Wilayah Majapahit dan Kebohongan Sejarah

Sebenarnya yang menjadi panutan bukanlah buku Yamin tersebut, silahkan anda
pelajari lebih jauh tentang Kitab Negarakretagama (tulisan Mpu Prapanca),
pada Pupuh XIII dan XIV telah jelas diuraikan tentang wilayah kekuasaan
kerajaan Majapahit, seperti berikut ini :
Pupuh XIII
Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M'layu, Jambi,
Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut,
Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rohan, Kampar dan Pane,
Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.

Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus,
Itulah terutama negara-negara Melayu yang t'lah tunduk,
Negara-negara di pulau Tanjungnegara, Kapuas-Katingan,
Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.

Sementara itu di dalam pupuh berikutnya disebutkan :
Pupuh XIV
Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan,
Sedu, Baruna (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir,
Barito, Sawaku, Tabalung ikut juga Tanjung Kutei,
Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.


Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu,
Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu,
Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah,
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah Timur Jawa seperti yang berikut :
Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah,
Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo,
Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah,
Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya,
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk,
Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi,
Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar,
Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin,
Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.

Demikianlah uraian yang terdapat dalam Kitab Negarakretagama sebagai
acuan pokok tentang sejarah kerajaan Majapahit, disamping prasasti-prasasti

tentunya. Semoga uraian saya ini dapat membantu anda untuk memiliki
wawasan yang luas tentang Majapahit.
Satu hal yang terpenting, Kitab Negarakretagama ini telah menjadi memory
dunia dan oleh karenanya merupakan suatu sumber yang sahih untuk
menguak misteri wilayah kerajaan Majapahit.

Kebohongan Sejarah Tentang Perseteruan
Kerajaan Majapahit Vs Sunda
Diposting oleh BLACK LION pada 13:11, 10-Des-12 • Di: fakta

Suatu proses pencarian yang teramat sulit juga untuk mencari sumber yang mampu
mengatakan bahwa Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit adalah dua kerajaan yang
bersahabat dan rukun.
Berulangkali searching dengan
menggunakan keywords bermacam-macam
seperti:
persahabatan kerajaan Majapahit dan Sunda, Persahabatan kerajaan Sunda dan Majapahit
masa Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Persahabatan raja Majapahit Hayam Wuruk dengan
raja Sunda Lingga Buana dan lain sebagainya.
Kenyataannya semua hasil mengatakan hal yang sama, dengan kata lain “tidak bersahabat”,

terjadi perselisishan alias permusuhan.
Tetapi kalau dimasukan keywords seperti: Perang Bubat, Perang antara Majapahit dan Sunda,
dan lain sebagainya yang mengarah ke perang Bubat, hasilnya hampir serentak semua link url
atau situs web mengatakan hal sama yaitu ada perang Bubat, ada perselisihan dan
permusuhan dengan berbagai versinya.
Sumber-sumber utama yaitu kitab Pararaton dan kitab Kidung Sunda yang mengarah kepada
kisah Ken Arok, terjadinya peristiwa perang Bubat dan Sumpah Palapa, secara sendirinya
adalah sumber-sumber yang sudah tidak bisa dipercaya lagi sebagai sumber sejarah, dengan
kata lain sumber-sumber itu adalah sumber yang direkayasa demi suatu kepentingan, yang
akhirnya terjadi pembelokan arah sejarah.
Lantas pola hubungan seperti apa yang diterapkan antara dua kerajaan tersebut yaitu Kerajaan
Majapahit dan Kerajaan Sunda, yang masa pemerintahan untuk kerajaan Majapahit dipimpin
oleh Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk versi kitab Pararaton) dengan Maha Patih Gajah Mada?
Inilah pertanyaan yang harus ada jawaban sebagai korelasinya dan jawaban itu harus ada,
kalau tidak pernyataan “kebohongan sejarah” itu tetap tidak kuat.

Penyidikan suatu perkara hukum, selalu dalam langkah awalnya adalah mencari barang bukti,
yang kemudian dipelajari, dianalisa dan dikembangkan. Berdasarkan barang bukti itulah
penyidikan lebih lanjut dapat dilakukan.
Bukti sejarah yang ada adalah untuk perkara ini tiada lain adalah berupa prasasti-prasasti dan

beberapa kitab yang tingkat kepercayaannya akan kebenarannya masih tinggi, atau sumber
sejarah yang masih relevan. Prasasti-prasati yang ditemukan, hampir semuanya tidak bisa
memberikan informasi tentang hal itu. Bukti sejarah berikutnya adalah dicoba dengan
mempelajari lagi satu kitab yaitu kitab Negara Kertagama. Kitab Negara Kertagama inilah
yang menjadi harapan satu-satunya bagi penulis untuk dapat memberikan informasi walaupun
tidak gamblang.
Setelah dipelajari seksama dari hasil terjemahan kitab Negara Kertagama, akhirnya didapat
petikan sebagai berikut :
“Negara-negara di Nusantara dengan Daha bagai pemuka. Tunduk menengadah, berlindung
di bawah kuasa Wilwatikta. Kemudian akan diperinci demi pulau negara bawahan, paling
dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya.Pun ikut juga disebut Daerah Kandis,
Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing,
Tamihang, negara Perlak dan Padang Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung
dan juga Barus.
Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk. Negara-negara di pulau
Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut
tersebut. Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune, Kalka,
Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano
tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
Di Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu. Berikut Langkasuka, Saimwang,

Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah Jerai,
Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan
Lo Gajah. Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima.
Seram, Hutan Kendali sekaligus. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah.
Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantayan di wilayah Bantayan beserta
kota Luwuk. Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk. Tersebut pula pulau-pulau
Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula
anda(n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Berikutnya inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan Siam dengan Ayodyapura,
begitu pun Darmanagari Marutma. Rajapura begitu juga Singasagari Campa, Kamboja dan
Yawana ialah negara sahabat. Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak
dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak
sangat jauh. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Paduka, tiap musim tertentu
mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan.
Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di
nusantara.

Dilarang mengabaikan urusan negara dan mengejar untung. Seyogyanya, jika mengemban
perintah ke mana juga, harus menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat. Konon

kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata dalam perjalanan mengemban perintah Sri
Baginda, dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa. Karena penghuninya bukan
penganut ajaran Buda.”
Petikan diatas memberkan informasi lengkap tentang negara-negara yang berada dibawah
kekuasaan kerajaan Majapahit yang memang mewakili istilah nusantara yang didengungdengukan itu, tidak seperti Sumpah Palapa yang tidak mewakili aspek keseluruhan yang
dikatakan nusantara. Bisa jadi Sumpah Palapa itu sendiri adalah bentuk pengkerdilan istilah
Nusantara itu sendiri, bisa jadi juga ini lemparan wacana ke publik dengan tujuan pro kontra
mengenai istilah nusantara dengan hanya memakai simbolisasi Sumpah Palapa, yang
akhirnya diharapkan terjadi keraguan terhadap kebesaran istilah nusantara tersebut.
Petikan diatas juga, memberikan informasi yang penuh diharapkan sebagai pernyataan yang
mencurigakan, diberikan tanda cetakan tebal supaya lebih fokus yaitu:
“Yawana ialah negara sahabat. Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak
dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak
sangat jauh.”
Merujuk pada keterangan kitab Negara Kertagama itu bahwa banyak negara-negara atau
kerajaan-kerajaan lain yang secara otomatis takluk dan berinduk ke kerajaan Majapahit, tidak
harus melalui proses peperangan besar.
Dalam catatan sejarah resmi, untuk kerajaan Majapahit, hanya teridentifikasi melakukan
beberapa kali peperangan, perang terbesar adalah dengan kerajaan di Pulau Bali, kemudian
perang menumpas pemberontakan kerajaan Sadeng dan Keta. Tiga kerajaan ini nota bene

adalah kerajaan-kerajaan yang secara historis atau sejarah pendiriannya mulai kerajaan
Tumapel masa pemerintahan Sri Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok (versi kitab
Pararaton sampai ke Sri Kertanegara, kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan
kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya sampai Sri Rajasanagara alias Hayam Wuruk
(versi kitab Pararaton) adalah masih termasuk kerajaan-kerajaan bawahan.
Wajar dan memang seharusnya kalau peperangan itu dilakukan, untuk menjaga keutuhan,
kewibawaan, persatuan dan kesatuan serta nama baik kerajaan, setidaknya ada alasan perang
yang mendasar dan sah secara hukum kenegaraan.
Tetapi negara-negara lain, bisa secepat itu takluk, menginduk dan mengakui kerajaan
Majapahit yang memegang kontrol atas mereka. Hal ini dikarenakan, apa yang dilakukan
oleh Kerajaan Majapahit adalah sebagai pencetus atau pelopor ide penggabungan kekuatan,
dengan membentuk aliasi dengan negara-negra lainya, tujuannya dalam rangka menjaga
apabila suatu saat ada invasi dari kekaisaran Mongol untuk kedua kalinya.
Percobaan invasi pertama, ketika kerajaan Singhasari atau Tumapel dibawah kendali
Jayakatwang yang merebut kekuasaan secara paksa dari penguasa sah Sri Kertanegara.
Tentara Mongol sempat menguasai ibu kota kerajaan, tapi tidak lama berselang bisa diusir
kembali oleh pasukan tentara yang dipimpin Raden Wijaya, raja pertama Majapahit menantu
dari Sri Kertanegara.

Mengapa pula dengan skala waktu yang tidak terlalu lama nusantara bisa terbentuk?

Jawabanya adalah teori musuh bersama. Umpan nilai psikologis inilah yang merupakan
senjata ampuh dalam propaganda ide aliansi yang dimotori oleh kerajaan Majapahit, jadi
tidak lagi harus bersusah-susah melakukan perang. Ketika negara-negara dalam aliansi itu
sudah terbentuk, katakanlah dengan beberapa negara besar yang sudah bergabung, untuk
mengembangkannya lebih mudah ke arah pemekaran yang lebih luas.
Ide aliansi inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya nusantara, dan ini ide sangatlah
brilian, terlebih didukung oleh situasi yang ada, yaitu ada musuh bersama yang nyata didepan
mata. Musuh bersama itu tiada lain adalah pasukan besar kekaisaran Mongol.
Secara fakta pertahan, sebuah aliansi harus ada negara pengontrol, pemimpin bagi yang
lainya dan kerajaan Majapahit-lah yang cocok dan memenuhi syarat. Majapahit adalah negara
adidaya di nusantara selain Kerajaan Sunda pada masa itu. Karena Kerajaan Sriwijaya tidak
lagi termasuk negara adidaya dengan alasan keberadaannya sudah melemah, yang
sebelumnya mengalami masa-masa penjajahan dari kerajaan Chola, India.
Penyidikan dilanjutkan lagi. Sekarang pertanyaan yang timbul adalah Yawana itu kerajaan
mana? Tidak dijelaskan identitasnya dalam kitab Negara Kertagama, artinya nama itu sudah
populer tidak perlu lagi penjelasan pada waktu itu, tetapi bukan negara bawahan karena tidak
disebut demikian, yang ada adalah negara sahabat. Negara sahabat artinya kerajaan itu
dianggap sejajar kedudukanya dengan kerajaan Majapahit, dan mempunyai kedudukan yang
sangat dihormati karena statusnya adalah negara sahabat. Hubungan yang terjalin pun atas
dasar persahabatan, bukan permusuhan atau yang satu menjadi bawahan atas yang lainnya.

Pembuktian Kebohongan Sejarah ttg Persetruan Kerajaan Majapahit Vs Sunda
Analisa Data
Nama Yawana yang ada, dinyatakan bahwa salah satu negara yang statusnya bersahabat
dengan kerajaan Majapahit. Kalau Yawana itu ditujukan untuk nama kerajaan di India barat,
tidaklah berdasar karena istilah nusantara tidak menjangkau ke wilayah tersebut.
Istilah nusantara sendiri sering diartikan sebagai gabungan antara negera-negara taklukan
atau kerajaan bawahan dengan negara-negara "asing" yang statusnya sebagai negara sahabat
kerajaan Majapahit. Sekali lagi istilah negara asing atau negara sahabat bukan didasarkan
oleh letak jauh tapi atas dasar setatusnya yang bukan negara taklukan atau bawahan kerajaan
Majapahit.
Yawana dalam hal ini adalah diduga sebuah nama negara sebutan yang terdiri dari beberapa
kerajaan yang masih dalam kawasan yang dekat, tentunya dengan kerajaan Majapahit, dilihat
dari nafas kalimat petikan tersebut, dikuatkan tidak adanya nama-nama kerajaan dipulau Jawa
yang disebut satu pun, di petikan pupuh kitab Negara Kertagama sebelumnya.
“.......Yawana ialah negara sahabat.
Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa.
Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.”,
Pernyataan yang diimbangi secara adil dan rata, adanya hubungan bolak balik antara satu
kalimat dengan kalimat yang lainnya, dan dengan ada pernyataan lanjutan tentang keberadaan
serta status pulau Madura, juga seirama dengan pertanyaan umum mengenai keberadaan

nama kerajaan-kerajaan di tatar Sunda yang tidak ada di daftar negara-negara yang berada
dibawah kekuasaan Majapahit menurut keterangan dari isi kitab Negara Kertagama.

Si pembuat atau pengarang kitab Negara Kertagama adalah sudah barang tentu seorang
satrawan mumpuni yang luas wawasannya, menjangkau pengetahuan sejarah masa lampau
menurut ukurannya, dan untuk menyebutkan nama kerajaan-kerajaan ditatar Sunda atau
kerajaan-kerajaan Jawa secara keseluruhan, dan dengan ada hubungan emosional kedekatan
serta persaudaraan dari rangkaian sejarah sjauh sebelumnya, tentunya panggilan atau sebutan
bagi kerajaan-kerajaan ditatar Sunda dan Jawa haruslah memakai istilah tersirat.
Hal yang sama kalau dimisalkan penyebutan nama keluarga, atau teman atau orang yang
sudah mempunyai hubungan kedekatan dengan meminjam biasanya meminjam nama
anaknya seperti : bapak si Pulan, Ibu si Siti, atau sebutan seorang anak kepada babaknya
ketika dia juga sudah punya anak "kakek si Badu, Nenenk si Intan" dan lain sebagainya,
istilah lain untuk menghindari pernyataan nama langsung sebagai tanda penghormatan.
Bukti sastrawan ini mempunyai pengetahuan dimasa lampau dengan adanya petikan kitab
Negara Kertagama ".......Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka
lautan menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh." ,
kalau saja pengarang buku atlanstis tahu kalimat itu dari kitab Negara Kertagama, bisa jadi
kitab ini dijadikan rujukan, soalnya ada penanggalan waktu disitu "tahun Saka lautan
menantang bumi" yang secara harfiah bisa diartikan ketika permukaan air laut naik

mengenangi daratan. Ini sangat sejalan dengan penelitian, analisa dan teori-teori buku
Atlantis karya Prof. Santos (nama panggilan pengarang buku Atlantis). Mohon maaf penulis
belum bisa mengartikan arti "lautan menantang bumi" sebagai angka tahun kisaran untuk
sekala perhitungan saka.
Hal ini juga sama dengan sebutan untuk nama Yawana, dipakai untuk menerangkan kerajaankerajaan di tatar Sunda, tapi meminjam istilah asal usul orang masyarakat Sunda dan Jawa
secara keseluruhan karena merasa ada kesamaan jalur keturunan, terdapat rasa persaudaraan
yang kental. Karena secara sejarah, masyarakat Sunda lebih awal mulai terdeteksi sebagai
asal usul keturunan pertama, dilhat dari historis kerajaan-kerjaan di tatar Sunda dan Jawa
bagian timur tentunya.
Nama Yawana, menurut penulis arahnya ini merujuk untuk sebuah nama lain, diduga yaitu
kerajaan-kerajaan Sunda. Sumber terakhir yang menerangkan secara linguistik bahwa Java
atau Jawa dan erat kaitannya dengan bahasa Javana atau Yavana atau Yawana yang berasal
dari negeri India, lebih jauh dalam buku Atlantis ini istilah Yawana yang dimaksud adalah
langsung menunjuk pulau Jawa (Pulau putih tempat asalnya bangsa atau ras berkulit putih),
dan bukan dimaksudkan untuk nama asli sebutan kumpulan suku gabungan Yunani-India.
Dengan demikian, Yawana dalam kitab Negara Kertagama sebenarnya menunjukan untuk
negara-negara atau kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa secara keseluruhan bukan hanya
kerajaan-kerajaan Sunda, artinya semua kerajaan yang termasuk dalam kelompok dan berada
di Pulau Jawa itu adalah kerajaan sahabat, terkecuali memang daerah bawahan yang dari
semula yang sudah menjadi negara bagian dari Kerajaan Majapahit.
Dilihat dari maksudnya, Yawana lebih kearah kerajaan-kerajaan ditatar Sunda, dilihat dari
pengecualian tentang kerajaan-kerajaan dipulau Jawa yang sudah termasuk secara fakta
teritorial ke wilayah kerajaan Majapahit. Dengan demikian Yawana sudah barang tentu secara
cakupan dan khusus untuk kasus ini, dapat diambil kesimpulan atas dasar analisa-analisa
diatas bahwa Yawana merujuk terhadap kerajaan-kerajaan di tatar Sunda, dan yang mewakili
kerjaaan gabungan di tatar Sunda pada waktu itu adalah kerajaan Sunda Galuh.

Kecuali ada bukti lain yang menerangkan identitas tentang kerajaan Yawana yang
sebenarnya. Maka dengan demikian pernyataan tentang negara Yawana yang disebutkan
dalam kitab Negara Kertagama adalah nama untuk sebutan kerajaan-kerajaan di tatar Sunda,
alasan-alasan sudah dijelaskan diatas, bisa jadi mendekati atau mirip arah arahnya untuk
kerajaan Sunda Galuh yang dimaksud itu, kerajaan yang merupakan gabungan kerajaankerajaan di tatar Sunda, setelah melihat dari beberapa sumber yang korelasinya sama.
Akhir dan Kesimpulan
Bahwa telah terjadi persetruan antara kerajaan Sunda dan kerajaan Majapahit adalah diduga
merupakan sejarah yang tidak benar, tentu dengan sendirinya bahwa perkara yang dijadikan
pembuktian penyidikan tentang peristiwa perang Bubat sebagai dasar pola hubungan antara 2
kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan Sunda dan kerajaan Majapahit adalah bahwa telah terjadi
persetruan itu, secara otomastis tidak benar, bahkan mereka mempunyai hubungan
persahabatan, lebih jauhnya lagi bisa jadi saling kerja sama antar negara.
Perang Bubat sering dijadikan alat propaganda persetruan dan dengan kenyataannya yang
bedasarkan bukti-bukti atas sumber-sumber yang didapat, itu tidak mungkin terjadi, karena
dugaan akhir menyangkut pola hubungan antar kedua negara tersebut adalah sebagai 2
kerajaan yang bersahabat, sejajar, bisa jadi dikatakan saling kerjasama. Dengan sendirinya
bahwa peristiwa Perang Bubat itu tidak berdasar sama sekali, peristiwa yang tidak pernah
terjadi, dan itu batal demi hukum.
Kecuali ada bukti-bukti sejarah yang bisa mengungkapkan fakta dan mengatakan sebaliknya,
maka kesimpulan ini akan dikaji ulang lagi.
Perang Bubat dengan kisahnya yang menyayat hati itu adalah buatan dari pihak yang punya
kepentingan atas ketidakbersatuan komponen-komponen utama pembentuk pondasi persatuan
nusantara.
Pihak itu, penjajah Belanda, kalau bisa dan boleh penulis mencaci maki, maka akan dicaci
sampai 1000 kali cacian dengan nada serupa, saking keselnya karena sejarah nusantara
tercinta diacak-acak, dicabik-cabik sedemikian rupa, dan dibikin sembrawut tak tentu arah
(sangenah na wae, sa penae udele dewe), itu pendapat penulis.
Adakah alasan lain yang tetap (keukeuh peuteukeuh, ceuk urang Sunda mah) berasumsi dan
mempertahankan bahwa persetruan kesukuan antara suku Sunda dan suku Jawa adalah kisah
persetruan abadi, yang kalau bisa sampai akhir jaman?
Masih tetapkah berpaling dan membutakan diri dari kenyataan yang sudah nampak jelas
didepan mata? Masih relakah menjadi budak-budak kebohongan sejarah? Silakan pilihan itu
ada di pembaca yang budiman.
Salam Damai Negeriku, Salam Sejahtera Nusantaraku
Menurut kitab Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII
dan XIV, berikut adalah daerah-daerah yang diakui
sebagai taklukan atau bawahan Majapahit (disebut
sebagai mañcanagara). Negara-negara taklukan di
Jawa tidak disebut karena masih dianggap sebagai

bagian dari "mandala" kerajaan.
Perlu disadari bahwa nama-nama di bawah ini adalah
berdasarkan klaim Majapahit dan belum pernah
ditemukan bukti mengenai pengakuan suatu daerah
atas kekuasaan negara itu.
Termasuk Kerajaan Sunda dan Madura, karena
Majapahit mengklaim seluruh Tanah Jawa[1].
Dalam daftar ini diberikan pula nama modern suatu
tempat bila sudah disepakati sebagian besar ahli
sejarah.
Sumatra
Sumatra disebut di Negarakretagama sebagai
"Melayu"
Jambi
Palembang
Keritang, sekarang kecamatan Keritang, Indragiri
Hilir
Teba (Batak Toba)
Darmasraya (Kerajaan Malayu Dharmasraya)
Kandis
Kahwas
Minangkabau (masyarakat periode pra-Pagaruyung)
Siak, masyarakat pra-Kesultanan Siak
Rokan (Rokan Hilir-Rokan Hulu)
Kampar
Pane (Panai)
Kampe (Pulau Kampai, pulau di Kabupaten Langkat
sekarang)
Haru (atau Aru, berpusat di Deli Tua, Kabupaten Deli
Serdang sekarang)
Mandailing
Tamihang (Aceh Tamiang)
Perlak (Peureulak)
Padang Lawas
Samudra
Lamuri (pusatnya sekarang berupa desa di Kabupaten
Aceh Besar)
Bantan (Pulau Bintan)
Lampung
Barus (atau Pancur, kecamatan di Kabupaten Tapanuli
Tengah sekarang)
Reply »
Report Abuse Judge it!
anti malonista
#2 May 10, 2012
Kalimantan
Kalimantan disebut sebagai "Nusa
Jakarta, Indonesia
Tanjungnegara" dan/atau "Pulau
Tanjungpura"
Kapuas-Katingan (sekarang
Kabupaten Kapuas-Kabupaten

anti malonista

Katingan di Kalteng)
Sampit (sekarang ibukota Kabupaten
Kotawaringin Timur)
Kuta Lingga (artinya kota lingga, situs
Candi Laras?/Kerajaan Negara Dipa)
Kuta Waringin (artinya kota beringin,
masyarakat pra-Kerajaan
Kotawaringin, sekarang Kabupaten
Kotawaringin Barat)
Sambas (Kerajaan Sambas kuno,
sekarang Kabupaten Sambas)
Lawai (hulu sungai Kapuas)
Kadandangan (sekarang kecamatan
Kendawangan, Ketapang)
Landa (Kerajaan Landak, sekarang
Kabupaten Landak)
Samadang (Semandang, wilayah
Kerajaan Tanjungpura)
Tirem (Tirun/Kerajaan Tidung,
sekarang kota Tarakan?)
Sedu (di Serawak)
Barune (sekarang negara Brunei)
Kalka (sungai Kaluka atau Krian di
selatan Sarawak)[2]
Saludung (Kingdom of Maynila),
sekarang Kota Manila, Filipina)
Solot (kerajaan masyarakat [Dayak]Buranun, penduduk pegunungan di
Kepulauan Sulu cikal bakal suku
Suluk/Kesultanan Sulu)
Pasir (masyarakat pra-Kesultanan
Pasir, sekarang Kabupaten Paser)
Barito (sekarang Kabupaten Barito
Utara)
Sawaku (Sawakung - Berau kuno atau
kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru)
Tabalung (sekarang Kabupaten
Tabalong dengan kotanya Tanjungpuri
di tepi sungai Tabalong, ibukota
pertama kesultanan Banjar pada era
Hindu)
Tanjung Kutei (Kesultanan Kutai
Kartanegara, Tanjung= Berau kuno)
Malano ("di Nusa Tanjungpura",
masyarakat suku Melanau di Serawak
dan Kalimantan Barat)
Reply »
Report Abuse Judge it!
#3 May 10, 2012
Semenanjung Malaya

Jakarta, Indonesia

anti malonista
Jakarta, Indonesia

Wilayah yang sekarang dikenal
sebagai Malaysia Barat ini disebut
sebagai "Hujung Medini"
Pahang, negara bagian Pahang,
Malaysia
Langkasuka
Saimwang
Kelantan
Terengganu
Johor
Paka, sekarang cuma merupakan desa
nelayan
Muar, sekarang distrik di Johor
Dungun, sekarang adalah desa nelayan
di Terengganu
Tumasik, sekarang menjadi negara
Singapura
Kelang,(Selangor)
Kedah
Jerai
Kanjapiniran
Reply »
Report Abuse Judge it!
#4 May 10, 2012
Wilayah-wilayah di timur Jawa
Bali (yang disebut adalah Badahulu
dan Lo Gajah)
Gurun
Sukun
Taliwang (di Pulau Sumbawa)
Pulau Sapi
Dompo (Dompu)
Sang Hyang Api (Pulau Sangeang)
Bima Seram
Hutan Kendali (Pulau Buru)
Pulau Gurun atau Lombok Merah
Sasak (dikatakan "diperintah
seluruhnya")
Bantayan (Bantaeng ?)
Luwuk (Kesultanan Luwu)
Udamakatraya dan pulau lain-lainnya
"Pulau" Makasar
Pulau Buton (Kesultanan Buton)
Pulau Banggawi (Kepulauan Banggai)
Kunir
Galian
Salayar (Pulau Selayar)
Sumba
Solot
Muar

Wanda(n)(Kepulauan Banda)
Ambon atau pulau Maluku
Wanin (Onin, daerah Kabupaten
Fakfak)
Seran (Pulau Seram)
Timor dan beberapa lagi pulau-pulau
lain.