NILAI SKOR GLASGOW COMA SCALE, AGE, SYSTOLIC BLOOD PRESSURE (GAP SCORE) DAN SATURASI OKSIGEN SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PASIEN CIDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
NILAI SKOR GLASGOW COMA SCALE, AGE, SYSTOLIC BLOOD PRESSURE
(GAP SCORE) DAN SATURASI OKSIGEN SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PASIEN
CIDERA KEPALA
DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
Dadang Supriady Eka Putra, M. Rasjad Indra, Djanggan Sargowo, Mukhamad fathoni
Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Pendahuluaan: Cidera kepala menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat karena dapat
menyebabkan kematian, kecacatan, dan mengurangi waktu produktif. Cidera kepala memiliki tingkat mortalitas yang tinggi, sehingga dibutuhkan metode prognosis cidera kepala dengan penilaian awal yang akurat dengan harapan dapat memprediksi keluaran dan tata laksana yang sesuai dengan kondisi pasien. GAP Score adalah salah satu skoring sistem fisiologis yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas pasien cedera kepala. Sistem ini lebih mudah digunakan dan memberikan informasi prediktif yang berharga dari kondisi pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah nilai GAP score dan saturasi oksigen dapat menjadi prediktor dalam memprediksi mortalitas pasien cidera kepala di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan studi retrospektif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 96 orang yang didapatkan dari data rekam medis pasien cedera kepala yang masuk pada periode Januari hingga Desember 2015 di RSSA Malang. Sampel yang digunakan sebanyak 96 sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dan analisis :
Uji Mann-Whitney pada penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara nilai GAP Score, dan saturasi oksigen dengan mortalitas pasien cidera kepala dalam 7 hari perawatan dengan p value dari semua variabel independen < 0,05. Hasil Uji regresi logistik menunjukkan bahwa persamaan GAP Score memiliki nilai p value Uji Hosmer and Lemeshow = 0,938 dengan AUC = 0,921 yang dapat memprediksi mortalitas 92,1% pasien cidera kepala. Persamaan saturasi Oksigen memiliki nilai p value Uji Hosmer and Lemeshow = 0,870 dengan AUC = 0.880 dapat memprediksi mortalitas sebesar 88%, dan persamaan GAP score dan saturasi Oksigen memiliki nilai p value Uji Hosmer and Lemeshow = 0,967 dengan AUC = 0.965 dapat memprediksi mortalitas sebesar 96,5%. Diskusi dan kesimpulan: Secara statistik terdapat perbedaan AUC antara persamaan tersebut, dengan kesimpulan bahwa gabungan antara akurasi skoring GAP dan akurasi saturasi oksigen secara statistik dapat meningkatkan akurasi dalam memprediksi kematian. Gabungan antara akurasi skoring GAP dan akurasi saturasi oksigen secara statistik dapat meningkatkan akurasi dalam memprediksi mortalitas pada pasien cidera kepala.
Kata kunci : GAP Score, Saturasi Oksigen, Mortalitas, Cedera Kepala.
ABSTRACT
Background: Head injury is a problem for public health because it can cause death, disability,
and reduce a person's productive time. Head injuries have high mortality, requiring a method
of head injury prognosis with early and accurate assessment in the hope of predicting outcomes
and governance in accordance with the patient's condition. GAP Score is one of physiological
scoring system that can be used as predictors of mortality of patients with head injury. This
system is easier to use and provide valuable predictive information of the patient's condition.
Patients who suffered a head injury requiring adequate oxygen supply to meet the needs of
brain metabolism that required ongoing monitoring of the oxygen saturation in order to prevent
14 Jurnal Hesti Wira Sakti,
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
the occurrence of secondary trauma that can worsen the condition of patients with head injury.
The purpose of this study to determine whether the value GAP scores and oxygen saturation
can be a predictor for predicting mortality in patients with head injury Saiful Anwar Hospital
in Malang. Method: This type of research is observational analytic retrospective study. The
sample in this study amounted to 96 people were obtained from medical records head injury
patients who entered the period January to December 2015 in RSSA Malang. The samples used
were 96 samples in accordance with the inclusion and exclusion criteria. Result and Analysis :
The results of the Mann-Whitney test analysis showed that there was significant relationship
between the value of GAP Score, and oxygen saturation of patients with head injury mortality
within 7 days of treatment with p value of all the independent variables <0.05. The results of
logistic regression showed that GAP equation has p value Score Hosmer and Lemeshow test
with AUC = 0.938 = 0.921 to predict mortality of 92.1% of patients with head injury. Oxygen
saturation had a p value Test Hosmer and Lemeshow = 0.870 with AUC = 0.880 can predict
mortality by 88%, and the similarities GAP scores and oxygen saturation had a p value Test
Hosmer and Lemeshow = 0.967 with AUC = 0965 could predict mortality by 96,5%.
Discussion and summary: Statistically there is a difference between the AUC of the equation,
with the conclusion that the combination of accuracy GAP scoring and statistical accuracy of
oxygen saturation can improve the accuracy in predicting mortality. GAP scoring combination
accuracy and statistical accuracy of oxygen saturation can improve the accuracy in predicting
mortality in patients with head injury.Keywords: GAP Score, Oxygen Saturation, Mortality, Head Injuries.
PENDAHULUAN karena dapat menyebabkan kematian,
Cidera kepala adalah gangguan kecacatan, mengurangi waktu produktif traumatik pada otak yang menimbulkan seseorang karena melibatkan kelompok usia perubahan fungsi atau struktur pada jaringan produktif dan mengakibatkan beban sosial otak akibat mendapatkan kekuatan mekanik ekonomi yang besar pertahun (Spencer et al., eksternal berupa trauma tumpul ataupun
2010; Tjahjadi et al., 2013). Biaya yang harus penetrasi yang menyebabkan gangguan dikeluarkan baik secara langsung maupun fungsi kognitif, fisik maupun psikososial baik tidak langsung akibat kejadian cidera kepala sementara ataupun permanen (Dawodu., 2015 untuk perawatan korban dengan cidera kepala
; Brain Injury Association of America., 2012). lebih dari 60,43 juta dollar per tahun
Cidera kepala mencakup trauma pada kulit (Finkelstein et al., 2006 ; Faul et al., 2015). kepala, tengkorak (cranium dan tulang
Kejadian cidera kepala di seluruh wajah), atau otak. Keparahan cidera dunia terus mengalami peningkatan, terutama berhubungan dengan tingkat kerusakan awal karena adanya peningkatan penggunaan otak dan patologi sekunder yang terkait kendaraan bermotor, khususnya di negara- (Stillwell & Susan, 2011). negara berkembang. WHO memperkirakan
Cidera kepala masih menjadi masalah bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas kesehatan masyarakat di banyak negara akan menjadi penyebab penyakit dan trauma
CaO2 adalah oksigen yang berikatan dalam serum (2-3%) yang dapat ditelusuri dengan kadar PaO2 dan oksigen yang berikatan dengan hemoglobin (97-98%) yang dapat
(GAP Score). Mereka menemukan bahwa skor GAP memprediksi keparahan trauma setara atau lebih baik daripada skor trauma lain. GAP juga lebih dapat digeneralisasi daripada nilai MGAP. Sistem skoring GAP lebih mudah digunakan dan memberikan informasi prediktif yang berharga dari kondisi pasien saat dibawa ke IGD.
cardiac output (CO) dan oxygen content of the arterial blood (CaO2). Komponen dari
Kadar oxygen delivery tergantung dari
delivery (DO2) adalah jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan setiap menit.
terdapat parameter lain yang digunakan untuk mencerminkan derajat keparahan cidera kepala dan memprediksi terjadinya mortalitas pada pasien, salah satunya adalah saturasi oksigen (Arifin, 2008). Saturasi oksigen menggambarkan jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan setiap menit atau disebut dengan Oxygen delivery. Oxygen
trauma scoring system,
Selain
Coma Scale, Age, Systolic Blood Pressure
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
Sistem skoring trauma telah banyak dikembangkan dan digunakan. Kondo et al, (2011) menciptakan sistem skoring Glasgow
Cidera kepala memiliki tingkat mortalitas tinggi, semakin berat derajat cidera kepala berhubungan dengan tingkat kecacatan dan kematian, oleh karena itu mengetahui prognosis cidera kepala dengan penilaian awal yang akurat menjadi sangat penting karena dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai perjalanan et al., 2013). Dengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien.
memperkirakan 2,5 juta orang masuk ke instalasi gawat darurat karena mengalami cidera kepala dengan insiden 579 per 100.000 penduduk dan 52.000 orang mengalami kematian di Amerika Serikat (Faul et al., 2010). Pasien yang telah mendapatkan perawatan di pusat trauma angka kematian di laporkan lebih dari 50% akibat cidera kepala (Dutton et al., 2010). Menurut riset kesehatan dasar kementerian kesehatan (2013) proporsi cidera kepala di Indonesia sebesar 14,9 % dari total cidera yang dialami oleh masyarakat akibat mengalami kecelakaan lalu lintas. Proporsi cidera kepala tertinggi di Propinsi Papua dengan 19,6% kasus dan terendah di Propinsi Kalimantan Barat 10,7% yang dialami oleh kelompok usia 15
centers for disease control and prevention
ketiga terbanyak di dunia (Maas et al., 2008 ; Roozenbeek et al., 2013). Pada tahun 2010
15
- – 59 tahun sebanyak 63,4% (Litbangdepkes, 2013). Di indonesia angka kejadian cidera kepala berat berkisar antara 6% - 12 % dari total keseluruhan kasus cidera kepala dengan angka kematian 25 % - 37 % (Tjahjadi et al., 2013).
16 Jurnal Hesti Wira Sakti,
Penelitian ini menggunakan desain
variabel nilai GAP Score dan saturasi oksigen dengan mortalitas pasien dalam 7 hari perawatan. Sedangkan untuk analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik pada variabel dengan hasil analisis bivariat mempunyai nilai p kurang dari 0,25, dan dilakukan pemilihan model berdasarkan kualitas model baik secara klinis maupun
Whitney untuk mengetahui hubungan antara
Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Mann
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi pasien untuk mengidentifikasi usia, jenis kelamin, nilai ISS, nilai GCS, nilai tekanan darah sistolik (SBP), nilai saturasi oksigen dan data mortalitas pasien.
desain studi retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang pada tanggal 21 Juli – 29 Juli 2016. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 96 data rekam medis pasien yang ditetapkan berdasarkan teknik quota sampling.
observasional analitik dengan pendekatan
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
pada pembuluh darah arteri), yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengenali resiko terjadinya hipoksia jaringan pada pasien cidera kepala. Hipoksia jaringan akan menyebabkan risiko trauma sekunder pada jaringan otak yang akan berakibat pada kematian pasien. Saturasi oksigen perifer di bawah 90% menunjukkan sebuah kondisi hipoksemia (McMulan et al, 2013). Kematian akibat cerebral ishemic terdapat pada 90 % pasien yang meninggal karena cidera kepala sehingga penting untuk menjaga kecukupan oksigenasi pada pasien pasca mengalami cidera kepala yang dilakukan pada saat penanganan awal yang dapat meningkatkan survival rate (Wilensky et al., 2009). Saturasi oksigen memiliki negatif korelasi dengan pre
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis nilai GAP Score dan saturasi oksigen sebagai prediktor mortalitas pasien cedera kepala di RSSA Malang.
sebagai prediktor mortalitas pasien cidera kepala.
pressure (GAP Score) dan saturasi oksigen
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti nilai skor Glasgow coma scale, Age, systolic blood
Pasien yang mengalami cidera kepala memerlukan suplay oksigen yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otak, sehingga saturasi oksigen merupakan salah satu tanda-tanda vital yang wajib di kaji dan di pantau terus menerus pada pasien cidera kepala (Sittichanbuncha et al., 2015 ; Scott et al., 2015).
rendah saturasi oksigen yang dimiliki oleh pasien maka semakin meningkat risiko kematian pada pasien (Sittichanbuncha et al (2015).
hospital mortality, yang bermakna semakin
METODE
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
17
Mortalitas
HASIL PENELITIAN Mati
24
25 Hidup
72
75 Tabel 1 Deskripsi Data Nilai Score GCS, Total 96 100
Umur, Nilai Tekanan Darah Sistolik (SBP), Nilai GAP Score,
Berdasarkan Tabel 2 di atas sebagian
Nilai Saturasi Oksigen, Score ISS
besar sampel cidera kepala adalah laki-laki
Median dengan jumlah 73 orang (76%) dan terdapat (Minimum-Maksimum) 72 sampel (75%) yang hidup setelah
Nilai GCS 11 (3-15) mendapatkan 7 hari perawatan. Umur 36 (18-65)
Tabel 3 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney
Tekanan Darah 110 (54-145) Nilai GAP Score Sistolik
Median
p
Nilai GAP 18,00 (8-24) (Minimum-
Value
Score Maksimum)
Nilai Saturasi 86,50 (65-98) Nilai GAP 18,00 (8-24) 0,000
Oksigen
Score Score ISS 21 (17-38)
(n=96) Uji Mann-Whitney : rerata rangking yang
Berdasarkan Tabel 1 di atas mati 18,19 ; hidup 58,60 didapatkan median nilai GCS sampel adalah
Dari hasil analisis uji Mann-Whitney 11 (3-15), median nilai umur adalah 36 (18- pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa p value
65), median tekanan darah sistolik 110 (54- Nilai GAP Score < 0,05, sehingga dapat
145), median Nilai GAP Score 18 (8-24), disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang median nilai saturasi oksigen adalah 86,50 bermakna antara nilai GAP Score dengan (65-98) dan median score ISS adalah 21 (17- mortalitas pasien cidera kepala dalam 7 hari 38). perawatan.
Tabel 2 Deskripsi data Jenis Kelamin dan Tabel 4 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Mortalitas. Nilai Saturasi Oksigen
Variabel
n % Median p
Jenis Kelamin (Minimum- Value
Perempuan
23
24 Maksimum) Laki-laki
73
76 Nilai 86,50 (65-98) 0,000
18 Jurnal Hesti Wira Sakti,
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
Saturasi 0,848)
Oksigen Constant 23,655
(n=96) Uji Mann-Whitney : rerata rangking yang Dari hasil Tabel 6 dapat disimpulkan mati 21,10 ; hidup 57,63 bahwa saturasi oksigen memiliki pengaruh
Dari hasil analisis uji Mann-Whitney terhadap kematian kematian 7 hari setelah pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa p value mendapatkan perawatan pada pasien cidera dari variabel independen saturasi oksigen kepala dengan nilai signifikansi p=0,000 dan < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan hubungan (OR) atau nilai Exp (B) terdapat perbedaan yang bermakna antara 0,745. nilai saturasi oksigen dengan mortalitas
Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Logistik
pasien cidera kepala dalam 7 hari perawatan. Nilai GAP Score dan Saturasi
Oksigen Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Logistik p RR
Variabel Koefisien Nilai GAP Score value (IK95%) p RR
GAP - 0,678 0,001 0,508 Variabel Koefisien
Score (0,337 GAP - 0,713 0,000 0,490 (0,342 0,764) Score
- – Value (IK95%)
Saturasi - 0,287 0,005 0,750
- – 0,704)
Oksigen (0,613 0,918)
- – Constant 10,514
Berdasarkan hasil Tabel 5 dapat Constant 34,393 disimpulkan bahwa GAP Score memiliki pengaruh terhadap kematian 7 hari setelah
Dari hasil Tabel 7 dapat disimpulkan mendapatkan perawatan pada pasien cidera bahwa nilai GAP score dan saturasi oksigen kepala dengan nilai signifikansi p=0,000 dan memiliki pengaruh terhadap kematian kekuatan hubungan (RR) atau nilai Exp (B) kematian 7 hari setelah mendapatkan 0,490. perawatan pada pasien cidera kepala dengan
Tabel 6 Hasil Analisis Regresi Logistik
nilai signifikansi p = 0,001 (pada GAP Score)
Nilai Saturasi Oksigen dan p = 0,005 (pada saturasi oksigen) dengan p RR kekuatan hubungan (RR) atau nilai Exp (B)
Variabel Koefisien value (IK95%) 0,508 (pada GAP Score) dan 0,750 (pada saturasi oksigen).
Saturasi - 0,294 0,000 0,745
- – oksigen (0,655 Tabel 8 Perbandingan Uji Hosmer And
- – 0,985
Berdasarkan Hasil Uji Mann- Whitney didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) dari hasil ini dapat diambil
0,880 0,046 <0,01 0,791
1. Hubungan Antara Skor Glasgow Coma Scale, Age, Systolic Blood Pressure ( GAP Score) Dengan Mortalitas Pasien Cidera Kepala.
PEMBAHASAN
saturasi oksigen terhadap mortalias pada 7 hari perawatan di atas dapat diketahui bahwa nilai AUC GAP Score (0,921) dapat memprediksi 92,1%, Saturasi Oksigen (0,880) dapat memprediksi 88% serta GAP Score dan saturasi oksigen (0,965) dapat memprediksi 96,5% mortalitas pada pasien cidera kepala pada 7 hari perawatan dengan IK95%.
score, saturasi oksigen, GAP score dan
Berdasarkan Tabel 9 nilai area under curve (AUC) dan gambar 1 Grafik ROC perbandingan kemampuan prediksi nilai GAP
Gambar 1 Grafik Perbandingan antara ROC GAP Score, Saturasi Oksigen, GAP score dan Saturasi Oksigen
0,965 0,020 <0,01 0,926
GAP Score dan Saturasi oksigen
Saturasi Oksigen
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
0,921 0,033 <0,01 0,857
95% GAP Score
Area S.E p CI
Tabel 9 Perbandingan Kemampuan Prediksi AUC GAP Score, Saturasi oksigen, GAP score dan saturasi oksigen
0,967 Dari tabel 8 nilai p value dari persamaan GAP score (0,938), Saturasi oksigen (0,870), persamaan GAP Score dan saturasi oksigen (0,967) dapat disimpulkan bahwa persamaan tersebut sama-sama memiliki kalibrasi yang baik.
Saturasi Oksigen 0,870 GAP Score dan Saturasi Oksigen
GAP Score 0,938 >0,05
p value Paramete r
19 oksigen, GAP score dan saturasi oksigen
- – 0,970
- – 1,000
20 Jurnal Hesti Wira Sakti,
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
kesimpulan terdapat terdapat hubungan antara nilai GAP score dengan mortalitas pada pasien cidera kepala. GAP score merupakan salah satu sistem penilaian fisiologis, yang mudah digunakan dan cepat dalam menghitung dan menyediakan efisiensi dalam pengobatan dengan menentukan keparahan trauma pada tahap awal (Ahun et al, 2014)
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmani et al (2016) yang mengatakan bahwa sistem GAP score lebih kuat daripada sistem lain untuk mengevaluasi kelangsungan hidup pasien baik di IGD maupun di ruang rawat inap. Selain itu, kemudahan menggunakan sistem GAP scoring membuatnya lebih diterima daripada sistem lain. Pada pasien dengan trauma berat atau waktu transfer pre
hospital yang lama akan menyebabkan
risiko tingkat kematian yang tinggi (Hosseinpour,et al, 2015). sehingga penggunaan skor trauma GAP Score pra rumah sakit dapat mengurangi risiko kematian pada pasien dengan membantu personil perawatan merujuk pasien yang mengalami trauma kepala ke pusat perawatan yang tepat.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahun et al (2014) yang meneliti tentang kekuatan prediksi GAP Score pada pasien trauma di Instalasi gawat darurat (ED) dengan membandingkan ISS, RTS, TRISS, bahwa semua sistem skoring signifikan dalam menentukan mortalitas pada pasien (p < 0,001) akan tetapi GAP score secara statistik signifikan dan sensitif dalam memprediksi baik di IGD maupun mortalitas di rumah sakit (p = 0,0001), selain itu sistem GAP skor lebih mudah dihitung baik di pre hospital ataupun pada saat masuk ke IGD. Salama et al (2015) yang melakukan penelitian retrospective di Instalasi gawat darurat
Alexandria Main University Hospital
terhadap 350 pasien dengan cidera kepala menyatakan bahwa nilai GAP Score sangat kuat dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit dan mempunyai hubungan yang signifikan dengan
outcome pasien cidera kepala dengan nilai
p (< 0,001)
2. Hubungan Antara Saturasi Oksigen Dengan Mortalitas Pasien Cidera Kepala.
Dari hasil Uji Mann-Whitney saturasi oksigen memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap mortalitas pasien cidera kepala dengan nilai signifikansi p = 0,001 (p<0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2008) yang mengatakan bahwa saturasi oksigen dapat memprediksi terjadinya mortalitas pada pasien.
Pasien cidera kepala memerlukan
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
21
memenuhi kebutuhan metabolisme otak. Observasi saturasi oksigen dilakukan untuk mencegah dan mengenali resiko terjadinya hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan akan menyebabkan risiko trauma sekunder pada jaringan otak yang akan berakibat pada kematian pasien. Saturasi oksigen perifer di bawah 90% menunjukkan sebuah kondisi hipoksemia (McMulan et al, 2013). Saturasi oksigen yang lebih rendah secara signifikan meningkatkan risiko kematian, pasien dengan saturasi < 80 % memiliki risiko peningkatan tiga kali lipat angka kematian (Chi et al., 2006 ; Scott et al., 2015).
Hipoksia merupakan faktor prediktor terhadap outcome yang buruk pada pasien yang mengalami cidera kepala sedang dan berat sebagai akibat dari risiko tambahan cedera otak sekunder yang di alami oleh pasien, hipoksia yang tercatat sebanyak 27-55% dapat berasal dari tempat kejadian, di dalam ambulan/saat transportasi, atau pada saat kedatangan di instalasi gawat darurat (Bahloul et al, 2011). Pada penelitian ini, median saturasi oksigen pada pasien adalah 86,50 (p <0,001) yang dapat dapat simpulkan bahwa saat masuk ke Instalasi gawat darurat pasien sudah dalam keadaan hipoksia yang dapat di kaitkan dengan outcome yang buruk pada analisis bivariate sehingga meningkatkan risiko
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sittichanbuncha et al (2015) yang menyatakan bahwa saturasi oksigen memiliki negatif korelasi dengan
prehospital mortality yang memiliki
makna Semakin rendah saturasi oksigen yang dimiliki pasien maka semakin meningkat resiko kematian pasien. Setiap kenaikan 1% saturasi oksigen maka akan diikuti oleh penurunan resiko kematian sebesar 8%.
Data-data dari penelitian IMPACT (International Mission for Prognosis and
Clinical Trial) melaporkan bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara kondisi hipoksia setelah cedera dengan
outcome neurologi yang jelek, dan
guideline yang terbaru merekomendasikan untuk mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) diatas 90% dan tekanan parsial oksigen (PaO2) diatas 60 mm Hg setiap saat (shahlei et al, 2011).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ankita et al (2015) telah menyimpulkan bahwa status oksigenasi dari pasien pada saat masuk ke IGD dapat mempengaruhi prognosis pada pasien cedera kepala. dan menjaga kecukupan oksigenasi dapat memberikan prognosis yang baik kepada pasien. Pendapat yang sama di kemukakan oleh Davis et al (2009) yang mengatakan bahwa hipoksemia
22 Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
penurunan outcome terhadap pasien cidera kepala dan dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien.
3. Akurasi GAP Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Cidera Kepala
Hubungan GAP score terhadap mortalitas pasien cedera kepala pada uji bivariat menunjukkan nilai p=0,000 dan akurasi nilai GAP score berdasarkan nilai AUC didapatkan 0,921. Nilai tersebut bermakna GAP sore pada hasil penelitian ini adalah prediktor kuat dalam memprediksi kematian pada pasien cedera kepala dengan probabilitas 100%.
- – 0,99) dan nilai AUC MGAP 0,75 (0,93
- – 0,99).
Skoring trauma penting dilakukan dalam memprediksi keparahan derajat cedera pada saat awal tata laksana. Skoring GAP merupakan salah satu skoring yang memperhatikan penilaian fungsi fisiologi, mudah dan cepat dalam penggunaannya karena terdiri atas komponen penilaian GCS, Age dan SBP, yang masing-masing merupakan prediktor yang kuat dalam memprediksi cedera kepala, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa GAP score memiliki akurasi paling baik dibandingkan skoring trauma lain dalam memprediksi kematian pasien trauma pada jangka pendek nilai AUC 0,933 dan 0,965 (Kondo et al, 2011).
Penelitian Ahun et al (2014) terhadap 100 pasien trauma di Bursa dalam memprediksi kematian 24 jam pasien trauma adalah 0,910 (p<0,001) dan kematian dalam 4 minggu pasca trauma dengan nilai AUC 0,904 (p<0,001), nilai ini lebih besar dari skoring RTS nilai AUC 0,863 dan 0,816 (p=0,001), tetapi memiliki nilai yang sama dengan skoring MGAP nilai AUC 0,910 dan 0,904 (p<0,001).
Penelitian Rahmani (2015) juga menyimpulkan bahwa GAP memiliki kesamaan dengan MGAP dalam akurasi prediksi outcome pasien dengan trauma multiple di IGD, nilai AUC 0,74 (0,80
Penelitian Quiros et al (2015) mengatakan bahwa pasien yang mengalami kematian akibat trauma berat memiliki nilai rerata GAP lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang selamat, sehingga disimpulkan bahwa GAP score adalah alat yang baik dalam memprediksi kematian pasien trauma berat (AUC 0,704).
Hasil penelitian Kondo et al (2011), Ahun et al (2014) menyimpulkan akurasi nilai AUC di atas 0,9, dan merupakan nilai akurasi yang sama didapatkan pada penelitian ini, sedangkan Rahmani (2015) dan Quiros et al (2015) mengutarakan akurasi nilai GAP sekitar 0,70.
Akurasi yang tinggi disebabkan karena GAP mampu memprediksi
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
23
termasuk cedera kepala pada dua kategori waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang yang memiliki prediksi lebih akurat dibandingkan dengan skoring trauma lain (Kondo et al, 2011). MGAP yang memiliki nilai prediksi yang sama, tetapi memiliki kelemahan dari sisi penilaian mekanisme cedera, trauma tembus dianggap memiliki derajat lebih berat daripada trauma tumpul, bagaimanapun nilai ini harus dapat merefleksikan kedua jenis trauma dengan baik, sedangkan skoring TRISS tidak bermakna jika menilai hal tersebut secara anatomi, hasil perhitungan menggunakan skoring TRISS memiliki nilai sedikit lebih baik dibandingkan GAP score dan dapat memprediksi survival, hanya penggunaan skoring ini tidak dapat digunakan pada secara tepat dalam menilai outcome pasien pada tahap awal di IGD (Kondo et al, 2011).
Nilai akurasi yang bervariasi dapat dimungkinkan karena terdapat dua komponen dalam GAP score yang memiliki kelemahan jika dihubungkan dengan mortalitas, menurut Gerdin et al (2016) dikatakan bahwa GCS dan SBP memiliki nilai implikasi positif yang rendah dibandingkan dengan komponen
Age dalam GAP, hal ini disebabkan
pasien yang datang ke IGD cenderung terlambat sehingga perubahan nilai tersebut dapat terjadi.
4. Akurasi GAP Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Cidera Kepala.
Nilai saturasi oksigen memiliki pengaruh terhadap mortalitas pasien cedera kepala dengan arah negatif korelasi, yang artinya setiap penurunan dari nilai saturasi oksigen maka akan diikuti oleh peningkatan risiko kematian pada pasien cedera kepala. Nilai p value dari Hosmer and Lameshow test pada saturasi oksigen sebesar 0,870 dan AUC 0,880 yang berarti persamaan nilai saturasi oksigen mempunyai kemampuan dalam memprediksi mortalitas pasien cedera kepala adalah 88%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan saturasi oksigen memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan tergolong kuat dalam memprediksi mortalitas pasien cedera kepala.
Pasien yang mengalami cedera kepala memerlukan suplai oksigen yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otak. Dengan melakukan observasi terhadap saturasi oksigen dapat mencegah dan mengenali risiko terjadinya hipoksia pada jaringan otak. Hasil ini sesuai dengan pendapat Corwin (2008) yang mengatakan bahwa hipoksia jaringan akan meningkatkan risiko timbulnya trauma sekunder pada jaringan otak yang akan berakibat pada kematian
24 Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
Saturasi oksigen menggambarkan jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan setiap menit atau disebut dengan Oxygen delivery. Kadar oxygen delivery yang salah satu indikatornya adalah saturasi oksigen berhubungan dengan long of stay pasien cidera kepala (Arifin, 2008).
Saturasi oksigen merupakan salah satu indikator penentu yang utama pada suplai oksigen dalam darah ke seluruh jaringan tubuh. Oxygen saturation menggambarkan jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan setiap menit atau disebut dengan Oxygen
delivery. Oxygen saturation merupakan
salah satu monitoring yang harus dilakukan pada pasien dengan cedera kepala (Merenstein et al, 2002)
Menurut hasil penelitian oleh Sittichanbuncha et al. (2015), Oxygen
saturation memiliki negatif korelasi
dengan pre-hospital mortality. Semakin rendah oxygen saturation yang dimiliki pasien maka semakin meningkat risiko kematian pasien. Setiap kenaikan 1%
oxygen saturation maka akan diikuti oleh penurunan risiko kematian sebesar 8%.
5. Perbandingan Akurasi Nilai GAP Score Dan Saturasi Oksigen Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Cidera Kepala.
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa hasil penelitian ini menunjukkan akurasi nilai GAP score dalam memprediksi mortalitas hari ke-7 pasien cedera kepala dalam kategori sangat kuat (92,1%) dan nilai akurasi saturasi oksigen dalam memprediksi kematian pada pasien cedera kepala didapatkan dalam kategori baik (88,0%). Gabungan dari keduanya menunjukkan nilai akurasinya semakin meningkat (96,5%).
Prediksi outcome pasien dalam hal ini prediksi kematian diperlukan oleh para klinisi yang secara periodik melakukan pengembangan terhadap diagnostik dan terapi yang didasarkan atas prognostik pasien. Model prediksi yang akurat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek terhadap outcome pasien cedera kepala membantu klinisi dalam mengambil keputusan tentang sumber daya yang diperlukan dalam penatalaksanaan pasien selanjutnya (Hukkelhoven et al, 2005).
GAP yang merupakan salah satu sistem skoring pada pasien cidera kepala yang terdiri dari komponen GCS, Age dan SBP menurut Perel et al (2012) gabungan dari komponen tersebut adalah prediktor paling baik dalam memprediksi kematian pasien cidera kepala dan dapat digunakan untuk negara berkembang maupun negara maju,
Pernyataan ini sesuai dengan
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
25
Kondo et al (2011) terhadap 35.732 pasien trauma di Jepang pada 114 rumah sakit yang menangani pasien dengan kriteria trauma mayor. Disimpulkan bahwa penghitungan menggunakan GAP yang terdiri dari GCS (3
- – 13), Age (< 60 tahun: 3 poin, ) dan SBP (> 120 mmHg: 6 poin, 60-120 mmHg: 4 poin) secara statistik lebih baik dan lebih akurat dalam memprediksi kematian jangka pendek (0,965) dan jangka panjang (0,933) dibandingkan dengan menggunakan skala/skoring lain (RTS, T-RTS, ISS dan MGAP). Skoring GAP mampu mengklasifikasikan kembali kategori yang digunakan skoring lain dengan hasil lebih baik.
Penelitian lain yang dilakukan Hassler et al (2014) mengatakan bahwa sistem skoring yang digunakan dalam mengklasifikasikan pasien cedera baik MGAP maupun GAP memiliki kalibrasi yang baik dalam memprediksi kematian, hanya skoring GAP sedikit lebih baik dalam diskriminasi (ROC 87,2; 95% CI 86,7 – 87,7 : 86,8; 95% CI 86,2 – 87,3).
Pasien dengan cedera kepala memiliki risiko terhadap hipoksemia yang disebabkan berbagai sebab, termasuk trauma penyerta (trauma multi organ) dan edema paru. Sejumlah pasien dengan komplikasi ini mengakibatkan memanjangnya masa perawatan di ICU dan penggunaan ventilasi mekanik
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Arifin (2008) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar oxygen delivery dengan
length of stay pada pasien cidera kepala
dengan korelasi negatif dan kekuatan korelasi dalam kategori hubungan kuat (p=0,000 (p<0,05); r = - 0,745).
Oksigenasi otak tergantung pada konten yang ada pada darah arteri, aliran darah otak dan aktivitas metabolik dari jaringan otak sendiri. Adanya gangguan pada komponen tersebut akan memperburuk outcome pada pasien cidera kepala (Purins et al, 2012).
Monitoring oksigenasi jaringan otak dapat dilakukan dengan pengukuran non invasif, salah satunya adalah saturasi oksigen. Pengukuran ini mengindikasikan jumlah prosentase oksigen dalam saturasi hemoglobin pada saat pengukuran, meskipun nilai ini tidak dapat menggantikan secara akurat hasil pengukuran tekanan oksigen dalam arteri, tetapi nilai tersebut masih dapat dipertimbangkan dalam beberapa parameter fisiologi pasien, yaitu kadar hemoglobin, temperatur, kemampuan oksigenase, dan prosentase oksigen yang dihirup (Schutz, 2001).
Penelitian yang dilakukan Kellet et
al (2008) menyatakan bahwa terdapat
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kematian pasien dan dapat dijadikan
26 Jurnal Hesti Wira Sakti,
on March 14, 2016 Chi, J.H., Knudson, M.M., Vassar, M.J.
Head Injury. Int J Med Res Health Sci. 4(3):662-666. Arifin, Z. M. (2008). Korelasi Antara
Traumatic Brain Injury: A Prospective Multicenter Study. J
(2006). Prehospital Hypoxia Affects Outcome In Patients With
Davis, D. P., Meade, W., Sise, M. J., Kennedy,F., Simon, F., Tominaga, G., Steele, J., Coimbra, R. (2009).
(2012). About Brain Injury. Retrievedfrom
Brain Injury Association of America.
Kadar Oxygen Delivery Dengan Length Of Stay Pada Pasien Cidera Kepala Sedang. Bandung: Universitas Padjajaran.
Both Hypoxemia And Extreme Hyperoxemia May Be Detrimental In Patients With Severe Traumatic Brain Injury. Journal of Neurotrauma.
Its Prognosis In Patients With
Corwin, M. (2008). Handbook of Pathophysiology.Lippincot William & Wilkin : Philadelphia.
26(12): 7. Dawodu, S.T (2015). Definition and
Pathophysiology: Overview, Epidemiology, Primary Injury. (2015). Retrieved from
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara nilai GAP Score dan saturasi oksigen sebagai prediktor mortalitas pada pasien cidera kepala. Gabungan antara akurasi skoring GAP dan akurasi saturasi oksigen secara statistik dapat meningkatkan akurasi dalam memprediksi mortalitas pada pasien cidera kepala.
KESIMPULAN Hasil penelitian ini menyimpulkan
rumah sakit salah satunya adalah rendahnya saturasi oksigen (<90%). Penelitian Sittichanbuncha (2015) menyimpulkan bahwa saturasi oksigen adalah parameter yang reliabel dan menguntungkan digunakan dalam lingkungan prehospital. Saturasi oksigen memiliki korelasi negatif dengan kematian prehospital, peningkatan 1% saturasi oksigen dapat menurunkan risiko kematian 8%.
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
Trauma 61: 1134 –1141.
DAFTAR PUSTAKA
- –2008. J
A. (2015). Hypoxic Status And
Trauma and Emergency Surgery, 20(4), 241
(2014). Value Of The Glasgow Coma Scale, Age, and Arterial Blood Pressure (GAP) Score for Predicting the Mortality of Major Trauma Patients Presenting to the Emergency Department. Turkish. Journal of
Dutton, R.P., Stansbury, L.G., Leone, S.
(2010). Trauma Mortality In Mature Trauma Systems: Are We Doing Better? An Analysis Of Trauma Mortality Patterns, 1997
Trauma 69: 620 –626.
Faul, M., Xu, L., Wald, M.M. (2010).
Traumatic Brain Injury in the
Ahun, E., Koksal, O., Sigirli, D., Torun, G., Donmez, S. S., & Armagan, E.
- –247. Ankita, S., Kunkulol, R., Meena, S, Sangle,
F.,R.M. (2016). Evaluation of MGAP and GAP Trauma Scores to Predict
Litbang, Depkes. (2013). Riskesdas: Prevalensi Cidera kepala nasional.
Emergencias ; 27 : 371-374
Quirós, A.M., Pérez, A.B., Fernández, A.P., Perilla, P.P., Núñez, A.R., Martínez, A.M., Díaz, M.Q. (2015). Mortality In Patients With otentially Severe Trauma In A Tertiary Care Hospital Emergency Department And Evaluation Of Risk Prediction With The GAP Prognostic Scale.
T., Lecky, F., Bouamra, O., Russell, R,., Faulkner, M., Steyerberg, E.W., Roberts, I. (2012). Predicting Early Death In Patients With Traumatic Bleeding: Development And Validation Of PrognosticModel. BMJ. 2012;345.
Handbook Of Neonatal Intensive Care. Missouri : Mosby,Inc. Perel, P., Prieto, M.D., Shakur, H., Clayton,
Merenstein, G.B., Gardner, S.L (2002).
Military Medicine. 178 (10): 5.
C. J., Voderschmidt, K.,Wayne, B., Branson, R. (2013). Prevalence Of Prehospital Hypoxemia And Oxygen Use In Trauma Patients.
Lindsell,
Lancet Neurol 7: 728
Maas, Andrew I R. Nino Stocchetti, Ross Bullock (2008) Moderate And Severe Traumatic Brain Injury In Adults.
Retrievedf 2016.
Revised Trauma Scoring System To Predict In-Hospital Mortality In The Emergency Department: Glasgow Coma Scale, Age, and Systolic Blood Pressure score. Critical Care, 15(4), R191.
Kondo, Y., Abe, T., Kohshi, K., Tokuda, Y., Cook, E. F., Kukita, I. (2011).
- –41 McMullan, J., Rodrigues, D., Hart, K. W.,
J Neurotrauma 2:1025 –1039..
E., Marmarou, A., Murray, G.D (2005). Predicting Outcome After Traumatic Brain Injury: Development And Validation Of A Prognosis Score Based On Admission Characteristics.
Habbema, J.D., Farace,
Issue) doi: 10.5812/traumamon.28449 Hukkelhoven, C.W., Steyerberg, E.W.,
Trauma Mon ; 20 (Special
Prehospital Care And In Hospital Mortality Of Trauma Patients In Iran.
Hosseinpour, M., Mohammadzadeh, M., Paravar, M., Mirzadeh, A.S (2015).
BMJ ; 346, 1-11.
Chapter 1 - Epidemiology of traumatic brain injury. In G. Jordan & M. S. Andres (Eds.), Handbook of Clinical Neurology (Vol. 127, pp. 3-13): Elsevier. Finkelstein E, Corso PS, Miller TR (2006). The Incidence and Economic Burden of Injuries in the United States, Oxford University Press, New York. Gerdin, M., Roy, N., Khajanchi, M., Kumar, V., Felländer-Tsai, L., Petzold, M.,J. On Behalf Of The Towards Improved Trauma Care Outcomes In India (TITCO). (2016). Validation Of A NovelPrediction Model For Early Mortality In Adult Trauma Patients In Three Public University Hospitals In Urban India. BMC Emergency Medicine, 16, 15. Hemingway, H., Croft, P., Perel, P., Hayden, J.A., Abrams, K., Timmis, A., (2013). Prognosis research strategy (PROGRESS): A Framework For Researching Clinical Outcomes.
National Center for Injury Prevention and Control, Atlanta, GA. Faul, Mark, & Coronado, Victor. (2015).
27 United States: Emergency Department Visits, hospitalizations and Deaths 2002
Eka Putra, Nilai Skor Glasgow Coma, Scale, Age Systolic Blood Pressure
- – 2006. Centers for Disease Control and Prevention.
28 Jurnal Hesti Wira Sakti,
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 13-28
Brain Injury In : Youmans Neurological Surgery, 6th Edition,
Brain Tissue Oxygen And Outcome After Severe Traumatic Brain Injury: A Systematic Review. Critical Care Medecine Journal. 37(6), 2057-2063.
Wilensky, E. M., Gracias, V., Itkin, A., Hoffman, K., Bloom, S., Yang, W., Christian, S., LeRoux, PD. (2009).