan inisiatif
dan
imajinasi
guru
agar
supaya
guru
dapat
mengembangkan potensinya secara optimal.
Teknik supervisi dibedakan menjadi dua yaitu
teknik langsung (direct technique) dan teknik tidak
langsung (indirect technique). Teknik supervisi langsung
20
dalam bentuk kunjungan kelas, pertemuan individual,
dan diskusi kelompok. Kunjungan kelas atau observasi
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi dalam
rangka peningkatan mutu proses dan hasil belajar
sebagai wujud tanggungjawab bersama. Pertemuan
individual dapat dilaksanakan sebelum atau sesudah
kunjungan kelas. Diskusi kelompok dimaksudkan agar
dapat berinteraksi lisan untuk bertukar informasi
tentang masalah pengajaran. Teknik tidak langsung
dengan rapat dewan guru, penataran, dan kunjungan
antar kelas.
2.3 Strategi
Membangun
Citra
(Image)
Sekolah
Citra
menurut
Kotler
(2002:225)
adalah
seperangkat keyakinan, ide dan pengaruh yang didapat
seseorang dari suatu obyek. Selanjutnya sikap dan
tindakan seseorang terhadap obyek sebagian besar
karena
obyek
merupakan
tersebut,
persepsi
yang
sedangkan
relatif
citra
konsisten
merek
dalam
jangka panjang (enduring perception). Sinatra.L dan
Darmatuti.R (2008) mengatakan kesan
diciptakan
dengan sengaja dari suatu obyek, orang atau lembaga.
Jadi citra sengaja diciptakan agar bernilai baik. Citra
itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari
satu perusahaan atau organisasi, dalam istilah lain
disebut favourable Opinion.
Menurut Alifahmi (2005:73) citra mencerminkan
apa yang dipikirkan, emosi, dan persepsi individu.
Walaupun
21
orang
melihat
hal
yang
sama,
tetapi
pandangan mereka bisa berbeda. Persepsi inilah yang
membentuk citra dari sebuah organisasi. Apabila citra
yang baik sudah terbentuk maka secara otomatis akan
menjadi iklan berjalan yang sangat efektif dan efisien,
karena dengan pemasaran ”Getok Tular”, maka pesan
akan berjalan cepat dan sebuah pesan akan dianggap
memiliki
kredibelitas
yang
sangat
tinggi
apabila
disampaikan oleh pihak ketiga. Citra baik di mata orang
tua dan peserta didik diperlukan oleh sebuah sekolah.
Citra sekolah yang baik akan menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusan orang tua
untuk menentukan pilihan terhadap sekolah tersebut.
Hal ini didukung oleh pendapat Dharmmesta (1999)
dalam Pramudyo
(2012) bahwa apabila citra dari
lembaga sudah tidak diragukan lagi kredibelitasnya,
maka pengambilan keputusan tidak melalui proses
yang panjang. Pada kondisi ini jika diterapkan di
sekolah dapat dikatakan bahwa kepercayaan orang tua
peserta didik terhadap sekolah sudah terbentuk.
Menurut Alma (2005:92) untuk mendapatkan
kepercayaan masyarakat terhadap sekolah maka perlu
melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan
menunjukkan citra positif yang mengesankan. Citra
(image)
terbentuk
melaksanakan
dari
kegiatan
bagaimana
sekolah
operasionalnya
itu
dengan
landasan utamanya pada segi layanan. Citra (image)
juga
terbentuk
berdasarkan
impresi,
pengalaman
seseorang terhadap sesuatu, sehingga terbangun suatu
sikap mental. Sikap mental inilah yang nantinya
digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil
keputusan.
22
Lebih lanjut Alma mengatakan banyak cara yang
dapat dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat
dalam rangka pembentukan citra (image) terhadap
sekolah baik melalui daya tarik fisik maupun daya tarik
yang bersifat akademis, non akademis, religius, dan
sebagainya. Strategi sekolah dalam peningkatan citra
(image) dengan memberdayakan seluruh warga sekolah
untuk berperan serta aktif dalam memajukan sekolah.
Citra (image) terhadap sekolah terbentuk berdasarkan
banyak unsur dalam bentuk komponen.
’’Academic reputation, campus appearance, cost,
personal attention, location, distance form home,
graduade and personal school preparation, career
placement, social activities, program study and size”
((Huddleston, 1982:365) dalam Alma 2005:94).
Dari banyaknya komponen yang mempengaruhi
citra dalam penelitian ini yang digunakan sebagai faktor
yang
mempengaruhi
citra
sekolah
yaitu
reputasi,
ekstrakurikuler, biaya, perhatian guru, kondisi fisik,
dan jangkauan.
2.4 Akar Masalah
Diagram fishbone atau tulang ikan sering pula
disebut
diagram
sebab
akibat.
Pertama
kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang.
Gasvers (1997:112) mengungkapkan bahwa diagram
fishbone ini merupakan pendekatan terstruktur yang
memungkinkan dilakukan analisis terperinci dalam
23
menemukan penyebab masalah, ketidaksesuaian, dan
kesenjangan yang ada.
Selanjutnya
langkah
Gasvers
menggunakan
1)Menentukan
dan
mengatakan
diagram
meungkapkan
langkah-
fishbone
yaitu:
masalah
dalam
pertanyaan (problem question). 2)Brainstorming mencari
penyebab masalah. 3)Gambar diagram dan penyebab
masalah dengan kategori utama. 4)Tetapkan penyebab
dalam kategori utama pada cabang yang sesuai.
5)Setiap penyebab yang mungkin, tanyakan ”mengapa”
untuk
menemukan
akar
penyebab
masalah.
6)Interprestasikan diagram dengan melihat penyebab
yang muncul secara berulang, fokuskan penyebab yang
dipilih melalui kesepakatan. 7)Gunakan hasil analisis
dengan mengembangkan dan mengimplementasikan
tindakan korektif, untuk menghilangkan akar penyebab
dari masalah.
24
Mutu Sekolah
Rendah
\
Sumber : https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone
Gambar 2.2 Diagram Fishbone Faktor yang Mempengaruhi
Mutu Sekolah
Berdasarkan Gambar 3.1 Diagram Fishbone di
atas mutu sekolah dipengaruhi oleh faktor raw (input)
peserta didik, proses pendidikan, instrumental input,
dan environmental input. Dari masing-masing faktor
tersebut perlu di cari akar penyebab permasalahan
guna
menemukan
memperbaikinya.
25
strategi
yang
tepat
untuk
Sumber : https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone
Gambar 2.3 Diagram Fishbone Faktor yang Mempengaruhi
Citra (Image) Sekolah
Faktor yang mempengruhi citra (image) sekolah
berdasarkan Gambar 3.2 Diagram Fishbone di atas
yaitu
reputasi
sekolah,
biaya,
perhatian
guru,
ekstrakurikuler, kondisi fisik, dan jangkauan. Masingmasing faktor perlu dicari penyebabnya dan akar
masalahnya agar dapat menemukan strategi yang tepat
dalam membangun citra (image) sekolah menuju lebih
baik.
26
TELAAH PUSTAKA
2.1
Mutu
Menurut Arcaro (2007:1) mutu adalah sebuah
proses terstruktur untuk menghasilkan keluaran yang
dihasilkan (produk). Hidayat dan Machali (2012:298)
menyatakan mutu adalah totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuan produk
tersebut
untuk
memuaskan
kebutuhan
yang
ditetapkan. Menurut Sagala (2013:169) mutu berkaitan
dengan penilaian bagaimana suatu produk memenuhi
kriteria, standar tertentu. Pengertian mutu menurut
Sallis (2011:51-56) adalah konsep yang absolut dan
relatif.
Mutu
dalam
konsep
absolut
mempunyai
pengertian bahwa mutu merupakan idealisme yang
tidak dapat dikompromikan dan bagian dari standar
tinggi yang tidak dapat diungguli, lebih tepat disebut
”high quality” atau ”top quality”. Dalam konsep relatif,
mutu memiliki dua aspek yaitu menyesuaikan diri
dengan
spesifikasinya
dan
memenuhi
kebutuhan
pelanggan. Lebih lanjut Sallis mengatakan jika definisi
mutu dipandang dari pelanggan adalah suatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan
pelanggan.
Menurut Suti (2011) mutu pendidikan adalah
keunggulan dalam mengelola pendidikan secara efektif
dan efisien guna melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler kepada peserta didik yang dinyatakan
12
lulus dalam satu jenjang pendidikan. Menurut Zahroh
(2014:28) mutu pendidikan adalah kemampuan dari
suatu lembaga pendidikan dalam mendayagunakan
sumber
pendidikan
kemampuan
belajar
yang
ada
seoptimal
untuk
peningkatan
mugkin.
Lembaga
pendidikan dikatakan bermutu jika input, proses, dan
output dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh
pengguna jasa pendidikan. Input pendidikan harus
tersedia karena dibutuhkan demi berlansungnya proses
diantanya bahan ajar, metode pembelajaran, sarana
dan prasarana serta sumber daya. Proses pendidikan
yang
bermutu
melibatkan
berbagai
input
untuk
menciptakan sekolah yang kondusif/harmonis sehingga
dapat
menciptakan
memberdayakan
pembelajaran
peserta
didik.
yang
Output
mampu
dinyatakan
bermutu jika hasil dari belajar peserta didik baik
akademik
maupun
non
akademik
tinggi.
Mutu
pendidikan tidak saja ditentukan oleh sekolah sebagai
lembaga
pembelajaran.
Mutu
pendidikan
juga
disesuaikan dengan tuntutan dan harapan masyarakat
tentang mutu pendidikan yang dilandasi dari tolok ukur
norma ideal dan memenuhi standar yang ditentukan.
Sallis (2011:135) mengatakan standar dari mutu
memberikan pesan aktual dan potensial kepada para
pelanggan bahwa kebijakan dan prakteknya
dapat
memberikan kepercayaan eksternal dan membangun
kebanggaan internal. Senada dengan pendapat Sallis,
Hidayat dan Machali (2012:284) mengatakan standar
mutu berfungsi sebagai jaminan atas kualitas layanan
sesuai
dengan
diberikan
13
oleh
yang
dijanjikan
lembaga
yang
dan
hanya
memiliki
dapat
sertifikasi
standar mutu. Standar mutu berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Standar Nasional Pendidikan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang dikeluarkan BNSP meliputi 8 standar
sebagai acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan
dan mutu pendidikan. Delapan (8) Standar Nasional
Pendidikan yang dimaksud meliputi: 1)Standar isi.
2)Standar
proses.
3)Standar
kompetensi
lulusan.
4)Standar pendidik dan tenaga kependidikan. 5)Standar
sarana
dan
prasarana.
6)Standar
pengelolaan.
7)Standar pembiayaan. 8)Standar penilaian.
Prinsip mutu menurut Arcaro (2007:85-87) yang
diadopsi dari Deming untuk dunia pendidikan yaitu:
(1)Menciptakan konsistensi dari tujuan. (2)Mengadopsi
filosofi mutu total. (3)Mengurangi kebutuhan pengujian.
(4)Menilai
bisnis
sekolah
dengan
cara
baru.
(5)Memperbaiki mutu dan produk serta mengurangi
biaya. (6)Belajar sepanjang hayat. (7)Kepemimpinan
pendidikan.
(8)Menghilangkan
(9)Menghilangkan
hambatan
rasa
dari
takut.
keberhasilan.
(10)Menciptakan budaya mutu. (11)Memperbaiki proses
pembelajaran.
(12)Membantu
peserta
didik
supaya
berhasil. (13)Komitmen. (14)Tanggungjawab. Filosofi Dr.
Deming cenderung peningkatan mutu dalam arti yang
manusiawi. Ketika perusahaan (lembaga pendidikan)
berkomitmen
dengan
baik
dan
memiliki
proses
manajerial yang kuat maka mutu akan mengalir dengan
sendirinya.
Lebih
pandangan Juran
lanjut
Deming
mengacu
pada
dalam Arcaro (2007: 8-9) mutu
dapat dijamin dengan cara memastikan bahwa setiap
14
individu melaksanakan pekerjaan dengan tepat, dengan
sarana yang tepat, secara konsisten sesuai dengan
harapan pelanggan. Beberapa padangan Juran tentang
mutu yaitu: 1)Meraih mutu merupakan proses tiada
akhir.
2)Perbaikan
mutu
berkesinambungan.
merupakan
3)Mutu
proses
memerlukan
kepemimpinan. 4)Adanya pelatihan.
Soedijarto
(2008)
mengatakan
faktor
yang
mempengaruhi mutu pendidikan diantaranya proses
pendidikan yang dialami peserta
didik, ketersediaan
sumber daya pendidikan, anggaran pendidikan, dan
kebijakan. Hal ini dipertegas oleh Sukmadinata (2008:7)
sekolah bermutu dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang bermutu dengan faktor pendukung, sarana dan
prasarana, biaya yang cukup, manajemen yang tepat
dan lingkungan yang mendukung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pendidikan digambarkan sebagai
berikut:
Instrumental
Input
Raw
(Input)
siswa
Proses
Pendidikan
Mutu
Lulusan
Environmental
Input
Sumber: Sukmadinata (2008:7)
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu
15
Mutu pendidikan besifat menyeluruh menyangkut
semua komponen, pelaksana dan kegiatan pendidikan
atau disebut mutu total (total quality).
2.2 Strategi Peningkatan Mutu Sekolah
Gaffar
(2004:14)
dalam
Sagala
(2013:137)
memberi pengertian strategi adalah rencana yang
mengandung cara komprehensif dan integratif yang
dapat
dijadikan
pegangan
untuk
memenangkan
kompetisi (persaingan). Sementara Sagala (2013:137)
merujuk pendapat Gaffar mengatakan bahwa strategi
adalah rencana yang komprehensif mengintegrasikan
semua resources dan capabilities yang mempunyai
tujuan yang panjang untuk memenangkan persaingan.
Sedangkan
Sukmadinata
(2008:38)
mendefinisikan
strategi merupakan rencana atau tindakan umum
jangka
panjang
yang
kebijakan
dan
Menurut
Edward
merupakan
mengarahkan
program
tindakan
dalam
rencana
yang
Umar
dari
perumusan
organisasi.
(2002)
dilakukan
strategi
oleh
para
pimpinan untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Menurut Chandler (1962) yang dikutip oleh Rangkuti
(2008:3) strategi merupakan alat bantu mencapai
tujuan lembaga dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
dari sumber daya.
Pendapat Chandler yang dikutip
oleh Rangkuti ini selanjutnya yang digunakan dalam
penelitian ini.
Menurut
Zamroni
(2007)
peningkatan
mutu
berkaitan dengan stadar yang harus dicapai, proses
16
mencapainya, dan faktor-faktor yang terkait aspek
kualitas dan aspek mencapai hasil. Sementara menurut
Sukmadinata
(2008:9)
hal
terpenting
dalam
peningkatan mutu adalah melaksanakan program mutu
yang didasari: (1)Komitmen pada perubahan ke arah
yang lebih baik. (2)Pemahaman yang jelas dalam
melakukan perubahan. (3)Mempunyai visi yang jelas
dalam
pelaksanaan
rencana
yang
(2014:26)
program
jelas.
strategi
mutu.
Menurut
peningkatan
(4)Mempunyai
Hubeis
mutu
dan
Najib
adalah
cara
penyusunan tindakan yang dilakukan oleh pengelola
pendidikan untuk mencapai visi, misi, sasaran, dan
tujuan
dari
lembaga
pendidikan.
Menurut
Sagala
(2013:169) strategi peningkatan mutu dengan model
manajemen
berbasis
sekolah
dapat
memperkuat
strategi penyusunan rencana penyelenggaraan program
sekolah, pengorganisasian
tugas dan tanggung jawab
setiap personal sekolah dengan memperkuat alokasi
anggaran
dan
pemberdayaan
penyediaan
personal,
dan
fasilitas
memadukan
belajar,
fungsi
organisasi dengan keputusan strategis.
Menurut Edmond yang dikutip Abdillah (2008:33)
manajenen
peningkatan
mutu
berbasis
sekolah
merupakan alternatif dalam pengelolaan pendidikan
yang menekankan pada kemandirian dan kreativitas
sekolah. Menurut Mulyasa (2012:11-14) manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada
sekolah
dan
mendorong
sekolah
untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif
untuk mencapai tujuan sekolah.
17
Tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah
menurut
Mulyasa
(2012:25-26)
yaitu:
1)Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan
inisiatif
sekolah
dalam
mengelola
dan
memberdayakan sumberdaya sekolah. 2)Peningkatan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan
keputusan.
pendidikan
3)Peningkatan
dan
pengambilan
tanggungjawab
sekolah
kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang
mutu sekolah. 4)Peningkatan kompetisi yang sehat
antar
sekolah.
(2012:278)
Sementara
menjelaskan
Hidayat
tujuan
dan
dari
Machali
manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah yaitu peningkatan
efisiensi,
mutu,
dan
pemerataan
pendidikan.
Peningkatan efisiensi diperoleh dengan memberikan
keleluasaan
masyarakat,
mengelola
dan
sumber
daya,
partisipasi
menyederhanakan
birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang
tua
peserta
didik
terhadap
sekolah,
fleksibilitas
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah, berlakunya sistem intensif serta
disintensif. Peningkatan pemerataan diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat untuk memiliki
rasa kepemilikan terhadap sekolah yang tinggi.
Karakteristik
manajemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah menurut Mulyasa (2012:29-30) yaitu:
1)Lingkungan yang aman dan tertib. 2)Memiliki misi
dan
tujuan
mutu
yang
ingin
dicapai
3)Memiliki
kepemimpinan yang kuat. 4)Harapan yang tinggi dari
warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, peserta
didik dan orang tua peserta didik) untuk berprestasi.
18
5)Adanya pengembangan staf sekolah sesuai (ilmu
pengetahuan
dan
teknologi)
IPTEK.
6)Pelaksanaan
evaluasi untuk perbaikan mutu. 7)Adanya peran serta
masyarakat.
Lebih
lanjut
peningkatan
penerapan
mutu
berbasis
dari
sekolah
manajemen
menggunakan
prinsip: 1)Prinsip ekuifinalitas menekankan bahwa
sekolah dapat fleksibel dalam memilih strategi untuk
mencapai
tujuan
2)Prinsip
desentralisasi menekankan bahwa sekolah
harus
sesuai
mengadopsi
eksternal.
dan
3)Prinsip
menekankan
dengan
kondisi
mengadaptasi
sistem
sekolah.
pengaruh
pengelolaan
mandiri
sekolah memiliki otonomi sendiri dalam
mengembangkan tujuan berdasarkan kondisi sekolah
masing-masing. 4)Prinsip inisiatif manusia yang dalam
mengelola tenaga pendidik dan kependidikan sebagai
sumberdaya
yang
berharga
di
sekolah
untuk
berinisiatif.
Menurut Hidayat dan Machali (2012:279) strategi
pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah dapat tercapai jika didukung sumber daya
manusia
yang
profesioanal
dalam
mengelola
dan
mengoperasionalkan sekolah, dana yang cukup, sarana
dan prasarana yang memadai dan dukungan orang tua
(masyarakat) yang tinggi. Hal ini dipertegas oleh Amri
(2013:294) yang mengatakan bahwa dalam rangka
mengimplementasi
menejemen
peningkatan
mutu
berbasis sekolah perlu partisipasi aktif dan dinamis
dari
warga
sekolah
dengan
melakukan
tahapan:
1)Menyusun profil sekolah. 2)Melakukan evaluasi diri.
3)Mengidentifikasi
19
kebutuhan
sekolah.
4)Menyusun
program
peningkatan
mutu
(akademik
dan
non
akademik).
Program peningkatan mutu akademik dan non
akademik diawali dari program supervisi. Menurut
Sahertian (1990) dalam Mulyasa (2012:156) supervisi
merupakan
usaha
mengawali,
mengarahkan,
mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu baik
secara individu maupun kolektif agar lebih mengerti
dan
efektif
dalam
pengajaran
sehingga
dapat
menstimulasi dan membimbing peserta didik. Secara
spesifik program supervisi menurut Soetisna (1983:38)
dalam Sagala (2013:124) meliputi: 1) Membantu guru
dalam memecahkan masalah pengajaran yang dihadapi.
2) Mengkoordinasikan seluruh pengajaran menjadi
perilaku edukatif yang terintegrasi dengan baik. 3)
Menyelenggarakan
program
berkesinambungan.
4)
latihan
Mencukupi
alat
yang
(tool)
pembelajaran yang bermutu. 5) Membangkitkan dan
memotivasi
guru
mencapai
prestasi
kerja
yang
maksimal. 6)Membangun kerjasama antara sekolah,
instansi terkait dan masyarakat.
Menurut Mulyasa (2013:159) dalam pelaksanaan
supervisi dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi
dan kolaborasi dan tidak berdasarkan paksaan atau
kepatuhan. Dengan demikian diharapkan supervisi
dapat menimbulkan kesadaran, perkembangan inisiatif
dan
imajinasi
guru
agar
supaya
guru
dapat
mengembangkan potensinya secara optimal.
Teknik supervisi dibedakan menjadi dua yaitu
teknik langsung (direct technique) dan teknik tidak
langsung (indirect technique). Teknik supervisi langsung
20
dalam bentuk kunjungan kelas, pertemuan individual,
dan diskusi kelompok. Kunjungan kelas atau observasi
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi dalam
rangka peningkatan mutu proses dan hasil belajar
sebagai wujud tanggungjawab bersama. Pertemuan
individual dapat dilaksanakan sebelum atau sesudah
kunjungan kelas. Diskusi kelompok dimaksudkan agar
dapat berinteraksi lisan untuk bertukar informasi
tentang masalah pengajaran. Teknik tidak langsung
dengan rapat dewan guru, penataran, dan kunjungan
antar kelas.
2.3 Strategi
Membangun
Citra
(Image)
Sekolah
Citra
menurut
Kotler
(2002:225)
adalah
seperangkat keyakinan, ide dan pengaruh yang didapat
seseorang dari suatu obyek. Selanjutnya sikap dan
tindakan seseorang terhadap obyek sebagian besar
karena
obyek
merupakan
tersebut,
persepsi
yang
sedangkan
relatif
citra
konsisten
merek
dalam
jangka panjang (enduring perception). Sinatra.L dan
Darmatuti.R (2008) mengatakan kesan
diciptakan
dengan sengaja dari suatu obyek, orang atau lembaga.
Jadi citra sengaja diciptakan agar bernilai baik. Citra
itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari
satu perusahaan atau organisasi, dalam istilah lain
disebut favourable Opinion.
Menurut Alifahmi (2005:73) citra mencerminkan
apa yang dipikirkan, emosi, dan persepsi individu.
Walaupun
21
orang
melihat
hal
yang
sama,
tetapi
pandangan mereka bisa berbeda. Persepsi inilah yang
membentuk citra dari sebuah organisasi. Apabila citra
yang baik sudah terbentuk maka secara otomatis akan
menjadi iklan berjalan yang sangat efektif dan efisien,
karena dengan pemasaran ”Getok Tular”, maka pesan
akan berjalan cepat dan sebuah pesan akan dianggap
memiliki
kredibelitas
yang
sangat
tinggi
apabila
disampaikan oleh pihak ketiga. Citra baik di mata orang
tua dan peserta didik diperlukan oleh sebuah sekolah.
Citra sekolah yang baik akan menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusan orang tua
untuk menentukan pilihan terhadap sekolah tersebut.
Hal ini didukung oleh pendapat Dharmmesta (1999)
dalam Pramudyo
(2012) bahwa apabila citra dari
lembaga sudah tidak diragukan lagi kredibelitasnya,
maka pengambilan keputusan tidak melalui proses
yang panjang. Pada kondisi ini jika diterapkan di
sekolah dapat dikatakan bahwa kepercayaan orang tua
peserta didik terhadap sekolah sudah terbentuk.
Menurut Alma (2005:92) untuk mendapatkan
kepercayaan masyarakat terhadap sekolah maka perlu
melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan
menunjukkan citra positif yang mengesankan. Citra
(image)
terbentuk
melaksanakan
dari
kegiatan
bagaimana
sekolah
operasionalnya
itu
dengan
landasan utamanya pada segi layanan. Citra (image)
juga
terbentuk
berdasarkan
impresi,
pengalaman
seseorang terhadap sesuatu, sehingga terbangun suatu
sikap mental. Sikap mental inilah yang nantinya
digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil
keputusan.
22
Lebih lanjut Alma mengatakan banyak cara yang
dapat dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat
dalam rangka pembentukan citra (image) terhadap
sekolah baik melalui daya tarik fisik maupun daya tarik
yang bersifat akademis, non akademis, religius, dan
sebagainya. Strategi sekolah dalam peningkatan citra
(image) dengan memberdayakan seluruh warga sekolah
untuk berperan serta aktif dalam memajukan sekolah.
Citra (image) terhadap sekolah terbentuk berdasarkan
banyak unsur dalam bentuk komponen.
’’Academic reputation, campus appearance, cost,
personal attention, location, distance form home,
graduade and personal school preparation, career
placement, social activities, program study and size”
((Huddleston, 1982:365) dalam Alma 2005:94).
Dari banyaknya komponen yang mempengaruhi
citra dalam penelitian ini yang digunakan sebagai faktor
yang
mempengaruhi
citra
sekolah
yaitu
reputasi,
ekstrakurikuler, biaya, perhatian guru, kondisi fisik,
dan jangkauan.
2.4 Akar Masalah
Diagram fishbone atau tulang ikan sering pula
disebut
diagram
sebab
akibat.
Pertama
kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang.
Gasvers (1997:112) mengungkapkan bahwa diagram
fishbone ini merupakan pendekatan terstruktur yang
memungkinkan dilakukan analisis terperinci dalam
23
menemukan penyebab masalah, ketidaksesuaian, dan
kesenjangan yang ada.
Selanjutnya
langkah
Gasvers
menggunakan
1)Menentukan
dan
mengatakan
diagram
meungkapkan
langkah-
fishbone
yaitu:
masalah
dalam
pertanyaan (problem question). 2)Brainstorming mencari
penyebab masalah. 3)Gambar diagram dan penyebab
masalah dengan kategori utama. 4)Tetapkan penyebab
dalam kategori utama pada cabang yang sesuai.
5)Setiap penyebab yang mungkin, tanyakan ”mengapa”
untuk
menemukan
akar
penyebab
masalah.
6)Interprestasikan diagram dengan melihat penyebab
yang muncul secara berulang, fokuskan penyebab yang
dipilih melalui kesepakatan. 7)Gunakan hasil analisis
dengan mengembangkan dan mengimplementasikan
tindakan korektif, untuk menghilangkan akar penyebab
dari masalah.
24
Mutu Sekolah
Rendah
\
Sumber : https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone
Gambar 2.2 Diagram Fishbone Faktor yang Mempengaruhi
Mutu Sekolah
Berdasarkan Gambar 3.1 Diagram Fishbone di
atas mutu sekolah dipengaruhi oleh faktor raw (input)
peserta didik, proses pendidikan, instrumental input,
dan environmental input. Dari masing-masing faktor
tersebut perlu di cari akar penyebab permasalahan
guna
menemukan
memperbaikinya.
25
strategi
yang
tepat
untuk
Sumber : https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone
Gambar 2.3 Diagram Fishbone Faktor yang Mempengaruhi
Citra (Image) Sekolah
Faktor yang mempengruhi citra (image) sekolah
berdasarkan Gambar 3.2 Diagram Fishbone di atas
yaitu
reputasi
sekolah,
biaya,
perhatian
guru,
ekstrakurikuler, kondisi fisik, dan jangkauan. Masingmasing faktor perlu dicari penyebabnya dan akar
masalahnya agar dapat menemukan strategi yang tepat
dalam membangun citra (image) sekolah menuju lebih
baik.
26