PENAMBAHAN SERAT ABACA UNTUK SLURRY SEAL PADA BERBAGAI KADAR FILLER (Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS)

PENAMBAHAN SERAT ABACA UNTUK SLURRY SEAL PADA BERBAGAI KADAR FILLER (Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS)

The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various Level of Filler ( Review of Test Consistensy, Setting Time and ITS ) SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh : EKO ANGGORO JATI NIM. I 1107008

“Maha suci Engkau ya Allah, kami tidak mempunyai pengetahuan melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, karena sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana”.

(Al – Baqoroh’ : 32)

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”.

( Aristoteles )

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

Kedua Orang Tuaku Bapak Jarwanto dan Ibu Siti Umiyatun yang selalu meridhoi dan mendukungku, terima kasih atas kasih sayang & semangat untukku

Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Eko Anggoro Jati, 2012. Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time Dan ITS ).

Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal atau slurry. Penambahan Serat Abaca dan abu batu merupakan upaya meningkatkan kualitas campuran Slurry Seal yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan daya ketahanan slurry seal dari beban lalu lintas kendaraan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penambahan Serat Abaca dan abu batu dengan melakukan eksperimen di dalam laboratorium. Pengujian yang dilakukan slurry seal dengan tipe III adalah pengujian konsistensi, setting time dan ITS (Indirect Tensile Strength). Pembuatan dan pengujian benda uji didasarkan pada spesifikasi khusus Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) dari Bina Marga (2008). Sebagai kontrol campuran slurry seal dilakukan pengujian konsistensi untuk mendapatkan kadar air optimum sebelum dilanjutkan dengan uji setting time dan uji ITS.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan kadar air 10% penambahan serat abaca sebanyak 0,3% konsistensi penyebaran rata-rata ≤ 3 cm, begitu juga dengan penambahan serat abaca yang juga diikuti penambahan abu batu 1-3% nilai konsistensi tetap sesuai dengan persyaratan dari Bina Marga. Penambahan serat abaca dan abu batu membuat setting time menjadi lebih cepat daripada campuran normal tanpa penambahan serat abaca dan abu batu. Penambahan serat abaca sebanyak 0,3% membuat nilai ITS naik 23,92 kPa dibandingkan dengan tanpa penambahan serat (23,42 kPa). Nilai ITS maksimum terjadi pada campuran slurry seal dengan penambahan abu batu 1% dan serat abaca 0,3% sebesar 26,89 kPa.

Kata kunci : slurry seal, konsistensi, setting time dan ITS

ABSTRACT

Eko Anggoro Jati, 2012. The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various level of filler ( Review of Test Consistensy, Setting Time and Indirect Tensile

Strength ). Thesis, Civil Engineering of Engineering Faculty, Sebelas Maret University.

Slurry Seal is a thin layer with a maximum thickness of 10 mm consisting of a mixture of asphalt emulsion content without heating with finely graded aggregate, mineral filler, water and other added ingredients are mixed and spread evenly over the surface of asphalt or slurry. Abaca fibers and the addition of stone dust is an effort to improve the quality of Slurry Seal mixture better so as to enhance the resilience of slurry seal from traffic loads.

This study aims to determine the addition of Abaca Fiber and stone dust by performing experiments in the laboratory. Tests conducted by the type III slurry seal is a test of consistency, setting time and ITS (Indirect Tensile Strength). Manufacture and testing of the test object based on a particular specification asphalt emulsion slurry Planning (Slurry Seal) of the Bina Marga (2008). As a control slurry seal mixture the consistency of testing performed to obtain optimum moisture content before continuing with the test time and test ITS setting.

The analysis showed that the addition of the water content of 10% addition of abaca fiber consistency of 0.3% average spread of ≤ 3 cm, as well as the addition of abaca fiber which is also followed by the addition of stone dust the consistency of 1-3% remains in compliance with the requirements of Development Marga. The addition of abaca fiber and stone dust to make the setting time is faster than the normal mixture without the addition of abaca fiber and stone dust. Addition of 0.3% abaca fibers make up the ITS 23.92 kPa compared with no addition of fiber (23.42 kPa). ITS maximum value occurs in the slurry seal mixture with the addition of stone dust 1% and 0.3% abaca fiber at 26.89 kPa.

Keywords: slurry seal, consistency, setting time and ITS

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengambil judul skripsi “Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal

Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Nilai Konsistensi, Setting Time dan

ITS )” .

Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Pembimbing Akademik dan Kaprog Studi S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I.

5. Bapak Ir. Djumari, MT selaku Dosen Pembimbing II.

6. Tim Penguji Pendadaran.

7. Staf pengelola/laboran Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

8. Teman Tim seperjuangan Shidqi dan Mbak Ratna yang telah membantu 8. Teman Tim seperjuangan Shidqi dan Mbak Ratna yang telah membantu

Surakarta, Juli 2012

Penyusun

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007) ............... 7 Tabel 2.2. Karakteristik Slurry Seal Penelitian N. Oikonomou (2007) ............ 8 Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal ............................ 19 Tabel 2.4. Karakteristik Jenis Campuran Bubur Aspal Emulsi ........................ 20 Tabel 2.5. Gradasi Agregat ............................................................................... 22 Tabel 2.7. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal .......................................... 23 Tabel 3.1. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal .......................................... 34 Tabel 3.2. Kebutuhan Agregat untuk Pembuatan Benda Uji ............................ 35 Tabel 3.3. Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Residu

Aspal Emulsi .................................................................................... 36 Tabel 3.4. Jumlah Pembuatan Benda Uji Konsistensi ...................................... 37 Tabel 3.5. Jumlah Pembuatan Benda Uji Waktu Pemantapan ( Setting Time ) 38 Tabel 3.6. Jumlah Pembuatan Benda Uji ITS .................................................. 39 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h ........................................ 45 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Coarse Aggregate (CA) .................................... 47 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Medium Aggregate (MA) .................................. 47 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Fine Aggregate (FA) ......................................... 47 Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Natural Sand (NS) ............................................. 47 Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler dan Serat Abaca .......................................... 48 Tabel 4.7. Perencanaan Gradasi Campuran Slurry Seal.................................... 48 Tabel 4.8. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 6,5 % ............... 50 Tabel 4.9. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7 % .................. 51 Tabel 4.10. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7,5 % ............... 51 Tabel 4.11. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8 % .................. 51 Tabel 4.12. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ............... 52

Tabel 4.15. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Nilai Spesific Grafity (SG mix ) ........ 59 Tabel 4.16. Hasil Nilai Porositas Rata-Rata ....................................................... 60 Tabel 4.17. Hasil Rekapitulasi Pengujian ITS ................................................... 62 Tabel 4.18. Hasil Densitas Optimum pada Kondisi KARO ............................... 68 Tabel 4.19. Nilai Porositas Terkecil pada Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ... 69 Tabel 4.20. Hasil Kadar Residu Aspal Optimum Berdasarkan Pengujian ITS ... 71

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A

Data Penelitian ...................................................................... A-1 Lampiran B

Dokumentasi Penelitian ........................................................ B-1 Lampiran C

Berkas Kelengkapan Skripsi ................................................. C-1

DAFTAR NOTASI

A Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36mm)

B Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36mm) dan tertahan saringan No. 200 (0,75mm)

C Persen agregat lolos saringan No.200 (0,75mm)

d Diameter benda uji

D Densitas

h Tinggi rata-rata benda uji

ITS

Indirect Tensile Strength

KARO

Kadar Aspal Residu Optimum

LHR

Lalu Lintas Harian Rata-rata

Ma

Berat benda uji di udara

Porositas

Pi

Kuat tarik tidak langsung terkalibrasi R 2 Koefisien Determinasi SG a Specific Gravity aspal SG ag Specific Gravity agregat SG f Specific Gravity filler SG mix Spesific Gravity campuran

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkerasan jalan merupakan lapis perkerasan yang terletak antara tanah dasar dan roda kendaraan berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi. Untuk memperoleh jalan yang dapat bertahan sesuai dengan masa layanan diperlukan perencanaan struktur perkerasan jalan yang matang. Aspek yang penting dalam perencanaan tersebut adalah stabilitas perkerasan, kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan.

Untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan material yang baik, peralatan yang lengkap dan baik, sumber daya manusia yang memadai, dana yang cukup, dan pengawasan ketat dilapangan. Selain itu, kegiatan pemeliharaan jalan baik pemeliharaan rutin atau berkala, kegiatan rehabilitasi, maupun kegiatan peningkatan senantiasa dilakukan untuk mempertahankan umur layanan dan mengantisipasi terjadinya kerusakan dini. Pemeliharaan rutin yang sering dilakukan hanya merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas berkendara (Riding Quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural.

Pemeliharaan rutin melalui penambahan penambahan lapisan tipis (thin surfacing) pada permukaan jalan merupakan salah satu solusi untuk melindungi struktur perkerasan, memperbaiki dan diharapkan mampu memperpanjang umur perkerasan. Teknik pemeliharaan yang biasa dilakukan antara lain overlay hot mix dengan tebal < 40mm, recycling hot in place <40 mm, micro surfacing, slurry seal, surface treatment, restoractive seal dan texturing.

Selain itu proses pemanasan dengan suhu tinggi akan menghasilkan zat-zat polutan, yang sangat mengganggu lingkungan, dan bertentangan dengan himbauan pemerintah untuk mengurangi limbah industri pada saat ini.

Slurry seal atau bubur aspal emulsi adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum

10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal atau slurry.

Slurry seal merupakan salah satu jenis campuran aspal dingin yang diformulasikan secara tepat sebagai bahan pemeliharaan, perawatan permukaan perkerasan jalan, atau sebagai penambahan tebal lapis permukaan yang terbatas. Penambahan Slurry seal akan meningkatkan kerataan perkerasan dengan mengurangi ketidakrataan (roughness) dan alur (rutting), melapisi permukaan perkerasan, meningkatkan kekesatan tanpa harus melakukan retexturing.

Pemeliharaan dengan menggunakan Slurry seal patut untuk diperhitungkan berhubung pemeliharaan dengan sistem pencegahan ini lebih efektif karena tidak hanya melindungi perkerasannya saja tetapi juga melindungi investasi yang telah dikeluarkan untuk perkerasan tersebut. Pembiayaan lebih murah dalam arti perbaikan kerusakan sesungguhnya. Slurry seal cost of approximately $1.30 per square yard (compared to $9.00 + per square yard for an overlay) a slurry seal can extend the serviceable life of a residential street 7-10 years (Marion, 2011). Pengaplikasiannya mudah dan cepat karena lalu lintas dapat dibuka dalam beberapa jam. Slurry seal juga mencegah kerusakan akibat umur, cuaca, oksidasi, Pemeliharaan dengan menggunakan Slurry seal patut untuk diperhitungkan berhubung pemeliharaan dengan sistem pencegahan ini lebih efektif karena tidak hanya melindungi perkerasannya saja tetapi juga melindungi investasi yang telah dikeluarkan untuk perkerasan tersebut. Pembiayaan lebih murah dalam arti perbaikan kerusakan sesungguhnya. Slurry seal cost of approximately $1.30 per square yard (compared to $9.00 + per square yard for an overlay) a slurry seal can extend the serviceable life of a residential street 7-10 years (Marion, 2011). Pengaplikasiannya mudah dan cepat karena lalu lintas dapat dibuka dalam beberapa jam. Slurry seal juga mencegah kerusakan akibat umur, cuaca, oksidasi,

Pisang Abaca merupakan jenis pisang asli Filipina. Sosok tanamannya, sama dengan pisang biasa, yang membedakannya adalah lebih ramping dan tingginya bisa sampai enam meter. Abaca juga tidak menghasilkan pisang, sebab buahnya tidak pernah tumbuh sempurna. Umur abaca sejak tanam sampai panen antara 18 sampai dengan 24 bulan (1,5 – 2 tahun). Panen bisa dilakukan terus-menerus selang 3 sampai 8 bulan, selama sekitar 20 tahun.

Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan panas, tahan air. Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan pada sifat-sifat serat itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya baik, daya tahan dan daya lengket yang baik. Penggunaan serat alam dalam perkerasan pernah dilakukan dengan menggunakan serat serabut kelapa sebanyak 0,3% mampu meningkatkan nilai density dimana serat tersebut mampu mengisi rongga-rongga antar agregat (Soandrijanie, 2007).

Kenyataannya dilapangan, saat suatu perkerasan jalan menerima beban dari arus lalu lintas yang melintas diatasnya material lapisan permukaan bagian atas mendapatkan gaya tekan, sedangkan material bagian bawah mendapatkan gaya tarik. Untuk itu perlu diketahui juga kemampuan material tersebut menerima gaya tarik yaitu dengan menggunakan alat ITS (Indirect Tensile Strength). Maka pada Gambar 1.1. Menjelaskan terjadinya beban tarik pada lapisan permukaan.

Gambar 1.1. Mekanisme Terjadinya Gaya Tarik dan Kerusakan Retak

Beban roda kendaraan diatas struktur perkerasan sebagai mana gambar di atas menimbulkan gaya tekan ke bawah. Beban roda berhenti atau bergerak memberikan gaya tekan sehingga lapisan akan terjadi lendutan. Kalau lapisan melendut maka lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tekan dan sebaliknya lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tarik. Akibat gaya tarik yang terjadi pada lapisan bagian bawah mengakibatkan retak. Retak terjadi dari bawah merambat ke atas. ITS (Indirect Tensile Strength) adalah suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari campuran aspal beton. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak dilapangan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah nilai konsistensi terhadap penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal ?

2. Bagaimanakah setting time terhadap penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal ?

3. Bagaimanakah nilai ITS terhadap penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal ?

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Filler yang digunakan adalah abu batu dengan kadar 0%, 1%, 2%, dan 3%.

3. Serat yang dipakai adalah serat abaca dengan kadar 0,3 %.

4. Kadar residu aspal emulsi yang dipakai yaitu 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5 %.

5. Agregat yang digunakan adalah agregat dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berasal dari PT. Panca Darma.

6. Aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1H dari PT. Hutama Prima, Cilacap.

7. Tidak dilakukan pemadatan pada pembuatan campuran slurry seal untuk uji Indirect Tensile Strength (ITS).

8. Tinjauan bahan dan pengujian hanya dilakukan pada slurry seal, serta tidak

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal terhadap nilai konsistensi.

2. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal terhadap setting time.

3. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal terhadap nilai ITS.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini, maka dapat diketahui nilai konsistensi, setting time serta kuat tarik ( ITS) pada bahan campuran yang dibuat sebagai bahan lapis tipis perkerasan jalan (slurry seal).

1.5.2. Manfaat Praktis

Dengan adanya kajian ini, diharapkan bisa memberikan pemahaman dan menambah wawasan mengenai hasil penggunaan serat abaca dan filler abu batu dalam campuran slurry seal.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm, yang terdiri dari campuran aspal emulsi, aggregat dengan gradasi tertentu, air dan mineral pengisi. Material-material tersebut dicampur dengan perbandingan tertentu sehingga menghasilkan semacam bubur yang homogen. Bubur ini digelar diatas permukaan jalan, dan setelah airnya menguap, yang tersisa adalah lapisan tipis yang padat, kuat, dan tak tembus air. Lapisan Slurry Seal dapat dibuat dalam bermacam- macam jenis, berdasarkan aspal emulsinya (anionik/kationik), berdasarkan warnanya, maupun berdasarkan ukuran aggregatnya. Lapisan Slurry Seal merupakan pilihan utama. untuk pemeliharaan perkerasan yang murah dan tahan lama. (PT Hutama Prima, Cilacap)

Oikonomou, 2007 yang berjudul “Alternative fillers for Use in Slurry Seal” mengatakan bahwa “Portland cement, Fly ash, ladle furnace slag, cement klin dust and marble dust were tested as fillers in slurry sel and result showed that they can be used producing slurry seal according to specifications”

Tabel 2.1 Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007)

Tabel 2.2 Karakteristik Slurry Seal Penelitian N.Oikonomou (2007)

Sumber:Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.

The results obtained from the use of alternative fillers in slurry seal are showed in Table 6. As it can be seen all fillers gave acceptable under specification slurry seal. Furthermore, the addition of marble dust (MD) which is a non-pozzolanic material gave a material with higher stiffness (low flow in core consistency test, low mixing time). All the other alternative fillers (HCFA, LFS, CKD) which have pozzolanic properties especially in this low gradation (<200 μm) showed more interesting results and in some cases (HCFA, LFS) better than OPC use (e.g. in cohesion test and WTAT for longer time testing.

Different set times showed that slurry seal with alternative fillers can apply in shorten or longer times according to application design. All filler gave satisfactory results concerning wet stripping (>95% coating) and excess asphalt by Loaded Wheel Tester (<430 g m-2).

Eri, 2011 dalam tesis berjudul “Penggunaan Slurry Seal sebagai Pemeliharaan Eri, 2011 dalam tesis berjudul “Penggunaan Slurry Seal sebagai Pemeliharaan

Agus Taufik, 1999 dalam “Forum Teknik Jilid 23 No.1, Maret 1999” tentang “Tinjauan Setting time pada Slurry Seal yang Menggunakan Semen dan Kapur” menghasilkan bahwa penggunaan filler semen yang semakin meningkat akan mempercepat pencapaian kondisi setting atau menurunkan setting time pada campuran slurry seal. Sebaliknya, pemakaian filler kapur dengan kadar yang meningkat akan memperlambat pencapaian kondisi setting atau akan menaikkan setting time pada campuran slurry seal. Hal tersebut terpengaruh dari faktor workabilitas campuran dan reaksi ikatan yang terjadi antara aspal emulsi kationik dari kedua filler semen dan kapur

Setting time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak waktu pencampuran (pelaksanaan penghamparan) sampai pada saat aspal mulai mengeras pada permukaan agregat. Fenomena ini ditandai dengan perubahan warna aspal emulsi yang sebelumnya berwarna coklat seperti lumpur menjadi warna coklat kehitam-hitaman dan ketika proses setting telah selesai pada permukaan lapis permukaan agregat tidak terdapat noda coklat. Pada saat pelaksanaan pekerjaan penghamparan slurry seal selesai akan didapat warna permukaan jalan menjadi hitam (Sferb, 1991).

Pada saat awal penghamparan, kemungkinan terjadinya segresi antar agregat sangat besar karena campuran yang ada belum dapat melakukan ikatan antara aspal dan campuran slurry seal sudah mempunyai kekuatan awal dan sudah terjadi

2.2.1. Agregat

Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, abu atau debu agregat. Agregat merupakan komponen pokok dalam perkerasan aspal, bahkan hingga 90% - 95% terhadap berat campuran atau 75% - 85% terhadap prosentase volume. Agregat yang digunakan dalam campuran dingin sebaiknya menyesuaikan dengan jenis aspal emulsi yang ada. Jika agregat yang digunakan bersifat elektropositif maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis anionik, jika agregat yang digunakan bersifat elektronegatif, maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis kationik (Bagus Priyatno, 1999).

Sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan, sifat-sifat tersebut dikelompokkan menjadi :

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi oleh :

A. Gradasi Gradasi adalah batas ukuran agregat yang terbesar dan terkecil, jumlah dari masing-masing jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat. Agregat akan disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar sampai yang paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase agregat yang tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis campurannya dan jenis lapisan perkerasan jalannya. 1). Jenis gradasi agregat yang baik

Distribusi butiran-butiran agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat.

butiran agergat yang ada. Berdasarkan ukuran butiran agregat yang dominan menyusun campuran agregat, maka agregat bergadasi baik dapat dibedakan atas : 1)). Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang

mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran kasar.

2)). Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang

halus, tetapi dominan berukuran agregat halus. 2). Jenis gradasi agregat yang buruk Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Terdapat berbagai macam nama gradasi agregat yang dapat dikelompokan ke dalam agregat bergradasi buruk, seperti : a). Gradasi bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari

butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antara butir yang cukup besar, sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butiran yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit.

b). Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik.

c). Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada sedikit sekali.

B. Kadar Lumpur Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran lapis keras. Subtansi ini B. Kadar Lumpur Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran lapis keras. Subtansi ini

D. Bentuk butir Bentuk batuan sangat penting untuk memperoleh gaya geser yang besar antar batuan pada lapis keras lentur. Kemampuan saling mengunci antar batuan sangat mempengaruhinya yang akan menentukan stabilitas. Bentuk butiran yang menyerupai kubus dan bersudut tajam mempunyai saling mengunci yang tinggi dibandingkan batuan yang berbentuk bulat.

2. Kemampuan lekat aspal yang baik dipengaruhi oleh :

A. Porositas. Batuan untuk lapis keras tidak hanya harus keras, namun juga dituntut mempunyai daya serap yang cukup terhadap aspal, agar aspal melekat dengan kuat pada permukaan batuan. Tetapi porositas yang besar juga tidak diharapkan, karena makin besar porositas suatu batuan, makin rendah kekerasan batu tersebut.

B. Bentuk batuan. Pecahnya film aspal yang mengelilingi batuan tergantung dari bentuknya. Suatu butiran batuan yang diselubungi film aspal biasanya akan pecah lebih dahulu pada bagian yang runcing, disini tegangan permukaan cenderung mengecilkan luasan aspal, sehingga membantu pecahnya film aspal tersebut. Dari keadaan ini batuan yang bulat lebih tahan terhadap stripping dibanding dengan batuan pecah.

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh : 3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh :

1) Menggunakan batuan dengan mikroteksturtinggi dan nilai abrasi

rendah.

2) Membuat kondisi permukaan mempunyai mikrotekstur tinggi

misalnya dengan menambah chipping.

3) Mengurangi kadar aspal.

B. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan. Gradasi atau distribusi butiran ditinjau berdasarkan ukuran agregat merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan dan kemudahan dalam proses pelaksanaan,karena gradasi ini mempengaruhi besarnya rongga antar butiran yang terjadi.

2.2.2. Jenis Agregat

Agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat berupa batu pecah (crushed), dimana agregat jenis ini mempunyai bidang kontak yang lebih luas, sehingga mempuyai daya interlocking yang lebih besar. Dengan demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang timbul.

Agregat secara umum dibedakan menurut ukurannya. Paling tidak ada jenis ukuran agregat yaitu (Bina Marga, 1983):

1. Agregat kasar yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No.4 (4,75mm).

2. Agregat halus yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.4 (4,75mm).

3. Bahan pengisi filler adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan 3. Bahan pengisi filler adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan

dan Pengembangan Jalan, 1996).

2.2.3. Bahan Pengisi (filler)

Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002. Bahan pengisi aktif digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki gradasi agregat.

Bahan pengisi dalam campuran slurry seal merupakan faktor penentu terhadap stabilitas, keawetan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Filler adalah kumpulan mineral agregat yang sebagian lolos saringan No.200, digunakan untuk mengisi rongga diantara partikel agregat kasar dalam rangka mengurangi besarnya rongga serta meningkatkan kerapatan dan stabilitas dari massa tersebut. Rongga udara pada agregat kasar diisi dengan partikel lolos saringan No.200, membuat rongga udara kecil dan kerapatan massanya lebih besar. Menurut Dukatz, E.L. (1978), kelompok mineral filler dalam campuran aspal yang mempunyai partikel dengan diameter yang lebih besar dari ketebalan selaput bitumen pada permukaan batuan akan memberikan pengaruh pada saling kunci antar agregat. Sedangkan kelompok yang lain, partikel yang mempunyai diameter lebih kecil dari selaput bitumen akan tersuspensi dalm selaput bitumen tersebut. Untuk penelitian ini akan dipakai filler dari abu batu.

2.2.4. Serat Abaca 2.2.4. Serat Abaca

Abaca adalah salah satu penghasil serat yang dapat digunakan untuk pembuatan kerajinan rakyat seperti bahan pakaian, anyaman topi, tas, peralatan makan, kertas rokok, sachet tehcelup (Wibowo,1998). Selain itu juga untuk jenis kertas yang memerlukan kekuatan dan daya simpan yang tinggi seperti kertas surat, kertas dokumen serta kertas peta (Triyanto, Muliahdan Edi, 1982). Menurut Demsey (1963) dalam Priyono (2000), tanaman Abaca penghasil serat panjang yang banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut, karena seratnya kuat, mengapung di atas air, dan tahan air garam. Sedangkan Sanusiputra (1996) dalam Wibowo (1998) melaporkan bahwa limbahnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kompos bahan baku untuk langit-langit pintu dan lain-lain.

Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan panas, tahan air. Nilai-nilai yang terkandung dalam serat abaca adalah :

a. Tensile Strenght = 40,8 kg-m/g

b. Total cellulose

c. Fineness

= 98,5 Denier

d. Alpha Celullose = 54,50 %

e. Moisture Content = 10,70 %

f. Residual gum

g. Alco-Ben Extractives

h. Lignin

Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan pada sifat-sifat serat itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya baik, daya tahan dan daya lengket yang baik. Fungsi serat abaca sendiri antara lain meningkatkan kuat

Aspal emulsi adalah aspal semen yang didispersi pada air (Gunawan, Eri, 2011). Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan pada slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS). Jenis aspal emulsi antara lain :

1. CSS, Tipe slow setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal dengan tipe SS,CSS).

2. CMS, Tipe Medium setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM dikenal dengan tipe MS,CMS)

3. CQS, Tipe Rapid setting atau tipe pengikatan cepat (menurut ASTM dikenal dengan tipe RS,CRS).

Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuain dengan agregat dan memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal dan sistem setting. Aspal emulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal emulsi produksi PT. Hutama Prima, Cilacap type CSS – 1h.

2.2.6. Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)

Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya yang dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai bubur aspal atau slurry.Sistem slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar dengan aspal yang pekat dan dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan ketebalan maksimum 10 mm dimaksudkan untuk menghindari deformasi

Berdasarkan jenis aspal emulsi yang digunakan adalah anionik atau kationik serta berdasarkan agregat dibedakan antara tipe I, tipe II, dan tipe III maka jenis campuran slurry seal dapat diolah dengan atau tanpa memakai emulsi polimer modified , serta dapat diikat dengan aspal slow setting atau quick setting. Namun, yang umum digunakan adalah jenis kationik walaupun jenis anionik dimungkinkan juga untuk digunakan. Sistem setting yang lambat disebabkan oleh penguapan, sedang system quick setting, disebabkan oleh reaksi physic-chemically dengan permukaan agregat. Emulsi quick setting ini menentukan tingkat pencahayaan secara kimiawi untuk jenis kationik maupun anionik serat pemecahan curing yang tergantung pada kondisi lingkungan, tingkat takaran, dan tingginya temperatur (Anonim,2008).

2.2.6.2 Tipe Slurry Seal

Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat hasil dari pemecah batu. Gradasi ada beberapa jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III. Perbedaan utamanya adalah ukuran agregat terbesarnya, yang menunjukkan jumlah residual pada campuran dan kegunaan dimana slurry yang tepat untuk dipasang.

1) Slurry Tipe I Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan, misalnya untuk tempat parkir.

2) Slurry Tipe II Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk jalan yang mengalami raveling dengan lalu-lintas yang ringan sampai berat.

3) Slurry Tipe III

Slurry seal sebaiknya dihamparkan pada perkerasan yang kuat yang menunjukkkan kondisi baik dengan sedikit retak. Slurry seal tidak dipasang pada perkerasan yang menunjukkan retak atau rutting yang parah saat penghamparan.

1. Bermacam-macam kegunaan slurry seal adalah untuk :

a. Melapis perkerasan teroksidasi.

b. Memperbaiki tekstur permukaan jalan dengan memberikan permukaan yang kesat.

c. Memperbaiki karakteristik terhadap masuknya air.

d. Memperbaiki raveling.

e. Memberikan permukaan baru dengan berat sendiri yang ringan, seperti pelapis di atas jembatan.

f. Memberikan permukaan baru dimana ketinggian terbatas merupakan masalah seperti pada persimpangan jalan.

2. Slurry seal tidak digunakan untuk :

a. Meratakan profil permukaan

b. Mengisi lubang

c. Mengisi retakan, baik dengan atau tanpa modifikasi polimer

d. Keruntuhan pada base untuk setiap jenis

e. Lapisan perkerasan yang menunjukkan deformasi plastis.

2.2.6.4 Pengaplikasian Slurry Seal

Saat ini slurry seal digunakan untuk berbagai aplikasi seperti jalan, tempat parkir, pelabuhan udara, jalan lingkungan dan lainnya, dan slurry seal tidak mempunyai nilai struktur karena hanya lapis tipis dengan tebal maksimum 10 mm dengan fungsinya sebagai berikut :

2. Lapisan Anti Licin (slippery) Slurry seal digunakan untuk memperbaiki nialai skid resistance sehingga tidak membahayakan keselamatan manusia (Anonim,2008a).

2.2.6.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal

Keguanaan utama pelapisan material slurry seal adalah untuk pemeliharaan perkerasan sebagai bagian dari program pemeliharaan periodik sebelum kerusakan akan terjadi.Kriteria utama pemilihan pekerjaan menggunakan slurry seal adalah :

1. Perkerasan kuat dengan drainase baik, untuk permukaan atau bahu jalan.

2. Bebas dari kerusakan, termasuk lubang dan retak. Adapun kriteria penggunaan slurry seal dan karakteristik jenis campuran bubur aspal emulsi dapat ditampilkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal

Kegunaan

Agregat Tipe I

Agregat Tipe II

Agregat Tipe III Pengisian Rongga

Slurry Slurry

Lapisan Aus LHR < 100

Slurry Slurry

Lapisan Aus LHR 100 - 1000 Slurry Slurry Lapisan Aus LHR 1000 - 20000

Slurry Perbaikan bentuk minor 10 - 20 mm

Slurry

Tingkat pemakaian Kg/m 2 4,3 – 6,5

9,8 – 16,3 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008.

Karakteristik Campuran

Jenis Campuran

12 3 Gradasi agregat, % lolos:

Ukunui saringan : 9,5 mm (3/8")

4,75 mm (# 4) 2,36 mm (# 8) 1,18 mm (# 16) 600 micron (# 30) 300 micron (# 50) 150 micron (# 100)

10 - 21 5-15

12 -25 7-18 5-15

Kandungan residu Aspal, % berat agregat kering

10 - 16

7-13 6-11 Penyebaran kg/m2 (berat agregat

Ketebalan rata-rata, mm

2-3

4-5

7 - 10 Konsistensi, cm

2-3

2-3 2-3 Waktu pemantapan, menit

Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999.

2.2.6.6 Komposisi Bahan Pembuat Slurry Seal

Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air dan additive jika diperlukan kemudian bahan ini dicampur dengan perbandingan tertentu berdasarkan tes laboratorium.

Penentuan agregat agar compatibility dengan emulsi yaitu sifat adhesinya.

2. Bentuk Mempunyai bidang pecah dengan memberikan gaya saling kunci antar butiran agregat sehingga mendapatkan campuran yang diinginkan.

3. Tekstur Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan emulsi.

4. Umur dan Reaktifitas Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih besar dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik berperan utama pada tingkat reaksi kimia.

5. Kebersihan Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi yang jelek.

6. Ketahan Soundness dan Abrasi. Emulsi merupakan komponen utama slurry yang berfungsi sebagai pengikat

agregat, serta pengikat slurry dengan perkerasan lama. Saat ini emulsi yang dipakai pada slurry adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer dengan hasil lebih tahan terhadap lalu-lintas berat, berkurangnya keausan dan resiko terjadi bleeding dapat terkurangi. Air berfungsi mengatur kekentalan slurry sehingga mudah dikerjakan. Air yang terdapat pada slurry berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal emulsi dan air yang ditambahkan pada campuran slurry. Air juga akan mengatur konsistensi slurry , mencegah pecah dini dan segregasi. Air yang dipakai harus bersih dari bahan organik karena kandungan Ca + dan Mg 2+ yang tinggi akan menyebabkan pecah dan membuat pencampuran bertambah sulit (Anonim, 2008a).

2.2.6.7 Job Mix Standart Sluryy Seal

Jalan Dengan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) adalah sebagai berikut :

1. Bahan

a. Agregat Terdiri dari batu alam atau hasil pemecah batu seperti granit, batu kapur atau agregat berkualitas tinggi lainnya atau gabungan dari beberapa agregat yang memenuhi persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002 dan harus bebas dari kotoran, bahan organis, gumpalan lempung, debu atau material lainnya. Agregat sedikitnya mengandung 50% volume batu pecah, sedangkan untuk jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah. Persyaratan gradasi agregat ditampilkan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Gradasi Agregat

Ukuran Anyakan

% Berat yang Lolos

Tipe I

Tipe II

Tipe III 3/8” (9,5 mm)

100 ¼” (6,25 mm)

85 – 95 No.4 (4,75 mm)

70 – 90 No.8 (2,36 mm)

45 – 70 No.16 (1,18 mm)

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.

Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan bandar udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan bandar udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai

Tabel 2.6. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal Ukuran Saringan

(mm)

Batas bawah

Batas atas

Rencana gradasi* ) (%) 3/8” (9,5 mm)

100 No.4 (4,75 mm)

70 90 82,5 No.8 (2,36 mm)

45 70 51,5 No.16 (1,18 mm)

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c. * ) Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal.

Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.

b. Bahan Pengisi (filler) Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5 – 3 % dari berat kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki gradasi agregat. Pada penelitian ini, bahan pengisi yang digunakan adalah filler abu batu.

kekentalan yang memadai.

d. Aspal Emulsi Aspal emulsi harus homogen dan menunjukkan tidak adanya pemisahan setelah dicampur. Jenis aspal emulsi yang digunakan antara lain :

1) Aspal emulsi mutu CSS-Ih memenuhi persyaratan SNI 03-6832-2002.

2) Aspal emulsi CSS-Ih dan QSS-Ih memenuhi persyaratan SNI 03-4798- 1998.

3) Aspal emulsi CQS-Ih ditetapkan jika waktu penutupan lalu lintas sangat terbatas. Pada penelitian ini, aspal emulsi yang digunakan adalah jenis kationik dengan tipe CSS-Ih.

2. Campuran

a. Komposisi Umum Campuran Menentukan proporsi campuran agregat, bahan pengisi, aspal dan air sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999.

b. Penentuan kadar air untuk mencapi konsistensi optimum campuran. Kadar air campuran adalah yang memberikan nilai konsistensi optimum campuran dengan melakukan pengujian konsistensi campuran, seperti yang disyaratkan dalam Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999.

c. Komposisi campuran benda uji laboratorium Job mix design yang biasa digunakan untuk percobaan benda uji pada laboratorium dan sesuai dengan apa yang disyaratkan pada ketentuan pengujian percobaan campuran laboratorium Pedoman Perencanaan Bubur

Lapis perkerasan jalan harus memenuhi syarat tertentu sehingga diperoleh lapis perkerasan yang kuat, aman dan nyaman untuk digunakan kendaraan. Khusus perkerasan tipis dengan campuran bubur aspal emulsi (slurry seal), karakteristiknya disajikan dibawah ini:

1. Tahanan Geser (Skid Resistance) Skid resistance menunjukkan kekesatan permukaan untuk mengurangi slip pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan perkerasan walaupun tidak sampai terjadi aquaplaning. Aspal emulsi dapat menetralkan keadaan ini walaupun permukaan dari perkerasaan masih dalam keadaan lembab. Skid resistance dari aspal emulsi yang basah pada kecepatan tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain. Selain itu karena aspal emulsi menpunyai banyak rongga maka dapat mengurangi bleeding pada saat suhu meningkat. Faktor yang dapat meningkatkan tahanan geser adalah :

a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.

b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.

c. Penggunaan agregat yang cukup.

d. Penggunaan agregat berbentuk kubus.

2) Porositas / Void In Mix (VIM) Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan, maka kadar pori yang terdapat pada aspal porus harus cukup besar (sekitar lebih dari 20%). VIM yang besar dikarenakan jumlah agregat kasar lebih dominan dalam

Gambar.2.1 Dimensi Benda Uji

Dari gambar di atas diperoleh dari rumus sebagai berikut :

Ma

Dimana : Ma = berat benda uji di udara ( gr)

d = diameter benda uji (cm)

h = tinggi rata benda uji (cm)

D = densitas (gr/cm 3 ) Specific Gravity menunjukkan berat jenis pada campuran. Besarnya Specific Gravity campuran (SGmix) didapat dari rumus :

ana : %W agr = persen berat agregat (%) %W f = persen berat filler (%) %W a = persen berat aspal (%)

SG ag = Specific Gravity agregat (gr/cm 3 ) SG f = Specific Gravity filler (gr/cm 3 )

Keterangan : P = Porositas benda uji (%)

D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm 3 ) SG mix = Spesific Gravity campuran (gr/cm 3 )

2.3. Uji Konsistensi Campuran Slurry Seal

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat workable pada campuran slurry seal dengan alat kerucut konsistensi. Sesuai dengan Pedoman Perencanaan

Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999 , pengujian ini menghasilkan suatu penyebaran 2-3 cm yang telah disyaratkan sesuai peraturan yang berlaku.

2.4. Setting Time

Setting time adalah waktu yang diperlukan Aspal Emulsi sejak dicampur dengan agregat sampai butiran aspal menyatu dalam bentuk padat serta melapisi agregat secara kontinyu (Bina Marga, 1999).

Menurut Agus Taufik, 1999 pengujian setting time menggunakan selembar kertas putih atau tissue ditekan dengan ringan atau dibiarkan menyerap di atas permukaan slurry seal, jika tidak dijumpai noda coklat di atas permukaan kertas tersebut, maka lapisan campuran itu dianggap sudah bereaksi. Jika timbul noda coklat, maka prosedur penyerapn diulang untuk interval 15 menit. Sesudah penyerapan selama 3 jam, interval penyerapan dibuat 30 menit atau yang lebih lama.

Pengujian kuat tarik dilakukan dengan alat indirect tensile strength test (ITST) yang merupakan modifikasi dari alat pengujian tes Marshall. Pengujian Marshall bersifat empiris (pendekatan rumus), sedangkan pengujian ITS bersifat mekanis (disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya). (Prasetyo, 2008 dalam Wardoyo, 2009)

Kuat tarik pada campuran slurry seal berbentuk silinder dengan memberikan tekanan pada benda uji tersebut sehingga ketahanannya tergantung dari diameter benda uji yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

ITS : Nilai kuat tarik secara tidak langsung ( kg/m 2 ),

Pi : Nilai beban (kg),

h : Tinggi benda uji ( m ),

d : Diameter benda uji ( m ).

Gambar 2.2 Alat Uji Indirect Tensile Strength Test

Gambar. 2.3 Diagram Skematik Pembebanan ITS

(a) (b) Gambar 2.4 Pembebanan Sampel Uji Slurry Seal

Keterangan : (a) Kondisi sampel sebelum di uji (b) Kondisi sampel setelah diuji dengan mengalami keretakan yang tegak

lurus searah bidang tekan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Dalam penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konsistentensi campuran slurry seal dengan alat kerucut konsistensi, waktu pemantapan (setting time) serta uji ITS (Indirect Tensile Strength).

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian/ pengujian secara langsung.Data primer dalam penelitian ini antara lain:

Data sekunder dapat diperoleh dari data yang telah ada (secara langsung) atau didapat dari hasil penelitian lain. Dalam banyak hal peneliti harus menerima data sekunder menurut apa adanya. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain:

a. Penelitian tentang aspal emulsi

b. Penelitian tentang serat abaca.

c. Spesifikasi aspal emulsi dari PT.Hutama Prima, Cilacap.

d. Gradasi agregat berasal dari penelitian N.Oikonomou (2007).

3.4. Bahan dan Peralatan Penelitian

3.4.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Aspal Emulsi Aspal emulsi untuk penelitian adalah jenis kationik dengan tipe CSS-1h dari PT. Hutama Prima, Cilacap.

b. Agregat Halus. Agregat yang digunakan berasal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Filler. Filler yang digunakan adalah abu batu.

d. Serat abaca Serat abaca yang digunakan adalah serat yang didapat dari hasil pengolahan batang pisang abaca. Serat abaca yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat abaca yang telah mengalami proses pengolahan sehingga berbentuk seperti benang dan sudah mengalami proses pengeringan. Serat abaca di

Penelitian ini menggunakan peralatan yang berada di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adapun peralatan yang dipakai pada penelitian ini adalah:

1. Satu set alat penggetar (sieve shaker)

2. Satu set alat uji saringan standar ASTM (yang terdiri dari ukuran 3/8”, #4, #8, #16, #30, #50, #100 dan #200)

3. Timbangan (Triple beam) dengan ketelitian 0,5 gram.

4. Oven dan pengatur suhu (termometer)

5. Alat uji Kerucut Konsistensi Peralatan yang digunakan adalah sebuah cetakan logam atau plastik yang berbentuk kerucut terpotong dengan diameter dalam bagian atas 38 mm, diameter dalam bagian bawah 89 mm diberi dengan tinggi 76 mm dan sebuah plat logam yang rata dengan ukuran 225 mm x 225 mm dan diberi tanda dalam skala centimeter.

Gambar 3.1 Kerucut konsistensi dan Plat Logam

6. Satu set alat uji ITS (Indirect Tensil Strength) yang dimodifikasi dari alat

Gambar 3.2 Alat uji ITS

7. Cetakan berbahan dari kayu yang berukuran 152mm x 152mm x 10 mm.

8. Kertas isap putih atau tisu untuk melakukan pengujian setting time.

9. Cetakan Mould.

3.5. Desain Campuran Slurry Seal