APA KATA MEREKA Aku Guruku dan Dunia

APA

KATA
MEREKA :
Aku, Guruku dan Dunia

D

ulu saya berkeinginan untuk
menjadi seorang relawan
bidang pendidikan yang dikirim
ke pulau terluar ataupun
wilayah Indonesia lainnya yang memiliki
keterbatasan akses pendidikan. Dan
ternyata keinginan tersebut membawa
saya pada mereka, para pelopor. Sebuah
sekolah layaknya sekolah laskar pelangi.
Tulisan – tulisan ini merupakan beberapa
tulisan anak – anak yang bersemangat
untuk mendapatkan pendidikan. Bukan,
mereka bukan siswa yang berada di

pulau terluar ataupun pulau di ujung
negeri sana. Mereka ada di sekitar kita,
di suatu tempat yang kadang tidak kita
bayangkan sebelumnya.
-Zazat Zenal Mutakin

Jalan
Hidupku

I

nilah aku, terlahir dari keluarga
yang sangat sederhana, yang
dibesarkan dan didik tanpa
kasih sayang seorang orang
tua dan hanya bisa menuruti apa
kata seorang kakak. Kakak yang
sangat galak dalam mendidik dan
tegas
dalam

membuat
aku
menjadi
seorang
yang
bisa
dibanggakan semua orang.
Dulu waktu aku berumur 5 tahun
sebelum aku dimasukan ke bangku
sekolah
dasar
aku
diajarkan
bagaimana menulis dan membaca
dengan benar dan tertib, dengan
bentakan yang selalu keluar dari
mulut kakakku. Sampai ketika
umur aku menginjak 6 tahun aku
di masukan ke sekolah dasar dari
kelas satu sampai dengan kelas 3.

Lalu kelas 4 karena ada berbagai
konflik dalam keluargaku aku
pindah rumah dan pindah sekolah
sampai
kelulusan
kelas
6.
Perjuanganku untuk sampai ke
jenjang kelulusan tidaklah mudah
banyak sekali
rintangan
yang
harus aku tempuh dan aku alami.
Aku
jalani
kehidupan
seolah
dasarku
dengan
berbagai

rintangan dan penderitaan yang
datang tak henti-hentinya sampau
aku menginjak masa sekolah
menengah pertama.

Aku masih ingat ketika kakakku
sering
betingkah
kasar
dan
mengataiku dengan kata – kata
yang menerutku tak perlu untuk
dikatakan oleh seorang kakak.
Yang membuat aku menangis dan
meratapinya,
kenapa
kakakku
sendiri tega melakukan semua itu
padaku,
apa

salahku?
Itu
membuatku bertanya tanya entah
siapa dan kapan yang akan
menjawab semua pertanyaan itu.
Aku masih ingat ketika itu hari di
mana anak – anak smp idam –
idamkan yaitu kelulusan dimana
semua orang tua masing – masing
datang pada acara itu kecuali
orang aku tanpa dihadiri oleh
siapapun.
Kenapa
semua
ini
sangat menyakitkan, begitu dunia
ini kejam dan tak adil. Aku hanya
bisa menangis didalam keramaian
kelasku, teman – temanku yang
membuat mereka semua heran

melihatku. Mungkin mereka hanya
bertanya – tanya melihatku karena
di sekolah aku terkenal sebagai
orang yang anti sama yang
namanya menangis. Tapi hari itu
mereka telah melihat siapa aku
yang sebenarnya, hidupku pemih
dengan penderitaan dan tangisan.
Aku berbeda dengan kalian yang
diperhatikan oleh orang tua kalian,
andai aku seperti mereka, takkan
pernah ku sia – siakan semua itu.
Sekarang aku dudk dibangku yang
dahulu aku idam – idamkan dan
tak pernah aku bayangkan bisa
sampai
ke
bangku
sekolah
menengah atas. Ini sungguh tak

terlintas dalam pikiranku dulu, bisa
seperti
ini.
Karena
melihat

keadaanku
dan
perjalanan
sekolahku dulu dari SD sampai
SMP itu tak mudah untuk jalani
dan lupakan sampai sekarang.
Begitu pun dengan sekarang aku
sekolah di SMA, itu semua tak
mudah untuk sampai ke sini.
Semua itu dibarengi dengan
cacian
dan
tangisan
hingga

akhirnya Tuhan Yang Maha Esa
mengizinkanku
untuk
terus
sekolah. Dan di sinilah aku
sekolah, tempat yang aku cintai
dan
aku
banggakan.
Karena
sekolahku kini telah mengajarkan
dan memberitahukan apalah itu
arti kehidupan.ku dari dulu hingga
sekarang.
Dahulu aku masih ingat waktu itu
aku duduk di bangku sekolah
menengah pertama, aku pernah
berpikir dan putus asa dengan
keadaan yang aku jalani. Setiap
hari dunia bagiku adalah tangisan

dan penderitaan. Tak pernah ada
yang namanya senyuman dan
kasih sayang dari seorang ibu
ataupun ayah.
Tetapi, sekarang aku mengerti
mengapa orang tuaku membiarkan
aku dididik oleh kakakku. Ternyata
itu akan membuatku menjadi
orang yang kuat dan mandiri
walaupun
tanpa
didampingi
mereka berdua. Sekarang aku
mengerti arti dari kehidupanku.
Terima kasih kakak, kau telah
mengajariku semua itu walaupun
kadang kau merasa jengkel dan
kesal dengan kelakuanku. Tapi aku
bangga padamu kakak. Dengan
kesibukan ibu dan ayah kau

mengajariku semuanya.

Aku sekarang duduk di kelas XI, di
sinilah aku yang baru bisa
merasakan apa itu perhatian,
ketulusan dan kasih sayang kedua
orang tuaku yang dahulu tak
pernah aku dapatkan dan rasakan.
Mungkin. Bahkan kasih sayang
yang begitu tulus dari teman –
teman yang selalu menemaniku
dikala aku merasa kesepian.
Walaupun dikelas kami sring serba
kekurangan mulai dari peralatan
dan bahkan sampai orang yang
ada di kelas. Di kelas kami hanya
ber-empat dan salah satu dari
kami ada yang memutuskan untuk
keluar dan akhirnya tinggalah
kami bertiga. Dengan keadaan

yang seperti ini tak pernah
membuta
kami
gentar
ingin
mundur, malah ini membuat kami
semakin kuat dan tahu arti
kesabaran yang sesungguhnya.
Ya, di sinilah aku bisa merasakan
arti kehidupan yang dahulu tak
aku dapatkan berawal dari sedih,
senang, bahagia, tertwa menangis
bahkan
berjuang
bersama
membangun sekolah tempat saya
belajar menjadi sekolah yang baik,
dipercaya dengan kebaikan dan
dibanggakan oleh semua orang.
Semua itu aku rasakan di sini dan
mungkin jika aku tak sekolah ke
sini aku takkan pernah merasakan
apa itu kasih sayang dan perhatian
orang tuaku.
Di
sekolah
aku
mempunyai
seorang guru yang sangat baik.
Dia mengajariku bahwa kita itu
harus bisa menguasai dunia dan
memberitahuku bahwa dunia ini
bagaikan angin, jika kita hanya
membiarkannya lewat kita akan

ketinggalan zaman dengan dunia
yang semakin maju. Tapi jangan
sekali – kali kalian terbawa,
terjurumus atau terkena duri yang
dibawa oleh angin itu, karena
angin itu juga membawamu untuk
menjerumuskanmu
pada
perkembangan zaman yang salah,
maka jalanilah kehidupan ini
dengan ilmu yang kuat agar kita
bisa mengimbangi perkembangan
zaman yang semakin maju. Begitu
dunia itu sangatlah penting dan
berharga untuk mencapai cita –
cita yang kita inginkan. Jika dunia
tak
bisa
kita
kuasai
maka
tunggulah di mana saatnya dunia
menguasai kita. Maka jika tak ingin
terjadi seperti itu kalain harus
punya ilmu yang tinggi.
Semua
penjelasan
ini
aku
dapatkan setelah aku sekolah ku
yang sekarang. Walaupun serba
kekurangan tapi kita bisa sekolah
ku yang sekarang bisa membawa
dan membimbingku ke jalan yang
lebih baik dan walaupun guru –
guru di sini jarang ada tetapi
mereka telah mengajariku arti
kesabaran dan kejujuran yang
membuatku semakin kuat untuk
menggapai semua cita – citaku.
Aku mempunyai sebuah cita – cita
dari dulu yaitu ingin membawa
keluuarga kecilku pergi haji dan
umrah dan setelah aku lulus
sekolah aku ingin meneruskan
sekolah ke Universitas Al – Azhar
Kairo. Walaupun itu tak mungkin
tapi aku yakin aku bisa dengan
kegigihan dan keyakinanku, aku
bisa mencapainya, Amin!
Inilah kehidupanku semoga semua
yang dahulu aku bina sampai

sekarang akan tersu menjulang
tinggi dan lurus layaknya seperti
pohon kelapa yang akan terus
tinggi tanpa melihat keadaan.
Semoga semua yang aku inginkan
menjadi kenyataan. Amin!
-Dewi Dhien

itu sangatlah berharga di dunia
meliputi alam semesta ini.

Guru yang
Mana Sih?

A

ku hidup atas prakarsa
seorang guru
yang
mengajarkan
aku
setiap saat di manapun
dan
kapanpun
aku
bisa
merasakan
pahit
manisnya
pelajaran dari dia. Bagiku guru
itu
mmpunyai
singkatan,
pertama GU, yang berati guna,
dan Ru yang beranrti runtuh.
Maksuda dari singkatan itu
adalah di mana seorang guru
itu menjadikan bangsa ini
menjadi berguna di dunia dan
di
setiap
langkahnya
dan
runtuh
mempunyai
arti
meruntuhkan kebodohan anak
bangsa dari segala hal yang
meliputinya. Baik itu dari hal
dunia
atau
tingkah
laku
seseorang. Jadi seorang guru

Guru yang dimaksudkan di sini
bukan saja seorang guru yang
setiap
harinya
berada
di
sekolah
mengajarkan
anakanak, tapi guru yang dimaksud
ini adalah dimana kita berpijak
disiti kita mbil pelajaran dan
hikmahnya. Banyak yang tidak
sadar bahwa yang dimaksud
dengan guru, mereka anggap
guru
hanya
mereka
yang
mengajarkan cara berhitung,
menulis, dan membaca saja.
Tetapi guru itui bukanlah hanya
itu, yang bisa disampaikannya
bisa berupa kesadaran diri,
tafakur, dan lain-lain. Jadi
seorang guru itu adalah di
mana sesuatu bisa diambil
pelajaran dan hikmahnya.
Bagiku guru itu adalah sebagai
kunci kehidupan kita menuju
kesuksesan
dan
menurutku
adalah gudang ilmu. Dimana
gudang itu tidak akan terbuka
tanpa ada kunci yang bisa
membukanya, Kita tidak akan
bisa mengetahui apa yang ada
di dalam gudang itu tanpa kita
memerlukan kuncinya. Jadi kita
tidak mungkin bisa mengetahui
segala hal tanpa diberitahu oleh
guru, tahu bagaimana hidup
penuh kesuksesan, dan lain –
lain tanpa dibarengi dengan
pengorbanan dan jasa guru
yang tanpa pamrih.
Banyak sekali orang di dunia ini
yang
banyak
meninggalkan
bahkan tidak menghormati jasa

seorang guru, bahkan banyak
guru itu dipandang sebelah
mata atau bahkan ada seorang
guru yang hanya diperlakukan
sebagai
seorang
teman
sebayanya.
Yang
lebih
menyedihkan
adalah
guru
diberi penghargaan dengan
mendapatkan gaji yang lebih
kecil darpada bayaran seorang
artis. Padahal seorang guru itu
mengajarkan untuk membentuk
karakter bangsa, tetapi tidak
sedikit seorang artis yang
merusak karakter dan moral
bangsa
dibayar
hingga
berpuluh – puluh juta sampai
miliaran rupiah bisa dibawa
pulang oleh mereka tanpa
memikul beban yang sangat
berat, malah seorang guru yang
memikul beban yang begitu
berat seolah terabaikan begitu
saja.
Dunia ini begitu sunyi bila
seandaninya
tidak
ada
pengorbanan
seorang
guru
yang begitu berjasa dengan
sepenuh hati. Banyak bangunan

bangunan
tinggi
yang
mencakar langit, hamparan
gedung – gedung pabrik yang
sudah
tak
terarah
dan
berserakan di mana – mana,
semua itu tidak akan ada tanpa
adanya seorang guru yang
berperan akan berlangsungnya
kehidupan modern ini, yang
banyak merusak moral dan
etika bangsa di dunia ini.
Semakin
pesatnya
perkembangan zaman banyak
sekali
seorang
guru
yang

terjerumus ke dalam kehidupan
yang tidak bermoral dan tidak
mempunyai etika sama sekali.
Mereka melupakan tugas dan
peran mereka sebagai sorang
guru du dunia ini. Mereka
banyak yang ikut terlibat dalam
maraknya perebutan kekuasaan
dengan menghalalkan segala
cara untuk mendapatkannya.
Bahkan banyak sekali seorang
guru
yang
seharusnya
mengajarkan etika dan moral
ini malah merusak moral.
Seperti
halnya
semakin
maraknya kasus kriminal yang
dilakukan oleh oknum guru
yang seharusnya dan tidak
sepantasnya untuk dilakukan
oleh seorang guru. Untuk itu
kita
selaku
bangsa
yang
bermoral
dan
beretika
sepatutnya
memilih
dan
memilah serta berhati – hati
pada seorang guru pada zaman
modern ini.
Sebagai bangsa yang bermoral
dan ber-etika tinggi kita harus
mempunyai penghormatan dan
pengorbanan kepada bangsa
negara
dan
dunia
yang
menuntut kita untuk berperan
di dunia ini sebagai makhluk
yang sempurna yang Allah SWT
ciptakan.
Aku hanya bisa berharap dan
berdoa kepada Allah SWT agar
guru – guru yang ada di seluruh
dunia bisa menyadari dengan
tugas dan peran merka di alam
dunia yang fana ini dan sadar
betapa pentingnya keberadaan
mereka untuk kemajuan suatu

bangsa di seluruh dunia ini,
karena tanpa adanya mereka
hidup di dunia ini seolah – olah
tak berarti. Mengenali arti
kehidupan itu karena adanya
peran
serta
mereka
yang
membawa kedamaian dalam
hidup ini.

-Bona Salgo Gensis

Mereka
Pergi, dan
Hanya Satu

yang
Kembali

I

nilah aku, yang belum bisa
hidup
sendiri,
tugasku
hanya
harus
menaati
semua aturan dan perintah
dari orang tua. Dulu waktu aku
baru lulus Sekolah Dasar aku
langsung dijauhkan dari orang
tua yang bertujuan agar aku
bisa hidup mandiri. Walau
masih harus meminta pada
orang tua tapi setidaknya
mungkin tak segalanya hidup
ini hatus dengan kaki tangan
orang tua. Dan ku jalani semua
wala dengan hati terpaksa.
Tibalah aku di kota Cianjur, kota
yang tidak terlalu aku sukai
dulu bahkan aku benci. Di sana
aku beradaptasi, di sana aku
belajar mandiri, di sana semua
kelakuan ke-kanak-kanakan aku
perbaiki. Dan di sana aku tahu
apa artinya hidup ini. Setelah
aku melewati semua itu, baru
aku sadari betapa sayanynya
orang tua padaku. Walapun
dulu
pernah
aku
berpikir
sebaliknya.
Sekarang
aku
nyatakan bahwa kota Cianjur
ialah kota kenangan bagiku.
Kelulusan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dibagikan. Aku
sama seprti orang – orang yang
lain, merasa sangat bahagia.

Tapi saat perinah dilontarkan
dari mulut sang ibu, bahwa aku
harus
melanjutkan
sekolah
ditempat yang lain, waktu itu
pun aku hanya bisa menarik
nafasa yang sangat teramat
dalam. Dan aku keluarkan
tanda tanya yang sangat besar
untuk nasibku ini.
Berjaraj beberapa bulan dari
kepulanganku dari Cianjur, lalu
masuklah
aku
ke
sebuah
sekolah.
Sekolah
Madrasah
Aliyah.
Yang
bertepatan
menyatu dengan sebuah pondol
pesantren. Di sanalah aku
tinggal, di sinilah aku belajar.
Dan
lagi

lagi
aku
menyesuaikan
diri
dengan
orang – orangnya maupun
tempatnya.
Waktu aku anak baru di pondok
pesantren tersebut, saat itu
hanya keyakinan yang menjadi
teman sejati di sini. Walau ia
sempat ingin meninggalkan diri
ini. Saat itu semua anak baru
dikumpulkan. Berawal dari rasa
kaget
yang
aku
rasakan,
ternyata
kenyataan
pun
brbicara
dan
menampakan
akan wujudnya bahwa murid
madrasah
aliyah
hanya
berjumlah 2 orang. Waktu itu
aku sempat terhasut oleh
pikiran
burukku,
berpikir
akankah
aku
melanjutkan
semua ini. Saat itu ucapan –
ucapan, nasehat – nasehat

berdatangan untuk menghapus
semua niat burukku itu.
Hari demi hari kulalaui, terasa
seperti lama sekali waktu yang
berjalan dalam kehidupan ini.
Beberapa bulan dari waktu itu,
bertambahlah satu orang siswi.
Dan di kelaspun menjadi tiga
orang. Tak lama kemudian
masuklah seorang siswa dan di
kelas kami jadi berjumlah
empat orang. Harapan selalu di
ucap, semoga dihari nanti lebih
dari pada ini.
Tapi ternyata...
Beberapa
bulan
kemudian,
salah satu dari teman kami
lambat laun sering tidak masuk
sekolah tanpa keteraangan,
alfa. Lama – kelamaan hal tak
diinginkan
terjadi.
Ternyata
teman kami memilih untuk
berhenti sekolah.
Akhirnya
di
kelas
kami
berjumlah tiga orang. Lambat
laun dari keluarnya teman
kami, aku melihat banyak sekali
perubahan. Teman – teman
yang lain terlihat seperti tidak
bersemangat
dan
seorang
teman kami pun kemudian jadi
jarang masuk sekolah. Ternyata
ia
pun
menyusul,
pergi
meninggalkan
sekolah
ini.
Dengan
hati
yang
tidak
percaya,
namun
kenyataan
telah di depan mata.
Hari demi hari sekolah aku
jalani dengan jumlah murid

dua orang saja. Wak tu itu
keluhan
selalu
menjadi
temanku setiap hari, di kelas ku
berdua, antara aku dan seorang
siswa. Dan ternyata seiring
berjalan waktu seorang siswa
itu pun menyusul teman –
teman semua. Ia pun pergi
meninggalkanku dan sekolah
ini.
Saat itu, hati ini ingin sekali
berteriak sekeras mungkin. Tapi
apa daya hanya bisa menangis
disehelai
kain
untuk
menyembunnyikan semua yang
terjadi.
Hari demi hari aku di kelas
sendirian. Gurauan orang –
orang
selalu
berdatangan
setiap hari, walau kurasakan
gurauan tersebut lebih seperti
sebuah ejekan bagiku.
Hidupku waktu itu bagaikan
sebatang pohon yang sedang
diterjang hujan dan angin yang
sangat besar. Disaat itu, aku
tahu mana orang – orang yang
peduli padaku atau orang yang
sebaliknya.
Seorang ibu dan bapak tak
henti

hentinya
untuk
menguatkanku
dan
memberikanku semangat. Dan
dibalik itu juga guru – guru
yang
selalu
memeberikan
semangat. Atau mereka yang
selalu menyimpan semangat
agar selalu bisa mengajar
meski siswa hanya seorang diri.

Dari kejadian itu, mungkin
Tuhan
Yang
Maha
Kuasa
mengajarkanku
tentang
kekuatan dan kesabaran. Waktu
yang aku bisa hanyalah berdoa.
Waktu pun terus berjalan. Aku
coba untuk ikhlas. Aku terima
semua kenyataan ini. Aku telan
semua kepahitan ini. Aku buang
semua kesedihan ini. Dan aku
mulai jalani kesendirian ini.
Beberapa bulan kemudian, tak
disangka seorang siswa yang
dulu pergi kembali lagi. Aku
berpikir “mungkin ini jawaban
dari semua doa – doaku”. Dan
akhirnya
sekarang
kami
kembali dengan jumlah murid
dua orang.
Inilah
dunia
baruku,
aku
berharap semoga hujan dan
angin yang besar dulu tak
terulang kembali. Aku berharap
semoga Yang Maha Kuasa
memberikan buah yang manis
dari pengalaman masa laluku,
dan
semoga
menjadikan
pelajaran
ditahun
ajaranku
yang baru.

-Lis

-

Buku Sang
Teman
Setia-ku

A

ku awali pagi itu dengan
sedikit
senyuman,
dengan
mata
merah,
badan terasa berat untuk
bangun dari tempat tidur. Hati dan
pikiran terasa tidak tentu.Aku
berusaha untuk bangun, tapi apa
daya aku merasakan sakit sekali di
urat – urat nadi kakiku.
Semangatku menurun ketika itu.
Karena melihat tempat tidur yang
berantakan, asrama yang kotor
dan lantai yang berlumuran debu.
Aku tidak bisa berbuat apa – apa
saat itu. Aku hanya bisa menghela
nafas dalam – dalam dan beranjak
ke kamar mandi untuk berwudhu
kemudian siap – siap shalat, ngaji,
makan dan pergi sekolah.
Aku tidak tahu, kenapa aku seperti
itu, tapi terlintas dalam pikiranku
untuk memperbaiki keadaanku.
Ketika aku berjalan untuk pergi
sekolah aku memperbaiki niatku.
Tapi....
semangatku
menurun

ketika itu, karena melihat kelas
kosong dan mendengar teman –
teman
sekelasku
sakit
dan
mengirim surat.
Aku bingung, aku merasa sedih
dan kehilangan. Aku hanya bisa
duduk melamun di bangku kelas
dan
berharap
guru
mata
pelajaranku segara datang supaya
kesedihanku hilang dengan itu.
Tapi
harapan
itu
tidak
aku
dapatkan, yang aku dapatkan
hanya ketakutan dan kegelisahan.
Aku takut, takut kejadian itu
terulang kembali dan gelisah
karenan aku vingung apakah Allah
rencanakan tentang semuanya.
Aku
pun
mencoba
bersabar,
dengan duduk dibangku, mata
berlinang air mata kesedihan dan
berkaca karena melihat ke kanan
dan ke kiri tidak ada yang
menemaniku.
Oh tuhan apa yang sedang Kau
rencanakan? Apa Engkau sedang
mengujiku apa Engkau sedang
mengadzabku?
Begitu
banyak
salahku.
Itulah jeritan hatiku ketika itu.
Hampir setiap hari belajar dikelas,
aku tidak ditemani oleh guru,
malah tidak jarang aku hanya
sendiri
disebuah
kelas
yang
berusaha aku cintai.
Aku pun merenung dan melihat
buku dan berbicara dalam hati
“wahai buku, hanya engkau yang
selalu setia menemaniku!”
Ya Tuhan penguasa dan pengatur
alam semesta, apakah maksudnya
ini? Aku berusaha berpikir, tapu

apa daya aku bukan seorang yang
ahli dalam memecahkan masalah
karena memerlukan waktu untuk
itu.
-Ibnu Mahfud