ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI ARITMETIKA, ALJABAR, STATISTIKA, DAN GEOMETRI Risa Mahdayani Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Widyagama Mahakam risamahdayaniyahoo.co.id Abstrak - ANALISIS KESULITAN SISWA D
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI ARITMETIKA, ALJABAR, STATISTIKA, DAN GEOMETRI
Risa Mahdayani
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Widyagama Mahakam risamahdayani@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persentase siswa kelas IX SMP Negeri di kota Yogyakarta yang mengalami kesulitan ditinjau dari jenis kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah pada keseluruhan materi matematika dan berdasarkan masing-masing materi seperti aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri. Penelitian ini termasuk penelitian dengan metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Hasil uji coba lapangan menunjukkan bahwa pada tes diagnostik keseluruhan materi, persentase siswa yang mengalami kesulitan membaca 47,4%, kesulitan pemahaman 51,5%, kesulitan transformasi 74,3%, kesulitan keterampilan proses 80,4%, dan penarikan kesimpulan 80,4%. Untuk materi aritmetika yaitu kesulitan membaca 52,6%, kesulitan pemahaman 68,1%, kesulitan transformasi 94,8%, kesulitan keterampilan proses 95,8%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 95,8%. Untuk materi aljabar yaitu kesulitan membaca 61,8%, kesulitan pemahaman 65,9%, kesulitan transformasi 77,3%, kesulitan keterampilan proses 80,4%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 80,4%. Untuk materi statistika yaitu kesulitan membaca 54,6%, kesulitan pemahaman 54,6%, kesulitan transformasi 83,5%, kesulitan keterampilan proses 91,7%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 91,7%. Untuk materi geometri kesulitan membaca 34,1%, kesulitan pemahaman 35,1%, kesulitan transformasi 51,5%, kesulitan keterampilan proses 70,1%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 70,1%.
Kata Kunci: analisis kesulitan, kesulitan siswa, pemecahan masalah matematika
Abstrack
The aim of this research is to describe the percentage of class IX students of SMPN at Yogyakarta City who get difficulties in terms of the types of difficulty based on solving problem steps in all math materials and based on each material such as arithmetics, algebra, statistics and geometry. This research is included in survey research with quantitative approaches. The research result suggests that at diagnostic test of all materials, the percentage of students who have reading difficulty is 47.4%, comprehension difficulty 51.5%, transformation difficulty 74.3%, process skill difficulty 80.4%, and encoding difficulty 80.4%. For arithmetics materials the reading difficulty is 52,.6%, comprehension difficulty 68.1%, transformation difficulty 94.8%, process skill difficulty 95.8%, and encoding difficulty 95.8%. As for algebra materials the reading difficulty is 61.8%, comprehension difficulty 65.9%, transformation difficulty 77.3%, process skill difficulty 80.4%, and encoding difficulty 80.4%. For the statistics materials the reading difficulty is 54.6%, comprehension difficulty 54.6%, transformation difficulty 83.5%, process skill difficulty 91.7%, and encoding difficulty 91.7%. For the geometry materials reading difficulty is 34.1%, comprehension difficulty 35.1%, transformation difficulty 51.5%, process skill difficulty 70.1%, and encoding difficulty 70.1%.
Keywords: analysis of difficulties, difficulty of students, math problem solving
PENDAHULUAN
gambaran tentang kemampuan peserta didik dalam
indikator dari Pendidikan merupakan kebutuhan
penguasaan
kompetensi/pokok bahasan mata pelajaran manusia sepanjang hidupnya, tanpa adanya
yang diujikan jadi bisa dikatakan daya serap pendidikan manusia akan sulit berkembang
merupakan indikator yang menunjukkan bahkan terbelakang dan pendidikan berperan
pemahaman siswa terhadap kompetensi penting dalam kehidupan. Terkait dengan
tertentu.
pentingnya pendidikan, matematika merupa- Di kota Yogyakarta daya serap Ujian kan pengetahuan dasar yang diperlukan peserta
Nasional tahun pembelajaran 2012/2013 didik
menunjukkan bahwa persentase daya serap belajarnya demi menempuh pendidikan yang
untuk menunjang
keberhasilan
belum mencapai 75%, dengan demikian dapat lebih tinggi. Menurut Tall & Razali (Ciltas &
dikatakan bahwa penguasaan indikator dari Tatar, 2011, p.462) tujuan dari pendidikan
daya serap cenderung belum memenuhi matematika adalah mengaktualisasikan belajar
kriteria ketuntasan minimum (KKM) jadi peserta didik pada tingkat yang tertinggi,
dengan pembatasan daya serap kurang dari namun kenyataannya mayoritas peserta didik
75% akan memperluas informasi tentang mengalami kesulitan.
kesulitan siswa dalam penguasaan dan pe- Brumbaugh, Moch, & Wilkinson
mecahan suatu masalah matematika. daya (2005, p.220) menyatakan bahwa matematika
serap yang masih belum mencapai 75 % adalah cara untuk mengekspresikan ide,
menunjukkan bahwa siswa belum menguasai pendapat, dan konsep tertentu itu artinya
materi matematika yang di ujian dengan kata matematika bisa dikatakan sebagai alat
lain daya serap rendah juga menunjukkan komunikasi, atau alat untuk mempermudah
bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan seseorang untuk menyampaikan ide,pendapat,
dalam memecahkan permasalahan matematika. dan konsep agar bisa dimengerti oleh orang
dan ditunjukkan juga dengan nilai pada tes lain. Sebagian siswa menyatakan bahwa
kemampuan awal yang menunjukkan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit
nilai dari tes kemampuan awal masih belum terkait dengan pernyataan Cooney & Cotton
mencapai 75% sesuai dengan standar kriteria (Khiat, 2010, p.1461) mengatakan beberapa
ketuntasan minimum (KKM). peserta didik memandang matematika sebagai
Matematika sekolah juga memuat hal yang menarik, sedangkan sebagian lagi
enam prinsip dan sepuluh standar. Prinsip memandang matematika sebagai hal yang
tersebut meliputi kesetaraan, kurikulum, membosankan. Bahkan menurut Hoyles
pengajaran, belajar, penilaian, dan teknologi. (Khiat, 2010, p.1461) beberapa peserta didik
Sedangkan, standar meliputi standar isi dan memandang matematika sebagai subjek yang
standar proses. Standar isi meliputi bilangan menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan
dan operasinya, geometri, pengukuran, analisis kemarahan selama pelajaran. Abdurrahman
data, dan peluang. Standar proses meliputi (2012, p.202) banyak yang memandang
pemecahan masalah, penalaran, dan pem- matematika sebagai bidang studi yang paling
buktian, komunikasi, koneksi, dan representasi sulit. Hal ini menjadi stigma yang berkembang
(NCTM, 2000, pp.1-6). Mata pelajaran pada diri peserta didik secara berkelanjutan.
matematika di sekolah pada satuan pendidikan Padahal meskipun demikian semua orang
SMP/MTS meliputi materi aritmetika, aljabar, harus tetap mempelajari matematika, karena
statistika, dan geometri.
siswa mempelajari memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
matematika merupakan
matematika sebagai suatu pengetahuan yang hari.
berguna bagi kehidupan, dalam mempelajari Pada Ujian Nasional matematika yang
matematika siswa tidak hanya belajar dimana terdapat materi aritmetika, aljabar,
berhitung akan tetapi siswa cuma mempelajari statistika, dan geometri yang dimana pada butir
berbagai bentuk yang ada di alam semesta soalnya juga memuat soal yang terkait dengan
yang diolah dalam pelajaran matematika. pemecahan masalah dimana terdapat daya
Terkadang siswa mengalami kesulitan dalam serap kompetensi matematika. Daya serap me-
menangkap apa yang mereka pelajari. Martin, muat proporsi atau persentase sebagai
et al. (2005, p.86) menyatakan anak yang me- et al. (2005, p.86) menyatakan anak yang me-
masalah belum dikatakan telah di-selesaikan akademik kinerja anak dapat menurun pada
hanya karena telah diperolehnya solusi dari subjek tertentu seperti membaca maupun dapat
masalah itu, suatu masalah baru benar-benar belajar matematika. Menurut Miller & Mercer
dikatakan telah diselesaikan apabila siswa (Lerner, 2006, p.477) kesulitan matematika
telah memahami apa yang ia kerjakan, yakni pada sekolah dasar akan berlanjut ke sekolah
memahami proses pemecahan masalah dan menengah, bahkan berpengaruh terhadap
mengetahui mengapa solusi yang telah kehidupan dewasa selanjutnya. Lerner (2006,
diperolehnya tersebut sesuai. Ada beberapa p.479) menambahkan bahwa ke-sulitan
sudut pandang dalam mendefinisikan masalah. matematika memiliki karakteristik tertentu,
Pada saat pembelajaran matematika, siswa yakni kesulitan dalam memproses informasi,
lebih sering diberikan soal dalam bentuk kesulitan yang berkaitan dengan kemampuan
abstrak sehingga tidak terbiasa untuk bahasa dan membaca, serta kecemasan
mengubah masalah dalam bentuk matematika. matematika.
Masalah matematika dapat berupa soal non Pada pembelajaran matematika di
rutin yang tidak bisa diketahui secara langsung sekolah, guru biasanya menjadikan kegiatan
penyelesaiannya, siswa harus merencanakan pemecahan masalah sebagai bagian penting
terlebih dahulu prosedur yang akan digunakan. yang mesti dilaksanakan. Hal tersebut di-
Menurut Conney, Davis, & Henderson (1975, maksudkan disamping untuk mengetahui
p.242) suatu pertanyaan akan menjadi masalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi
hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya pelajaran, juga melatih siswa agar mampu
suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya
oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui kedalam berbagai situasi dan masalah berbeda.
oleh peserta didik
Sternberg & Ben-Zeev (1996, p.32) Pemecahan masalah dalam kurikulum menyatakan bahwa masalah matematika
sekolah memiliki peran penting untuk ke- terbagi atas masalah rutin dan masalah tidak
berhasilan siswa dalam menguasai kompetensi rutin. Masalah rutin adalah suatu masalah yang
matematika dan keberhasilan siswa dalam semata-mata hanya merupakan latihan yang
memecahkan kompetensi matematika baik dapat di-pecahkan dengan menggunakan
masalah rutin maupun nonrutin dan pemecahan beberapa perintah atau algoritma. Masalah
masalah matematika dipandang sangat penting yang di-berikan untuk semua siswa sekolah
dalam kaitannya dengan penyelesaian berbagai menengah bahkan siswa sekolah dasar karena
persoalan kehidupan. Pemecahan masalah apa yang hendak dilakukan sudah jelas dan
matematika merupakan salah satu kompetensi secara umum siswa tahu bagaimana
dasar yang harus dimiliki siswa yang dimana menghitungnya. Masalah tidak rutin muncul
pemecahan masalah adalah proses yang ketika problem solver dihadapkan pada suatu
digunakan untuk membuat tugas atau mene- masalah tetapi tidak dapat segera mengetahui
ntukan solusi untuk suatu masalah dimana bagaimana mencari solusi pemecahannya
metode penyelesaiannya tidak diketahui Dalam matematika masalah yang
dengan segera dan bagaimana seorang me- disajikan biasanya berbentuk soal matematika,
nggunakan pengetahuan dan keterampilan dan tetapi tidak semua soal matematika merupakan
diperoleh sebelumnya untuk memenuhi masalah. Menurut Hudojo (Haryani, 2011,
kondisi yang tidak lazim untuk men- p.122) suatu soal atau pertanyaan disebut
gembangkan pemahaman matematika. masalah tergantung kepada pengetahuan yang
pembelajaran matematika dimiliki penjawab, itu artinya dapat dikatakan
Dalam
pemecahan masalah merupakan aktivitas yang bagi seseorang soal tersebut bisa diselesaikan
penting. Menurut Holmes (Haryani, 2011, dengan prosedur yang rutin akan tetapi bagi
p.122) pemecahan masalah adalah jantung dari orang lain soal tersebut memerlukan peng-
matematika, dan Dewi (Haryani, 2011, p.122) organisasian pengetahuan yang telah dimiliki
menyatakan bahwa pemecahan masalah secara tidak rutin dan orang tersebut tertantang
merupakan bagian penting dari matematika untuk memecahkannya. Hal ini berbeda pen-
karena memerlukan pengetahuan materi dapat dengan pendapat Brownell (Mahmudi,
matematika, pengetahuan tentang strategi matematika, pengetahuan tentang strategi
memahami masalah yang dihadapi. dan menyelesaikan masalah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Posamentier, Smith & Stepelman
Tambychik & Meerah (2010, p.150) dikatakan (2010, p.110) mengemukakan ketika masalah
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam dihadirkan perlu banyak informasi yang harus
memecahkan masalah matematika karena tidak digunakan pada setiap proses untuk me-
berkompeten dalam keterampilan matematika. nemukan jawaban yang tepat. Proses tersebut
Meskipun siswa mempunyai keterampilan selalu digunakan pada setiap langkah dari
matematika tanpa bisa menghubungkan penyelesaian yang dimana pemecahan masalah
informasi, maka siswa tidak bisa mengerti dan melibat kemampuan dan pengetahuan. Seiring
membuat hubungan antara informasi apa saja dengan pendapat Polya ( Tambychik &
yang terdapat pada masalah. Subahan, 2010, p.143) menyatakan bahwa
Pada penelitian yang dilakukan Seifi, pemecahahan masalah adalah suatu proses
M., et.al, (2012, p.2923), menyatakan bahwa yang dimulai dari siswa dihadapkan dengan
kesulitan siswa terutama dalam pemecahan masalah sampai akhir ketika masalah
masalah menurut pandangan guru disebabkan diselesaikan. Dalam proses pemecahan
karena sulitnya siswa memahami masalah, masalah, siswa diharapkan lebih cerdas, teliti,
membuat rencana dalam penyelesaikan ma- dan sabar sampai diperoleh penyelesaian.
salah tersebut, menjabarkan serta mengaitkan Proses memperoleh penyelesaian dapat
dengan pengetahuan sebelumnya. Selain itu dilakukan berulang-ulang apabila ditemukan
siswa juga kesulitan memahami kalimat yang kesalahan dan ketidaksesuaian. Selanjutnya
tertera dalam persoalan, kurang familiar siswa memeriksa kembali penyelesaian yang
dengan permasalahan yang di suguhkan serta diperoleh, langkah-langkah pemecahan ma-
kurang bisa menerapkan strategi untuk men- salah yang dilakukan dapat digunakan kembali
yelesaikan permasalahan. untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
Jadi, bisa dikatakan bahwa kesulitan Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
matematika akan berdampak langsung pada pemecahan masalah matematika menuntut
pemecahan masalah matematika, sehingga siswa untuk memiliki banyak kemampuan
siswa akan mengalami kesulitan pemecahan awal tentang masalah yang dihadapi dan
masalah matematika. Dengan demikian, ketika diharapkan siswa mempunyai keterampilan
siswa diberikan masalah dan siswa tidak bisa dasar yang diperlukan untuk menjawab
menyelesaikan masalah tersebut dengan benar tantangan yang memerlukan pengetahuan,
maka bisa dikatakan siswa mengalami ke- kreativitas, kemurnian berpikir, imajinasi, dan
sulitan dalam pemecahan masalah matematika, sifat matematis untuk memperoleh solusi.
dimana kesulitan pemecahan masalah me- Pemecahan
rupakan ketidakmampuan siswa pada satu atau dengan menggunakan prosedur matematika
masalah
matematika
lebih langkah penyelesaian dalam me- formal telah banyak dipelajari siswa pada
mecahkan persoalan matematika. Kesulitan semua tingkat pendidikan. Penggunaan
pemecahan masalah matematika apabila tidak prosedur pemecahan tersebut biasanya di-
segera diatasi dapat meng-akibatkan unjuk kaitkan dengan bentuk masalah matematika
kerja siswa kurang cukup dan proses belajar formal, yaitu masalah matematika yang
matematikanya akan terganggu. disajikan dalam bentuk kalimat matematika
Berbeda-beda dalam kemampuan dengan menggunakan simbol-simbol atau
intelektualnya untuk melakukan abstraksi, variabel-variabel tertentu. Ketika masalah ma-
generalisasi, penalaran, dan dalam mengingat. tematika tersaji tidak dalam bentuk masalah
Dengan demikian, seorang guru dikatakan matematika formal, biasanya muncul beberapa
sukses apabila salah satunya dapat menilai kesulitan terutama berkaitan dengan ba-
kemampuan, nilai-nilai, ketertarikan dan gaimana cara menerapkan prosedur ma-
pemahaman siswa mengenai apa yang siswa tematika yang telah dipelajari untuk dapat me-
pelajari dan mampu menerapkan pelajarannya mecahkan masalah. Ketika siswa me-ngalami
dalam pemecahan masalah, serta dalam kesulitan dalam
memecahkan masalah menentukan tujuan belajarnya. Jika beberapa siswa memiliki masalah dalam memahami memecahkan masalah menentukan tujuan belajarnya. Jika beberapa siswa memiliki masalah dalam memahami
pemecahan masalah matematika. Berlandaskan mendiagnosis masalah tersebut sekaligus
seharusnya
mampu
pengklasifikasian menurut Newman tersebut menyiapkan pembelajaran remedial yang tepat.
maka indikator yang digunakan dalam analisis Hampir
jenis kesulitan siswa terdiri dari beberapa kesulitan dalam pembelajaran matematika.
tahap sebagai berikut: (1) Tahap membaca kesulitan tersebut harus dapat didefinisikan,
(reading level) yaitu tahap dimana siswa dipecahkan dan ditentukan alternatif pen-
mampu membaca kata kunci atau simbol pada yelesaiannya. Tugas tersebut menjadi tanggung
soal sehingga siswa tidak dapat melangkah jawab guru, orang tua, hingga siswa itu sendiri.
lebih lanjut pada pola pemecahan masalah Kesulitan yang dihadapi siswa terkait pem-
yang tepat, atau siswa tidak dapat mambaca belajaran matematika tidak hanya sebatas sulit
pertanyaan dan menuliskan informasi-in- dalam memahami materi matematika, namun
formasi apa saja yang terdapat pada soal, (2) muara dari hal tersebut yang sangat penting
tahap memahami (comprehension level) yaitu adalah sulit dalam memecahkan masalah
tahap dimana siswa mampu membaca semua matematika. Masalah matematika memang
kata dalam soal akan tetapi tidak menguasai tidak identik dengan permasalahan di
secara menyeluruh pengertian kata-kata kehidupan sehari-hari, tetapi tingkat kerumitan
tersebut, sehingga siswa tidak dapat me- pemecahannya hampir sama. Sehingga
langkah lebih lanjut pada pola pemecahan diperlukan keterampilan-keterampilan dan
masalah yang tepat, atau siswa tidak me- kemampuan-kemampuan ma-tematis yang
ngetahui apa yang menjadi pertanyaan pada dapat diaplikasikan dalam masalah kehidupan
soal, (3) tahap transformasi ( transformation sehari-hari.
level ) yaitu tahap dimana jika siswa mampu Prakitipong & Nakamura (2006,
memahami apa yang diinginkan soal tetapi p.113) menyebutkan bahwa metode Newman
tidak mampu mengidentifikasi operasi dan me-rupakan metode yang digunakan untuk
prosedur yang dibutuhkan untuk memecahkan menganalisis kesalahan siswa dalam me-
masalah, (4) tahap keterampilan proses mecahkan masalah matematika terutama
(process skills level) yaitu tahap dimana siswa masalah verbal atau soal cerita. Dalam pe-
telah mengidentifikasi operasi atau prosedur mecahan masalah ada banyak faktor yang
yang tepat, akan tetapi tidak mengetahui mempengaruhi keberhasilan siswa sampai
prosedur yang diperlukan untuk menyelesaikan pada jawaban yang benar. Dalam metode ini,
operasi tersebut secara akurat, dan (5) tahap proses pemecahan masalah perlu mem-
pengkodean (encoding level) yaitu tahap perhatikan dua hal penting yang dapat
dimana siswa telah menemukan solusi atas menghalangi siswa sampai pada jawaban yang
permasalahan, akan tetapi salah menentukan benar, yakni: masalah dalam kelancaran
jawaban akhir atau tidak menyajikan jawaban berbahasa dan pemahaman konsep dan
dengan tepat. Pada penelitian ini digunakan berkaitan dengan level membaca sederhana
model Newman untuk menganalisis kesulitan (simple reading) dan memahami makna dari
siswa dalam memecahkan masalah ma- permasalahan,
tematika. analisis model Newman lebih tepat matematika yang terdiri atas transformasi ke-
menunjukkan jenis kesulitan siswa dalam terampilan proses, dan pengkodean jawaban
memecahkan masalah matematika, karena di yang diberikan siswa. Hal-hal tersebut
dalamnya terdapat langkah-langkah terperinci menunjukkan bahwa siswa harus mampu
untuk menelusur jenis kesulitan siswa. menginterprestasikan
penyebab kesulitan konteks matematika sebelum melakukan
siswa dalam memecahkan masalah matematika proses matematis untuk memperoleh jawaban
yang dimaksud adalah hal-hal yang yang tepat.
menyebabkan kesulitan dalam pemecahan Menurut Newman (White, 2005, p.17)
masalah ma-tematika yang dialami oleh siswa. mengklasifikasikan kesalahan siswa dalam
Faktor kesulitan tersebut perlu diselidiki menyelesaikan
asalnya. Namun, untuk menyelidiki hal pemecahan masalah. Pengklasifikasian ini
tersebut diperlukan pengetahuan tentang faktor dapat menunjukkan atau mendeskripsikan jenis
ke-sulitan siswa belajar matematika. kesulitan kesulitan yang dialami oleh siswa dalam
siswa ditandai dengan kesalahan dalam me-
mecahkan masalah matematika hanya dapat diduga dan ditelusuri penyebabnya. Faktor ter- sebut bisa faktor dari dalam maupun dari luar diri peserta didik. Menurut Staves (Westwood, 2000, p.18) Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh peserta didik dengan kesulitan belajar menerjemahkan antara pemahaman mereka sendiri secara intuitif dan dinding dunia nyata dan bahasa yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur keperluan matematika di sekolah. Terjadi sebuah kesenjangan pada pemahaman pemahaman peserta didik jika mereka harus men- goperasikan dengan cepat simbol dan notasi matematika tersebut. Menurut Natawidjaja (Suwarto, 2013, p.90) dan Irham & Wiyani (2013, p.264), faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi inteligensi/kemampuan intelektual, perasaan dan kepercayaan diri, kematangan untuk belajar, usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar, kemampuan mengingat, kemampuan men- gindera, kurangnya bakat khusus, kurangnya motivasi, situasi pribadi (emosi), faktor jasmaniah, dan faktor bawaan (buta warna, kidal, dan cacat tubuh). Faktor eksternal me- liputi faktor lingkungan sekolah (sikap guru, cara mengajar, situasi sosial, ruang belajar, dan waktu belajar), situasi dalam keluarga peserta didik (sikap orang tua), kualitas pembelajaran, fasilitas pembelajaran, dan lingkungan sosial.
Dari faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam belajar dan memecahkan masalah matematika, dapat dikelompokkan secara umum yakni faktor dari luar dan faktor dari dalam diri siswa. Faktor dari luar diri siswa yakni antara lain hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan (sosial dan keluarga), kebudayaan, kebijakan (sekolah dan pe- merintah), sistem pendidikan. Faktor dari dalam diri siswa berkaitan dengan hal-hal ke- siapan siswa (baik fisik, psikis, maupun penguasaan materi matematika), emosional, dan motivasi diri. Faktor-faktor kesulitan yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah faktor kesulitan pemecahan masalah matematika. faktor-faktor ini tidak dapat dilihat namun dapat ditelusuri. Dalam penelitian ini peneliti menelusuri faktor intern mengenai hal-hal kesiapan siswa yang menjadi penyebab kesulitan pemecahan masalah matematika dari kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui berapa persentase siswa yang mengalami kesulitan pada tes diagnostik yang terdiri dari 10 soal dan berapa persentase siswa yang mengalami kesulitan pada masing-masing materi ma- tematika seperti aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri jika ditinjau dari jenis kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah matematika itu sendiri antara lain; kesulitan membaca (reading), kesulitan pe-mahaman
(comprehension), kesulitan trans-formasi (transformation), kesulitan
ke-terampilan proses (process skill), dan kesulitan penarikan kesimpulan (encoding.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian dengan metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian dengan metode survei karena peneliti meniginginkan informasi yang banyak dan ber- aneka
ragam
untuk mendeskripsikan fenomena/situasi dari kelompok tertentu yaitu jenis kesulitan pemecahan masalah ber- dasarkan langkah pemecahan masalah ma- tematika. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menentukan persentase jenis kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah dan persentase kesulitan berdasarkan aspek aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri yang dialami oleh siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri di Kota Yogyakarta dengan waktu penelitian 1 bulan yakni pada tanggal 24 Februari sampai dengan
24 Maret tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX di SMP Negeri yang ada di kota Yogyakarta yang berjumlah 3376 pada tahun ajaran 2013/2014, karena populasi siswa sangat besar, maka perlu diambil sampel penelitian. Jumlah populasi yang sangat besar sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified propotional random sampling, yakni sampel acak proposional berstrata. Teknik tersebut merupakan gabungan dari stratified sampling (teknik sampling ber- tingkat) dan propotional sampling (teknik sampling propotional) dilanjutkan dengan 24 Maret tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX di SMP Negeri yang ada di kota Yogyakarta yang berjumlah 3376 pada tahun ajaran 2013/2014, karena populasi siswa sangat besar, maka perlu diambil sampel penelitian. Jumlah populasi yang sangat besar sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified propotional random sampling, yakni sampel acak proposional berstrata. Teknik tersebut merupakan gabungan dari stratified sampling (teknik sampling ber- tingkat) dan propotional sampling (teknik sampling propotional) dilanjutkan dengan
digunakan sebagai dasar untuk wawancara Pemilihan sampel dengan stratified sampling
(teknik sampling acak).
dalam menggali faktor penyebab kesulitan- ditentukan dengan mengelompokkan strata
kesulitan siswa secara lebih mendalam. sekolah berdasarkan kelompok perolehan nilai
wawancara dirancang matematika
Pedoman
berdasarkan analisis Newman yang men- 2012/2013. Pengelompokkan terbagi menjadi
UAN tahun
pembelajaran
ganalisis penyebab kesulitan siswa dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
memecahkan masalah berdasarkan kesalahan Sekolah
yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang kualifikasi tinggi (rata- rata nilai UN ≥ 8,5),
dikualifikasikan
berdasarkan
diwawancarai adalah siswa yang mendapatkan sedang ( 7,0 ≤ rata-rata nilai UN < 8,5), dan
nilai dibawah 75, bentuk pertanyaan diarahkan rendah ( rata-rata nilai UN < 7,0), pembagian
untuk mengkonfirmasi penyebab kesulitan sekolah dapat dilihat pada lampiran 1.
berdasarkan langkah pemecahan masalah Berdasarkan rentang di atas dari 16 sekolah
matematika.
yang berkategori tinggi 6 sekolah, sedang 5 Validitas instrumen yang digunakan sekolah, dan rendah 5 sekolah. Jumlah sampel
pada penelitian ini adalah validitas isi. pada strata tinggi sebanyak 43 siswa, pada
Validitas isi digunakan pada tes diagnostik dan strata sedang sebanyak 27 siswa, dan jumlah
pedoman wawancara. Validitas isi (content siswa pada strata rendah sebanyak 27 siswa.
validity) mengacu pada sejauh mana item Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel
istrumen mencakup keseluruhan situasi yang secara acak (random sampling), untuk setiap
hendak diukur. Untuk memperoleh bukti strata diambil sampel berdasarkan dengan
validitas isi dilakukan dengan cara meminta jumlah ukuran sampel yang telah ditentukan.
pertimbangan minimal dua orang ahli (expert Kemudian pada setiap strata diambil masing-
judgment) .
masing 2 orang sampel yang memperoleh nilai
Teknik Analisis Data
di bawah 75 sebagai perwakilan untuk di- Analisis data dilakukan selama dan wawancarai agar mengetahui lebih dalam apa
setelah pengumpulan data agar data yang yang menjadi penyebab kesulitan pemecahan
diperoleh tersusun secara sistematis lebih masalah matematika.
mudah ditafsirkan sesuai dengan rumusan Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
masalah. Langkah-langkah analisis dan Tes diagnostik yang dimaksud adalah
penafsiran data dilakukan dengan tahapan tes yang dirancang untuk mendiagnosis
mengumpulkan dan memformulasikan semua kesulitan pemecahan masalah matematika
data yang diperoleh dari lapangan seperti siswa yang berkaitan dengan materi aritmetika,
memeriksa hasil tes dianosti kesulitan aljabar, statistika, dan geometri. Tes ini
pemecahan masalah dan menganalisis hasil tes diberikan kepada seluruh sampel penelitian
diagnostik berdasarkan indikator-indikator berupa tes tertulis berbentuk uraian agar dapat
yang telah ditetapkan, mengidentifikasi siswa merekam hasil pemecahan masalah siswa. Tes
yang mengalami kesulitan (skor tes diagnostik diagnostik ini divalidasi menggunakan
kurang dari 75) pada masing-masing materi validitas isi dan validitas ini dilakukan oleh
matematika, mengidentifikasi jenis kesulitan dua orang validator. Berdasarkan validitas isi
berdasarkan langkah pemecahan masalah diperoleh bahwa tes diagnostik layak untuk
matematika yang ditemukan pada saat siswa digunakan. Data yang diharapkan berupa hasil
menyelesaikan soal tes menjadi 5 jenis pekerjaan siswa untuk memperoleh jenis ke-
kesulitan yaitu kesulitan membaca (reading), sulitan berdasarkan langkah pemecahan
pemahaman (comprehension), masalah matematika yang berkaitan dengan
kesulitan
transformasi (transformation), materi aritmetika, aljabar, statistika, dan
kesulitan
kesulitan keterampilan proses (process skill), geometri. Data yang diharapkan berupa hasil
dan kesulitan penarikan kesimpulan (encoding) pekerjaan siswa langsung pada lembar jawaban
pada keseluruhan materi matematika dan yang telah disediakan beserta langkah-langkah
masing-masing materi, melakukan wawancara, pemecahan masalahnya. Berdasarkan hasil
menganalisis hasil wawancara. Kemudian data pekerjaan siswa pada tes diagnostik akan
yang telah dikumpulkan selanjutnya disajikan diperoleh jenis kesulitan pemecahan masalah
dalam bentuk uraian singkat dengan teks yang matematika siswa. Data hasil tes diagnostik ini
bersifat naratif. Menganalisis lebih dalam bersifat naratif. Menganalisis lebih dalam
statistika, dan geometri serta jumlah siswa statistika, dan geometri kemudian menganalisis
yang mengalami kesulitan pada setiap langkah- lebih dalam jenis kesulitan siswa berdasarkan
langkah pemecahan masalah seperti kesulitan langkah pemecahan masalah yaitu kesulitan
membaca(reading),pemahaman(comprehensio membaca (reading), kesulitan pemahaman
n, transformasi (transformation), keterampilan (comprehension), kesulitan
proses (process skill), dan penarikan ke- (transformation), kesulitan
transformasi
keterampilan
simpulan (encoding).
proses (process skill), dan kesulitan penarikan Tabel 1. Jumlah Siswa yang Mengalami kesimpulan (encoding) pada keseluruhan
Kesulitan Berdasarkan Materi Matematika materi maupun pada masing-masing materi dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk
Materi
mengetahui faktor-faktor penyebab siswa
Matematika
Tinggi
Sedang Rendah Total
mengalami kesulitan pada tiap soal.
Aritmetika
Berdasarkan penyajian data tersebut,
selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan
Aljabar
berdasarkan analisis terhadap data yang telah
24 10 26 dikumpulkan melalui tes diagnostik mengenai 60
persentase siswa yang mengalami kesulitan
Geometri
berdasarkan langkah pemecahan masalah pada
keseluruhan materi dan persentase kesulitan Dari Tabel 1 disajikan rekapitulasi jumlah berdasarkan masing-masing materi, serta
siswa yang mengalami kesulitan pada setiap menentukan proposi populasi.
materi matematika pada setiap strata. Pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
strata tinggi siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 40 siswa atau sebesar 93,1%, untuk
materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan mendeskripsikan semua data yang terekam
Hasil penelitian
ini
akan
sebanyak 26 siswa atau sebesar 60,5%, untuk melalui hasil kerja siswa. Data yang diperoleh
materi statistika siswa yang mengalami dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif.
kesulitan sebanyak 24 siswa atau sebesar Teknik analisis data yang digunakan adalah
55,8%, dan untuk materi geometri siswa yang teknik analisis data kuantitatif pada data
mengalami kesulitan sebanyak 9 siswa atau kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan
sebesar 20,9%. Pada strata sedang siswa yang dengan memeriksa jawaban peserta tes
mengalami kesulitan pada materi aritmetika dilanjutkan dengan menentukan persentase
sebanyak 26 siswa atau sebesar 26,8%, untuk siswa yang mengalami kesulitan ditinjau dari
materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan langkah pemecahan masalah berdasarkan
sebanyak 23 siswa atau sebesar 23,7%, untuk keseluruhan materi matematika maupun
materi statistika siswa yang mengalami masing-masing materi matematika seperti
kesulitan sebanyak 10 siswa atau sebesar aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.
10,3%, dan untuk materi geometri siswa yang Jenis kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan
mengalami kesulitan sebanyak 17 siswa atau membaca(reading),pemahaman(comprehensio
sebesar 17,5%, dan pada strata rendah siswa n), transformasi(transformation), keterampilan
yang mengalami kesulitan pada materi
aritmetika sebanyak 26 atau sebesar 26,8%, kesimpulan (encoding).
proses (process skill), dan penarikan
untuk materi aljabar siswa yang mengalami Dalam
kesulitan sebanyak 27,8% atau sebesar 27,8%, mengumpulkan
untuk materi statistika siswa yang mengalami diagnostik yang terdiri dari 10 soal mengenai
kesulitan sebanyak 26 siswa atau sebesar materi aritmetika, aljabar, statistika, dan
26,8%, dan untuk materi geometri siswa yang geometri yang diberikan kepada 97 siswa.
mengalami kesulitan sebanyak 23 atau sebesar Setelah terkumpul semua hasil pekerjaan
23,7%%. Dari keseluruhan siswa yang siswa, selanjutnya peneliti mengoreksi hasil
berjumlah 97 siswa pada materi aritmetika jawaban siswa dan peneliti memperoleh data
jumlah siswa yang mengalami kesulitan mengenai jumlah siswa yang mengalami ke-
sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk
siswa atau sebesar 100%. Dan untuk kesulitan 78,4%, materi statistika siswa yang mengalami
penarikan kesimpulan sebanyak 27 siswa atau kesulitan sebanyak 60 orang atau sebesar
sebesar 100%. Dari keseluruhan siswa yang 61,8%, dan materi geometri jumlah siswa yang
berjumlah 97 siswa yang mengalami kesulitan mengalami kesulitan sebanyak 49 orang atau
membaca sebanyak 46 siswa atau sebesar sebesar 50,5%.
47,4%, untuk kesulitan pemahaman sebanyak Tabel 2. Jumlah Siswa yang Mengalami
50 siswa atau sebesar 51,5%, untuk kesulitan Kesulitan Berdasarkan Langkah Pemecahan
transformasi sebanyak 72 siswa atau sebesar Masalah Pada 10 Soal Tes Diagnostik
74,3%, untuk kesulitan keterampilan proses sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%, dan
Kesulitan Tinggi
Jenis
Sedang Rendah
penarikan kesimpulan
sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%.
Membaca
9 13 24 46 Tabel 3. Jumlah Siswa yang Mengalami
Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan
50 Masalah pada Materi Aritmetika
Sedang Rendah Total
Dari Tabel 2 dapat dilihat dari 10 soal tes
diagnostik yang terdiri dari materi aritmetika,
Penarikan Kesimpulan
aljabar, statistika, dan geometri pada setiap
strata diperoleh rekapitulasi banyaknya siswa (%) Tabel 3 menunjukkan soal dengan
yang mengalami jenis kesulitan berdasarkan berdasarkan
langkah-langkah pemecahan materi aritmetika yang dikerjakan oleh siswa yang dilihat dari setiap strata. Pada strata
masalah matematika. Pada strata tinggi siswa tinggi siswa yang mengalami kesulitan yang mengalami kesulitan membaca sebanyak
9 siswa atau sebesar 20,9%, kesulitan membaca sebanyak 15 siswa atau sebesar 34,8%, kesulitan pemahaman sebanyak 23
pemahaman sebanyak 11 siswa atau sebesar siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan 25,6%, kesulitan transformasi sebanyak 23 transformasi sebanyak 40 siswa atau sebesar siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan 93,1%, kesulitan keterampilan proses sebanyak keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau
41 siswa atau sebesar 95,4%, dan kesulitan sebesar 62,8%, dan penarikan kesimpulan penarikan kesimpulan sebanyak 41 siswa atau sebanyak 27 siswa atau sebesar 62,8%. Pada sebesar 95,4%. Pada strata sedang siswa yang strata sedang siswa yang mengalami kesulitan
membaca sebanyak 13 atau sebesar 48,2%, mengalami kesulitan membaca sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan
kesulitan pemahaman sebanyak 15 siswa atau pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar sebesar
55,6%, kesulitan
transformasi
sebanyak 22 siswa atau sebesar 81,5%, 85,2%, kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 96,3%, kesulitan
kesulitan keterampilan proses sebanyak 24 keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau siswa atau sebesar 88,9%, dan kesulitan
penarikan kesimpulan sebanyak 24 siswa atau sebesar 96,3%, dan kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 26 siswa atau sebesar
sebesar 88,9%, dan pada strata rendah siswa 96,3%. Pada strata rendah siswa yang yang mengalami kesulitan membaca sebanyak
24 siswa atau sebesar 88,9%, kesulitan mengalami kesulitan membaca sebanyak 13 siswa atau sebesar 48,2%, kesulitan
pemahaman sebanyak 24 siswa atau sebesar pemahaman sebanyak 20 siswa atau sebesar
74,1%, kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 81,5%, kesulitan siswa atau sebesar 96,3%, kesulitan
pemahaman sebanyak 24 siswa atau sebesar keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau
88,8%, kesulitan transformasi 26 siswa atau sebesar 96,3%, dan untuk kesulitan penarikan
sebesar 96,3%, kesulitan keterampilan proses kesimpulan sebanyak 26 siswa atau sebesar
sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%. Dari 96,3%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah
keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa
97 siswa yang mengalami kesulitan membaca dapat dilihat siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 51 siswa atau sebesar 52,6%, untuk
membaca sebanyak 60 siswa atau sebesar kesulitan pemahaman sebanyak 66 siswa atau
61,8%, untuk kesulitan pemahaman sebanyak sebesar 68,1%, untuk kesulitan transformasi
64 siswa atau sebesar 65,9%, untuk kesulitan sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk
transformasi sebanyak 75 siswa atau sebesar kesulitan keterampilan proses sebanyak 93
77,3%, untuk kesulitan keterampilan proses siswa atau sebesar 95,8%, dan untuk kesulitan
sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%, dan penarikan kesimpulan sebanyak 93 siswa atau
untuk keterampilan proses sebanyak 78 siswa sebesar 95,8%.
atau sebesar 80,4%.
Tabel 4. Jumlah Siswa yang Mengalami Tabel 5. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan
Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan Masalah pada Materi Aljabar
Masalah pada Materi Statistika
Kesulitan
Sedang Rendah Total Membaca
Jenis Tinggi
Tabel 4 menunjukkan soal dengan Tabel 5 menunjukkan soal dengan materi materi aljabar yang dikerjakan oleh siswa
statistika yang dikerjakan oleh siswa yang yang dilihat dari setiap strata. Pada srata tinggi
dilihat dari setiap strata. Pada strata tinggi siswa yang mengalami kesulitan membaca
siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 22 siswa atau sebesar 51,2%,
sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau
kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar
kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 60,5%,
sebanyak 34 siswa atau sebesar 79,1%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 28
kesulitan keterampilan proses sebanyak 40 siswa atau sebesar 65,1%, dan kesulitan
siswa atau sebesar 93,1%, dan kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 28 siswa atau
penarikan kesimpulan sebanyak 40 siswa atau sebesar 65,1%. Pada strata sedang siswa yang
sebesar 93,1%. Pada strata sedang siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 16
mengalami kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau sebesar 59,3%, kesulitan
siswa atau sebesar 22,3%, kesulitan pemahaman sebanyak 17 siswa atau sebesar
pemahaman sebanyak 6 siswa atau sebesar 62,9%, kesulitan transformasi sebanyak 23
22,3%, kesulitan transformasi sebanyak 20 siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan
siswa atau sebesar 74,1%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 23 siswa atau
keterampilan proses sebanyak 22 siswa atau sebesar 85,2%, dan kesulitan penarikan
sebesar 81,5%, dan kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 23 siswa atau sebesar
kesimpulan sebanyak 22 siswa atau sebesar 85,2%. Pada strata rendah siswa yang
81,5%. Pada strata rendah siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 22
mengalami kesulitan membaca sebanyak 53 mengalami kesulitan membaca sebanyak 53
siswa atau sebesar 77,8%, kesulitan 54,6%, kesulitan transformasi sebanyak 81
pemahaman sebanyak 21 siswa atau sebesar siswa atau sebesar 83,5%, kesulitan
77,8%, kesulitan transformasi sebanyak 23 keterampilan proses sebanyak 89 siswa atau
siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan sebesar 91,7%, dan kesulitan penarikan
keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau kesimpulan sebanyak 89 siswa atau sebesar
sebesar 100%, dan kesulitan penarikan 91,7%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah
kesimpulan sebanyak 27 siswa atau sebesar
97 siswa yang mengalami kesulitan membaca 100%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah sebanyak 53 siswa atau sebesar 54,6%, untuk
97 siswa yang mengalami kesulitan membaca kesulitan pemahaman sebanyak 53 siswa atau
sebanyak 33 siswa atau sebesar 34,1%, untuk sebesar 54,6%, untuk kesulitan transformasi
kesulitan pemahaman sebanyak 34 siswa atau sebanyak 81 siswa atau sebesar 83,5%, untuk
sebesar 35,1%, untuk kesulitan transformasi kesulitan keterampilan proses sebanyak 89
sebanyak 50 siswa atau sebesar 51,5%, untuk siswa atau sebesar 91,7%, dan untuk kesulitan
kesulitan keterampilan proses sebanyak 68 penarikan kesimpulan sebanyak 89 siswa atau
siswa atau sebesar 70,1%, dan untuk kesulitan sebesar 91,7%.
penarikan kesimpulan 68 siswa atau sebesar Tabel 6. Jumlah Siswa yang Mengalami
Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Siswa dalam Masalah pada Materi Geometri
Memecahkan Masalah Matematika Wawancara dilakukan dengan terlebih
Jenis Tinggi
dahulu menentukan unit subjek penelitian dari
Kesulitan
masing-masing kelompok subjek penelitian
Membaca
sebagai perwakilan untuk mengetahui faktor
6 7 21 34 apa yang bisa menyebabkan siswa mengalami
kesulitan. Unit subjek penelitian ditentukan
Transformasi
10 17 23 50 dari siswa-siswa yang mempunya nilai
dibawah 75 berdasarkan KKM.
Keterampilan 18 Proses
23 27 68 Wawancara
dimaksudkan untuk
mengetahui lebih dalam apa yang men-
Penarikan
yebabkan siswa kesulitan atau melakukan
kesalahan dalam langkah-langkah pemecahan masalah. Dalam tahap ini pada strata tinggi,
Tabel 6 menunjukkan soal dengan sedang, dan rendah dipilih 2 orang siswa yang materi geometri yang dikerjakan oleh siswa
mempunyai nilai dibawah 75 untuk mewakili yang dilihat dari setiap strata. Pada strata
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tinggi siswa yang mengalami kesulitan
siswa mengalami kesulitan. Keenam subjek membaca sebanyak 6 siswa atau sebesar
penelitian tersebut diwawancara secara men- 13,9%, kesulitan pemahaman sebanyak 6 siswa
dalam untuk memperoleh informasi rinci atau sebesar 13,9%, kesulitan transformasi
mengenai penyebab kesulitan yang dihadapi sebanyak 10 siswa atau sebesar 23,3%,
pada saat menyelesaikan masalah matematika kesulitan keterampilan proses sebanyak 18
yang diberikan. Berdasarkan hasil tes siswa atau sebesar 41,8%, dan kesulitan
diagnostik siswa dalam memecahkan masalah penarikan kesimpulan 18 atau sebesar 41,8%.
matematika dan hasil wawancara dapat dilihat Pada stara sedang siswa yang mengalami
berapa banyak siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau
kesulitan dengan nilai dibawah 75 berdasarkan sebesar 22,3%, kesulitan pemahaman sebanyak
standar KKM. Siswa yang memperoleh nilai
7 siswa atau sebesar 25,9%, kesulitan diatas 75 maka bisa dikatakan dia tidak transformasi sebanyak 17 siswa atau sebesar
mengalami kesulitan dan siswa yang tidak 62,9%, kesulitan keterampilan proses sebanyak
menjawab sama sekali butir soal artinya siswa
23 siswa atau sebesar 85,2%, dan kesulitan dimungkinkan tidak bisa atau tidak mampu penarikan kesimpulan sebanyak 23 siswa atau
memecahkan masalah matematika yang sebesar 85,2%. Pada strata rendah siswa yang
dihadapi, penyebab kesulitan diprediksi dihadapi, penyebab kesulitan diprediksi
sebanyak 34 siswa atau sebesar 35,1%, untuk wawancara mendalam dengan keenam siswa,
kesulitan transformasi sebanyak 50 siswa atau ditemukan kesulitan siswa dalam memecahkan
sebesar 51,5%, untuk kesulitan keterampilan masalah matematika disebabkan oleh faktor
proses sebanyak 68 siswa atau sebesar 70,1%, kurang teliti, tergesa-gesa mengerjakan soal,
dan untuk kesulitan penarikan kesimpulan lupa, kurang waktu untuk mengerjakan soal,
sebayak 68 siswa atau sebesar 70,1%. dan terkecoh.
Saran
KESIMPULAN DAN SARAN
Hal-hal yang dapat disarankan setelah melakukan penelitian ini adalah kepada para Kesimpulan
siswa, khususnya siswa SMP, untuk dapat Berdasarkan hasil penelitian dan
menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan pembahasan, maka dapat disimpulkan Pada tes
mempelajari jenis kesulitan berdasarkan diagnostik yang terdiri dari 10 soal pada materi
langkah-langkah pemecahan masalah ma- aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri
tematika yang cenderung dianggap sulit. Selain siswa yang mengalami kesulitan membaca
itu, diharapkan siswa menyadari jenis dan sebanyak 46 siswa atau sebesar 47,4%, untuk
faktor kesulitan yang menyebabkan kesulitan kesulitan pemahaman sebanyak 50 siswa atau
dalam memecahkan masalah matematika dan sebesar 51,5%, untuk kesulitan transformasi
mencari solusi alternatif untuk meminimalisir sebanyak 72 siswa atau sebesar 74,3%, untuk
maupun mengatasi kesulitan tersebut agar kesulitan keterampilan proses sebanyak 78
mendapatkan hasil yang oprtimal, kepada guru siswa atau sebesar 80,4%, dan untuk kesulitan
matematika, untuk dapat menindaklanjuti hasil penarikan kesimpulan sebanyak 78 siswa atau
penelitian ini dengan mempertegas kembali sebesar 80,4%. Untuk materi aritmetika siswa
pemamahan siswa pada langkah pemecahan yang mengalami kesulitan membaca sebanyak
masalah yang cenderung sulit dikuasai siswa
51 siswa atau sebesar 52,6%, untuk kesulitan dan memberi alternatif solusi pada siswa pemahaman sebanyak 66 siswa atau sebesar
tersebut, dan kepada para akademisi, 68,1%, untuk kesulitan transformasi sebanyak
khususnya bidang matematika dan pendidikan
dapat melakukan keterampilan proses sebanyak 93 siswa atau
92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk kesulitan
ma-tematika,
untuk
penelitian mengatasi kesulitan pemecahan sebesar 95,8%, dan untuk kesulitan penarikan
masalah matematika guna meningkatkan kesimpulan sebanyak 93 siswa atau sebesar
kualitas pen-didikan matematika di sekolah 95,8%.Untuk materi aljabar siswa yang
untuk me-nemukan solusi kesulitan pemecahan mengalami kesulitan membaca sebanyak 60