BAB I PENDAHULUAN - Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian penting dalam

  pelaksanaan pembangunan nasional, karena kualitas dan peran sumber daya manusia secara besar yang akan menentukan arah serta tujuan dan keberhasilan dari pembangunan nasional. Pembangunan terhadap ketenagakerjaan merupakan bagian dari pengembangan pembangunan sumber daya manusia, dalam rangka menjalankan roda pembangunan di Indonesia ini.

  Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh

  

  ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja, karena dengan

   bekerja bagi tenaga kerja mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya.

  Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani maupun rohani. 1 Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja. 2 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.

  Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun

   grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.

  Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus

  

  

  diatur pula dalam “perjanjian kerja” , “peraturan perusahaan” ataupun “perjanjian

  

  kerja bersama” yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya permasalahan/perselisihan.

  Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah

  

  “perselisihan hubungan industrial” antara pekerja dengan pengusaha yang sulit untuk 3 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

  

Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha

Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah. 4 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

  Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak. 5 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

  

Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat

Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan 6 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

  

Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang

Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat- Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak. 7 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

  

Pasal 1 angka 22, yakni yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah Perbedaan Pendapat yang Mengakibatkan Pertentangan Antara Pengusaha atau Gabungan Pengusaha Dengan

Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh Karena Adanya Perselisihan Mengenai Hak, dihindari. Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pertama sekali diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004 diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.

  Selama pelaksanaan hubungan kerja, tidak tertutup kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja. Baik yang dilakukan atas inisiatif pengusaha atau atas inisiatif pekerja. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 25 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu ”Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.

  Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1 (satu) tahun setelah diundangkan yakni Tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah

   maupun di lembaga peradilan.

  

Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan. 8 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Pasal 150

  9 Republik Indonesia Konsideran Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai

Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Perihal

Menimbang huruf b.

  Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya melengkapi 2 (dua) Undang-Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret 2003.

  Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang mendasar dibandingkan dengan pola penyelesaian perburuhan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem lama), dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian perselisihan dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga yudikatif yakni melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

  Mekanisme perubahan sebagaimana dimaksud, berdampak pada perubahan sistem-sistem lainnya, maksudnya perubahan ini membawa akibat pada bergesernya hukum perburuhan. Dimana semula hukum perburuhan masuk dalam wilayah hukum

  

  publik kemudian bergeser ke wilayah hukum privat. Pergeseran tersebut tentunya membawa implikasi positif bagi perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, dimana perubahan tersebut akan berakibat pada pola penyelesaian perselisihan hubungan industrial bagi para pihak yang berselisih.

  Alasan yang mendasari terjadinya perubahan sistem ini dapatlah dianalisa berdasarkan pada 4 (empat) alasan yaitu :

  1. UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan- perkembangan yang terjadi, karena hak-hak pekerja/buruh perorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.

  2. UU Nomor 22 Tahun 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan kepentingan secara kolektif, sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja/buruh secara perorangan belum terakomodasi.

3. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha

  Negara Putusan P4 Pusat adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara sehingga jalan yang ditempuh baik oleh pihak pekerja/buruh maupun oleh Pengusaha untuk 10 mencari keadilan menjadi semakin panjang.

   Marsen Sinaga, PHK & Perlindungan Negara Atas Hak

Kerja : Suatu Tinjauan Kritis Atas Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

(PPHI), diakses pada tanggal 02 Februari 2012. 11 Lihat Republik Indonesia Penjelasan Umum atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

  4. Tuntutan demokratisasi yang menghendaki keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi atau arbitrase efektifnya suatu sitem hukum dapat diukur dari subtansi, struktur dan kultur.

  Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, maka jumlah serikat buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan diantara serikat pekerja/serikat buruh yang pada umumnya berkaitan dengan masalah keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.

  Perselisihan dimaksud merupakan suatu penghambat jalannya perekonomian diamana industrial yang semakin meningkat dan kompleks, membuat pertumbuhan iklim usaha dan investasi yang menurun sehingga mempengaruhi perekonomian nasional. Dunia usaha adalah merupakan penggerak dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang memerlukan modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri, apabila pertumbuhan ekonomi rendah akan mengakibatkan tingkat pengangguran semakin besar, dan akan memprihatinkan, untuk mengatasi tingkat pengangguran yang besar, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cara meningkatkan investasi, untuk itu diperlukan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi.

  Seperti telah diuraikan diatas bahwa iklim usaha dan investasi dimaksud dalam kajian penelitian ini, sesuai pada tujuan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yakni melalui Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian. Tujuan tersebut ditujukan pada sektor dunia usaha, dari usaha mikro hingga multinasional, untuk mulai membuka usaha, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas usaha. Dalam World Development Report 2005 disimpulkan bahwa perbaikan iklim investasi merupakan masalah sentral dalam pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta penurunan jumlah penduduk miskin pada kelompok negara berkembang. Kesempatan kerja yang luas bagi kelompok usia produktif merupakan kunci bagi tercapainya pembangunan yang inklusif dan

   merata.

  Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen pertahun dan pertambahan angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang per tahun Untuk menurunkan tingkat pengangguran yang mencapai 7,14 persen tahun 2010 menjadi 5 hingga 6 persen pada tahun 2014 diperlukan penyediaan lapangan kerja baru sekitar 2,75 juta pertahun. Jika digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata 6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Tingkat pertumbuhan ini perlu

12 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Tinjauan Ekonomi Keuangan, Redaksi,

  Volume 1 Nomor 3, Jakarta, 2011. hal. 2 diupayakan berasal dari sektor yang banyak menciptakan lapangan kerja seperti

   pertanian, industri, konstruksi.

  Mengundang minat investor berinvestasi bukanlah hal yang semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan upaya yang serius, sistimatik, terintegrasi dan konsisten untuk menanamkan kepecayaan investor menanamkan modalnya di wilayah host country. Bagaimana pun juga harus diingat bahwa pertimbangan investor sebelum menanamkan modal selalu dilandasi motivasi ekonomi untuk menghasilkan keuntungan dari modal dan seluruh sumber daya yang dipergunakannya. Oleh karena itu, investor selalu melakukan kajian awal (feasibility

  study) baik terhadap aspek ekonomi, politik dan aspek hukum sebelum mengambil

  keputusan untuk berinvestasi untuk memastikan keamanan investasi yang akan dilakukannya. Terkait hal ini, setidak-tidaknya calon investor akan mempertimbangkan aspek economic opportunity, political stability dan legal certainty.

  Beberapa faktor penghambat investasi yang antara lain adalah pada sektor ketenagakerjaan, khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Adanya perbedaan dan pandangan dalam pelaksanaan hubungan industrial seperti disebut diatas akan menimbulkan perselisihan, pertentangan atau konflik (dispute). Konflik dimaksud adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih pihak-pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat 13 14 Ibid Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, quantify and monitor, Euromony

  Publications, London, 1979, hlm. 54 diperasatukan dan dimana tiap-tiap mereka mencoba meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran/tujuannya masing-masing. Pihak yang dimaksud adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

  Demokratisasi yang lahir dialam reformasi memunculkan berbagai perubahan paradigma dalam hubungan industrial. Munculnya multi trade union (serikat pekerja) merupakan masalah tersendiri dalam interaksi kelompok pekerja dan pengusaha. Serikat pekerja dimaksud ialah sebagai salah satu kekuatan yang mengandung potensi konflik, yang pada dasarnya adalah karena ketidakpercayaan pekerja/serikat pekerja kepada pengusaha dan pemerintah. Dimana pengusaha dan pemerintah sering dinilai selalu berkolaborasi meresepsi pekerja. Dalam beberapa kasus, serikat pekerja menghadapi masalah serius karena tidak handal dalam berunding, kurang berwawasan luas dan kredibel sehingga lebih menghendaki penyelesaian masalah

   melalui tekanan massa, unjuk rasa dan mogok kerja.

  Pola perjuangan seperti ini menciptakan api dalam sekam, karena pengusaha seakan menyetujui sesuatu desakan, sehingga pada saat yang tidak diduga pengusaha melakukan pembalasan. Contohnya peristiwa hengkangnya perusahaan Sony ke Malaysia pada tahun 2004. perusahaan ini memilih Malaysia untuk berinvestasi meskipun upah pekerja 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari Indonesia, tetapi perundang- undangan Malaysia melarang pemogokan di sektor industri vital (seperti industri

15 Euis D. Suhardiman. Potensi konflik Hubungan Industrial Terhadap Iklim Di Indonesia.

  Jurnal ilmu Hukum Litigasi. Vol 10 Nomor 1. Fakultas Hukum UNISBA. Februari 2009. hal 97 elektronik) dan melarang pembentukan serikat pekerja dalam bentuk struktur

   nasional, melainkan hanya ditingkat perusahaan.

  Memperhatikan kasus diatas maka yang dirugikan bukan saja terhadap suatu investasi semata yang dilakukan suatu perusahaan, namun berpengaruh juga terhadap tingkat pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang ada di Indonesia. Hubungan industrial yang harmonis di perusahaan yang melibatkan serikat pekerja dan pengushaa mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagai langkah yang strategis dalam menciptakan lapangan kerja guna mengurangi tingkat pengangguran.

  Kondisi hubungan industrial di Indonesia akhir-akhir ini sangat dinamis. Untuk menjaga suasana tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga momentum pertumbuhan serta stabilitas perekonomian serta iklim investasi yang kondusif, maka Serikat Pekerja dan Pengusaha harus mengedepankan dialog serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum. 16 17 Ibid

   Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Demikian diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar saat menyaksikan

penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ke-5 antara Manajemen PT Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk. dengan 3 (tiga) serikat pekerjanya, yaitu Serikat Pekerja Unit Kerja Citeureup, Bogor; Unit Kerja Palimanan, Cirebon dan Unit Kerja Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan yang

dilaksanakan pada Kamis (2/2/2012). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan

hubungan industrial adalah pelaksanaan perjanjian kerja bersama (PKB) antara manajemen perusahaan dan serikat pekerja/buruh. Muhaimin mengatakan PKB memiliki nilai positif karena membuka dialog

dan negosiasi antara pekerja yang diwakili serikat pekerja dan perusahaan yang diwakili manajemen

tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam hubungan kerja. “Penerapan kesepakatan PKB

dalam kerangka hubungan kerja yang harmonis akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan

kesejahteraan pekerja serta menghindari ancaman PHK,”.

  Menurut Adrian Sutedi “tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi hubungan industrial, utamanya peranan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia usaha tersebut (stake holders). Semakin baik hubungan industrial maka semakin baik perkembangan dunia usaha”.

  Jadi keharmonisan dalam hubungan industrial tergantung bagaimana para pihak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain sehingga pihak yang lain itu mendapatkan hak-haknya.

  Pertumbuhan ekonomi itu sendiri terkait erat dengan tingkat investasi, karena untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat investasi yang tinggi dan juga adanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan antara pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi barang ataupun jasa. Oleh karena itu penyelesaian perselisihan hubugan industrial ini mempunyai peranan penting untuk menjaga hubungan harmonis antara pekerja dengan pengusaha diperusahaan.

  Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis secara mendalam, mengenai keterkaitan Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Iklim Usaha dan Investasi. Dimana ketentuan yuridis penerapan hubungan industrial tersebut, saling berpengaruh dengan aspek yuridis yang ada dalam mendukung pola investasi yang baik.

  Melalui analisis penelitian ini, nantinya diharapkan akan berguna bagi pengambil kebijakan publik untuk meninjau kembali atau bahkan mereformasi sistem 18 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta. 2009, hal. 38 hukum ketenagakerjaan yang ada, karena kepincangan-kepincangan dalam komponen substansi, struktur dan kulturalnya menimbulkan dampak yang cukup luas bagi masyarakat khususnya masyarakat pekerja dan dunia usaha serta upaya penegakan hukum ketenagakerjaan itu sendiri.

  B.

  Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial ? 2. Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial?

3. Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam peningkatan iklim usaha dan investasi ? C.

  Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.

  2. Untuk mengetahui dan membandingkan keterkaitan antara peraturan- peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi dengan peraturan perselisihan hubungan industrial.

3. Untuk mengetahui mekanisme perselisihan hubungan industrial menurut

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menganalisis sejauh mana manfaat dan dukungan mekanisme perselisihan tersebut dalam meningkatkan iklim usaha dan investasi.

  D.

  Manfaat Penelitian 1.

  Secara Teoritis Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan masalah Hukum Administrasi Negara, atau khususnya terhadap perkembangan permasalahan hukum ketenagakerjaan. Sisi lain hukum ketenagakerjaan dimaksud, juga berkaitan dengan keberadaan dan perkembangan hukum ekonomi di Indonesia.

2. Secara Praktis

  Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum atau lembaga-lembaga pemerintahan seperti pengadilan sebagai pelaksana keadilan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan juga bagi para pengusaha (pelaku proses produksi perusahaan) diharapkan agar dapat mengetahui informasi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara baik dan benar.

  E.

  Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Fakultas

  Hukum, pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dan rekomendasi dari sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara sampai sekarang belum ada judul yang sama mengenai “Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Terkait Pada Iklim Usaha dan Investasi”.

  F.

  Kerangka Teori dan Konsepsi 1.

  Kerangka Teori Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

   tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.

  Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada

   metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.

  Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses

  

  tertentu terjadi. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka

   teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

  Oleh karenanya dalam penelitian tesis ini digunakan 2 (dua) teori sebagai pisau analitisnya, yakni teori tentang sistem hukum dan konsep hukum. Teori tentang sistem hukum menurut Lawrence M. Freidmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen struktur (structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal

   culture) .

  19 20 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, 1994, Bandung, hal. 80 21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.6 22 J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6 23 Lawrence. M. Friedman, Hukum Amerika : Sebuah Pengantar (American Law : An , diterjemahkan oleh Wisnu Basuki (Jakarta : PT. Tatanusa, 2001), hal. 7-9

  Introduction)

  Elemen struktur (structure) dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang tetap bertahan, elemen yang memberi semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan. Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum (substance), yang dimaksud Freidman dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah

   substansi hukum.

  Sedangkan mengenai budaya hukum (Legal Culture) yang merupakan elemen ketiga dari system hukum, Freidman mengartikannya sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta harapan masyarakat tentang hukum. Selanjutnya untuk menjelaskan hubungan antara ketiga elemen sistem hukum tersebut, Freidman menggambarkan sistem hukum sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”, kemudian produk yang dihasilkan sebgai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem

   hukum. 24 25 Ibid Ibid Teori sistem hukum menurut Freidman, sebagimana dimaksud jelaslah dapat dihubungkan dengan keberadaan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Yakni pada perubahan sistem hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mana sebelumnya perselisihan hubungan industrial ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud perselisihan hubungan industrial adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh bergabung dengan tidak adanya persesuaian persepsi

   mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.

  Sementara perubahan ketentuan dan aturan perundang-undangan penyelesaian perselisihan hubungan industrial terus berubah, yang mana perubahan terakhir diganti kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, didalam Undang-Undang ini Perselisihan Hubungan Industrial pengertiannya berubah pula menjadi “perbedaan pendapat yang mengaikabatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antara serikat

   pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.

  Mengenai perbedaan pengertian perselisihan tersebut dalam masing-masing Undang-Undang diatas, merupakan poin dari substansi hukum dari teori sistem 26 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Pasal 1 ayat (1). 27 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1 ayat (1) hukum yang dikemukakan Freidman, yaitu elemen struktur (structure) dari sistem hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada

   disitu dalam jangka panjang.

  Sehingga perubahan Perundang-Undangan mengenai penyelesaian hubungan industrial dimaksud, penerapannya dapat diartikan sebaagi perubahan pemahaman pelaksanaan peraturan perselisihan hubungan industrial, maksudnya adalah pemahaman diasumsikan sebagai budaya hukum (legal culture) yang merupakan elemen ketiga dari teori sistem hukum yakni sikap dari lapisan masyarakat (yang dalam hal ini adalah para pekerja/buruh terhadap pengusaha atau perusahaan, juga keadaan sebaliknya), terhadap keyakinan, nilai, pemikiran serta harapan dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat lebih cepat, tepat dan murah sebagai upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan guna mendorong iklim investasi yang kondusif.

  Dihubungkannya teori sistem hukum dengan teori konsep hukum ialah agar tidak terjadi multi tafsir terhadap pemahaman objek penelitian yang dilakukan.

  Bahwa penelitian ini bukan mengkaji pada satu atau beberapa iklim usaha dan investasi disatu tempat atau daerah yang ada di Indonesia, akan tetapi pada penelitian ini hanya menghubungkannya menururt ketentuan peraturan Perundang-Undangan 28 Lawrence M. Freidman, Op Cit. hal. 9 mengenai perselisihan hubungan industrial saja, hal mana ditinjau dari Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

  Fungsi teori konsep hukum disini sebagai penyekat antara sebab dan akibat lainnya yang dapat berpengaruh terhadap iklim usaha dan investasi. Sebagai contoh faktor Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) terhadap pemahaman dan penguasaan bidang pekerjaan, juga merupakan hal yang mempengaruhi iklim usaha dan investasi. Selanjutnya dapatlah diuraikan apakah sebenarnya pengertian dari teori konsep hukum ini.

  Teori tentang konsep hukum ialah menggambarkan fungsi dari apa yang terkandung dalam hukum, menurut Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The

  

Limit of Law , menguraikan berbagai arti fungsi dari hukum. Pola perubahan

  penerapan peraturan perundang-undangan perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam teori sistem hukum pelaksanaannya haruslah ditopang dengan bagaimanakah teori konsep hukum yang sebenarnya. Maksudnya bahwa perbedaan pemahaman pelaksanaan hukum terhadap penyelesaian hubungan industrial ini membuat pertentangan atau ketidaksesuaian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaaan.

  Perbedaan pemahamaan tersebut tercermin dalam tindakan pengusaha atau perusahaan terhadap pekerja/buruh yang melanggar suatu ketentuan hukum.

  Misalnya: Pengusaha membayar upah pekerja/buruh dibawah ketentuan hukum yang mengatur upah minimum, atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak atau pengusaha tidak memberikan cuti tahunan sebagaimana diatur didalam

  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; atau pekerja/buruh telah melakukan kerja lembur tidak dibayar oleh pengusaha, disini merupakan faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial.

  Gunarto juga mengemukakan bahwa, hukum adalah ketentuan dan informasi yang bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma hukum positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum

   itu sendiri.

   Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut : 2.

  ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai suatu keharusan. Hal ini sudah membentuk hukum yang bersifat abstrak.

  3. hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan.

  4. pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.

  Sementara perselisihan hubungan industrial yang tanpa didahului suatu pelanggaran pada umumnya disebabkan perbedaan pendapat dalam menafsirkan hukum ketenagakerjaan. Misalnya, berdasarkan ketentuan hukum tertentu, menurut pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak melaksanakan cuti sebelum melahirkan, setelah ia melahirkan anak secara prematur. Dilain pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menafsirkan bahwa ketetuan hukum mengenai cuti sebelum

  29 Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 4. 30 Ibid. melahirkan tetap merupakan hak pekerja/buruh wanita yang melahirkan anak secara

  

  prematur 2.

  Konsepsi Konsep diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang

  

  digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.” Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional

  

  yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.” Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yakni sebagai berikut : a.

  Analisis Maksud dari analisis adalah, suatu tinjauan atau pengharapan terhadap

  

  masalah tertentu. Analisis dimaksudkan terhadap ketentuan yuridis Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004.

  31 http://www.hukumonlin

A. Uwiyono,/23/02/01/UI.html. Hak Mogok di Indonesia, diakses pada Tanggal 02 September 2011.

  32 33 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Hal 28 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984. hal. 133 34 Mas’ud Khasan Abdul Qahar, Kamus Ilmiah Populer, Bintang Pelajar, Tanpa Kota, Tanpa Tahun.

  b.

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Maksud dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah, undang-undang tentang penyelesaian hubungan industrial c.

  Penyelesaian Perselisihan Maksud dari penyelesaian perselisihan adalah, pelaksanaan, upaya dan solusi untuk mencari kesepakatan berdamai terhadap perselisihan hubungan industrial, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan

  (non litigasi) . Akan tetapi penyelesaian perselisihan hubungan indusatrial

  wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit.

35 Selanjutnya jenis penyelesaian perselisihan dimaksud menurut

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme penyelesaian perselisihan diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi

  

  , konsiliasi

  

  dan arbitrase.

   35 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3). Yakni yang

dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat

buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Selanjutnya

perundingan bipartit tersebut dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, penyelesaian

perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

sebagaimana dimaksud salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan

tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. 36 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 11, yakni yang dimaksud dengan mediasi adalah

mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang

atau lebih mediator yang netral. 37 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 13, yakni yang dimaksud dengan konsiliasi adalah

konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi yaitu penyelesaian perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat

  Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan

  (litigasi) maka, berada dalam yurisdiksi Peradilan Umum,

  

  yakni pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri setempat.

   Konsep hukum acara yang dianut Undang-Undang No.2 Tahun 2004

  menunjukkan adanya suatu perubahan dalam pola penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian hanya melalui mekanisme hukum acara perdata tentu menarik jika dilihat dari aspek kepentingan para pihak. Hukum perdata yang pada dasarnya meletakkan pengaturan pada kebebasan individu.

41 Perubahan pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui

  mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial merupakan mekanisme baru

  buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. 38 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan arbitrase adalah

arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan

kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk

menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan

bersifat final. 39 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 57, yakni Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan

  

Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undangundang ini. 40 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat (2), yakni Penyelesaian perselisihan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. 41 Salim HS, Pengantar Hukun Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta 2003. Hal. 5

  dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, karena Pengadilan ini relatif

   baru. dibandingkan dengan pengadilan khusus lainnya.

  d.

  Perselisihan Hubungan Industrial Maksud dari Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

  e.

  Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Maksud dari pekerja atau buruh adalah, setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan atau dalam bentuk lain.

  Sedangkan maksud dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

42 Lalu Husni, Penyelesian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Diluar Pengadilan,

  Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hal 16

  

  

  f. dan Perusahaan Pengusha

  Maksud dari pengusaha dan perusahaan ialah, tempat dimana pekerja/buruh menerima perintah, melaksanakan, dan mentataati peraturan kerja yang telah disepakati antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan.

  g.

  Investasi Maksud dari investasi ialah, penanaman atau pendanaan sejumlah modal (dalam bentuk nilai mata uang), dari pengusaha atau perusahaan baik nasional maupun dari luar negeri semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dimaksud. Namun dalam penelitian ini investasi hanya dikaitkan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubunga Industrial. Maksudnya bahwa apabila Undang-Undang dimaksud tidak dapat menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial secara efektif seperti isi dari Mukadimah huruf a Undang-Undang dimaksud, yakni bahwa 43 hubungan industrial dinilai harus bersikap harmonis, dinamis, dan berkeadilan

  Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 6, yakni yang dimaksud pengusaha adalah (1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2)

orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan

perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 44 Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 7, yakni yang dimaksud perusahaan adalah (1) setiap

bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau

milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; (2) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan asumsi sebab-akibat, bahwa investasi sangat berpengaruh pada pola penyelesaian yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bila intensitas perselisihan kecil maka iklim usaha berjalan kondusif sehingga para investor tidak ragu untuk berinvestasi, demikian juga sebaliknya jika intensitas perselisihan lebih besar maka akan berpengaruh terhadap investasi tersebut.

  G.

  Metode Penelitian Sebelum mengurai lebih lanjut mengenai metode penelitian pada tesis ini.

  Ada baiknya peneliti mengurai secara sederhana mengenai pengertian penelitian hukum, sebagai perbandingan terhadap penelitian yang objek kajiannya bukan merupakan kajian ilmu hukum, yang bertujuan setidaknya menghilangkan multi tafsir dalam suatu penelitian hukum.

  Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter deskriptif ilmu hukum. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriftif yang menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang diharapkan didalam penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau

  

wrong . Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam

  

penelitian hukum sudah mengandung nilai.

  1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat Preskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap permasalahan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam hal ini ialah terkait pada iklim usaha dan investasi merupakan faktor permasalahan dalam penelitian ini. Mengenai sifat-sifat atau faktor- faktor tertentu, maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek penerapan hukumnya yang diberikan

  

  kepada para pihak. (dalam hal ini ialah pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Jenis Penelitian Penelitian tesis ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Penyelesaian Perselisihan 45 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1,

  Jakarta, 2005, hal. 35 46 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.

  Hal 36.

  Hubungan Industrial atau hal lain yang berhubungan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum). Peneltian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma dalam hukum positif.

3. Bahan-Bahan Hukum Penelitian

  Sesuai uraian pada jenis penelitian tersebut diatas, maka digunakan pula teknik pengumpulan data seperti yang akan diuraikan berikut, guna mendapatkan hasil yang objektif ilmiah dan dibuktikan kebenarannya serta dapat pula dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen yakni dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komposisi dan Ukuran Makro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

0 0 22

Pengaruh Komposisi dan Ukuran Makro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 2 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengkajian Status Gizi Ibu Hamil di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan – Belawan

0 1 22

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGACARA A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Penjelasan Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Klien Dengan Tidak Membayar Honor/Tarif Pengacara

0 6 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penjelasan Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Klien Dengan Tidak Membayar Honor/Tarif Pengacara

0 12 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Paving Block - Studi Eksperimental Proses Pembuatan Paving Block Komposit Concrete Foam Diperkuat Serat TKKS Akibat Beban Tekan Statik

0 0 16

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16