Optimasi pembuatan keju dengan variasi suhu dan dosis getah tanaman biduri (calotropis gigantea)

DAFTAR TABEL

1 Kode dan Tak Kode untuk Kombinasi RSM ............................................. 16

2 Kombinasi RSM dan Kode ........................................................................ 16

commit to user

DAFTAR GAMBAR

1 Proses Pembuatan Keju ………….. ........................................................... 13

2 Grafik 3D Optimasi Berat Curd ................................................................. 17

3 Grafik 3D Optimasi Kadar Berat Kering ................................................... 19

4 Grafik 3D Optimasi Kadar Protein ............................................................ 20

5 Grafik 3D Optimasi Kadar Lemak ............................................................ 22

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto Penelitian ........................................................................................... 27

2 Data Curd, Bahan Kering, Protein, Lemak Keju dengan Koagulan Getah Tanaman Biduri (Calotropis gigantea) ........................................... 28

3 Input Data Berat Curd pada Software Matlab 7.1 ..................................... 29

4 Input Data Kadar Bahan Kering pada Software Matlab 7.1 ...................... 35

5 Input Data Kadar Protein pada Software Matlab 7.1 ................................. 41

6 Input Data Kadar Lemak pada Software Matlab 7.1 ................................. 47

commit to user

GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea)

Dody Ikhsan Gunawan

H0507032

RINGKASAN

Proses pembuatan keju tentunya tidak dapat lepas dari enzim protease, sebagai penggumpal casein susu. Selama ini enzim yang digunakan adalah rennet. Penggunaan rennet masih memiliki beberapa kendala, antara lain tidak sesuai dengan prinsip animal wellfare, keterbatasan penyediaan rennet dan mahalnya harga rennet tersebut. Berdasar permasalahan tersebut maka diperlukan alternatif koagulan selain rennet. Tujuan Penelitian ini adalah membangun model statistik dan mengetahui titik optimum pengaruh suhu dan dosis penggunaan getah tanaman biduri (Calotropis gigantea) pada pembuatan keju. Penelitian ini dilaksanakan di Sublab Biologi, Sublab Kimia Laboratorium MIPA Pusat dan Laboratorium Kimia Kesuburan dan Biologi Tanah, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta selama bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012. Materi yang digunakan adalah getah biduri dan susu sapi sebanyak 18 liter. Pembuatan keju dibagi dalam sembilan macam perlakuan dan dua ulangan, setiap ulangan menggunakan susu sebanyak 1 liter. Rancangan penelitian ini menggunakan pola Response Surface Methodology

(RSM) dengan dua faktor, yaitu perbedaan suhu inkubasi (X 1 ) 45; 50; dan 55 0 C dan dosis penggunaan getah (X 2 ) 0,15; 0,20; dan 0,25 gram. Perlakuan yang diberikan P1: suhu 45 0 C + dosis 0,15 g; P2: suhu 45 0 C + dosis 0,20 g; P3: suhu 45 0 C + dosis 0,25 g; P4: suhu 50 0 C + dosis 0,15 g; P5: suhu 50 0 C + dosis 0,20 g; P6: suhu 50 0 C + dosis 0,25 g; P7: suhu 55 0 C + dosis 0,15 g; P8: suhu 55 0 C+ dosis 0,20 g; P9: suhu 55 0 C + dosis 0,25 g; Peubah yang diamati meliputi berat curd , kadar bahan kering, kadar protein dan kadar lemak. Hasil penelitian ini didapatkan model statistik untuk optimasi berat curd

Ŷ=54,8201+ (1,9425X 1 )+ (8,9378X 2 )- (0,4723X 1 2 )- (0,3283X 2 2 )+ (6,0434X 1 X 2 );

commit to user

ii

Ŷ=45,1979- (1,9425X 1 )- (8,9378X 2 )+ (0,4723X 1 2 )+ (0,3283X 2 2 )- (6,0434X 1 X 2 ); bahan kering 49,74%, suhu 47,20 0 C dan dosis 0,12 gram. Optimasi kadar protein Ŷ=19,7050+ (0,6550X 1 )- (0,1325X 2 )- (1,4350X 1 2 )+ (2,3575X 2 2 )+ (0,2925X 1 X 2 ); kadar protein 20,40%, suhu 50,07 0 C dan dosis 0,21 gram. Optimasi kadar lemak Ŷ=18,4752+ (0,9179X 1 )- (0,6440X 2 )+ (1,9562X 1 2 )- (3,3790X 2 2 )+ (1,6584X 1 X 2 );

kadar lemak 17,50%, suhu 49,31 0 C dan dosis 0,19 gram.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah berat curd optimum 50,26 gram dan kadar berat kering optimum 49,74% didapatkan dengan menggunakan kombinasi

suhu 47,20 0 C dan dosis getah 0,12 gram. Kadar protein optimum 20,40% dengan kombinasi suhu 50,07 0 C dan dosis 0,21 gram. Kadar lemak optimum 17,50%

dengan kombinasi suhu 49,31 0 C dan dosis 0,19 gram.

Kata kunci : Keju, optimasi, Respon Surface Metodologi, getah biduri, suhu, dosis

commit to user

iii

AND DOSAGE BIDURI (Calotropis gigantea) LATEX

Dody Ikhsan Gunawan H0507032

Summary

Cheese production process can not be rid of protease enzym as milk casein coagulant. All this time, enzym was used is rennet. Using of rennet still have some trouble, that are unappropriate principle of animal wellfare, restrictiveness suppliying of rennet, and it is expensive price. Based on these problem we need find another coagulant alternative except rennet. This research aims to construct statistic model and find out the optimum area of temperature influence and utilizing dosage of biduri (Calotropis gigantea) plant secretion in cheese production. This research was done in Biology Sub Laboratory, Central MIPA Chemistry Sub Laboratory and Laboratory of Chemical and Biological Soil Fertility, Agroteknology Department, Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta on November 2011 – March 2012. The utilized material was biduri’s latex and 18 liters cow milk. Cheese production was divided into nine kinds treatment and twice repetition, and each repetition used one liter cow milk. This program research used Response Surface Methodology (RSM) by two

factors are different incubation temperature of (X 1 ) 45; 50; and 55 0 C and latex used dosage (X 2 ) of 0,15; 0,20; dan 0,25 gram. The utilized treatment which given P1: temperature of 45 0 C + dosage of 0,15 g; P2: temperature of 45 0 C+ dosage of 0,20 g; P3: temperature of 45 0 C + dosage of 0,25 g; P4: temperature of 50 0 C + dosage of 0,15 g; P5: temperature of 50 0 C + dosage of 0,20 g; P6: temperature of 50 0 C + dosage of 0,25 g; P7: temperature of 55 0 C + dosage of 0,15 g; P8: temperature of 55 0 C + dosage of 0,20 g; P9: temperature of 55 0 C + dosage of 0,25 g. The result of this research was statistic model to optimization curd weight Ŷ=54,8201+ (1,9425X 1 )+ (8,9378X 2 )- (0,4723X 1 2 )- (0,3283X 2 2 )+ (6,0434X 1 X 2 );

commit to user

iv

dry matter content was Ŷ=45,1979- (1,9425X 1 )- (8,9378X 2 )+ (0,4723X 1 2 )+ (0,3283X 2 2 )- (6,0434X 1 X 2 ); dry matter of 49,74%, temperature of 47,20 0 C and

dosage of 0,12 gram. Optimization protein content Ŷ=19,7050+ (0,6550X 1 )- (0,1325X 2 )- (1,4350X 1 2 )+ (2,3575X 2 2 )+ (0,2925X 1 X 2 ); protein content 20,40%, temperature of 50,07 0 C and dosage of 0,21 gram. Optimization fat content Ŷ=18,4752+ (0,9179X 1 )- (0,6440X 2 )+ (1,9562X 1 2 )- (3,3790X 2 2 )+ (1,6584X 1 X 2 ); fat content 17,50%, temperature of 49,31 0 C and dosage of 0,19 gram. The conclusion of this research is optimal curd weight is 50,26 gram and optimal dry matter content is 49,74% was gotten by using combination between

temperature of 47,20 0 C and latex dosage 0,12 gram. Optimal protein content of 20,40% was combined to temperature of 50,07 0 C and 0,21 g dosage. Optimal fat content of 17,50% was combined to temperature of 49,31 0 C and latex dosage of 0,19 gram.

Keywords : Cheese, optimization, Response Surface Methodology, biduri latex, temperature, dosage

commit to user

A. Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang bernilai gizi tinggi. Hampir semua kandungan susu dapat diserap tubuh, oleh karena itu tidak mengherankan kalau susu dikatakan sebagai bahan makanan sempurna. Susu tidak seperti produk hasil ternak lainnya, susu lebih mudah rusak daripada daging apalagi telur. Berdasarkan permasalahan tersebut maka banyak teknologi dan inovasi dilakukan untuk mengawetkan susu.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengolah susu menjadi keju. Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang memiliki hampir semua kandungan susu. Keju diperoleh dengan memisahkan protein dalam susu melalui proses penggumpalan atau koagulasi dengan bantuan enzim. Proses tersebut akan menghasilkan protein (casein) susu yang menggumpal lebih dikenal dengan sebutan curd dan protein (lactoglobulin dan lactalbumin) yang cair lebih dikenal dengan sebutan whey.

Hal yang harus dipersiapkan dalam pembuatan keju selain susu adalah penggumpal protein (casein) dalam susu. Proses penggumpalan susu tersebut terjadi secara enzimatis yang dibantu oleh enzim proteolitik. Selama ini enzim yang digunakan dalam pembuatan keju berasal dari ekstrak abomasum mamalia yang belum disapih atau lebih dikenal dengan sebutan rennet. Enzim yang terkandung dalam rennet salah satunya adalah enzim protease (rennin) yang dapat menggumpalkan protein susu. Rennet juga mengandung enzim protease lain selain rennin yaitu pepsin, tetapi rennin jauh lebih baik dalam menggumpalkan casein susu dibanding dengan pepsin, peranan rennin pada hakikatnya adalah untuk memecahkan ikatan peptida (Winarno, 1986). Rennet dapat memecah struktur koloidal dari kappa casein sehingga dapat menghidrolisis casein (Nurliyani et al., 2008).

Cara memperoleh rennet yaitu dengan mengekstrak isi abomasum mamalia seperti kambing, sapi, kerbau dan babi. Rennet yang bagus diambil dari mamalia umur 1-7 hari, karena kandungan rennin-nya masih tinggi.

commit to user

animal wellfare dan keterbatasan produksi rennet sehingga mengakibatkan mahalnya harga rennet tersebut. Negara Indonesia juga belum bisa memproduksi rennet sendiri, maka dari itu perlu dicari alternatif pengganti penggunaan rennet dalam pembuatan keju (Mulyani dan Legowo, 2009).

Salah satu alternatif yang akan dijajaki adalah penggunaan getah tanaman biduri (Calotropis gigantea). Tanaman ini banyak mengandung getah terutama pada jaringan yang masih muda dan di dalam getah tersebut terkandung enzim protease (Murtini dan Qomarudin 2003). Getah dari tanaman biduri dapat menghidrolisis casein, fibrinogen dan fibrin kasar dengan dosis tertentu (Joshi et al., 2011). Witono dan Widjanarko (2008) menyatakan bahwa protease biduri mempunyai kemampuan menghidrolisis

59 gram casein tiap menit, sehingga dapat diartikan getah tanaman biduri mempunyai kemampuan dalam mengumpalkan casein pada pembuatan keju. Enzim protease biduri merupakan eksopeptidase (memotong ikatan peptida dari sisi luar). Aktivitas enzim protease biduri dapat dipengaruhi dengan penambahan beberapa aktivator dan inhibitor. Enzim ini digolongkan sebagai protease sulfihidril, karena aktivitasnya dapat meningkat dengan

penambahan NaCl dan KCl pada berbagai konsentrasi, CaCl 2 , MgCl 2 dan BaCl 2 pada konsentrasi 1 mM, tetapi akan terjadi penurunan aktivitas pada konsentrasi 5 mM. Enzim ini juga turun aktivitasnya dengan penambahan FeCl 3 dan EDTA (Ethylenediamine tetracetic acid) pada berbagai konsentrasi, sedangkan dengan penambahan sistein pada konsentrasi 1 mM dan 5mM aktivitasnya meningkat (Saputri, 2011).

Masih banyak faktor yang mempengaruhi kinerja enzim, selain aktivator dan inhibitor kinerja enzim juga dapat dipengaruhi suhu dan dosis penggunaan enzim tersebut. Komponen penyusun enzim adalah protein yang mana aktifitas protein ini sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan pH. Enzim juga mempunyai sifat bekerja secara spesifik terhadap substrat tertentu, maka kinerja enzim juga akan dipengaruhi oleh dosis penggunaan enzim tersebut. Melalui penelitian ini dapat diketahui titik optimum penggunaan enzim

commit to user

penggunaan. Hasil penelitian ini diharapakan penggunaan enzim protease dalam getah tanaman biduri dapat digunakan sebagai alternatif koagulan pada pembuatan keju.

B. Rumusan Masalah

Proses pembuatan keju tentunya tidak dapat lepas dari enzim protease, sebagai pengental casein susu. Selama ini enzim yang digunakan adalah rennet . Penggunaan rennet masih memiliki beberapa kendala, antara lain tidak sesuai dengan prinsip animal wellfare, keterbatasan penyediaan rennet dan mahalnya harga rennet tersebut. Berdasar permasalahan tersebut maka diperlukan alternatif koagulan selain rennet. Berdasar beberapa penelitian ternyata getah biduri dapat menghidrolisis casein, fibrinogen dan fibrin kasar dengan dosis tertentu dan mempunyai kemampuan menghidrolisis 59 gram casein tiap menit, karena di dalam getah tanaman biduri tersebut terkandung enzim protease. Enzim protease biduri merupakan eksopeptidase (memotong ikatan peptida dari sisi luar). Kinerja enzim tersebut juga sudah diuji aktifitasnya terhadap aktivator dan inhibitor, tetapi perlu diteliti lebih lanjut mengenai aktifitasnya terhadap faktor suhu dan dosis penggunaan pada pembuatan keju.

Enzim merupakan protein yang kinerjannya sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan pH, selain itu enzim bekerja secara spesifik terhadap substrat tertentu dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk dosis penggunaan. Secara ilmiah kedua faktor tersebut dapat dikombinasikan dan bisa dicari titik optimum dari kombinasinya. Hasil penelitian ini akan mendapatkan titik optimum kinerja enzim protease pada getah tanaman biduri terhadap kombinasi faktor suhu dan dosis penggunaan. Peubah penelitian yang dipakai merupakan parameter pembanding kualitas keju dengan enzim rennet. Harapannya dari hasil penelitian ini nantinya merupakan salah satu terobosan dalam mengatasi kendala-kendala penggunaan rennet.

commit to user

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah 1. Membangun model statistik pengaruh suhu dan dosis penggunaan getah tanaman biduri (Calotropis gigantea) terhadap kualitas keju.

2. Mengetahui titik optimum kinerja enzim protease dari getah tanaman biduri (Calotropis gigantea) terhadap kombinasi faktor suhu dan dosis penggunaan pada pembuatan keju.

commit to user

A. Susu

Susu menurut Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat. Susu dipandang dari segi peternakan adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi atau ternak lain yang sedang laktasi, dan dilakukan pemerahan dengan sempurna, tidak termasuk kolostrum serta tidak ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen (Soeparno et al., 2001).

Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklat- coklatan. Warna putih pada susu dan penampakannya adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat. Sedangkan bahan utama yang memberikan warna kekuning-kuningan adalah karoten dan ribloflavin. Jenis sapi dan jenis pakan juga dapat mempengaruhi warna susu (Buckle et al., 1987).

Ada tiga macam protein utama yang terkandung dalam susu, yaitu casein, lactalbumin dan lactoglobulin. Ketiga macam protein tersebut terdapat dalam bentuk koloid, tidak membentuk lapisan dan secara seragam berdispersi di dalam susu (Mukhtar, 2006).

B. Keju

Menurut Daulay (1991), keju adalah produk alami yang dibentuk dengan proses pemekatan selektif dari komponen-komponen susu yang tidak larut dalam air. Panas, asam, garam dan bakteri, secara individual ataupun secara bersama-sama, memegang peranan penting dalam mengubah pekatan komponen tersebut menjadi makanan segar atau kemudian dengan bantuan mikroorganisme lain dan enzim-enzim menjadi makanan peraman yang dikenal sebagai keju.

Keju adalah salah satu produk susu fermentasi berbentuk padat, keju dapat dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan tekstur yaitu soft, semisoft, hard dan very hard sedang berdasar ripening dibagi dua yaitu

commit to user

tiganya dan unripened (Soeparno et al., 2001). Surat keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik Indonesia nomor : hk.00.05.52.4040 tanggal: 9 Oktober 2006, tentang kategori pangan, keju adalah produk segar atau hasil pemeraman berbentuk padat atau semi padat yang diperoleh dengan cara menggumpalkan susu, krim, susu skim, komponen susu, susu rekombinasi, susu rekonstitusi atau campurannya dengan rennet atau enzim penggumpal (asal hewan, tanaman atau mikroba) atau asam dengan persyaratan kadar lemak susu dan kadar air yang tergantung dari jenisnya. Keju tanpa pemeraman (keju mentah) adalah keju yang tidak diperam (dimatangkan) yang siap santap, termasuk diantaranya adalah keju cottage, keju cottage yang ditambah krim, keju krim, keju Neufchatel mozzarella . Keju cottage (cottage cheese) adalah keju lunak tanpa pemeraman yang dibuat dari susu segar atau susu segar yang dihilangkan lemaknya atau susu rekombinasi.

Keju dapat diklasifikasikan dalam berbagai macam dan jenis keju. Hal ini tergantung pada dimana keju itu dibuat, jenis susu yang dipakai, metode pembuatannya dan perlakuan yang dipergunakan untuk pematangannya. Ada dua cara umum untuk mengklasifikasi keju didasarkan pada sifat-sifat teksturnya dan pada cara pematangannya. Keju dapat dianggap sebagai keju lunak dengan kadar air lebih dari 40%, atau sebagai setengah lunak atau setengah keras dengan kadar air 36-40% atau sebagai keras dengan kadar air 25-36% dan sangat keras jika kadar airnya kurang dari 25%. Keju dapat dimatangkan dengan bakteri, jamur, berbagai gabungan antara bakteri dan jamur, atau dapat juga dibiarkan tanpa dimatangkan (Buckle et al., 1987).

Penggolongan keju berdasarkan kadar lemak yaitu keju dengan kadar lemak lebih dari 60% tergolong keju dengan lemak tinggi, 45 – 60% tergolong keju susu penuh, 25 – 45% tergolong keju dengan kadar lemak sedang,

10 – 25% tergolong keju rendah lemak, dan keju dengan kadar lemak kurang dari 10% tergolong keju susu skim (Widodo, 2003).

commit to user

Proses pembentukan keju membentuk dua golongan protein yaitu protein menggumpal yang disebut curd yang akan menjadi keju melalui proses pembuatan selanjutnya dan protein terlarut yang disebut whey (Murti, 2004). Curd adalah gumpalan yang terbentuk oleh aktivitas koagulan yaitu campuran enzim yang mempunyai aktivitas. Whey merupakan protein yang tidak mengalami presipitasi karena asam, dan mencerminkan sekitar 20% dari total kandungan protein. Whey merupakan hasil samping (by product) dari pembuatan keju (Murti, 2004).

Prinsip pembuatan keju adalah koagulasi protein susu, terutama kasein. Koagulasi atau penggumpalan susu adalah perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan (curd). Proses koagulasi atau penggumpalan kasein di dalam susu dapat disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas, atau kombinasi dari ketiganya (Walstra et al., 1999 cit. Prayitno, 2011).

Pendukung reaksi penggumpalan protein susu dalam pembuatan keju ada dua proses yaitu hidrolisis enzimatik kappa casein dan proses non enzimatik berupa aglomerisasi misel casein. Kombinasi kedua proses tersebut menyebabkan perubahan fisik susu yang disebut penggumpalan. Pengikatan lemak terjadi melalui pembentukan ikatan silang atau maktriks gel selama proses penggumpalan berlangsung (Yuniwati, 2008).

D. Biduri (Calotropis gigantea)

Biduri merupakan tumbuhan perdu, berumur menahun, tinggi + 2 m. Akar tunggang, batang aerial, berkayu, silindris, warna putih, permukaan halus, percabangan simpodial (batang utama tidak tampak jelas). Daun tunggal, tidak bertangkai (sesilis), tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau keputih-putihan, panjang 8 – 20 cm, lebar 4 - 15 cm, helaian daun agak tebal, bentuk bulat telur, ujung tumpul (obtusus), pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan kasar (scaber). Bunga majemuk, bentuk payung (umbrella), muncul dari ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna hijau, mahkota berwarna

commit to user

bulat telur, warna hijau, bentuk dengan biji lonjong, kecil - berwarna cokelat. Perbanyaan biji secara generatif (Anonimus, 2008).

Biduri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman semak yang tumbuh secara liar pada tanah marginal di daerah tropis. Tanaman ini banyak mengandung getah (terutama pada jaringan yang masih muda), dan di dalam getah tersebut terkandung enzim protease. Tanaman sejenis yaitu Calotropis procera dapat digunakan sebagai sumber enzim protease. Berdasarkan paradigma kemotaksonomi yang menyatakan bahwa tanaman dari jenis yang sama memiliki kemiripan dalam komposisi kimia, maka tanaman biduri berpeluang sebagai sumber enzim protease (Murtini dan Qomarudin 2003).

Koagulan-koagulan tanaman yang telah digunakan pada pembuatan keju adalah getah dari pohon ara (Ficus carica). Ekstrak ini sudah digunakan sejak jaman dahulu di tempat-tempat yang terdapat pohon ara. Ekstrak-ekstrak lain yang berasal dari tanaman yang dapat menggumpalkan susu beberapa diantaranya mempunyai aktivitas proteolitik yang terlalu kuat sehingga menimbulkan cita-rasa yang sangat pahit pada keju (Daulay, 1991).

Getah biduri dapat menghidrolisis casein, fibrinogen dan fibrin kasar dengan dosis tertentu (Joshi et al., 2011). Protease biduri diekstraksi dari getah dengan menggunakan amonium sulfat 35-80%, didialisis dan kemudian dimurnikan melalui kolom gel Sephadex G-25 yang ada didalam CM Sephadex C-50. pH optimum adalah 7 dan suhu 55 o

C. Nilai dari Km biduri yang dianalisis adalah 21,63 g/ml dan reaksi kecepatan maksimal (Vmax) adalah 18,9 mg/ml/menit. Analisis SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulfate- polyacrylamide gel electrophoresis ) menunjukkan berat molekul protease adalah 25,2 kD. Protease akan tidak aktif pada temperatur 90 o

C selama 10 menit, atau 60 o

C selama 30 menit (Witono dan Widjanarko 2008). Hasil penelitian Saputri (2011) menunjukkan bahwa enzim protease biduri merupakan eksopeptidase (memotong ikatan peptida dari sisi luar). Enzim ini dapat meningkat aktivitasnya dengan penambahan NaCl dan KCl

pada berbagai konsentrasi, CaCl 2 , MgCl 2 dan BaCl 2 konsentrasi 1 mM, akan

commit to user

turun aktivitasnya dengan penambahan FeCl 3 dan EDTA (Ethylenediamine tetracetic acid ) pada berbagai konsentrasi, sedangkan dengan penambahan sistein pada konsentrasi 1 mM dan 5mM, aktivitasnya meningkat sehingga enzim protease biduri digolongkan sebagai protease sulfihidril. Derajat hidrolisa pada substrat spesifik termasuk tertinggi didapatkan pada substrat miofibril ikan dan miofibril daging.

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012, pengeringan getah biduri, pembuatan keju dan analisis fisik keju dilaksanakan di Sublab Biologi Laboratorium MIPA Pusat. Analisis sifat kimia keju dilaksanakan di Sublab Kimia Laboratorium MIPA Pusat dan Laboratorium Kimia Kesuburan dan Biologi Tanah, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pengujian aktivitas enzim protease biduri dilaksanakan di Laboratorium Chem-Mix Pratama, Bantul, Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan yang digunakan untuk pembuatan keju adalah susu sapi, getah biduri kering dan CaCO 3. Analisis kadar protein keju menggunakan larutan

H 2 SO 4 pekat, katalisator CuSO 4 , K 2 SO 4 , NaOH 40%, HCl 0,1 N, asam boraks 0,1 N, indikator mix, indikator pp. Analisis kadar lemak menggunakan petroleum ether. Uji aktivitas protease biduri menggunakan ninhidrin 0,3%, TCA 20%, etanol 50%, casein 2%.

2. Alat yang digunakan meliputi alat tulis, oven, panci, pasteurisator, inkubator, desikator, tang cruise, pH meter, thermometer, alat pres, beban, erlenmeyer, patridis, pipet ukur, gelas beker, gelas ukur, plastik, alumunium foil, statif, labu kjeldahl, timbangan analitik, kertas saring, waterbath, soxhlet, magnetik stirrer, hot plate, sentrifuse, refrigerator dan spektrofotometer.

C. Persiapan Penelitian

1. Penyadapan dan pengeringan getah tanaman biduri Getah diambil dari jaringan muda tanaman biduri (lebih kurang lima senti meter dari pucuk batang) yang dipatahkan sampai getah keluar, getah ditampung dan dikumpulkan dalam gelas. Getah yang sudah didapat

commit to user

2. Pengujian aktifitas enzim protease tanaman biduri Pengujian aktifitas enzim perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja enzim protease biduri. Uji aktivitas protease biduri (Chem-Mix Pratama, 2010) dilakukan dengan cara :

a) Ekstrak biduri ditimbang sebanyak 50 mg dan ditambah buffer pH 7

b) Dimasukkan dalam casein 2%

c) Diinkubasi dalam waterbath suhu 40 o C selama 1 jam

d) Ditambah TCA 20% sebanyak 10 ml

e) Disentrifugase selama 10 menit pada 3500 rpm

f) Diambil 1 ml filtrat jernih dan dimasukkan dalam tabung reaksi

g) Ditambah 2 ml Ninhidrin

h) Dipanaskan dalam waterbath selama 15 menit sampai berubah menjadi warna ungu

i) Ditambah etanol 50% sampai 10 ml j) Divortex  Optical Density dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 570 nm (OD = y = 0,720) k) Hasil kemudian dimasukkan dalam rumus regresi linier; Y= a + bX

Keterangan:

Y= variabel dependen X= variabel independen

a = intersep (perpotongan), dan

b = koefsien regresi

D. Tata Laksana Penelitian

1. Macam Penelitian Penelitian optimasi pembuatan keju dengan variasi suhu dan dosis getah tanaman biduri (Calotropis gigantea) merupakan penelitian eksperimental.

commit to user

2. Pembuatan Keju (modifikasi Hutagalung, 2008) Susu dipasteurisasi pada suhu 63 o C selama 30 menit dan dicampur sesuai perlakuan dalam penelitian. Diinkubasi selama 24 jam sampai terbentuk curd. Bahan diangkat dan disaring untuk memisahkan curd dan whey . Setelah curd terpisah, curd yang didapat ditimbang dengan timbangan analitik kemudian ditambahkan garam 2% lalu dimasukkan kedalam cetakan, dipress selama 4 jam. Selepas dari cetakan dibungkus dengan alumunium foil, dimasukkan dalam plastik clip, dimasukkan dalam toples dan disimpan dalam lemari pendingin 14 o C selama 1 hari. Hasilnya dianalisis kualitas kimia (kadar air, kadar protein dan kadar lemak).

Susu Sapi

Pasteurisasi selama

30 menit pada suhu

63 o C

Curd terbentuk

Curd dipisahkan dari whey

Curd ditimbang dan digarami (uji fisik)

dimasukkan ke lemari pendingin

14 o C selama 24 jam

Uji kimia (kadar air, kadar protein dan kadar lemak)

Ditambah NaCl

2%, dipres

dan dicetak

Dicampur sesuai perlakuan dalam penelitian

Suhu x Dosis = 45 0 P C x 0,15 g 1

Suhu x Dosis = 45 0 P C x 0,20 g 2

Suhu x Dosis = 45 0 P C x 0,25 g 3

Suhu x Dosis = 50 0 P C x 0,15 g 4

Suhu x Dosis = 50 0 P C x 0,20 g 5

Suhu x Dosis = 50 0 P C x 0,25 g 6

Suhu x Dosis = 55 0 P C x 0,15 g 7

Suhu x Dosis = 55 0 P C x 0,20 g 8

Suhu x Dosis = 55 0 P C x 0,25 g 9

commit to user

3. Peubah penelitian

a) Uji Kualitas Fisik Berat Curd dihitung dengan melakukan penimbangan Curd yang terbentuk menggunakan timbangan analitik.

b) Uji kualitas kimia

1) Kadar air (Sudarmaji et al., 1989) Kadar air dilakukan dengan cara pengeringan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus:

M=

× 100%

Keterangan: M = kadar air

= berat air sampel = berat sampel setelah pengeringan

2) Kadar Bahan kering (Sudarmaji et al., 1989), dihitung dengan berat

keju dikurangi kadar air.

3) Kadar protein (Sudarmaji et al., 1989) Kadar protein dengan menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini menggunakan unit destruksi Gerhardt kjeldaterm. Persentase dihitung dengan menggunakan rumus:

KP =

x 6,38

Keterangan: KP

= kadar protein

14,008

= berat molekul nitrogen

N NaOH = normalitas NaOH 6,38

= faktor konversi keju

4) Kadar lemak (Apriyantono et al., 1989) Kadar lemak ditetapkan dengan cara ekstraksi menurut soxhlet , sebagai contoh sebanyak 5 g dan dikeringkan dalam oven 100 o

C, dimasukkan ke dalam selongsong dari kertas saring dan

commit to user

ether, kemudian diekstrak selama 3 jam, lalu selongsong dengan bahan dikeringkan dalam oven selama 45 menit dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, ditimbang sampai beratnya seimbang. Perbedaan berat sebelum dan sesudah ekstrasi per berat contoh merupakan persentase lemak yang terekstrasi.

KL =

× 100%

Keterangan: KL = kadar lemak

= berat kering sebelum diekstrasi = berat kering sesudah diekstrasi

E. Perancangan Penelitian dan Analisis Data

Perancangan penelitian ini menggunakan pola Response Surface Methodology (RSM). RSM adalah kumpulan teknik matematis dan statistik yang digunakan untuk pemodelan dan analisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah untuk mengoptimasi respon tersebut (Montgomery, 1991 cit. Oramahi, 2008). Hasil (Y) yang didapat akan optimum jika faktor X juga optimum.

Penelitian ini menggunakan 2 faktor, yaitu perbedaan suhu inkubasi (X 1 ) dan dosis penggunaan getah (X 2 ), karena dua faktor tersebut saling mempengaruhi kinerja enzim. Hal ini sesuai dengan fungsi RSM yaitu dapat mencari titik optimum antara lebih dari satu faktor yang berpengaruh atau kombinasi beberapa faktor sekaligus.

Adapun faktor 1 suhu inkubasi 45 0 C, 50 0 C dan 55 0 C, berdasar pada penelitian Witono dan Widjanarko (2008). Faktor 2 dosis penggunaan 0,15 g, 0,20 g dan 0,25 g, berdasar hasil pralab yang telah dilakukan. Adapun kode eksperimen seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Data dianalisis menggunakan software matlab 7.1.

commit to user

Tabel 1. Kode dan Tak Kode untuk Kombinasi RSM Kode Eksperimen -1 0 1

Suhu (X 1 ) 45 0 50 0 55 0

Dosis (X 2 ) 0,15 0,20

0,25

Keterangan : -1) : Nilai variabel terendah, 0) : Nilai variabel medium,

1) : Nilai variabel tertinggi

Penelitian ini dilakukan dua kali ulangan dalam setiap perlakuan, sehingga dihasilkan 18 kombinasi RSM dalam kode X 1 dan X 2 . Kombinasi RSM dalam kode disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kombinasi RSM dan Kode

Ket: Run adalah sampel perlakuan

commit to user

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Berat Curd

Data berat curd dari masing-masing sampel yang didapat diolah menggunakan software matlab 7.1 sehingga dihasilkan persamaan a Ŷ=54,8201+(1,9425X 1 )+(8,9378X 2 )-(0,4723X 1 2 )-(0,3283X 2 2 )+(6,0434X 1 X 2 ). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung X 0 dan Y 0 yang merupakan titik optimum berat curd dari kombinasi suhu dan dosis getah biduri. Kode optimum yang didapatkan untuk suhu -0,57 dan tak kode

47,20 0 C, sedangkan untuk dosis adalah kode -1,54 dan tak kode 0,12 gram dan Y 0 yang didapatkan 50,26 gram.

Gambar 2. Grafik 3D Optimasi Berat Curd Berdasarkan grafik dan persamaan a di atas dapat diuraikan bahwa untuk mendapatkan berat curd optimum sebesar 50,26 gram, harus menggunakan kombinasi suhu 47,20 0 C dan dosis getah biduri 0,12 gram. Proses terbentuknya curd dikarenakan rusaknya ikatan peptida pada senyawa protein dalam susu, sehingga protein tersebut menggumpal (terdenaturasi).

commit to user

hanya casein susu yang bisa menggumpal. Lactalbumin dan lactoglobulin tetap dalam bentuk cair. Walstra et al., (1999) cit. Prayitno, (2011) menyatakan proses koagulasi atau penggumpalan casein susu dapat disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas, atau kombinasi dari ketiganya. Penelitian ini menggunakan getah tanaman biduri yang di dalamnya terdapat enzim protease. Enzim protease biduri merupakan eksopeptidase, yaitu enzim yang bekerja dengan cara memotong ikatan peptida dari sisi luar sehingga dimungkinkan casein susu dapat digumpalkan menjadi curd (Saputri, 2012).

Banyak sedikitnya curd yang diperoleh tergantung pada kemampuan enzim untuk menghidrolisis casein susu. Semakin banyak casein yang digumpalkan semakin banyak curd yang dihasilkan (Rahman et al., 1992). Standar curd yang terbentuk dalam pembuatan keju komersial menurut Walstra et al., (1999) berkisar 10 – 30% dari total susu yang di olah atau dalam 1 L susu yang di olah dapat menghasilkan curd sekitar 100 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim protease dari getah tanaman biduri potensial sebagai koagulan dalam pembuatan keju.

B. Optimasi Kadar Bahan Kering

Data kadar bahan kering dari masing-masing sampel yang didapat diolah menggunakan software matlab 7.1 sehingga dihasilkan persamaan b Ŷ=45,1979-(1,9425X 1 )-(8,9378X 2 )+(0,4723X 1 2 )+(0,3283X 2 2 )-(6,0434X 1 X 2 ). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung X 0 dan Y 0 yang merupakan titik optimum kadar bahan kering dari kombinasi suhu dan dosis getah biduri. Kode optimum yang didapatkan untuk suhu kode -0,57 dan tak

kode 47,20 0 C, sedangkan untuk dosis adalah kode -1,54 dan tak kode 0,12 gram dan Y 0 yang didapatkan 49,74%.

commit to user

Gambar 3. Grafik 3D Optimasi Kadar Berat Kering Berdasarkan grafik dan persamaan b di atas dapat diuraikan bahwa untuk mendapatkan kadar bahan kering optimum sebesar 49,74%, harus menggunakan kombinasi suhu sebesar 47,20 0 C dan dosis sebesar 0,12 gram. Pembentukan bahan kering pada keju dipengaruhi oleh aktivitas enzim dalam menghidrolisis substrat. Semakin meningkatnya aktivitas hidrolisis semakin banyak air yang digunakan sehingga mengurangi kadar air dalam curd. Kadar bahan kering adalah kebalikan dari kadar air, jika kadar air menurun maka kadar bahan keringnya meningkat (Marlina, 2007).

Suhu dan dosis optimum yang didapat pada kadar berat kering (persamaan b ) sama dengan suhu dan dosis optimum pada berat curd (persamaan a ). Hal ini disebabkan semakin banyak curd yang dihasilkan,

semakin rendah kadar airnya, sehingga otomatis kadar bahan keringnya tinggi. Pembentukan bahan kering pada keju dipengaruhi oleh banyaknya curd yang terbentuk saat penggumpalan penggumpalan protein susu dalam pembuatan keju (Rahman (1992) cit widyaningrum, 2009).

Kadar bahan kering didapat dari pengurangan 100% Y dengan

commit to user

jenis keju. Keju dapat dianggap sebagai keju lunak dengan kadar air lebih dari 40%, atau sebagai keju setengah lunak atau setengah keras dengan kadar air 36-40% atau sebagai keju keras dengan kadar air 25-36% dan keju sangat keras kalau kadar airnya kurang dari 25% (Buckle et al., 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keju dengan koagulan enzim protease dari getah tanaman biduri termasuk keju lunak, karena kadar bahan kering optimum yang didapat sebesar 49,7% sehingga kadar airnya 50,3%.

C. Optimasi Kadar Protein

Data kadar protein dari masing-masing sampel yang didapat diolah menggunakan software matlab 7.1 sehingga dihasilkan persamaan c Ŷ=19,7050+(0,6550X 1 )-(0,1325X 2 )-(1,4350X 1 2 )+(2,3575X 2 2 )+(0,2925X 1 X 2 ). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung X 0 dan Y 0 yang merupakan titik optimum kadar protein dari kombinasi suhu dan dosis getah biduri. Kode optimum yang didapatkan untuk suhu, kode 0,02 dan tak kode

50,07 0 C, sedangkan untuk dosis adalah kode 0,23 dan tak kode 0,21 gram dan Y 0 yang didapatkan 20,40%.

commit to user

Berdasarkan grafik dan persamaan c di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan kadar protein optimum sebesar 20,40% harus menggunakan kombinasi suhu sebesar 50,07 0 C dan dosis sebesar 0,21 gram. Kadar protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim dalam memecah protein menjadi peptida, sedangkan aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi dan suhu. Jika konsentrasi tinggi maka untuk mendapatkan kondisi optimum kinerja enzim diperlukan suhu yang tinggi. Semakin banyak dosis yang digunakan akan meningkatkan konsentrasi dan aktivitas enzim protease biduri dalam menggumpalkan protein, sehingga akan terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1986). Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan suhu

optimum dan dosis optimum yang didapat pada berat curd (persamaan a ) dan kadar berat kering (persamaan b ) dengan kadar protein (persamaan c ). Keju yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai keju cottage, karena menurut BPOM RI (2006), keju cottage (cottage cheese) adalah keju lunak tanpa pemeraman yang dibuat dari susu segar atau susu segar yang dihilangkan lemaknya atau susu rekombinasi. Meskipun, menurut Direktorat Gizi Departemen Pertanian (2001), kandungan protein keju unripened (tanpa pemeraman) komersial sebesar 14%, sehingga keju dengan koagulan enzim protease getah tanaman biduri mempunyai kandungan protein yang tinggi.

D. Optimasi Kadar Lemak

Data kadar lemak dari masing-masing sampel yang didapat diolah menggunakan software matlab 7.1 sehingga dihasilkan persamaan d Ŷ=18,4752+(0,9179X 1 )-(0,6440X 2 )+(1,9562X 1 2 )-(3,3790X 2 2 )+(1,6584X 1 X 2 ).

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung X 0 dan Y 0 yang merupakan titik optimum kadar lemak dari kombinasi suhu dan dosis getah biduri. Kode optimum yang didapatkan untuk suhu, kode -0,14 dan tak kode

49,31 0 C, sedangkan untuk dosis adalah kode -0,18 dan tak kode 0,19 gram dan Y 0 yang didapatkan 17,50%.

commit to user

Gambar 5. Grafik 3D Optimasi Kadar Lemak

Berdasarkan grafik dan persamaan d di atas dapat diuraikan bahwa untuk mendapatkan kadar lemak optimum sebesar 17,50%, harus menggunakan kombinasi suhu sebesar 49,31 0 C dan dosis sebesar 0,19 gram. Secara enzimatik pembentukan lemak keju tidak dipengaruhi oleh bahan koagulan, karena prinsip pembuatan keju adalah penggumpalan casein susu. Menurut Fox (1993) cit. Jamilatun (2009) menyatakan kadar lemak dalam keju mentah yang terbentuk pada penelitian dihitung setelah koagulasi dalam proses pembentukan curd. Curd terbentuk dari pemecahan casein oleh enzim dan memperangkap lemak ke dalamnya. Pada pembuatan keju, protein yang ada di dalam keju mengalami flokulasi dan mengikutkan 90% lemak susu yang ada di dalam proses pengolahannya.

Martin (1979) cit. Wulandani (2003) menyatakan bahwa kandungan lemak meningkat sejalan dengan semakin rendahnya proporsi protein. Hal ini sejalan dengan Park (1990) menyatakan bahwa peningkatan persentase kandungan lemak terjadi dengan semakin menurunnya kadar air. Jika kadar air rendah maka kadar bahan kering tinggi dan berat curd juga tinggi,

commit to user

kering harus tinggi, tetapi kadar protein harus rendah. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara suhu dan dosis optimum pada kadar lemak

(persamaan d ) lebih tinggi dari suhu dan dosis optimum pada berat curd (persamaan a ) dan kadar bahan kering (persamaan b ), tetapi lebih rendah dari pada suhu dan dosis optimum pada kadar protein (persamaan c ). Klasifikasi keju berdasarkan kadar lemak menurut Widodo (2003) keju dengan kadar lemak lebih dari 60% tergolong keju lemak tinggi, kadar lemak

45 sampai 60% tergolong keju susu penuh, kadar lemak 25 sampai 45% tergolong keju lemak sedang, kadar lemak 10 sampai 25% tergolong keju rendah lemak, dan keju dengan kadar lemak kurang dari 10% tergolong keju susu skim. Hasil penelitian ini menunjukkan keju dengan koagulan enzim protease dari getah tanaman biduri adalah keju rendah lemak.

commit to user

A. Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian yang sudah dilaksanakan dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Berat curd optimum 50,26 gram dan kadar bahan kering optimum 49,74% didapatkan dengan kombinasi suhu optimum 47,20 0 C dan dosis optimum sebesar 0,12 gram. 2. Kadar protein optimum sebesar 20,40% didapatkan dengan kombinasi suhu optimum 50,07 0 C dan dosis optimum sebesar 0,21 gram. 3. Kadar lemak optimum sebesar 17,50%, didapatkan dengan kombinasi suhu

optimum 49,31 0 C dan dosis optimum sebesar 0,19 gram.

B. Saran

Berdasar hasil penelitian peneliti merekomendasikan saran untuk penelitian serupa selanjutnya, sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan enzim protease murni dari tanaman biduri. 2. Penambahan bakteri dan atau zat aditif lain perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil keju yang diperoleh.