BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kecerdasan Buatan - Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Sinusitis Menggunakan Algoritma Certainty Factor dan Forward Chaining

BAB 2 LANDASAN TEORI

  2.1. Kecerdasan Buatan

  Kecerdasan buatan adalah cabang ilmu komputer yang bertujuan untuk membuat sebuah komputer dapat berpikir dan bernalar seperti manusia. Tujuan praktis dari kecerdasan buatan ini adalah membuat komputer semakin berguna bagi manusia. Kecerdasan buatan dapat membantu manusia dalam membuat keputusan, mencari informasi secara lebih akurat, atau membuat komputer lebih mudah digunakan dengan tampilan yang menggunakan bahasa natural sehingga mudah dipahami. Salah satu bagian dari sistem kecerdasan buatan adalah sistem pakar dimana sistem pakar adalah bagian dari ilmu Kecerdasan buatan yang secara spesifik berusaha mengadopsi kepakaran seseorang di bidang tertentu ke dalam suatu sistem atau program komputer.

  2.2. Sistim Pakar

  Menurut Martin dan Oxman (1988) sistem pakar adalah sistem yang berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut (Kusrini, 2006).

  Feigenbaum (1982) mendefinisikan sistem pakar sebagai suatu program komputer cerdas yang menggunakan knowledge (pengetahuan) dan prosedur inferensi untuk menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang membutuhkan seorang ahli untuk menyelesaikannya (Arhami, 2006).

  Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pakar adalah sistem komputer yang menyamai kemampuan pengambilan keputusan seorang pakar. Pakar yang dimaksud disini adalah orang yang mempunyai keahlian khusus yang dapat menyelesaiakan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh orang awam. Sebagai contoh, dokter adalah seorang pakar yang mampu mendiagnosis penyakit yang diderita pasien serta dapat memberikan solusi terhadap penyakit tersebut.

  Sistem pakar mencoba memecahkan masalah yang biasanya hanya bisa dipecahkan oleh seorang pakar, dipandang berhasil ketika mampu mengambil keputusan seperti yang dilakukan oleh pakar aslinya baik dari sisi proses pengambilan keputusannya maupun hasil keputusan yang diperoleh.

2.2.1. Konsep Sistem Pakar

  Menurut Turban, konsep dasar sistem pakar mengandung : keahlian, ahli pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, membaca atau pengalaman. Contoh bentuk pengetahuan yang termasuk keahlian adalah: a. Fakta-fakta pada lingkup permasalahan tertentu.

  b. Teori-teori pada lingkup permasalahan tertentu.

  c. Prosedur-posedur dan aturan-aturan berkenaan dengan lingkungan hidup permasalahan tertentu.

  d. Strategi-strategi global untuk menyelesaikan masalah.

  e. Meta-knowledge (pengetahuan tentang pengetahuan). Bentuk-bentuk ini memungkinkan para ahli untuk dapat mengambil keputusan lebih cepat dan lebih baik daripada seseorang yang bukan ahli. Seorang ahli adalah seseorang yang mampu menjelaskan suatu tanggapan, mempelajari hal-hal baru seputar topik permasalahan (domain), menyusun kembali pengetahuan jika dipandang perlu, memecah aturan-aturan jika dibutuhkan, dan menentukan relevan tidaknya keahlian mereka. Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer untuk kemudian dialihkan lagi ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini membutuhkan 4 aktivitas yaitu : a. Tambahan pengetahuan (dari para ahli atau sumber-sumber lainnya).

  b. Representasi pengetahuan (ke komputer).

  c. Inferensi pengetahuan.

  d. Pengalihan pengetahuan ke user. Pengetahuan yang disimpan di komputer disebut dengan nama basis pengetahuan. Ada 2 tipe pengetahuan, yaitu : fakta dan prosedur (biasanya berupa aturan). Salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar adalah kemampuan untuk menalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan sudah tersedia program yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus dapat diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk motor inferensi (inference engine). Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule-

based systems , yang mana pengetahuannya disimpan dalam bentuk aturan-aturan.

Aturan tersebut biasanya berbentuk IF-THEN. Fitur lainnya dari sistem pakar adalah kemampuan untuk merekomendasi. Kemampuan inilah yang membedakan sistem pakar dengan sistem konvensional.

2.2.3. Arsitektur Sistem Pakar

  Menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati dan Iswanti, 2008) menyatakan sistem pakar sebagai sebuah program yang difungsikan untuk menirukan pakar manusia harus bisa melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh seorang pakar. Untuk membangun sistem yang seperti itu maka komponen-komponen yang harus dimiliki dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

  

Gambar 2.1: Arsitektur Sistem Pakar

  (Sumber: Hartati, S., Iswanti S 2008. Sistem Pakar & Pengembangannya) Berikut adalah penjelasan tentang komponen-komponen tersebut.

  1. Antarmuka pengguna (user interface) adalah perangkat lunak yang menyediakan media komunikasi antara pengguna dengan sistem. Antarmuka menerima informasi dari pengguna dan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Selain itu antarmuka menerima informasi dari sistem dan menyajikannya ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pengguna.

  2. Basis pengetahuan (knowledge base) merupakan kumpulan pengetahuan bidang tertentu pada tingkatan pakar dalam format tertentu. Pengetahuan ini diperoleh dari akumulasi pengetahuan pakar dan sumber-sumber pengetahuan lainnya seperti buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, maupun dokumentasi yang tercetak lainnya.

  3. Mekanisme inferensi (inference machine) merupakan perangkat lunak yang melakukan penalaran dengan menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghasilkan suatu kesimpulan atau hasil akhir. Dalam komponen ini dilakukan pemodelan proses berpikir manusia. Pada prinsipnya mesin inferensi inilah yang mencari solusi dari suatu permasalahan.

  4. Memori kerja (working memory) merupakan bagian dari sistem pakar yang menyimpan fakta-fakta yang diperoleh saat dilakukan proses konsultasi. Fakta-fakta inilah nantinya akan diolah oleh mesin inferensi berdasarkan pengetahuan yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk menentukan suatu keputusan pemecahan masalah. Konklusinya bisa berupa hasil diagnosa, tindakan, dan akibat.

  Sedangkan utuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang pakar yang berinteraksi dengan pemakai, maka dilengkapi dengan fasilitas berikut :

  1. Fasilitas penjelasan (explanation facility) merupkan proses menentukan keputusan yang dilakukan oleh mesin inferensi selama sesi konsultasi mencerminkan proses penalaran seorang pakar. Karena pemakai kadangkala bukanlah ahli dalam bidang tersebut, maka dibutuhkan fasilitas penjelasan. Fasilitas penjelasan inilah yang dapat memberikan informasi kepada pemakai mengenai jalannya penalaran sehingga dihasilkan suatu keputusan. Bentuk penjelasannya dapat berupa keterangan yang diberikan setelah suatu pertanyaan diajukan, yaitu penjelasan atas pertanyaan mengapa, atau penjelasan atas pertanyaan bagaimana sistem mencapai konklusi.

2. Fasilitas akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition facility) merupakan perangkat lunak yang menyediakan fasilitas dialog antara pakar dengan sistem.

  Fasilitas akuisisi ini digunakan untuk memasukkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah sesuai dengan perkembangan ilmu. Meliputi proses pengumpulan, pemidahan, dan perubahan dari kemampuan pemecahan masalah seorang pakar atau sumber pengetahuan terdokumentasi (buku, dll) ke program komputer, yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau mengembangkan basis pengetahuan (knowledge base).

2.3. Sinusitis

  Menurut Kamus Kedokteran (Dorland 2002), sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasales; mungkin purulen atau nonpurulen, akut atau kronik.

  Tipe-tipe peradangan ini dinamakan sesuai dengan sinus yang terkena. Ethmoid sinusitis adalah peradangan sinus ethmoidalis, disebut juga ethmoiditis. Frontal sinusitis adalah peradangan sinus frontalis. Maxillary sinusitis adalah peradangan sinus maxillaris, disebut juga antritis. Sphenoid sinusitis adalah peradangan sinus sphenoidalis, disebut juga sphenoiditis. (Kamus Kedokteran Dorland, 2002).

2.3.1. Sinus Pada Manusia

  Ada delapan buah sinus paranasal, empat buah di tiap sisi hidung. Sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri, sinus maksila kanan dan kiri dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua rongga hidung tersebut merupakan kelanjutan dari mukosa hidung yang berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing- masing. (Aisyah, 2011).

  a. Sinus Frontalis (Frontal Sinus) Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. Ukuran rata-rata sinus frontal yaitu tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm dan isi rata-rata 6-7 ml. Dinding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama pada bagian luar atau sudut infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding anterior dan posterior. (Aisyah, 2011).

  b. Sinus Etmoidalis (Ethmoid Sinus) Sinus Etmoid Sinus etmoid pada orang dewasa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya pada bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di anterior sedangkan di bagian posterior 1,5 cm. (Soetjipto, 2007). Sinus etmoid berongga-rongga yang terdiri dari sel-sel seperti sarang tawon, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid dan terletak di antara konka media dan dinding medial orbita.(Soetjipto, 2007).

  c. Sinus Maksilaris (Maxilarry Sinus) Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum.(Soetjipto, 2007) d. Sinus Sfenoidalis (Sphenoid Sinus) Sinus sfenoid terletak di os sfenoid, di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang jarang terletak di tengah disebut septum intersfenoid. (Soetjipto, 2007). Ukuran sinus ini kira-kira pada saat usia 1 tahun 2,5 x 2,5 x 1,5, pada usia 9 tahun 15 x 12 x 10,5 mm. Isi rata-rata sekitar 7,5 ml (0,05-30 ml). (Aisyah, 2011).

  Berikut ini adalah gambar kempat sinus pada yang dimiliki oleh manusia seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2 berikut ini :

Gambar 2.2 : Daerah-daerah Sinus

  (Sumbe

  2.4. Algoritma Forward Chaining (Runut Maju)

  Metode Forward Chaining merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan data atau fakta yang meyakinkan menuju konklusi akhir. Runut maju biasa juga disebut sebagai penalaran forward (forward reasoning) atau pencarian yang dimotori data (data driven search). Jadi dimulai dari premis-premis atau informasi masukan (if) dahulu kemudian menuju konklusi atau drived information (then) atau dapat dimodelkan sebagai berikut :

  IF (informasi masukan) THEN (konklusi)

  Informasi masukan dapat berupa data, bukti, temuan, atau pengamatan. Sedangkan konklusi dapat berupa tujuan, hipotesa, penjelasan atau diagnosis. Sehingga jalannya penalaran runut maju dapat dimulai dari data menuju tujuan, dari bukti menuju hipotesa, dari temuan menuju penjelasan, atau dari pengamatan menuju diagnosa.(Giarattano, 2005). Dan berikut ini adalah contoh dari forward chaining.

  IF nyeri pada wajah AND hidung tersumbat AND nyeri pada kepala AND nyeri pada telinga

  THEN sinusitis sfenoid

  Secara sederhana runut maju diterangkan sebagai berikut secara sederhana untuk kaidah diatas, agar system pakar mencapai konklusi harus disuplay dahulu fakta nyeri pada wajah . hidung tersumbat dan nyeri pada kepala dan nyeri pada telinga. Barulah sistem mengeluarkan konklusi bahwa user menderita penyakit sinusitis sfenoid.

  2.5. Certainty Factor

  Dalam aplikasi sistem pakar terdapat suatu metode untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian data, salah satu metode yang digunakan adalah faktor kepastian (certainty factor). Ada dua macam faktor kepastian yang digunakan, yaitu faktor kepastian yang diisikan oleh pakar bersana denga aturan dan factor kepastian yang diberikan pengguna. Faktor kepastian yang diisikan oleh pakar menggambarkan kepercayaan pakar terhadap hubungan antara antecedent dan konsekuen. Sementara itu kepastian dari pegguna menunjukkan besarnya kepercayaan terhadap keberadaan masing-masing elemen dalam antecedent.(Kusrini, 2008).

  Nilai Certainty factor (CF) didapat dari interpretasi “term” dari pakar yang diubah menjadi nilai Certainty factor (CF) tertentu sesuai tabel berikut ini :

Tabel 2.1 : Nilai Ketidakpastian Uncertain Term Nilai CF

  Definitly not (pasti tidak) -1.0 Almost certainty not (hampir pasti tidak) -0.8 Probably not (kemingkinan besar tidak) -0.6 Maybe not (mungkin tidak) -0.4 Unknown (tidak tahu) -0.2 – 0.2 Maybe

  0.4 Probably

  0.6 Almost Certainty

  0.8 Definitly

  1.0 (Sumber : Mulyanto E., Sutojo T. & Suhartono. Kecerdasan Buatan. 2011)

  Certainty factor (CF) merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk

  mengatasi ketidakpastian dalam mengambil keputusan. Certainty factor (CF) dapat terjadi dengan berbagai kondisi. Diantara kondisi yang terjadi adalah terdapat beberapa antenseden (dalam rule yang berbeda) dengan satu konsekuen yang sama. Dalam kasus ini kita harus mengkombinasikan nilai CF keseluruhan dari kondisi yang ada. Berikut formula yang digunakan menurut MYCIN (Widiyanto, 2015)

  Berikut rumus untuk melakukan perhitungan CF kombinasi CF1 + CF2 * (1-CF1) kedua-duanya > 0 CF1 + CF2 salah satu < 0

  CFkomb (CF1, CF2)

  =

  1-min(|CF1|,|CF2|)

  {

  (CF1 + CF2) * (1

  • – CF1) kedua-duanya < 0 Keterangan : CFkomb = Certainty Factor (CF) kombinasi antara CF awal dan CF akhir CF1 = Certainty factor awal CF2 = Certainty factor akhir

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Implementasi Algoritma Affine Cipher dan Algoritma Advanced Encryption Standard (AES) pada Aplikasi Short Message Service (SMS) Berbasis Android

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Implementasi Algoritma Affine Cipher dan Algoritma Advanced Encryption Standard (AES) pada Aplikasi Short Message Service (SMS) Berbasis Android

0 0 18

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Karakteristik Ibu Pasangan Usia Subur yang Mengalami Abortus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2013

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

1 3 43

BAB I PENDAHULUAN - Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

0 2 7

Pelaksanaan Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan di Pasar Terapung Kec. Tembilahan Kota Kab. Indragiri Hilir Riau Tahun 2015

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah - Pelaksanaan Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan di Pasar Terapung Kec. Tembilahan Kota Kab. Indragiri Hilir Riau Tahun 2015

0 0 27

Pelaksanaan Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan di Pasar Terapung Kec. Tembilahan Kota Kab. Indragiri Hilir Riau Tahun 2015

0 0 14

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan - Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Mata Pelajaran Lintas Minat kurikulum 2013 Menggunakan Algoritma Weighted Product dan Analytical Hierarchy Process

0 0 16