BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pariwisata 2.1.1 Pengertian Pariwisata - Analisis Strategi Pengembangan Objek Wisata Air Terjun Sipiso-Piso
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pariwisata
2.1.1 Pengertian Pariwisata
Kata wisata (tour) secara harfiah dalam kamus berarti perjalanan dimana si pelaku kembali ke tempat awalnya, perjalanan sirkuler yang dilakukan untuk tujuan bisnis, bersenang-senang, atau pendidikan, dengan mengunjungi berbagai tempat dan biasanya menggunakan jadwal perjalanan yang terencana (Pitana 2005). Menurut Murphy (1985) dalam Pitana (2005), definisi pariwisata mencakup wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri, dan lainnya, yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata.
Undang-undang (UU) No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menjelaskan pariwisata sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata yang menjadi sasaran wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan objek wisata sendiri mengandung pengertian objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna, objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan tempat hiburan.
2.1.2 Unsur-Unsur Dalam Pariwisata
Menurut Yoeti (2006), perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata adalah : travel agent atau tour operator, perusahaan pengangkutan, akomodasi perhotelan, bar dan restoran, travel agent local, souvenirshoop, perusahaan-perusahaan yang akan berkaitan dengan aktivitas wisatawan seperti tempat menjual dan mencetak film, kamera, kartu pos, penukaran uang, bank dan lain-lain.
Menurut Pendit (2006) unsur-unsur dalam pariwisata terdiri dari: 1. Politik pemerintahan, merupakan sikap pemerintah terhadap kepariwisataan yang ada. Politik pemerintahan dapat bersifat secara langsung, yaitu sikap pemerintah terhadap wisatawan yang datang ke daerah wisata dan tak langsung yaitu kondisi kestabilan politik, ekonomi, dan keamanan daerah bersangkutan. Kesempatan berbelanja, tersedianya tempat belanja yang dibutuhkan wisatawan juga barang-barang khas tempat wisata.
3. Promosi, adalah propaganda kepariwisataan dengan didasarkan atas rencana atau propaganda secara teratur dan kontinu ke dalam negeri maupun ke luar negeri.
4. Harga, yaitu harga barang-barang, sarana dan prasarana yang ada. Pada intinya wisatawan sama seperti konsumen pada umumnya yang menginginkan harga murah dengan kualitas yang baik.
5. Pengangkutan, meliputi: keadaan jalan, alat angkut, dan kelancaran transportasi di tempat wisata.
6. Akomodasi, merupakan rumah sementara bagi wisatawan. Hal yang penting diperhatikan dari akomodasi adalah: kenyamanan, pelayanan yang baik dan kebersihan sanitasinya.
7. Atraksi, adalah segala pertunjukan yang mempunyai nilai manfaat untuk dilihat atau diperhatikan termasuk objek wisata itu sendiri.
8. Jarak dan waktu, berkaitan dengan lamanya waktu yang harus dikorbankan wisatawan untuk mencapai tempat wisata. Semakin cepat mencapainya semakin baik.
9. Sifat ramah tamah, wisatawan sangat menyenangi keramahan dari penduduk yang ada di tempat wisata tersebut.
Untuk Air terjun sipiso-piso banyak sekali unsur dalam pariwisata yang kurang dikembangkan, seperti kesempatan berbelanja yang tidak ada terutama souvenir, promosi yang kurang, pengangkutan penumpang yang hanya ada di pagi cara lain untuk menarik wisatawan. Oleh karena itu diperlukan strategi pengembangan air terjun sipiso-piso untuk unsur pariwisata agar jumlah wisatawan yang berkunjung meningkat.
2.1.3 Jenis Pariwisata
Menurut Pendit (2002), pariwisata dapat dikelompokkan menurut objek yang menjadi daya tariknya, yaitu:
1. Pariwisata budaya, pariwisata yang didasari rasa ingin tahu wisatawan akan budaya lain, kebiasaan yang dilakukan, kepercayaan serta atraksi budaya lain.
2. Pariwisata kesehatan, adalah suatu kegiatan wisata yang dilakukan untuk penyegaran jasmani maupun rohani, seperti berkunjung ke tempat pemandian air panas.
3. Pariwisata olahraga, pariwisata yang dilakukan dalam rangka olahraga, seperti bepergian dalam rangka perwakilan negara dalam pertandingan olahraga antarnegara.
4. Pariwisata komersial, pariwisata yang dikomersilkan. Dapat berupa pameran- pameran
5. Pariwisata industri, erat kaitannya dengan pariwisata komersil, hanya saja objek yang dituju berupa lingkungan industri.
6. Pariwisata politik, pariwisata yang berkenaan dengan kegiatan politik suatu negara.
7. Pariwisata konvensi, pariwisata yang menyediakan fasilitas tempat pertemuan- 8.
Pariwisata sosial, adalah kegiatan wisata yang diperuntukkan bagi kelas menengah ke bawah. Kegiatan wisata ini biasanya disponsori oleh lembagalembaga tertentu.
9. Pariwisata pertanian, adalah pariwisata yang memanfaatkan kegiatan pertanian (agriculture) dan produknya.
10. Pariwisata maritim, kegiatan wisata yang memanfaatkan pesona alam laut.
11. Pariwisata cagar alam, adalah kegiatan wisata dengan bepergian ke tempat cagar alam.
12. Pariwisata buru, adalah pariwisata yang menyediakan tempat untuk melakukan kegiatan berburu.
13. Pariwisata bulan madu, pariwisata yang diperuntukkan bagi pasangan yang melakukan perjalanan bulan madu.
14. Pariwisata petualangan, adalah kegiatan berwisata ke tempat-tempat yang tidak lazim dikunjungi orang. Fasilitas yang ada sangat minim atau tidak ada.
Semuanya sangat bersifat alami.
15. Pariwisata pilgrim, adalah pariwisata yang diperuntukkan untuk kegiatan keagamaan.
Untuk Air Terjun Sipiso-piso, jenis pariwisatanya dapat dikategorikan dalam pariwisata petualangan. Oleh karena itu, kedepannya diperlukan strategi pengembangan terkait jenis pariwisata tambahan yang dapat dijadikan alternatif pilihan bagi pengunjung untuk datang ke Air terjun sipiso-piso.
2.1.4 Wisatawan
Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata (UU No 9 membuka paket wisata yang menjadi daya tarik suatu industri pariwisata.
Klasifikasi wisatawan menurut Cohen (1997) dalam Pitana (2005) sebagai berikut :
1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya dan bepergian dalam jumlah kecil.
2. Eksplorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum (Off the beaten track). Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksi dengan masyarakat lokal juga tinggi.
3. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan yang hanya menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.
4. Organized-Mass Tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Wisatawan seperti ini terkungkung oleh apa yang disebut sebagai environmental bubble.
5. Wisatawan Mancanegara Definisi wisatawan ini ditetapkan berdasarkan rekomendasi International
Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO). Wisatawan macanegara adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara untuk periode kurang dari 12 bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam.
Kondisi pariwisata alam yang sedang mengalami pertumbuhan memiliki beberapa keterbatasan dalam sarana dan prasarana, namun terdapat kelebihan dalam keaslian atau objek wisata yang alami. Hal ini berpeluang untuk menarik wisatawann bertipe petualang dan menyukai perjalanan ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi oleh orang lain.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Air terjun sipiso-piso, dapat diklasifikasikan sebagai wisatawan drifter, individual mass tourist terutama wisatawan mancanegara yang ikut dalam rombongan Remote Destination.
2.1.5 Motivasi Wisatawan
Motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu sendiri, berdasarkan kebutuhan atau keinginan manusia itu sendiri dan faktor eksternal wisatawan yang sama terbentuk dari pengaruh faktor-faktor eksternal seperti: norma susila, pengaruh, atau tekanan keluarga, situasi kerja dan sebagainya (Pitana 2005). Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal yang mendorong mereka untuk memutuskan berwisata di suatu tempat tertentu. Mcntosh (1997) dan Murphy (1985) dalam Pitana (2005) mengelompokkan motivasi wisatawan ke dalam empat kelompok, yaitu:
Physical or physiological motivation (motivasi yang bersifat fisik atau fisiologis), antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.
2. Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga kelestarian akan berbagai objek peninggalan kebudayaan (monumen sejarah ) 3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat sosial) seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan halhal yang dianggap mendatangkan gengsi, melakukan ziarah, dan pelarian dari situasi yang membosankan.
4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa di daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan, dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan psikologis. Disebut juga sebagai status and prestige motivation.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Air terjun sipiso-piso dapat dikategorikan kedalam physical or physiological motivation, dikarenakan tujuan utama pengunjung yaitu untuk bersantai di tepi jurang air terjun sipiso-piso.
2.1.6 Pemasaran Pariwisata
Krippendorf dalam Wahab (1988) memberikan batasan pemasaran wisata sebagai berikut, penyesuaian yang sistematis dan terkoordinasi mengenai kebijakan dari badan-badan usaha wisata maupun kebijakan dalam sector pariwisata pada tingkat pemerintah, lokal, regional, nasional, dan internasional, guna mencapai suatu titik kepuasan optimal bagi kebutuhan-kebutuhan kelompok tingkat keuntungan yang memadai.
Yoeti (1990) menyatakan bahwa pemasaran pariwisata (tourism
marketing ) adalah suatu sistem dan koordinasi yang dilaksanakan sebagai suatu
kebijakan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kepariwisataan, baik milik swasta maupun pemerintah, dalam ruang lingkup lokal, regional, nasional, dan internasional untuk dapat mencapai kepuasan wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar.
Pada dasarnya pemasaran pariwisata adalah usaha yang dilakukan untuk menarik wisatawan lebih banyak datang, lebih lama tinggal dan lebih banyak membelanjakan uangnya di suatu tujuan wisata. Kegiatan-kegiatan seperti itulah yang dirumuskan oleh ahli ekonomi sebagai pemasaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran pariwisata merupakan keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk memberikan informasi kepada konsumen yang bertujuan untuk memuaskan keinginan wisatawan sebagai konsumen.
Pemasaran pariwisata (tourism marketing) sangat kompleks sifatnya karena produk yang ingin dipasarkan sangat terikat dengan supplier yang menghasilkannya, instansi, organisasi, atau lembaga pariwisata yang mengelolanya. Memasarkan produk industri pariwisata tidak hanya sebatas koordinasi, tetapi diperlukan kerjasama yang baik antara organisasi yang bertanggung jawab dalam pengembangan pariwisata dengan semua pihak yang terlibat dan berkaitan dengan kegiatan pariwisata. Dalam pandangan Yoety (2005) oleh faktor kesamaan pandangan terhadap peranan pariwisata bagi pembangunan daerah, karena itu sebelum program pemasaran dilaksanakan harus ada komitmen dari semua unsur terkait bahwa pariwisata merupakan sektor ekonomi yang bersifat quick yielding dan merupakan agent of development bagi daerah berkaitan. Bertolak pada industri pariwisata merupakan industri yang berorientasi pada jasa layanan dan mempunyai sifat yang sangat berlawanan dengan industry barang, sangat subjektif, serta intangible maka dengan karakteristik yang dimilikinya tersebut dalam pemasarannya harus memperhatikan strategi pemasaran dalam artian proses segmenting, targetting, positioning, dan marketing
mix harus tepat.
2.1.7 Strategi Pengembangan Pariwisata
Pengembangan adalah suatu usaha menuju ke arah yang lebih baik, yang berarti ada perubahan dan pertumbuhan. Perubahan itu bisa dalam arti kualitas dan kuantitas. Dalam konteks pariwisata secara kualitas berarti meningkatkan objek wisata dan peningkatan mutu pelayanan. Sedangkan secara kuantitas berarti perluasan penganekaragaman objek wisata serta akomodasi lainnya.
Pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang berencana secara menyeluruh, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Pengembangan kepariwisataan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk menarik jumlah wisatawan yang semakin banyak secara terus menerus sehingga akan merupakan aset penting dalam pembangunan, baik bagi negara dan bagi Kabupaten Tapanuli Selatan khususnya yang bertujuan memajukan perekonomian rakyat. bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata.
Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah, dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata. Pada waktu yang sama, ada nilai-nilai yang membawa serta dalam perkembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan, maka perkembangan pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah yang ada.
2.1.8 Strategi Bauran Pemasaran Jasa/Pariwisata (Marketing Mix)
Bauran pemasaran merupakan tool atau alat bagi marketer yang terdiri dari berbagai elemen suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.
Marketing mix produk barang mencakup 4P, product, price, promotion, dan place . Sedangkan untuk jasa keempat hal tersebut masih kurang mencukupi.
Para ahli pemasaran menambahkan tiga unsur lagi: people, process, dan customer
service . Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa dimana produksi/operasi hingga
konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan
1. Product (Produk)
Product adalah merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang
memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk itu saja tetapi membeli benefit dan value dari produk tersebut yang disebut “the offer”. Terutama pada produk jasa yang kita kenal tidak menimbulkan beralihnya kepemilikan dari penyedia jasa kepada konsumen.
2. Price (Harga)
Strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian value kepada konsumen dan mempengaruhi image produk, serta keputusan konsumen untuk membeli.
3. Promotion (Promosi)
Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat produknya dan untuk meyakinkan pelanggan agar membeli produk yang ditawarkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam promosi adalah pemilihan bauran promosi yang terdiri dari iklan, penjualan perorangan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, informasi dari mulut ke mulut, dan surat pemberitahuan langsung.
4. Place (Tempat) Place dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas penyampaian jasa kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategis.
Variabel-variabel pemasaran tempat antara lain saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi, ketersediaan, dan transportasi.
5. People (Pelayanan)
Orang yang berfungsi sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Orang adalah semua partisipan yang memainkan penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan komunikasi jasa berlangsung dalam waktu riil jasa, oleh karenanya dapat mempengaruhi persepsi pembeli.
6. Process (Proses) Process merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari
prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin dimana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen.
7. Customer Service Customer service pada pemasaran jasa lebih dilihat sebagai outcome dari
kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Customer service meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan waktu dan tempat termasuk pelayanan pra- transaksi, saat transaksi dan paska transaksi. Kegiatan sebelum transaksi akan turut mempengaruhi kegiatan transaksi dan setelah transaksi, oleh karena itu kegiatan pendahuluannya harus sebaik mungkin sehingga konsumen memberikan respon yang positif dan menunjukkan loyalitas yang tinggi.
Pertanyaan tentang adakah ciri-ciri khusus pariwisata sebagai suatu gejala kegiatan perjalanan masyarakat, yang akan menunjang pemikiran bahwa pemasaran pariwisata itu berbeda dari pengertian umum pemasaran mengenai barang-barang yang dapat dijamah dan jasa-jasanya.
Dapat dikatakan bahwa pariwisata itu hanya berupa jasa-jasa yang tidak berbeda dari jasa-jasa lain. Akibatnya pemasaran pariwisata akan mengikuti asas- asas yang sama dalam pengertian pemasaran pada umumnya.
2.2 Konsep Strategi
2.2.1 Perencanaan Strategi
Seperti kita ketahui bahwa tujuan utama dari rencana strategi adalah untuk mengembangkan kesepakatan awal tentang seluruh upaya rencana strategi dan langkah-langkah perencanaan yang utama diantara orang-orang penting pembuat keputusan atau pembuat opini internal dan juga pihak eksternal jika dipandang relevan untuk dilibatkan.
Ada beberapa aspek yang memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategi di dalam perencanaan strategi ini.
1. Siapakah yang harus memprakarsai rencana strategi? Secara teoritis adalah eksekutif tertinggi pada organisasi yang bersangkutan, tetapi kegiatan ini dapat saja didelegasikan kepada yang lain atau pihak lain yang ditunjuk untuk memberdayakan bawahan. Namun pimpinan tertinggi dari organisasi yang direncanakan. Salah satu tugas dalam memprakarsai perencanaan strategi adalah menetapkan secara tepat tentang orang-orang yang penting dalam pembuatan keputusan. Orang- orang ini bisa bersumber dari internal maupun eksternal organisasi. Namun kriterianya adalah pihak yang diakibatkan, harus memiliki informasi yang banyak yang relevan dengan perencanaan strategis yang dilakukan.
2. Bagaimana memulai rencana strategis? Kegiatan ini dapat diawali dengan beberapa aktivitas, seperti pengarahan ahli tentang substansi yang ingin dicapai dalam perencanaan strategis. Selanjutnya dilakukan presentasi kasus oleh wakil-wakil bagian dan stakeholder yang ikut serta dalamperencanaan strategis. Diskusi kasus penting dilakukan untuk memperoleh kesepakatan awal tentang kekuatan, kelemahan dari faktor-faktor internal dak kesepakatan serta ancaman yang dihadapi dari lingkungan eksternal organisasi yang dapat dilakukan denganmenggunakan analisis SWOT.
3. Berapa banyak kesepakatan awal dalam rencana strategi “awal”?
Jumlah kesepakatan awal yang dicapai dalam berbagai kegiatan sebelumnya perlu ditegaskan. Meskipun jumlah ini tidak bersifat kekal, karena terdapat kemungkinan masih ada aspek penting yang belum tercakup dalam kesepakatan yang telah dilakukan. Dalam perencanaan strategis dari suatu organisasi, manajemen puncak harus terlibat secara aktif. Hal ini karena manajemen puncak yang dari posisinya di tempat yang tinggi, mempunyai visi yang diperlukan untuk mempertimbangkan menimbulkan dan mendukung komitmen pada tingkat yang lebih rendah.
Rencana strategi membantu para manajer untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya, juga membantu mereka dan stafnya sehingga dapat lebih mudah menanggapi berbagai peristiwa dengan cepat dan tepat. Konsep perencaan strategi dikemukakan oleh Olsen dan Eadie (1982:4) mengatakan bahwa : “perencanaan strategi sebagai upaya yang didisiplinkan
untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi dan mengapa
organisasi mengerjakan hal seperti itu” Pernyataan tersebut di atas
menunjukkan bahwa perencanaan dapat memfasilitasi komunikasi dan partisipasi, mengakomodasi kepentingan dan nilai yang berbeda, dan membantu pembuat keputusan secara tertib maupun keberhasilan implementasi keputusan.
Menurut Stonner dan Wenkel (1986:175) mengemukakan lima karakteristik perencanaan strategi yakni :
1. Berkaitan dengan pertanyaan dasar dan memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut
2. Memberikan kerangka untuk perencanaan yang lebih terinci dan untuk pengambilan keputusan sehai-hari
3. Menyangkut kurun waktu yang lebih lama dari pada jenis perencanaan lainnya 4.
Membantu memusatkan energi dan sumber daya organisasi pada kegiatan yang menyangkut prioritas tinggi.
5. Merupakan aktivitas dimana manajemen puncak harus secara efektif terlibat.
Menurut Bryson dalam bukunya Perencanaan Strategi Bagi Organisasi
membuat keputusan dan tindakan penting mementuk dan memandu bagaimana
menjadi organisasi, apa yang dikerjakan orgnisasi, dan mengapa organisasi menegerjakan hal seperti itu”2.2.2 Implementasi Strategi
Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur. Tindakan pengelolaan bermacam-macam sumber daya organisasi dan manajemen yang mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber-sumber daya organisasi (keuangan, manusia, peralatan dan lain-lain) melalui strategi yang dipilih. Implementasi strategi diperlukan untuk memperinci secara lebih jelas dan tepat bagaimana sesungguhnya pilihan strategi yang telah diambil direalisasikan.
Menurut Bryson dalam skripsi Marzuki (2006 : 10) langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan adalah membuat perencanaan strategi. Inti dari apa yang ingin dilakukan pada tahapan ini adalah bagaimana membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan arahan (misi-visi-goal) dan strategi yang telah ditetapkan organisasi.
Program berisi tahapan-tahapan kegiatan yang merupakan urutan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran strategik (the step-by step sequence
of actions ). Sedangkan dalam rumusan anggaran berisi rencana kegiatan/program
(biasanya tahunan) yang disertai taksiran sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan semua kegiatan yang direncanakan. Selain itu juga ditunjuk orang Berikut hal-hal yang perlu dikaji dalam implementasi strategi :
1) Program
Program adalah pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Program melibatkan restrukturisasi organisasi, perubahan budaya internal organisasi, atau awal dari suatu usaha penelitian baru.
2) Anggaran
Anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan. Anggaran tidak hanya memberikan perencanaan rinci dari strategi baru dalam tindakan, tetapi juga menentukan dengan laporan keuangan performa yang menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari kondisi keuangan organisasi.
3) Prosedur Prosedur yang kadang disebut Standard Operating System (SOP).
Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik yang berurutan yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan diselesaikan. Prosedur secara khusus merinci berbagai aktifitas yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan program-program organisasi.
Setelah sebuah strategi diformulasikan, strategi tersebut harus dikembangkan secara logis dalam bentuk tindakan. Tahap inilah yang disebut dengan implementasi strategi. Masalah implementasi ini cukup rumit, oleh karena itu agar penerapan strategi organisasi dapat berhasil dengan baik, manajer harus mengatasinya. Dalam tahap ini masalah struktur organisasi, budaya perusahaan dan pola kepemimpinan akan dibahas secara lebih mendalam.
2.2.3 Pelaksanaan Strategi
Dalam kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh Poewadarminta (1976;553) dalam bukunya Kamus Bahasa Indonesia diberikan batasan mengenai pelaksana dan pelaksanaan sebagai; “Pelaksana adalah orang-orang yang
mengerjakan atau melaksanakan rencana yang telah disusun, sedangkan pelaksanaan adalah perihal perbuatan usaha atau pelaksanaan rancangan”.
Kata pelaksanaan juga memiliki makna kata yang sama dengan kata implementasi, lebih lanjut Abdullah (1987:09) dalam bukunya Konsep
Pendekatan dan Relevansinya dalam Pembangunan mengemukakan :
Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegitan tindak lanjut setelah sebuahrencana dan kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,
langkah-langkah yang strategi maupun yang oprasional yang ditempuh guna
mewujudkan suatu kegiatan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari
program yang ditetapkan semula.Menurut Higgins yang dikutip oleh J. Salusu (1996:409), dalam bukunya
Pengambilan Keputusan Strategis mengatakan bahwa : Implemantasi merupakan
rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia
menggunakan daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi. Kegiatan itu
menyentuh semua jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak sampai pada karyawan lini paling bawah.Dalam kamus Webster yang dikutip oleh Wahab (1997:64) dalam
dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi” (mengimplementasikan)
berarti “to provide means for carrying out; practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan : menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).
Dari definisi di atas menunjukan bahwa implementasi atau pelaksanaan merupakan aspek operasional dari rencana atau penerapan berbagai program yang telah disusun sebelumnya, mulai dari penetapannya pada hasil akhir yang dicapai sebagai tujuan semula.
Untuk melihat apakah strategi yang telah di tentukan tepat atau tidak, baik pada tingkat organisasi atau bisnis yang ditangani, tidak hanya terletak pada tepatnya pilihan yang yang dijatuhkan pada satu alternatif yang diperkirakan akan mendukung keseluruhan upaya untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran serta mengembangkan misi yang telah ditentukan, juga tidak hanya terletak pada akuratnya analisis strategi yang dilakukan, melainkan terutama pada analisis terakhir terjadi pada waktu strategi tersebut diimplementasikan. (Siagian, 2005 ; 198).
Selanjutnya Siagian membagi tiga tahap yang penting dalam implementasi strategi, yaitu :
1. Mengidentifikasi sasaran tahunan yang berperan sebagai pemandupemandu dalam proses implementasi karena merupakan rincian sasaran jangka pendek yang spesifik diangkat dari sasaran jangka panjang 2. Merumuskan strategi dalam berbagai bidang nasional yang merupakan terjemahan strategi dasar pada tingkat satuan bisnis yang dikelolah menjadi rencana aksi bagi bagian-bagian satuan bisnis yang bersangkutan
Merumuskan dan mengkomuniksikan berbagai kebijaksanaan untuk digunakan sebagai penuntun bagi para manajer oprasional beserta para bawahan dalam pengambilan berbagai keputusan oprasional, dalam rangka implementasi berbagai strategi yang telah ditetapkan oleh manajemen pada tingkat yang lebih tinggi, termasuk manajemen puncak
Sejalan dengan itu, dapat dikatakan bahwa rencana adalah 20% keberhasilan adalah 60%, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi adalah hal yang paling berat, karena disini masalah- masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi (Nugroho,2006;119)
Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu. Sifat dari suatu implementasi adalah tidak dapat beroperasi tanpa adanya faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang selalu mempengaruhinya. Faktorfaktor ini harus dikendalikan secara baik (Salusu, 1996;409) Setiap keputusan stratejik, setiap stratejik, menuntut pelaksanaan. Tanpa pelaksanaan, ia tidak mempunyai arti apa-apa.
Pelaksanaan suatu strategi adalah suatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif dilakukan, sudah harus dipertanyakan, bagaimana melaksanakan setiap alternatif itu. Hal itu terutama disinggung ketika para manajemen tingkat atas membicarakan tentang konsekuensi-konsekuensi yang diperkirakan akan timbul andaikata alternatif itu dilaksanakan. Pelaksanaan itu mencakup kegiatan dan tindakan dan seringkali juga tanpa bertindak. Sifatnya adalah tidak dapat beroperasi tanpa adanya faktor-faktor internal dan eksternal baik. Apabila strategi itu merupakan hasil keputusan strategi yang inkrimental maka pelaksanaannya mungkin tidak banyak menimbulkan masalah, tetapi kalau merupakan keputusan yang baru sama sekali, apalagi kalau berupa “keputusan gempa bumi” maka implementasi atau pelaksanaannya tidak akan begitu mudah. Para pelaksana hanya mungkin dapat mengimplementasikan strategi yang baru itu apabila mereka dapat memahaminya, mengerti, dan mengetahui bagaimana melaksanakannya sehingga tidak meleset dari keinginan para pembuat keputusan tingkat atas. Semua kepentingan, baik kepentingan tingkat atas maupun kepentingan berkeping-keping dari para karyawan, haruslah dipertemukan saat peralihan itu sehingga pada akhirnya yang harus dimenangkan adalah kepentingan organisasi. Untuk menjamin bahwa strategi baru itu akan berhasil, diperlukan kebijaksanaan organisasi yang akan menyiapkan semua fasilitas yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul selama pelaksanaan. Kebijaksanaan itu berkaitan dengan pedoman pelaksanaan, metode kerja, prosedur, peraturan-peraturan, formulir-formulir, dan segala sesuatu yang diperlukan untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi karyawan dalam menyukseskan sasaran organisasi. Kebijaksanaan itu mengatur batas-batas apa yang dapat dan yang tidak dapat dikerjakan, tindakan-tindakan administratif mana yang boleh dan tidak boleh dijalankan.
Dengan kata lain tindakan independen yang berarti memelihara ketergantungan satu pada yang lain, memperkecil keputusan-keputusan zig-zag dan praktek-praktek yang kontradiktif. Masalah perekrutan tenaga ahli yang dibutuhkan, dimasukkan pula dalam kebijaksanaan tersebut. Di dalam organisasi alokasi sumber daya sering menjadi bagian dari kebijaksanaan tersendiri, yang bisanya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik. Bagaimanapun cara yang ditempuh dalam sistem perekrutan dan alokasi sumber daya belum akan mampu memberi jaminan implementasi yang sukses dari suatu strategi. Dalam penelitiannya terhadap hampir seratus presiden dan manajer divisi perusahaan, Alexander (1991) mencoba mengungkap beberapa masalah yang sering dijumpai dalam melaksanakan suatu strategi (Salusu, 1996). Masalah yang paling sering timbul adalah jangka waktu pelaksanaan. Jangka waktu pelaksanaan ternyata jauh lebih lama daripada yang direncanakan karena timbul banyak masalah baru yang tidak diantisipasi, tidak diprediksi sebelumnya. Sementara itu selama pelaksanaan, koordinasi tidak berjalan secara efektif, apalagi banyak karyawan atau pegawai yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk melaksanakan kewajiban.
Pada saat analisis SWOT dilakukan, masalah yang berkaitan dengan faktor eksternal telah banyak dibicarakan. Namun pada saat pelaksanaannya faktor itu banyak sekali dilupakan dan kurang dikontrol. Akibatnya adalah aktivitas organisasi kadang-kadang terpengaruh oleh faktor eksternal yang tak terkendali itu sehingga hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Reza (2009) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Strategi Pengembangan Pantai Lombang di Kabupaten Sumenep berkesimpulan, berdasarkan hasil analisis metode SWOT maka strategi yang tepat untuk pengembangan Pantai Lombang yaitu pengembangan ekonomi berbasis potensi wilayah, khususnya pembentukan kelompok bisnis cemara. Hal ini juga sesuai jaga dan pertahankan dengan pilihan strategi antara penetrasi pasar atau pengembangan produk.
Prasetyo dalam tulisannya Strategi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olagraga Dalam Pengembangan Potensi Objek Wisata Kota Tarakan Dalam menetapkan strategi pengembangan potensi objek wisata dinas kebudayaan pariwisata pemuda dan olahraga Kota Tarakan menganalisis lingkungan internal (kekuatan, kelemahan), dan lingkungan eksternal (peluang, ancaman) dan kemudian menentukan kebijakan dalam menetapkan arah tujuan organisasi, yang tertuang dalam perwujudan visi misi yang disusun dalam suatu konsep kerja dalam bentuk Rencana Strategis Dinas (RENSTRA). Untuk selanjutnya diimplementasikan kedalam program-program pengembangan pariwisata Kota Tarakan.