Tinjauan Teori Lahirnya UU Perkawinan No. 1 tahun 1974
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Oleh:
HERU SUSETYO
Dosen Fakultas Hukum – UIEU
heru.susetyo@indonusa.ac.id
ABSTRAK
Undang–Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari
perjuangan panjang kaum perempuan Indonesia yang sejak era
kemerdekaan berjuang untuk memperoleh kepastian hukum terhadap
hak-hak kaum perempuan di wilayah hukum perkawinan. Tetapi
setelah 32 tahun implementasinya, Undang-Undang ini banyak menuai
kritik. Salah satu kritik yang mendasar yaitu Undang-Undang ini
dianggap mencampuri urusan private warganegaranya terlalu jauh. Hal
ini bisa dilihat dari Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 31, dan Pasal 34. Dengan demikian, Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 tersebut harus direvisi ataupun
diamandemen untuk beberapa bagian saja, mengingat masih banyak
bagian dari Undang-Undang tersebut masih layak dipertahankan.
Kata Kunci: Hak Perempuan, Undang-Undang Perkawinan, Revisi
Undang-Undang Perkawinan
Indonesia yang sejak era kemerdekaan
Pendahuluan
Satu persoalan yang menyeruak
berjuang untuk memperoleh kepastian
ketika masyarakat Indonesia sibuk ber-
hukum terhadap hak-hak kaum perem-
debat tentang poligami beberapa pekan
puan di wilayah hukum perkawinan.
terakhir
Mengingat,
ini
adalah
tentang
revisi
sebelum Undang-Undang
Undang-Undang (UU) Perkawinan No.
ini lahir begitu mudah perempuan
1 tahun 1974.
Indonesia diceraikan oleh pasangannya
Beberapa kalangan,
apakah akademisi, aktivis LSM, legis-
dan
latif hingga eksekutif bersikap bahwa
perceraian.
sudah semestinya Undang-Undang Per-
terzhalimi
Maka,
hak-haknya
pasca-
perlukah kini Undang-
kawinan No.1 tahun 1974 direvisi,
Undang Perkawinan kembali direvisi?
utamanya yang terkait dengan masalah
Apakah kritik terhadap praktek poligami
poligami (baca:poligini/ polygny).
belakangan ini cukup menjadi dasar
Undang-Undang
untuk revisi Undang-Undang ini ataukah
Perkawinan lahir antara lain dari per-
ada persoalan-persoalan lain yang lebih
juangan
signifikan?
Di sisi lain,
panjang
kaum
perempuan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
70
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
Hingga kini,
Tinjauan Teori
Undang-Undang
Lahirnya UU Perkawinan No. 1
ini belum pernah direvisi. Sebaliknya,
tahun 1974
dalam kurun waktu ini lahir berbagai
lahirnya
peraturan perundang-undangan pendu-
No.
1
kung seperti PP No. 9 tahun 1975, PP
tahun 1974 telah melewati suatu proses
No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun
panjang dari rentetan perjuangan kaum
1990 tentang ijin menikah Pegawai
perempuan di Indonesia menuntut ke-
Negeri Sipil (PNS), Undang-Undang
adilan dan pengakuan atas hak-hak
No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
asasinya. Bahkan, perjuangan ini bisa
Agama, dan Kompilasi Hukum Islam
dirunut sejak zaman R.A.
(KHI) tahun 1991.
Tidak
dipungkiri,
Undang-Undang
Perkawinan
Kartini,
dimana beliau melalui surat-suratnya
menceritakan kegelisahan terhadap kon-
Kritik terhadap Undang-Undang
disi kaumnya maupun melalui pengala-
Perkawinan
Memasuki usia 32 tahun imple-
mannya sendiri dalam keluarganya.
Oleh karena itu,
bukan tanpa
mentasinya,
Undang-Undang ini tak
sebab bahwa RUU Perkawinan kemu-
pelak telah menuai sejumlah kritik.
dian disetujui DPR RI pada tanggal 22
Kendati,
Desember 1973, dengan maksud sebagai
memujinya karena menciptakan kepas-
hadiah bagi kaum Ibu Indonesia (di hari
tian hukum di wilayah hukum per-
Ibu). Persetujuan ini kemudian dikukuh-
kawinan.
banyak juga kalangan yang
Salah
kan oleh presiden RI pada tanggal 2
satu
mendasar
Januari 1974 dan jadilah Undang-
adalah
Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
dianggap mencampuri urusan private
Namun,
perjuangan ke arah lahirnya
warganegaranya terlalu jauh. Memang,
Undang-Undang ini tak mulus. Sempat
hukum perkawinan termasuk dalam
terjadi aksi walk out salah satu fraksi di
bidang hukum keluarga yang merupakan
DPR RI dan keberatan dari kelompok-
bagian dari hukum private yang bersifat
kelompok tertentu dengan dalih bahwa
sensitif.
Undang-Undang ini agak terpengaruh
kewarisan, perceraian, dan hukum keke-
kepentingan agama tertentu dan men-
luargaan/perorangan
campuri
ketika
masalah
negaranya terlalu jauh.
private
warga
bahwa
kritik
Undang-Undang
Sama halnya dengan hukum
Negara
lainnya.
mengatur
Maka,
masalah
perkawinan terlalu jauh, tak pelak ada
sejumlah pihak yang keberatan.
71
ini
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
dianggap
tapkan bahwa perkawinan masyarakat
mencampuri urusan private dan berma-
muslim dicatat oleh KUA (Kantor
salah adalah
Urusan Agama) dan masyarakat non
Adapun
pasal-pasal
berbunyi
apabila
yang
Pasal 2 ayat 1 yang
“perkawinan
dilakukan
adalah
menurut
sah,
muslim pada KCS (Kantor Catatan
hukum
Sipil). Permasalahannya adalah, paling
masing-masing agamanya dan keperca-
tidak hingga era reformasi,
Negara
yaannya itu”. Beberapa kalangan yang
Indonesia membatasi agama yang „sah
berkeberatan dengan pasal ini berdalih
dan diakui‟
bahwa pasal ini cenderung membatasi
beberapa agama saja,
perkawinan dan hak individu untuk
Hucu, aliran kepercayaan, dan agama-
memilih pasangan yang disukainya.
agama lainnya. Otomatis, karena eksis-
Sebagai contoh, bagi seorang muslim
tensi mereka tidak/ belum diakui di
tentunya perkawinan dia dianggap sah
wilayah hukum perkawinan,
ketika
berlangsung
sesuai
dengan
jarang dari penganut agama dan aliran
hukum
perkawinan
Islam.
Maka,
kepercayaan tersebut mengaku sebagai
perkawinan campuran berbeda agama
penganut agama lain yang diakui di
tentunya tak dimungkinkan menurut
Indonesia untuk kebutuhan pencatatan
pasal ini (kendati pada prakteknya
perkawinan mereka di KUA maupun di
banyak terjadi). Undang-Undang ini
KCS. Hal ini tentunya merugikan
juga memang mengartikan perkawinan
kepentingan dan hak-hak sipil mereka.
di Indonesia hanya pada
minus Kong
tidak
campuran dalam arti perkawinan antara
Keberatan selanjutnya adalah
dua orang yang berbeda kewarga-
pada pasal yang mengatur tentang
negaraan vide Pasal 57 Undang-Undang
poligami,
ini yang berbunyi: “yang dimaksud
Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Ber-
dengan perkawinan campuran dalam
dasarkan pasal 3 ayat (1) Undang-
undang-undang ini ialah perkawinan
Undang ini disebutkan bahwa pada
antara dua orang yang di Indonesia tun-
azasnya dalam suatu perkawinan seo-
duk pada hukum yang berlainan, karena
rang pria hanya boleh mempunyai
perbedaan kewarganegaraan…”
seorang isteri dan seorang wanita hanya
Keberatan kedua adalah terha-
boleh
yaitu pasal
mempunyai
3, 4, dan 5
seorang
suami.
dap keharusan mencatatkan perkawinan
Namun pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
(pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 1
ini menyebutkan bahwa pengadilan
tahun 1974 jo PP No. 9 tahun 1975).
dapat memberi izin kepada seorang
Peraturan perundang-undangan mene-
suami untuk beristeri lebih dari seorang
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
72
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
Poligami yang berlangsung di
yang bersangkutan. Syarat-syarat yang
luar
harus dipenuhi oleh seorang suami yang
biasanya berlangsung di bawah tangan
akan menikah lagi tercantum pada pasal
(perkawinan di bawah tangan), alias
4 (syarat-syarat alternatif) dan pada
tidak dilangsungkan di hadapan petugas
pasal 5 (syarat-syarat alternatif).
pencatat pernikahan (KUA).
Maka, sikap Undang-Undang No. 1
biasanya petugas KUA akan memperta-
tahun 1974 sudah jelas,
bahwa ia
nyakan ada tidak ijin ataupun penetapan
menganut
monogami
dari pengadilan yang mengijinkan sang
terbuka.
asas/
prinsip
Sejatinya perkawinan adalah
calon
kaidah
suami
Undang-Undang
untuk
ini
Karena
menikah
lagi.
monogami, namun poligami (poligini)
Perkawinan di bawah tangan ini bisa
dimungkinkan sepanjang ada penetapan
jadi sah menurut hukum Islam, selama
pengadilan dan terpenuhinya syarat-
syarat-syarat dan rukun-rukun perkawi-
syarat alternatif maupun kumulatif.
nannya dipenuhi. Namun, tidak berke-
Kendati syarat terjadinya poli-
kuatan hukum di hadapan hukum negara
menurut
ini
Indonesia. Karena perkawinan tersebut
cukup berat dan cenderung bersifat
tak tercatat, otomatis kedua mempelai
eksepsional. tak urung banyak kalangan
tak memiliki surat nikah.
yang berkeberatan. Keberatannya adalah
memiliki surat nikah, anak yang akan
karena
dilahirkan
gami
memberi
Undang-Undang
pasal-pasal tersebut dianggap
landasan
terancam
tak
untuk
memiliki akta kelahiran, karena perka-
berlangsungnya poligami. Karena ada
winan kedua orang tuanya tak tercatat
juga kalangan yang tak setuju dengan
dalam dokumen negara.
poligami
dalam
hukum
nantinya
Karena tak
Karena tak
segala
bentuknya.
memiliki akta kelahiran, maka sang anak
Keberatan kedua adalah,
tak sedikit
akan
praktek
terjadi
di
dokumen pribadi lainnya yang amat
Indonesia tidak berlangsung menurut
dibutuhkan di kemudian hari. Perma-
kaidah yang ditetapkan oleh Undang-
salahan
Undang ini. Alias, terjadi tanpa ijin/
pembagian harta waris.
penetapan dari Pengadilan Agama dan
suami/ ayah meninggal dunia, maka
tak memenuhi syarat-syarat alternatif
tanpa adanya surat nikah dan akta
dan kumulatif yang ditetapkan Undang-
kelahiran, sang istri kedua dan anak-
Undang Perkawinan.
anak yang dilahirkan akan kesulitan
poligami
yang
sulit
mendapatkan
berikutnya
dokumen-
adalah
tentang
Ketika sang
untuk mengklaim bagian dari harta
73
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
waris yang semestinya mereka dapatkan.
kesan bahwa perempuan dimarginalkan
Karena ketiadaan bukti otentik bahwa
pada posisi tertentu sesuai dengan peran
mereka adalah juga istri dan anak-anak
gendernya.
yang dilahirkan dari perkawinan yang
tak mesti mengatur peran suami dan
sah. Inilah salah satu keberatan terhadap
isteri terlalu jauh. Kembalikanlah pada
praktek poligami selama ini, yaitu di
masing-masing suami dan isteri. Berikan
wilayah perlindungan hak-hak perem-
mereka kebebasan untuk memilih sesuai
puan (istri) dan hak anak-anak yang
dengan kesadaran agama, sosial, dan
dilahirkan.
hak-hak individunya. Kalaupun mereka
Pasal
berikutnya
yang
juga
Yang diinginkan,
memilih ingin di wilayah
negara
private,
mengundang masalah adalah pasal 31
publik, ataupun keduanya, itu harus
dan 34 Undang-Undang No. 1 tahun
berlangsung atas kesadaran dan pilihan
1974. Disebutkan dalam kedua pasal itu
mereka sendiri dan bukan karena peran
bahwa hak dan kedudukan isteri adalah
yang dibakukan hukum negara.
seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
Sampai sini barangkali
belum timbul masalah.
Namun pada
Permasalahan
Apakah perlu untuk merevisi
Undang-Undang Perkawinan? Apabila
dirasa perlu, apa yang harus direvisi?
ayat berikutnya terkesan ada pembakuan
peran sebagai berikut (pasal 31 ayat 3) :
Pembahasan
“suami adalah kepala keluarga dan isteri
Melihat sejumlah besar perma-
ibu rumah tangga.” dan pasal 34 ayat (1)
salahan di atas, tak bisa tidak, Undang-
dan (2): “suami wajib melindungi
Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974
isterinya dan memberikan segala sesuatu
memang harus direvisi ataupun diaman-
keperluan hidup berumah tangga sesuai
demen untuk beberapa bagian. Disebut
dengan kemampuannya,
isteri wajib
beberapa bagian, karena masih banyak
mengatur urusan rumah tangga sebaik-
bagian dari Undang-Undang Perkawinan
baiknya.”
yang masih layak dipertahankan. Alias,
Keberatan dari kalangan perem-
penyimpangan
terhadapnya
terjadi
puan, pasal 31 dan 34 di atas cenderung
bukan karena rumusan normatif pasal-
membakukan peran istri dan suami.
pasalnya yang menyimpang tapi lebih
Suami ditempatkan di wilayah publik
karena praktek dalam masyarakat (law
dan isteri di wilayah private. Timbul
in action) yang memang sejak sebelum
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
74
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
lahirnya ataupun setelah berlakunya
keluarga,
Undang-Undang Perkawinan- pun tetap
daran dan pilihan masing-masing sesuai
tidak membaca dan kalaupun membaca
dengan tingkat kesadaran keagamaan,
tetap tidak peduli dengan aturan dalam
kepercayaan, sosial dan kesadaran hak-
Undang-Undang ini.
hak individunya. Tak perlu diekspli-
Aturan
yang
mesti
direvisi
sitkan dalam klausula tertentu.
adalah pembatasan pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil
kembalikan saja pada kesa-
Akan halnya rumusan menge-
untuk
nai poligami/ poligini dalam Undang-
agama-agama tertentu saja (pasal 2
Undang Perkawinan ini menurut hemat
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 jo PP
kami
No. 9 tahun 1975), yang menegasikan
Karena untuk melarang poligami sama
agama-agama lain dan aliran keper-
sekali juga tak bijak. Karena akan men-
cayaan
cederai aturan agama tertentu yang
yang
eksis
di
Indonesia.
sudah
cukup
kompromistis.
Konstitusi Indonesia (UUD 45) dan UU
memang
No. 39 tahun 1999 tentang HAM
poligami dalam kondisi-kondisi tertentu.
menjamin kebebasan penduduk untuk
Namun,
menganut dan beribadah menurut agama
terbuka juga tak dimungkinkan, karena
dan
masing-masing.
memang cukup banyak praktek poligami
Maka, apa agama dan kepercayaan yang
yang berlangsung dengan menegasikan
dianut penduduk adalah di luar wilayah
perlindungan terhadap hak-hak perem-
yang bisa diintervensi negara. Lagipula,
puan dan anak. Asas monogami terbuka,
pencatatan perkawinan masih berada di
yang membolehkan terjadinya poligami
wilayah hukum antar pribadi (perdata/
dalam kondisi yang sangat eksepsional,
private).
adalah suatu jalan keluar yang cukup
kepercayaannya
Pasal berikutnya yang mesti
direvisi adalah pasal 31 dan 34 Undang-
mengijinkan
berlakunya
untuk melepaskannya secara
kompromistis di tengah kemajemukan
bangsa ini.
Undang No. 1 tahun 1974 yang membakukan peran suami dan isteri pada
Penutup
posisi-posisi tertentu. Undang-Undang
Kesimpulan
perkawinan semestinya cukup mengatur
bahwa
suami
dan
isteri
memiliki
Di
luar
kontroversi
tentang
poligami dan revisi Undang-Undang
kedudukan dan hak-hak yang seimbang
Perkawinan,
dalam hukum perkawinan. Akan halnya
mendasar adalah masih perlukah negara
mengenai tugas dan perannya dalam
Indonesia
75
pertanyaan yang lebih
memiliki
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Undang-Undang
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
Perkawinan yang mengatur perkawinan
rumusan
dalam
hukum
agama/
warganegaranya yang majemuk secara
kepercayaan dengan perlindungan ter-
agama, suku, ras, golongan, hukum,
hadap hak-hak kelompok tertentu dalam
adat, dan nilai-nilai budaya? atau, cukup
hubungan perkawinan yang selama ini
kembalikan saja kepada ajaran agama,
rentan kedudukannya,
kepercayaan, dan keyakinan masing-
perempuan dan anak-anak. Kita meya-
masing?
kini bahwa hampir semua agama dan
yaitu kaum
Unifikasi hukum perkawinan
kepercayaan adalah melindungi dan
seperti Undang-Undang No. 1 tahun
memiliki perhatian terhadap kelompok
1974 (sebagaimana hukum kekeluargaan
perempuan dan anak-anak. Namun,
yang lain) adalah suatu tantangan di
ketika memasuki wilayah formulasi dan
tengah kemajemukan bangsa Indonesia.
unifikasi hukum, yang mesti meng-
Karena
ini
kompromikan semua kepentingan dan
bukanlah negara sekular yang melepas-
aspirasi semua golongan masalahnya
kan sama sekali pengaruh agama dalam
menjadi tidak sederhana, dan juga tidak
kehidupan berbangsa dan bernegara.
mudah.
Namun, negara ini juga bukan negara
sebenarnya dalam revisi hukum per-
agama yang dapat memaksakan hukum
kawinan nasional.
bagaimanapun
negera
Namun
disinilah
tantangan
agama tertentu untuk diberlakukan pada
seluruh rakyatnya. Rumusan negara
Daftar Pustaka
Indonesia sebagai negara yang ber-
Hilman Hadikusuma, ”Hukum Perka-
Ketuhanan Yang Maha Esa, sekali lagi
winan
adalah rumusan yang cukup kompro-
Bakti, Bandung, 1990.
mistis dalam konteks keindonesiaan.
Keserasian
Citra
Aditya
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
kompromi-
1983 Tentang Izin Perkawinan
kompromi seperti di atas perlu dipikir-
dan Perceraian Bagi Pegawai
kan
Negeri Sipil.
ketika
akan
dan
Adat”,
merevisi
hukum
perkawinan nasional. Bagaimana meng-
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
akomodasi kepentingan semua pihak
tentang Pelaksanaan UU No. 1
untuk melahirkan kepastian hukum dan
Tahun 1974.
juga keadilan dalam masalah perkawinan.
adalah
Juga,
tantangan berikutnya
bagaimana
Undang-Undang
Perkawinan
No.1
Tahun 1974.
menyerasikan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
76
REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Oleh:
HERU SUSETYO
Dosen Fakultas Hukum – UIEU
heru.susetyo@indonusa.ac.id
ABSTRAK
Undang–Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari
perjuangan panjang kaum perempuan Indonesia yang sejak era
kemerdekaan berjuang untuk memperoleh kepastian hukum terhadap
hak-hak kaum perempuan di wilayah hukum perkawinan. Tetapi
setelah 32 tahun implementasinya, Undang-Undang ini banyak menuai
kritik. Salah satu kritik yang mendasar yaitu Undang-Undang ini
dianggap mencampuri urusan private warganegaranya terlalu jauh. Hal
ini bisa dilihat dari Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 31, dan Pasal 34. Dengan demikian, Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 tersebut harus direvisi ataupun
diamandemen untuk beberapa bagian saja, mengingat masih banyak
bagian dari Undang-Undang tersebut masih layak dipertahankan.
Kata Kunci: Hak Perempuan, Undang-Undang Perkawinan, Revisi
Undang-Undang Perkawinan
Indonesia yang sejak era kemerdekaan
Pendahuluan
Satu persoalan yang menyeruak
berjuang untuk memperoleh kepastian
ketika masyarakat Indonesia sibuk ber-
hukum terhadap hak-hak kaum perem-
debat tentang poligami beberapa pekan
puan di wilayah hukum perkawinan.
terakhir
Mengingat,
ini
adalah
tentang
revisi
sebelum Undang-Undang
Undang-Undang (UU) Perkawinan No.
ini lahir begitu mudah perempuan
1 tahun 1974.
Indonesia diceraikan oleh pasangannya
Beberapa kalangan,
apakah akademisi, aktivis LSM, legis-
dan
latif hingga eksekutif bersikap bahwa
perceraian.
sudah semestinya Undang-Undang Per-
terzhalimi
Maka,
hak-haknya
pasca-
perlukah kini Undang-
kawinan No.1 tahun 1974 direvisi,
Undang Perkawinan kembali direvisi?
utamanya yang terkait dengan masalah
Apakah kritik terhadap praktek poligami
poligami (baca:poligini/ polygny).
belakangan ini cukup menjadi dasar
Undang-Undang
untuk revisi Undang-Undang ini ataukah
Perkawinan lahir antara lain dari per-
ada persoalan-persoalan lain yang lebih
juangan
signifikan?
Di sisi lain,
panjang
kaum
perempuan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
70
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
Hingga kini,
Tinjauan Teori
Undang-Undang
Lahirnya UU Perkawinan No. 1
ini belum pernah direvisi. Sebaliknya,
tahun 1974
dalam kurun waktu ini lahir berbagai
lahirnya
peraturan perundang-undangan pendu-
No.
1
kung seperti PP No. 9 tahun 1975, PP
tahun 1974 telah melewati suatu proses
No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun
panjang dari rentetan perjuangan kaum
1990 tentang ijin menikah Pegawai
perempuan di Indonesia menuntut ke-
Negeri Sipil (PNS), Undang-Undang
adilan dan pengakuan atas hak-hak
No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
asasinya. Bahkan, perjuangan ini bisa
Agama, dan Kompilasi Hukum Islam
dirunut sejak zaman R.A.
(KHI) tahun 1991.
Tidak
dipungkiri,
Undang-Undang
Perkawinan
Kartini,
dimana beliau melalui surat-suratnya
menceritakan kegelisahan terhadap kon-
Kritik terhadap Undang-Undang
disi kaumnya maupun melalui pengala-
Perkawinan
Memasuki usia 32 tahun imple-
mannya sendiri dalam keluarganya.
Oleh karena itu,
bukan tanpa
mentasinya,
Undang-Undang ini tak
sebab bahwa RUU Perkawinan kemu-
pelak telah menuai sejumlah kritik.
dian disetujui DPR RI pada tanggal 22
Kendati,
Desember 1973, dengan maksud sebagai
memujinya karena menciptakan kepas-
hadiah bagi kaum Ibu Indonesia (di hari
tian hukum di wilayah hukum per-
Ibu). Persetujuan ini kemudian dikukuh-
kawinan.
banyak juga kalangan yang
Salah
kan oleh presiden RI pada tanggal 2
satu
mendasar
Januari 1974 dan jadilah Undang-
adalah
Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
dianggap mencampuri urusan private
Namun,
perjuangan ke arah lahirnya
warganegaranya terlalu jauh. Memang,
Undang-Undang ini tak mulus. Sempat
hukum perkawinan termasuk dalam
terjadi aksi walk out salah satu fraksi di
bidang hukum keluarga yang merupakan
DPR RI dan keberatan dari kelompok-
bagian dari hukum private yang bersifat
kelompok tertentu dengan dalih bahwa
sensitif.
Undang-Undang ini agak terpengaruh
kewarisan, perceraian, dan hukum keke-
kepentingan agama tertentu dan men-
luargaan/perorangan
campuri
ketika
masalah
negaranya terlalu jauh.
private
warga
bahwa
kritik
Undang-Undang
Sama halnya dengan hukum
Negara
lainnya.
mengatur
Maka,
masalah
perkawinan terlalu jauh, tak pelak ada
sejumlah pihak yang keberatan.
71
ini
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
dianggap
tapkan bahwa perkawinan masyarakat
mencampuri urusan private dan berma-
muslim dicatat oleh KUA (Kantor
salah adalah
Urusan Agama) dan masyarakat non
Adapun
pasal-pasal
berbunyi
apabila
yang
Pasal 2 ayat 1 yang
“perkawinan
dilakukan
adalah
menurut
sah,
muslim pada KCS (Kantor Catatan
hukum
Sipil). Permasalahannya adalah, paling
masing-masing agamanya dan keperca-
tidak hingga era reformasi,
Negara
yaannya itu”. Beberapa kalangan yang
Indonesia membatasi agama yang „sah
berkeberatan dengan pasal ini berdalih
dan diakui‟
bahwa pasal ini cenderung membatasi
beberapa agama saja,
perkawinan dan hak individu untuk
Hucu, aliran kepercayaan, dan agama-
memilih pasangan yang disukainya.
agama lainnya. Otomatis, karena eksis-
Sebagai contoh, bagi seorang muslim
tensi mereka tidak/ belum diakui di
tentunya perkawinan dia dianggap sah
wilayah hukum perkawinan,
ketika
berlangsung
sesuai
dengan
jarang dari penganut agama dan aliran
hukum
perkawinan
Islam.
Maka,
kepercayaan tersebut mengaku sebagai
perkawinan campuran berbeda agama
penganut agama lain yang diakui di
tentunya tak dimungkinkan menurut
Indonesia untuk kebutuhan pencatatan
pasal ini (kendati pada prakteknya
perkawinan mereka di KUA maupun di
banyak terjadi). Undang-Undang ini
KCS. Hal ini tentunya merugikan
juga memang mengartikan perkawinan
kepentingan dan hak-hak sipil mereka.
di Indonesia hanya pada
minus Kong
tidak
campuran dalam arti perkawinan antara
Keberatan selanjutnya adalah
dua orang yang berbeda kewarga-
pada pasal yang mengatur tentang
negaraan vide Pasal 57 Undang-Undang
poligami,
ini yang berbunyi: “yang dimaksud
Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Ber-
dengan perkawinan campuran dalam
dasarkan pasal 3 ayat (1) Undang-
undang-undang ini ialah perkawinan
Undang ini disebutkan bahwa pada
antara dua orang yang di Indonesia tun-
azasnya dalam suatu perkawinan seo-
duk pada hukum yang berlainan, karena
rang pria hanya boleh mempunyai
perbedaan kewarganegaraan…”
seorang isteri dan seorang wanita hanya
Keberatan kedua adalah terha-
boleh
yaitu pasal
mempunyai
3, 4, dan 5
seorang
suami.
dap keharusan mencatatkan perkawinan
Namun pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
(pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 1
ini menyebutkan bahwa pengadilan
tahun 1974 jo PP No. 9 tahun 1975).
dapat memberi izin kepada seorang
Peraturan perundang-undangan mene-
suami untuk beristeri lebih dari seorang
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
72
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
Poligami yang berlangsung di
yang bersangkutan. Syarat-syarat yang
luar
harus dipenuhi oleh seorang suami yang
biasanya berlangsung di bawah tangan
akan menikah lagi tercantum pada pasal
(perkawinan di bawah tangan), alias
4 (syarat-syarat alternatif) dan pada
tidak dilangsungkan di hadapan petugas
pasal 5 (syarat-syarat alternatif).
pencatat pernikahan (KUA).
Maka, sikap Undang-Undang No. 1
biasanya petugas KUA akan memperta-
tahun 1974 sudah jelas,
bahwa ia
nyakan ada tidak ijin ataupun penetapan
menganut
monogami
dari pengadilan yang mengijinkan sang
terbuka.
asas/
prinsip
Sejatinya perkawinan adalah
calon
kaidah
suami
Undang-Undang
untuk
ini
Karena
menikah
lagi.
monogami, namun poligami (poligini)
Perkawinan di bawah tangan ini bisa
dimungkinkan sepanjang ada penetapan
jadi sah menurut hukum Islam, selama
pengadilan dan terpenuhinya syarat-
syarat-syarat dan rukun-rukun perkawi-
syarat alternatif maupun kumulatif.
nannya dipenuhi. Namun, tidak berke-
Kendati syarat terjadinya poli-
kuatan hukum di hadapan hukum negara
menurut
ini
Indonesia. Karena perkawinan tersebut
cukup berat dan cenderung bersifat
tak tercatat, otomatis kedua mempelai
eksepsional. tak urung banyak kalangan
tak memiliki surat nikah.
yang berkeberatan. Keberatannya adalah
memiliki surat nikah, anak yang akan
karena
dilahirkan
gami
memberi
Undang-Undang
pasal-pasal tersebut dianggap
landasan
terancam
tak
untuk
memiliki akta kelahiran, karena perka-
berlangsungnya poligami. Karena ada
winan kedua orang tuanya tak tercatat
juga kalangan yang tak setuju dengan
dalam dokumen negara.
poligami
dalam
hukum
nantinya
Karena tak
Karena tak
segala
bentuknya.
memiliki akta kelahiran, maka sang anak
Keberatan kedua adalah,
tak sedikit
akan
praktek
terjadi
di
dokumen pribadi lainnya yang amat
Indonesia tidak berlangsung menurut
dibutuhkan di kemudian hari. Perma-
kaidah yang ditetapkan oleh Undang-
salahan
Undang ini. Alias, terjadi tanpa ijin/
pembagian harta waris.
penetapan dari Pengadilan Agama dan
suami/ ayah meninggal dunia, maka
tak memenuhi syarat-syarat alternatif
tanpa adanya surat nikah dan akta
dan kumulatif yang ditetapkan Undang-
kelahiran, sang istri kedua dan anak-
Undang Perkawinan.
anak yang dilahirkan akan kesulitan
poligami
yang
sulit
mendapatkan
berikutnya
dokumen-
adalah
tentang
Ketika sang
untuk mengklaim bagian dari harta
73
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
waris yang semestinya mereka dapatkan.
kesan bahwa perempuan dimarginalkan
Karena ketiadaan bukti otentik bahwa
pada posisi tertentu sesuai dengan peran
mereka adalah juga istri dan anak-anak
gendernya.
yang dilahirkan dari perkawinan yang
tak mesti mengatur peran suami dan
sah. Inilah salah satu keberatan terhadap
isteri terlalu jauh. Kembalikanlah pada
praktek poligami selama ini, yaitu di
masing-masing suami dan isteri. Berikan
wilayah perlindungan hak-hak perem-
mereka kebebasan untuk memilih sesuai
puan (istri) dan hak anak-anak yang
dengan kesadaran agama, sosial, dan
dilahirkan.
hak-hak individunya. Kalaupun mereka
Pasal
berikutnya
yang
juga
Yang diinginkan,
memilih ingin di wilayah
negara
private,
mengundang masalah adalah pasal 31
publik, ataupun keduanya, itu harus
dan 34 Undang-Undang No. 1 tahun
berlangsung atas kesadaran dan pilihan
1974. Disebutkan dalam kedua pasal itu
mereka sendiri dan bukan karena peran
bahwa hak dan kedudukan isteri adalah
yang dibakukan hukum negara.
seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
Sampai sini barangkali
belum timbul masalah.
Namun pada
Permasalahan
Apakah perlu untuk merevisi
Undang-Undang Perkawinan? Apabila
dirasa perlu, apa yang harus direvisi?
ayat berikutnya terkesan ada pembakuan
peran sebagai berikut (pasal 31 ayat 3) :
Pembahasan
“suami adalah kepala keluarga dan isteri
Melihat sejumlah besar perma-
ibu rumah tangga.” dan pasal 34 ayat (1)
salahan di atas, tak bisa tidak, Undang-
dan (2): “suami wajib melindungi
Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974
isterinya dan memberikan segala sesuatu
memang harus direvisi ataupun diaman-
keperluan hidup berumah tangga sesuai
demen untuk beberapa bagian. Disebut
dengan kemampuannya,
isteri wajib
beberapa bagian, karena masih banyak
mengatur urusan rumah tangga sebaik-
bagian dari Undang-Undang Perkawinan
baiknya.”
yang masih layak dipertahankan. Alias,
Keberatan dari kalangan perem-
penyimpangan
terhadapnya
terjadi
puan, pasal 31 dan 34 di atas cenderung
bukan karena rumusan normatif pasal-
membakukan peran istri dan suami.
pasalnya yang menyimpang tapi lebih
Suami ditempatkan di wilayah publik
karena praktek dalam masyarakat (law
dan isteri di wilayah private. Timbul
in action) yang memang sejak sebelum
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
74
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
lahirnya ataupun setelah berlakunya
keluarga,
Undang-Undang Perkawinan- pun tetap
daran dan pilihan masing-masing sesuai
tidak membaca dan kalaupun membaca
dengan tingkat kesadaran keagamaan,
tetap tidak peduli dengan aturan dalam
kepercayaan, sosial dan kesadaran hak-
Undang-Undang ini.
hak individunya. Tak perlu diekspli-
Aturan
yang
mesti
direvisi
sitkan dalam klausula tertentu.
adalah pembatasan pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil
kembalikan saja pada kesa-
Akan halnya rumusan menge-
untuk
nai poligami/ poligini dalam Undang-
agama-agama tertentu saja (pasal 2
Undang Perkawinan ini menurut hemat
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 jo PP
kami
No. 9 tahun 1975), yang menegasikan
Karena untuk melarang poligami sama
agama-agama lain dan aliran keper-
sekali juga tak bijak. Karena akan men-
cayaan
cederai aturan agama tertentu yang
yang
eksis
di
Indonesia.
sudah
cukup
kompromistis.
Konstitusi Indonesia (UUD 45) dan UU
memang
No. 39 tahun 1999 tentang HAM
poligami dalam kondisi-kondisi tertentu.
menjamin kebebasan penduduk untuk
Namun,
menganut dan beribadah menurut agama
terbuka juga tak dimungkinkan, karena
dan
masing-masing.
memang cukup banyak praktek poligami
Maka, apa agama dan kepercayaan yang
yang berlangsung dengan menegasikan
dianut penduduk adalah di luar wilayah
perlindungan terhadap hak-hak perem-
yang bisa diintervensi negara. Lagipula,
puan dan anak. Asas monogami terbuka,
pencatatan perkawinan masih berada di
yang membolehkan terjadinya poligami
wilayah hukum antar pribadi (perdata/
dalam kondisi yang sangat eksepsional,
private).
adalah suatu jalan keluar yang cukup
kepercayaannya
Pasal berikutnya yang mesti
direvisi adalah pasal 31 dan 34 Undang-
mengijinkan
berlakunya
untuk melepaskannya secara
kompromistis di tengah kemajemukan
bangsa ini.
Undang No. 1 tahun 1974 yang membakukan peran suami dan isteri pada
Penutup
posisi-posisi tertentu. Undang-Undang
Kesimpulan
perkawinan semestinya cukup mengatur
bahwa
suami
dan
isteri
memiliki
Di
luar
kontroversi
tentang
poligami dan revisi Undang-Undang
kedudukan dan hak-hak yang seimbang
Perkawinan,
dalam hukum perkawinan. Akan halnya
mendasar adalah masih perlukah negara
mengenai tugas dan perannya dalam
Indonesia
75
pertanyaan yang lebih
memiliki
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Undang-Undang
Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan
Perkawinan yang mengatur perkawinan
rumusan
dalam
hukum
agama/
warganegaranya yang majemuk secara
kepercayaan dengan perlindungan ter-
agama, suku, ras, golongan, hukum,
hadap hak-hak kelompok tertentu dalam
adat, dan nilai-nilai budaya? atau, cukup
hubungan perkawinan yang selama ini
kembalikan saja kepada ajaran agama,
rentan kedudukannya,
kepercayaan, dan keyakinan masing-
perempuan dan anak-anak. Kita meya-
masing?
kini bahwa hampir semua agama dan
yaitu kaum
Unifikasi hukum perkawinan
kepercayaan adalah melindungi dan
seperti Undang-Undang No. 1 tahun
memiliki perhatian terhadap kelompok
1974 (sebagaimana hukum kekeluargaan
perempuan dan anak-anak. Namun,
yang lain) adalah suatu tantangan di
ketika memasuki wilayah formulasi dan
tengah kemajemukan bangsa Indonesia.
unifikasi hukum, yang mesti meng-
Karena
ini
kompromikan semua kepentingan dan
bukanlah negara sekular yang melepas-
aspirasi semua golongan masalahnya
kan sama sekali pengaruh agama dalam
menjadi tidak sederhana, dan juga tidak
kehidupan berbangsa dan bernegara.
mudah.
Namun, negara ini juga bukan negara
sebenarnya dalam revisi hukum per-
agama yang dapat memaksakan hukum
kawinan nasional.
bagaimanapun
negera
Namun
disinilah
tantangan
agama tertentu untuk diberlakukan pada
seluruh rakyatnya. Rumusan negara
Daftar Pustaka
Indonesia sebagai negara yang ber-
Hilman Hadikusuma, ”Hukum Perka-
Ketuhanan Yang Maha Esa, sekali lagi
winan
adalah rumusan yang cukup kompro-
Bakti, Bandung, 1990.
mistis dalam konteks keindonesiaan.
Keserasian
Citra
Aditya
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
kompromi-
1983 Tentang Izin Perkawinan
kompromi seperti di atas perlu dipikir-
dan Perceraian Bagi Pegawai
kan
Negeri Sipil.
ketika
akan
dan
Adat”,
merevisi
hukum
perkawinan nasional. Bagaimana meng-
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
akomodasi kepentingan semua pihak
tentang Pelaksanaan UU No. 1
untuk melahirkan kepastian hukum dan
Tahun 1974.
juga keadilan dalam masalah perkawinan.
adalah
Juga,
tantangan berikutnya
bagaimana
Undang-Undang
Perkawinan
No.1
Tahun 1974.
menyerasikan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
76