Jurnal Perbedaan Posisi Semi Fowler dan

PERBEDAAN POSISI SEMI FOWLER DAN POSISI ORTHOPNEIC
TERHADAP PENANGANAN PASIEN SESAK DI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
Eva Pricilla Manoppo
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Klabat
Email: evapricilla.manoppo@gmail.com

ABSTRAK
Sesak napas (dispnea) merupakan kesukaran bernapas dan keluhan subjektif akan kebutuhan
oksigen yang meningkat. Pada penanganan pasien sesak, salah satu rekomendasi posisi yang
benar adalah posisi semi fowler dan posisi orthopneic. Posisi semi fowler adalah posisi tidur
dengan derajat kemiringan 30-45°, sedangkan posisi orthopneic merupakan posisi duduk di
tempat tidur dengan kepala disandarkan di atas over-bed table yang diatasnya diletakkan
beberapa bantal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pemberian posisi semi fowler
dan posisi orthopneic terhadap penanganan pasien sesak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experiment pre-post test design pada 30
sampel dengan consecutive sampling yang dibagi menjadi 15 responden dengan posisi semi
fowler, dan 15 responden dengan posisi orthopneic. Hasil didapati ada perbedaan pre dan post
pemberian posisi semi fowler terhadap penanganan pasien sesak dengan angka signifikan < 0.05
pada HR, RR, dan skala sesak, tetapi pada SpO2 > 0.05. Ada perbedaan pre dan post pemberian
posisi orthopneic terhadap penanganan pasien sesak dengan angka signifikan < 0.05 pada HR,

RR, dan skala sesak, tetapi pada SpO2 > 0.05. Ada perbedaan pemberian posisi semi fowler dan
posisi orthopneic terhadap penanganan pasien sesak dengan angka signifikan < 0.05 pada HR,
RR, dan skala sesak, tetapi pada SpO2 > 0.05. Sebagai kesimpulan, posisi semi fowler dan posisi
orthopneic dapat menangani sesak napas karena dapat mengurangi HR, RR, dan skala sesak
tetapi tidak pada SpO2. Peneliti menyarankan bahwa posisi orthopneic lebih dianjurkan karena
memiliki nilai mean yang lebih tinggi dari posisi orthopneic.
Kata kunci: sesak napas, posisi semi fowler, posisi orthopneic.
Levy, & Syme, 2010). Sekitar 85%
penyebab lain dari dispnea adalah anemia,
gastroesophageal reflux, penyakit jantung
dan pulmonari, asma, gangguan psikogenik,
hipertiroid dan juga hipotiroid (Cinarka dkk,
2014).
Berdasarkan observasi yang dilakukan
oleh peneliti di Irina C RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado didapati 31 pasien yang
mengalami gangguan pada sistem

PENDAHULUAN
Sesak napas atau dispnea merupakan

kesukaran bernapas dan keluhan subjektif
akan kebutuhan oksigen yang meningkat
(Mutaqqin, 2008). Orang yang sesak dapat
disebabkan karena kelelahan, nyeri, riwayat
merokok, obesitas, malnutrisi, faktor
lingkungan, ansietas, ketakutan, dan riwayat
penyakit (Buduhan, Cashman, Cooper,
1

Respiratory Rates (RR) yang normal
untuk wanita dewasa adalah 16-20x/menit,
untuk pria dewasa antara 12-18x/menit,
anak-anak 15-25x/menit, balita 2040x/menit, dan bayi sekitar 30-80x/menit.
Jika respirasi cepat (>20x/menit pada
dewasa), akan terjadi takipnea, sedangkan
jika respirasi melambat dibawah 10x/menit,
akan terjadi bradipnea (Rosdahl &
Kowalski, 2008). Heart Rates (HR) pada
dewasa normalnya antara 60-100x/menit.
Takikardi terjadi jika HR dewasa diatas

100x/menit, sedangkan bradikardi terjadi
jika HR dewasa dibawah 60x/menit (Cooper
& Gosnell, 2014). Saturasi oksigen perifer
(SpO2) adalah ukuran seberapa banyak
oksigen yang mampu dibawa oleh
hemoglobin (Kaunang, Wilar, & Rompis,
2015). SpO2 normalnya adalah 95-100%. 9194% hipoksemia ringan, 86-90%
hipoksemia sedang, dan 0.05 dengan demikian H01
diterima. Jadi posisi semi fowler sangat
berpengaruh pada penurunan HR, RR, dan
skala sesak.
Tanda dan gejala dari orang sesak adalah
meningkatnya HR, RR, menurunnya SpO2
(Corcoran, 2014). Jika HR meningkat maka
RR juga akan meningkat, begitu pula
sebaliknya. SpO2 adalah ukuran seberapa
banyak oksigen yang mampu dibawa oleh
hemoglobin (Kaunang, Wilar, & Rompis,
2015). Jadi dalam hal ini SpO2 tidak
mengalami perubahan bukan karena posisi.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Majampoh, Rondonuwu, dan
Onibala (2013) pada pasien dengan TB paru
di Irina C5 RSUP Prof. Kandou Manado
hasilnya menyatakan bahwa pemberian
posisi semi fowler dapat membuat frekuensi
pernapasan normal dan pola napas pasien
menjadi stabil. Penelitian dari Safitri dan
Andriyani (2011) yang dilakukan pada
pasien dengan asma di RSUP Karanganyar
Surakarta, hasil menyatakan bahwa
pemberian posisi semi fowler dapat
mengurangi sesak napas.
SpO2 tidak terjadi perbedaan yang
signifikan karena waktu untuk pemberian
posisi semi fowler kurang, yaitu hanya 15
menit. Mungkin jika diberikan waktu yang
lebih banyak akan menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Seperti pada penelitian
Shah, Desai, dan Gohil (2012), responden

diberikan waktu selama 30 menit pemberian

Perbedaan Pre dan Post Posisi
Orthopneic Terhadap Penanganan Pasien
Sesak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui ada
perbedaan pre dan post posisi orthopneic
terhadap penanganan pasien sesak yaitu HR,
RR, dan skala sesak terjadi perbedaan
signifikan dengan nilai < 0.05 dengan
demikian H02 ditolak. Tetapi pada SpO2
tidak terjadi perbedaan signifikan dengan
nilai > 0.05 dengan demikian H02 diterima.
Jadi posisi orthopneic sangat berpengaruh
pada penurunan HR, RR, dan skala sesak.
Dalam hal ini SpO2 juga tidak mengalami
perubahan bukan karena posisi.
Posisi orthopneic memungkinkan untuk
memaksimalkan ekspansi dada dan

memudahkan saat bernapas (Ramont &
Niedringhaus, 2008). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Agussalim (2013)
pemberian posisi orthopneic dapat
mengurangi frekuensi RR, meningkatkan
PEFR, dan meningkatkan fungsi ventilasi
paru. Pada penelitian dari Ritianingsih,
Irawaty, dan Handiyani (2011) hasil
menyatakan bahwa pemberian posisi
orthopneic lebih baik dalam
meningkatkan fungsi ventilasi paru. Pada
posisi orthopneic, organ-organ abdominal
tidak menekan diafragma dan pada posisi ini
dapat membantu menekan bagian bawah
dada kepada ujung meja sehingga membantu
pengeluaran napas menjadi lebih mudah
(Ritianingsih, Irawaty, & Handiyani, 2011).
SpO2 tidak terjadi perbedaan yang
signifikan karena waktu untuk pemberian
posisi orthopneic kurang, yaitu hanya 15

menit. Mungkin jika diberikan waktu yang
lebih banyak akan menunjukkan perbedaan
yang signifikan.

5

serta memudahkan jika sedang makan,
berbicara, dan menonton televisi (Craven &
Hirnle, 2003). Posisi ini membuat oksigen di
dalam paru-paru semakin meningkat
sehingga memperingan kesukaran nafas. Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi
sehingga pengantaran oksigen menjadi
optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan
akhirnya proses perbaikan kondisi klien
menjadi lebih cepat (Supadi dkk, 2008).
Posisi orthopneic digunakan untuk
pasien dengan kesulitan bernapas (Perry
dkk, 2014). Menempatkan klien dalam
posisi orthopneic akan lebih memfasilitasi

pernapasan pada klien dengan penyakit
jantung atau pernapasan berat (Rosdahl &
Kowalski, 2014). Posisi orthopneic
menyediakan ruang untuk ekspansi dada
vertikal dan lateral menjadi maksimal dan
memberikan kenyamanan saat beristirahat
dan tidur (Timby, 2009).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti saat melakukan penelitian,
pasien merasa lebih nyaman dalam bernapas
jika dalam posisi orthopneic. Jika diberikan
posisi semi fowler pada pasien dengan
kondisi sesak apalagi sesak yang berat,
mereka merasa lebih sesak napas. Setelah
dilihat hasil analisi, dapat disimpulkan
bahwa posisi orthopneic lebih efektif dan
dianjurkan daripada posisi semi fowler.

Perbedaan Pemberian Posisi Semi
Fowler dan Posisi Orthopneic Terhadap

Penanganan Pasien Sesak di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui ada
perbedaan posisi semi fowler dan posisi
orthopneic terhadap penanganan pasien
sesak yaitu HR, RR, dan skala
sesak terjadi perbedaan signifikan dengan
nilai < 0.05 dengan demikian H03 ditolak.
Tetapi pada SpO2 tidak terjadi perbedaan
signifikan dengan nilai > 0.05 dengan
demikian H03 diterima.
Berdasarkan tabel 4 dilihat bahwa
penurunan HR pada posisi orthopneic
memiliki nilai mean 7 yang lebih tinggi
daripada posisi semi fowler yang memiliki
nilai mean 3. Lalu penurunan RR pada
posisi orthopneic memiliki nilai mean 2
yang lebih tinggi daripada posisi semi fowler
yang memiliki nilai mean 1. Lalu penurunan
skala pada posisi orthopneic memiliki nilai

mean 1.6 yang lebih tinggi daripada posisi
semi fowler yang memiliki nilai mean 0.6.
Jadi dapat disimpulkan bahwa posisi
orthopneic lebih efektif dan dianjurkan
daripada posisi semi fowler.
Posisi yang tepat sangat penting untuk
memberikan kenyamanan kepada pasien
yang terbaring di tempat tidur atau
berkurangnya kemampuan untuk bergerak
sehubungan dengan kondisi medis atau
pengobatan (Perry dkk, 2014). Saat terjadi
serangan sesak biasanya klien merasa sesak
dan tidak dapat tidur dengan posisi
berbaring, melainkan harus dalam posisi
duduk atau setengah duduk untuk
meredakan penyempitan jalan napas dan
memenuhi O2 dalam darah. Posisi tersebut
dapat membuat pasien lebih rileks saat
makan dan berbicara sehingga kemampuan
berbicara pasien tidak terputus-putus dan

dapat menyelesaikan kalimat (Supadi,
Nurachmah, & Mamnuah, 2008).
Posisi semi fowler dapat meningkatkan
curah jantung, mengembangkan ventilasi,

KESIMPULAN
Posisi semi fowler dan posisi orthopneic
dapat digunakan dalam menangani pasien
sesak napas karena dapat menurunkan HR,
RR, dan skala sesak, tetapi tidak pada SpO2.
Peneliti menyarankan agar lebih baik
menggunakan posisi orthopneic daripada
posisi semi fowler dalam penanganan sesak
napas.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim. (2013). The effects of high
fowler and orthopneic position in lung
ventilation; a quantitative-exerimental
6

(edisi ke-7). Philadelphia: Elsevier
Health Sciences.

study. International journal of science
and research 5(2), 1743-1746. Diunduh
dari:
https://www.ijsr.net/archive/v5i2/NOV
161539.pdf

Corcoran, E. (2014). Palliative care and
dyspnea. Clinical journal of oncology
nursing 17(4), 438-440. Diunduh dari:
https://hospiceofrockland.org

Berry, D., & Seitz, R. (2012). Educating the
educator: use of pulse oximetry in
athletic training. Athletic training
education journal 7(2), 74-80. Diunduh
dari: http://nataej.org/7.2/Pulseoximetry-in-athletic-training.pdf

Craven, R., & Hirnle, C. (2003).
Fundamentals of nursing human health
and function. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Crisp, J., & Taylor, C. (2012). Potter &
Perry's fundamentals of nursing Australian version (edisi ke-3).
Philadelphia: Elsevier Health Sciences.

Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan
medikal bedah. Philadelphia: Elsevier.
Buduhan, V., Cashman, R., Cooper, E.,
Levy, K., & Syme, A. (2010). Symptom
Management Guidelines: Dyspnea.
Diunduh dari:
http://www.bccancer.bc.ca

Hogston, R., & Marjoram, B. (2011).
Foundations of nursing practice. UK:
Palgrave Macmillan.
Ignatavicius, D., & Workman, M. (2002).
Medical-Surgical Nursing Critical
Thinking for Collaborative Care (edisi
ke-4). Philadelphia: Elsevier Science
Health Science Division.

Burhan, M., Shofia, N., & Hartanti, R.
(2015). Pengaruh pemberian posisi semi
fowler terhadap respiratory rate pasien
tuberkulosis paru di RSUD Kabupaten
Pekalongan. Diunduh dari:
http://www.e-skripsi.stikesmuhpkj.ac.id

Kamholtz, S., Fein, A., & Ost, D. (2006).
Respiratory emergencies. CRC Press
Kaunang, A., Wilar, R., Rompis, J. (2015).
Perbandingan kadar saturasi oksigen
hari pertama dan hari ketiga pada bayi
baru lahir. Jurnal e-Clinic 3(1), 397401. Diunduh dari:
http://download.portalgaruda.org/

Christensen, B., & Kockrow, E. (2013).
Foundations and adult health nursing
(edisi ke-6). Philadelphia: Elsevier
Health Sciences.
Cinarka, H., Gumus, A., Kayhan, S.,
Durakoglugil, M., Cure, E., Haziroglu,
M., . . . Sahin, U. (2014). An evaluation
of chronic dyspnea in a chest disease
clinic. Journal of pulmonary &
respiratory medicine 4(2), 1-6. Diunduh
dari: http://www.omicsonline.org/openaccess

Kim, K., Byun, M., Lee, W., Cynn, H.,
Kwon, O., & Yi, C. (2012). Effects of
breathing maneuver and sitting posture
on muscle activity in inspiratory
accessory muscles in patients with
chronic obstructive pulmonary disease.
Multidisciplinary respiratory medicine.
Diunduh dari:

Cooper, K., & Gosnell, K. (2014).
Foundations & adult health nursing

7

Notoatmodjo. (2010). Paradigma
konseptual. Diunduh dari:
http://www.library.upnvj.ac.id

https://mrmjournal.biomedcentral.com/
articles
Kristjansdottir, A., Asgeirsdottir, M., Beck,
H., Hannesson, P., & Ragnarsdottir, M.
(2015). Respiratory movements of
patients with severe chronic obstructive
lung disease and emphysema in supine
and forward standing leaning. Open
journal of respiratory diseases 5, 1-9.
Diunduh dari: http://file.scirp.org

Parveen, S., Thaniwattananon, P., &
Matchim, Y. (2013). Dyspnea
experience and dyspnea management
in patients with chronic obstructive
pulmonary disease in Bangladesh.
Nurse media journal of nursing 4(1),
703-714. Dari: https://www.
ejournal.undip.ac.id

Majampoh, A., Rondonuwu, R., & Onibala,
F. (2013). Pengaruh pemberian posisi
semi fowler terhadap kestabilan pola
napas pada pasien TB paru di Irina C5
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
eJournal keperawatan 3(1), 1-7.
Diunduh dari:
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id

Perry, A., Potter, P., & Ostendorf, W.
(2014). Clinical nursing skills &
techniques. St. Louis, MO: Mosby
Elsevier.
Polit, D., & Beck, C. (2006). Essentials of
nursing research: methods, appraisal,
and utilization, volume 1.
Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Proctor, D., & Adams, A. (2013). Kinn's the
medical assistant: an applied learning
approach. Philadelphia: Elsevier Health
Sciences

Maryani, A. (2009). Pengaruh progressive
muscle relaxtion terhadap kecemasan,
mual dan muntah setelah kemoterapi
pada pasien kanker payudara di RS Dr.
Hasan Sadikin Bandung (tesis).
Diunduh dari: https://www. lib.ui.ac.id
McCann, J. (2008). Interpreting signs and
symptoms. US: Lippincott Williams &
Wilkins.

Ramont, R. P., & Niedringhaus, D. M.
(2008). Fundamental nursing care (edisi
ke-2). America: Pearson Education.

Menez, J. (2012). Medical-surgical nursing
certification. China: Lippincott
Williams & Wilkins.

Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS].
(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia

Monahan, F., Sands, J., Neighbors, M.,
Marek, J., & Green, C. (2007). Phipps'
medical-surgical nursing health and
illness perspectives. Philadelphia:
Elsevier Mosby.

Ritianingsih, N., Irawaty, D., & Handiyani,
H. (2011). Peningkatan fungsi ventilasi
paru pada klien penyakit paru obstruksi
kronis dengan posisi high fowler dan
orthopneic. Jurnal keperawatan
indonesia 14(1), 31-36. Diunduh dari:
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki

Mutaqqin, A. (2008). Buku ajar asuhan
keperawatan klien dengan gangguan
sistem pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.

8

Rosdahl, C., & Kowalski, M. (2008).
Textbook of basic nursing (edisi ke-9).
Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Suddarth 1 (edisi ke-8). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Supadi, Nurachmah, E., & Mamnuah.
(2008). Hubungan analisa posisi tidur
semi fowler dengan kualitas tidur pada
klien gagal jantung di RSU Banyumas
Jawa Tengah. Jurnal kebidanan dan
keperawatan 4(2), 97-108. Diunduh
dari:
http://perpus.stikeskusumahusada.ac.id

Rosdahl, C., & Kowalski, M. (2014). Buku
ajar keperawatan dasar 2 (edisi ke-10).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Safitri, R., & Andriyani, A. (2011).
Keefektifan pemberian posisi semi
fowler terhadap penurunan sesak nafas
pada pasien asma di ruang rawat inap
kelas III RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. GASTER 8(2), 783-792.
Diunduh dari:
https://www.researchgate.net

Timby, B. K. (2009). Fundamental nursing
skills and concepts. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2006).
Dasar-dasar metodologi penelitian
klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik riset
keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu.
Shah, D., Desai, A., & Gohil, N. (2012). A
comparision of effect of semi fowler’s
vs side lying position on tidal volume &
pulse oxymetry in ICU patients.
Innovative journal of medical and
health science 2, 81-85. Diunduh dari:
https://www. innovativejournal.in
Silalahi, U. (2009). Metode penelitian sosial.
Bandung: Refika Aditama.
Singal, G., Thakker, D., & Deviputra, S.
(2013). A study on the effect of position
in COPD patients to improve breathing
pattern. International journal of
scientific research 2(6), 462-463.
Diunduh dari:
http://www.worldwidejournals.com
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal-bedah Brunner &
9