Tinjauan Teori Lahirnya UU Perkawinan No. 1 tahun 1974

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Oleh:
HERU SUSETYO
Dosen Fakultas Hukum – UIEU
heru.susetyo@indonusa.ac.id

ABSTRAK
Undang–Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari
perjuangan panjang kaum perempuan Indonesia yang sejak era
kemerdekaan berjuang untuk memperoleh kepastian hukum terhadap
hak-hak kaum perempuan di wilayah hukum perkawinan. Tetapi
setelah 32 tahun implementasinya, Undang-Undang ini banyak menuai
kritik. Salah satu kritik yang mendasar yaitu Undang-Undang ini
dianggap mencampuri urusan private warganegaranya terlalu jauh. Hal
ini bisa dilihat dari Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 31, dan Pasal 34. Dengan demikian, Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 tersebut harus direvisi ataupun
diamandemen untuk beberapa bagian saja, mengingat masih banyak
bagian dari Undang-Undang tersebut masih layak dipertahankan.

Kata Kunci: Hak Perempuan, Undang-Undang Perkawinan, Revisi
Undang-Undang Perkawinan

Indonesia yang sejak era kemerdekaan

Pendahuluan
Satu persoalan yang menyeruak

berjuang untuk memperoleh kepastian

ketika masyarakat Indonesia sibuk ber-

hukum terhadap hak-hak kaum perem-

debat tentang poligami beberapa pekan

puan di wilayah hukum perkawinan.

terakhir


Mengingat,

ini

adalah

tentang

revisi

sebelum Undang-Undang

Undang-Undang (UU) Perkawinan No.

ini lahir begitu mudah perempuan

1 tahun 1974.

Indonesia diceraikan oleh pasangannya


Beberapa kalangan,

apakah akademisi, aktivis LSM, legis-

dan

latif hingga eksekutif bersikap bahwa

perceraian.

sudah semestinya Undang-Undang Per-

terzhalimi

Maka,

hak-haknya

pasca-


perlukah kini Undang-

kawinan No.1 tahun 1974 direvisi,

Undang Perkawinan kembali direvisi?

utamanya yang terkait dengan masalah

Apakah kritik terhadap praktek poligami

poligami (baca:poligini/ polygny).

belakangan ini cukup menjadi dasar

Undang-Undang

untuk revisi Undang-Undang ini ataukah

Perkawinan lahir antara lain dari per-


ada persoalan-persoalan lain yang lebih

juangan

signifikan?

Di sisi lain,

panjang

kaum

perempuan

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

70

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan


Hingga kini,

Tinjauan Teori

Undang-Undang

Lahirnya UU Perkawinan No. 1

ini belum pernah direvisi. Sebaliknya,

tahun 1974

dalam kurun waktu ini lahir berbagai
lahirnya

peraturan perundang-undangan pendu-

No.

1


kung seperti PP No. 9 tahun 1975, PP

tahun 1974 telah melewati suatu proses

No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun

panjang dari rentetan perjuangan kaum

1990 tentang ijin menikah Pegawai

perempuan di Indonesia menuntut ke-

Negeri Sipil (PNS), Undang-Undang

adilan dan pengakuan atas hak-hak

No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan

asasinya. Bahkan, perjuangan ini bisa


Agama, dan Kompilasi Hukum Islam

dirunut sejak zaman R.A.

(KHI) tahun 1991.

Tidak

dipungkiri,

Undang-Undang

Perkawinan

Kartini,

dimana beliau melalui surat-suratnya
menceritakan kegelisahan terhadap kon-


Kritik terhadap Undang-Undang

disi kaumnya maupun melalui pengala-

Perkawinan
Memasuki usia 32 tahun imple-

mannya sendiri dalam keluarganya.
Oleh karena itu,

bukan tanpa

mentasinya,

Undang-Undang ini tak

sebab bahwa RUU Perkawinan kemu-

pelak telah menuai sejumlah kritik.


dian disetujui DPR RI pada tanggal 22

Kendati,

Desember 1973, dengan maksud sebagai

memujinya karena menciptakan kepas-

hadiah bagi kaum Ibu Indonesia (di hari

tian hukum di wilayah hukum per-

Ibu). Persetujuan ini kemudian dikukuh-

kawinan.

banyak juga kalangan yang

Salah


kan oleh presiden RI pada tanggal 2

satu

mendasar

Januari 1974 dan jadilah Undang-

adalah

Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.

dianggap mencampuri urusan private

Namun,

perjuangan ke arah lahirnya

warganegaranya terlalu jauh. Memang,

Undang-Undang ini tak mulus. Sempat

hukum perkawinan termasuk dalam

terjadi aksi walk out salah satu fraksi di

bidang hukum keluarga yang merupakan

DPR RI dan keberatan dari kelompok-

bagian dari hukum private yang bersifat

kelompok tertentu dengan dalih bahwa

sensitif.

Undang-Undang ini agak terpengaruh

kewarisan, perceraian, dan hukum keke-

kepentingan agama tertentu dan men-

luargaan/perorangan

campuri

ketika

masalah

negaranya terlalu jauh.

private

warga

bahwa

kritik

Undang-Undang

Sama halnya dengan hukum

Negara

lainnya.

mengatur

Maka,
masalah

perkawinan terlalu jauh, tak pelak ada
sejumlah pihak yang keberatan.

71

ini

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

dianggap

tapkan bahwa perkawinan masyarakat

mencampuri urusan private dan berma-

muslim dicatat oleh KUA (Kantor

salah adalah

Urusan Agama) dan masyarakat non

Adapun

pasal-pasal

berbunyi
apabila

yang

Pasal 2 ayat 1 yang

“perkawinan
dilakukan

adalah

menurut

sah,

muslim pada KCS (Kantor Catatan

hukum

Sipil). Permasalahannya adalah, paling

masing-masing agamanya dan keperca-

tidak hingga era reformasi,

Negara

yaannya itu”. Beberapa kalangan yang

Indonesia membatasi agama yang „sah

berkeberatan dengan pasal ini berdalih

dan diakui‟

bahwa pasal ini cenderung membatasi

beberapa agama saja,

perkawinan dan hak individu untuk

Hucu, aliran kepercayaan, dan agama-

memilih pasangan yang disukainya.

agama lainnya. Otomatis, karena eksis-

Sebagai contoh, bagi seorang muslim

tensi mereka tidak/ belum diakui di

tentunya perkawinan dia dianggap sah

wilayah hukum perkawinan,

ketika

berlangsung

sesuai

dengan

jarang dari penganut agama dan aliran

hukum

perkawinan

Islam.

Maka,

kepercayaan tersebut mengaku sebagai

perkawinan campuran berbeda agama

penganut agama lain yang diakui di

tentunya tak dimungkinkan menurut

Indonesia untuk kebutuhan pencatatan

pasal ini (kendati pada prakteknya

perkawinan mereka di KUA maupun di

banyak terjadi). Undang-Undang ini

KCS. Hal ini tentunya merugikan

juga memang mengartikan perkawinan

kepentingan dan hak-hak sipil mereka.

di Indonesia hanya pada
minus Kong

tidak

campuran dalam arti perkawinan antara

Keberatan selanjutnya adalah

dua orang yang berbeda kewarga-

pada pasal yang mengatur tentang

negaraan vide Pasal 57 Undang-Undang

poligami,

ini yang berbunyi: “yang dimaksud

Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Ber-

dengan perkawinan campuran dalam

dasarkan pasal 3 ayat (1) Undang-

undang-undang ini ialah perkawinan

Undang ini disebutkan bahwa pada

antara dua orang yang di Indonesia tun-

azasnya dalam suatu perkawinan seo-

duk pada hukum yang berlainan, karena

rang pria hanya boleh mempunyai

perbedaan kewarganegaraan…”

seorang isteri dan seorang wanita hanya

Keberatan kedua adalah terha-

boleh

yaitu pasal

mempunyai

3, 4, dan 5

seorang

suami.

dap keharusan mencatatkan perkawinan

Namun pasal 3 ayat (2) Undang-Undang

(pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 1

ini menyebutkan bahwa pengadilan

tahun 1974 jo PP No. 9 tahun 1975).

dapat memberi izin kepada seorang

Peraturan perundang-undangan mene-

suami untuk beristeri lebih dari seorang

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

72

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

apabila dikehendaki oleh pihak-pihak

Poligami yang berlangsung di

yang bersangkutan. Syarat-syarat yang

luar

harus dipenuhi oleh seorang suami yang

biasanya berlangsung di bawah tangan

akan menikah lagi tercantum pada pasal

(perkawinan di bawah tangan), alias

4 (syarat-syarat alternatif) dan pada

tidak dilangsungkan di hadapan petugas

pasal 5 (syarat-syarat alternatif).

pencatat pernikahan (KUA).

Maka, sikap Undang-Undang No. 1

biasanya petugas KUA akan memperta-

tahun 1974 sudah jelas,

bahwa ia

nyakan ada tidak ijin ataupun penetapan

menganut

monogami

dari pengadilan yang mengijinkan sang

terbuka.

asas/

prinsip

Sejatinya perkawinan adalah

calon

kaidah

suami

Undang-Undang

untuk

ini

Karena

menikah

lagi.

monogami, namun poligami (poligini)

Perkawinan di bawah tangan ini bisa

dimungkinkan sepanjang ada penetapan

jadi sah menurut hukum Islam, selama

pengadilan dan terpenuhinya syarat-

syarat-syarat dan rukun-rukun perkawi-

syarat alternatif maupun kumulatif.

nannya dipenuhi. Namun, tidak berke-

Kendati syarat terjadinya poli-

kuatan hukum di hadapan hukum negara

menurut

ini

Indonesia. Karena perkawinan tersebut

cukup berat dan cenderung bersifat

tak tercatat, otomatis kedua mempelai

eksepsional. tak urung banyak kalangan

tak memiliki surat nikah.

yang berkeberatan. Keberatannya adalah

memiliki surat nikah, anak yang akan

karena

dilahirkan

gami

memberi

Undang-Undang

pasal-pasal tersebut dianggap
landasan

terancam

tak

untuk

memiliki akta kelahiran, karena perka-

berlangsungnya poligami. Karena ada

winan kedua orang tuanya tak tercatat

juga kalangan yang tak setuju dengan

dalam dokumen negara.

poligami

dalam

hukum

nantinya

Karena tak

Karena tak

segala

bentuknya.

memiliki akta kelahiran, maka sang anak

Keberatan kedua adalah,

tak sedikit

akan

praktek

terjadi

di

dokumen pribadi lainnya yang amat

Indonesia tidak berlangsung menurut

dibutuhkan di kemudian hari. Perma-

kaidah yang ditetapkan oleh Undang-

salahan

Undang ini. Alias, terjadi tanpa ijin/

pembagian harta waris.

penetapan dari Pengadilan Agama dan

suami/ ayah meninggal dunia, maka

tak memenuhi syarat-syarat alternatif

tanpa adanya surat nikah dan akta

dan kumulatif yang ditetapkan Undang-

kelahiran, sang istri kedua dan anak-

Undang Perkawinan.

anak yang dilahirkan akan kesulitan

poligami

yang

sulit

mendapatkan

berikutnya

dokumen-

adalah

tentang

Ketika sang

untuk mengklaim bagian dari harta
73

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

waris yang semestinya mereka dapatkan.

kesan bahwa perempuan dimarginalkan

Karena ketiadaan bukti otentik bahwa

pada posisi tertentu sesuai dengan peran

mereka adalah juga istri dan anak-anak

gendernya.

yang dilahirkan dari perkawinan yang

tak mesti mengatur peran suami dan

sah. Inilah salah satu keberatan terhadap

isteri terlalu jauh. Kembalikanlah pada

praktek poligami selama ini, yaitu di

masing-masing suami dan isteri. Berikan

wilayah perlindungan hak-hak perem-

mereka kebebasan untuk memilih sesuai

puan (istri) dan hak anak-anak yang

dengan kesadaran agama, sosial, dan

dilahirkan.

hak-hak individunya. Kalaupun mereka

Pasal

berikutnya

yang

juga

Yang diinginkan,

memilih ingin di wilayah

negara

private,

mengundang masalah adalah pasal 31

publik, ataupun keduanya, itu harus

dan 34 Undang-Undang No. 1 tahun

berlangsung atas kesadaran dan pilihan

1974. Disebutkan dalam kedua pasal itu

mereka sendiri dan bukan karena peran

bahwa hak dan kedudukan isteri adalah

yang dibakukan hukum negara.

seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.

Sampai sini barangkali

belum timbul masalah.

Namun pada

Permasalahan
Apakah perlu untuk merevisi
Undang-Undang Perkawinan? Apabila
dirasa perlu, apa yang harus direvisi?

ayat berikutnya terkesan ada pembakuan
peran sebagai berikut (pasal 31 ayat 3) :

Pembahasan

“suami adalah kepala keluarga dan isteri

Melihat sejumlah besar perma-

ibu rumah tangga.” dan pasal 34 ayat (1)

salahan di atas, tak bisa tidak, Undang-

dan (2): “suami wajib melindungi

Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974

isterinya dan memberikan segala sesuatu

memang harus direvisi ataupun diaman-

keperluan hidup berumah tangga sesuai

demen untuk beberapa bagian. Disebut

dengan kemampuannya,

isteri wajib

beberapa bagian, karena masih banyak

mengatur urusan rumah tangga sebaik-

bagian dari Undang-Undang Perkawinan

baiknya.”

yang masih layak dipertahankan. Alias,

Keberatan dari kalangan perem-

penyimpangan

terhadapnya

terjadi

puan, pasal 31 dan 34 di atas cenderung

bukan karena rumusan normatif pasal-

membakukan peran istri dan suami.

pasalnya yang menyimpang tapi lebih

Suami ditempatkan di wilayah publik

karena praktek dalam masyarakat (law

dan isteri di wilayah private. Timbul

in action) yang memang sejak sebelum

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

74

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

lahirnya ataupun setelah berlakunya

keluarga,

Undang-Undang Perkawinan- pun tetap

daran dan pilihan masing-masing sesuai

tidak membaca dan kalaupun membaca

dengan tingkat kesadaran keagamaan,

tetap tidak peduli dengan aturan dalam

kepercayaan, sosial dan kesadaran hak-

Undang-Undang ini.

hak individunya. Tak perlu diekspli-

Aturan

yang

mesti

direvisi

sitkan dalam klausula tertentu.

adalah pembatasan pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil

kembalikan saja pada kesa-

Akan halnya rumusan menge-

untuk

nai poligami/ poligini dalam Undang-

agama-agama tertentu saja (pasal 2

Undang Perkawinan ini menurut hemat

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 jo PP

kami

No. 9 tahun 1975), yang menegasikan

Karena untuk melarang poligami sama

agama-agama lain dan aliran keper-

sekali juga tak bijak. Karena akan men-

cayaan

cederai aturan agama tertentu yang

yang

eksis

di

Indonesia.

sudah

cukup

kompromistis.

Konstitusi Indonesia (UUD 45) dan UU

memang

No. 39 tahun 1999 tentang HAM

poligami dalam kondisi-kondisi tertentu.

menjamin kebebasan penduduk untuk

Namun,

menganut dan beribadah menurut agama

terbuka juga tak dimungkinkan, karena

dan

masing-masing.

memang cukup banyak praktek poligami

Maka, apa agama dan kepercayaan yang

yang berlangsung dengan menegasikan

dianut penduduk adalah di luar wilayah

perlindungan terhadap hak-hak perem-

yang bisa diintervensi negara. Lagipula,

puan dan anak. Asas monogami terbuka,

pencatatan perkawinan masih berada di

yang membolehkan terjadinya poligami

wilayah hukum antar pribadi (perdata/

dalam kondisi yang sangat eksepsional,

private).

adalah suatu jalan keluar yang cukup

kepercayaannya

Pasal berikutnya yang mesti
direvisi adalah pasal 31 dan 34 Undang-

mengijinkan

berlakunya

untuk melepaskannya secara

kompromistis di tengah kemajemukan
bangsa ini.

Undang No. 1 tahun 1974 yang membakukan peran suami dan isteri pada

Penutup

posisi-posisi tertentu. Undang-Undang

Kesimpulan

perkawinan semestinya cukup mengatur
bahwa

suami

dan

isteri

memiliki

Di

luar

kontroversi

tentang

poligami dan revisi Undang-Undang

kedudukan dan hak-hak yang seimbang

Perkawinan,

dalam hukum perkawinan. Akan halnya

mendasar adalah masih perlukah negara

mengenai tugas dan perannya dalam

Indonesia

75

pertanyaan yang lebih

memiliki

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

Undang-Undang

Heru Susetyo – Revisi Undang-Undang Perkawinan

Perkawinan yang mengatur perkawinan

rumusan

dalam

hukum

agama/

warganegaranya yang majemuk secara

kepercayaan dengan perlindungan ter-

agama, suku, ras, golongan, hukum,

hadap hak-hak kelompok tertentu dalam

adat, dan nilai-nilai budaya? atau, cukup

hubungan perkawinan yang selama ini

kembalikan saja kepada ajaran agama,

rentan kedudukannya,

kepercayaan, dan keyakinan masing-

perempuan dan anak-anak. Kita meya-

masing?

kini bahwa hampir semua agama dan

yaitu kaum

Unifikasi hukum perkawinan

kepercayaan adalah melindungi dan

seperti Undang-Undang No. 1 tahun

memiliki perhatian terhadap kelompok

1974 (sebagaimana hukum kekeluargaan

perempuan dan anak-anak. Namun,

yang lain) adalah suatu tantangan di

ketika memasuki wilayah formulasi dan

tengah kemajemukan bangsa Indonesia.

unifikasi hukum, yang mesti meng-

Karena

ini

kompromikan semua kepentingan dan

bukanlah negara sekular yang melepas-

aspirasi semua golongan masalahnya

kan sama sekali pengaruh agama dalam

menjadi tidak sederhana, dan juga tidak

kehidupan berbangsa dan bernegara.

mudah.

Namun, negara ini juga bukan negara

sebenarnya dalam revisi hukum per-

agama yang dapat memaksakan hukum

kawinan nasional.

bagaimanapun

negera

Namun

disinilah

tantangan

agama tertentu untuk diberlakukan pada
seluruh rakyatnya. Rumusan negara

Daftar Pustaka

Indonesia sebagai negara yang ber-

Hilman Hadikusuma, ”Hukum Perka-

Ketuhanan Yang Maha Esa, sekali lagi

winan

adalah rumusan yang cukup kompro-

Bakti, Bandung, 1990.

mistis dalam konteks keindonesiaan.
Keserasian

Citra

Aditya

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun

kompromi-

1983 Tentang Izin Perkawinan

kompromi seperti di atas perlu dipikir-

dan Perceraian Bagi Pegawai

kan

Negeri Sipil.

ketika

akan

dan

Adat”,

merevisi

hukum

perkawinan nasional. Bagaimana meng-

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

akomodasi kepentingan semua pihak

tentang Pelaksanaan UU No. 1

untuk melahirkan kepastian hukum dan

Tahun 1974.

juga keadilan dalam masalah perkawinan.
adalah

Juga,

tantangan berikutnya

bagaimana

Undang-Undang

Perkawinan

No.1

Tahun 1974.

menyerasikan

Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007

76