Hubungan Persepsi Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Regulated Learning Mahasiswi Program Magister USU Yang Telah Menikah

BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING

1. Pengertian Self Regulation

  Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang mengaktivitasi pemikiran, perilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Self regulation menurut Bandura adalah suatu kemampuan yang dimiliki manusia berupa kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut.

  Zimmerman (dalam Boekaerts & Pintrich, 2000) menjelaskan bahwa individu yang mempunyai kemampuan self regulation adalah individu yang mampu mengerahkan pikiran, perasaan, dan tindakan yang muncul dari diri sendiri secara terencana dan sistematis, sehingga akan terjadi suatu siklus dalam beradaptasi dalam upaya pencapaian tujuan tertentu.

  Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009) yang mempengaruhi self

  regulation yaitu; a.

  Faktor eksternal

1) Strandar yang dibuat individu dalam mengevaluasi tingkah laku.

  Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.

  2) Penguatan (reinforcement). Hadiah instrinsik tidak selalu memberi kepuasan, individu membutuhkan insentif yang bersal dari lingkungan eksternal. Standar tingkahlaku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika seseorang dapat mencapai standar tingkahlaku tertentu, penguatan perlu agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

  b.

  Faktor internal 1)

  Observasi diri (self observation); dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dll.

  2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental proses); adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkahlaku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi.

  3) Reaksi diri afektif (self response); berdasarkan atas pengamatan dan judgment, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri.

2. Pengertian Self Regulated Learning

  Zimmerman (1989) mendefenisikan self regulated learning sebagai proses belajar dimana peserta didik menggunakan strategi personal untuk mengatur pengertian self regulated learning mengacu pada tiga hal yaitu penggunaan strategi self regulated learning, respon individu terhadap feedback untuk diri sendiri mengenai keefektifan belajar, dan proses motivasi yang saling ketergantungan. Self regulated learner dibedakan oleh kesadarannya akan hubungan antara proses regulasi dan hasil pembelajaran, dan penggunaan strategi untuk mencapai tujuan akademinya. Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self regulated learning merupakan sebuah proses dimana seorang peserta didik mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku

  (behaviour) dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan belajar.

  Corno dan Madinach (dalam Kerlin, 1992) mendefinisikan self regulated

  learning sebagai suatu usaha yang dilakukan individu untuk menyelesaikan tugas

  akademik dengan menggunakan cara-cara yang relevan dan tidak terbatas hanya pada materi pelajaran serta membuat perencanaan dan pengawasan pada proses kognitif dan afektifnya. Menurut Winne (1997) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

  Self regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara

  sistematis mengarahkan perilaku dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinannya positif tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Zimmerman dalam Schunk & Zimmerman, 1998).

  Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self

  

regulated learning adalah usaha individu dalam mengelola dan mengatur

  pembelajarannya dengan menggunakan strategi-strategi belajar secara sistematis untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

  3. Perkembangan Self Regulated Learning

  Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self regulated

  learning dimulai dari beberapa faktor yaitu:

  a. Pengaruh sumber sosial: hal ini berkaitan dengan informasi mengenai akademik yang diperoleh dari lingkungan teman sebaya.

  b. Pengaruh lingkungan: hal ini berkaitan dengan orang tua dan lingkungannya, sehingga peserta didik dapat menetapkan rencana dan tujuan akademiknya secara maksimal.

  c. Pengaruh personal atau diri sendiri: hal ini berkaitan dengan diri sendiri peserta didik yang memiliki andil untuk memunculkan dorongan bagi dirinya sendiri untuk mencapai tujuan belajarnya.

  4. Hal yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

  Zimmerman (1989) berpendapat bahwa menurut teori sosial kognitif terdapat 3 hal yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan self regulated

  learning : a. Individu, yang termasuk dalam faktor individu antara lain 1)

  Pengetahuan individu semakin banyak dan beragam sehingga membantu individu melakukan self regulated learning.

  2) Tingkat kemampuan metakognisi individu semakin tinggi sehingga dapat membantu individu melakukan self regulated learning

  3) Tujuan yang ingin dicapai, artinya semakin tinggi dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan untuk melakukan self regulated

  learning .

  4) Keyakinan diri, dimana pembelajar yang memiliki taraf self efficacy yang tinggi cenderung akan bekerja lebih keras dan tekun pada tugas akademik ditengah kesulitan, dan lebih baik dalam memantau dirinya dan menggunakan strategi belajar.

  b. Perilaku, fungsi perilaku adalah membantu individu menggunakan segala kemampuan yang dimiliki lebih besar dan optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur proses belajar, akan meningkatkan self regulated learning pada diri individu. Ada 3 tahap perilaku berkaitan dengan self regulated learning yaitu

  self observation, self judgement, self reaction . Apabila dikaitkan dengan self regulated learning dapat dibedakan menjadi 3 :

  1) Behavior self reaction yaitu siswa berusaha seoptimal mungkin dalam belajar

  2) Personal self reaction ialah siswa berusaha meningkatkan proses yang ada dalam dirinya pada saat belajar

  3) Environmental self reaction yakni siswa berusaha merubah dan menyesuaikan langkah belajar sesuai dengan kebutuhan.

  c. Lingkungan, dapat mendukung atau menghambat siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Adapun pengaruh lingkungan bersumber dari luar diri pembelajar, dan ini wujudnya bermacam-macam. Pengaruh lingkungan ini berupa

  

social and enactive experience , dukungan sosial seperti dari guru, teman, dan

  keluarga maupun berbagai bentuk informasi literature dan simbolik lainnya, serta struktur konteks belajar, seperti karakteristik tugas dan situasi akademik.

5. Strategi Self-Regulated Learning

  Strategi self regulated learning menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1986) adalah sebagai berikut: a.

  Evaluasi terhadap diri (self –evaluating) Merupakan inisiatif individu dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan pekerjaannya. Individu memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari telah mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini mahasiswa membandingkan informasi yang didapat dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.

  b.

  Mengatur materi pelajaran (organizing and transforming) Strategi ini dimana individu mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan over. Strategi ini juga ditandai bahwa individu mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari.

  c.

   Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)

  Strategi ini merupakan pengaturan individu terhadap tugas, waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu individu untuk mengenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-tugas yang mendesak. Perencanaan juga memungkinkan peserta didik untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang.

  d.

  Mencari informasi (seeking information) Individu memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut.

  e.

  Mencatat hal penting (keeping record & monitoring) Individu berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari.

  f.

  Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring) Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

  g.

  Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating) Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian. h.

  Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing) Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan covert . i.

  Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance) Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya. j.

  Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance) Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik. k.

  Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work) Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar. l.

  Mengulang catatan (review notes) Sebelum mengikuti ujian, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji. m.

  Mengulang buku pelajaran (review texts book) Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.

B. PERSEPSI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA

1. Pengertian Persepsi Dukungan Sosial Keluarga a.

  Pengertian Persepsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan hal melalui panca indranya. Persepsi sosial kita adalah pandangan kita terhadap orang lain.

  Persepsi memiliki tiga dimensi (Calhoun dan Acocella, 1990): 1. Pengetahuan, yaitu apa yang kita ketahui tentang pribadi lain, wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan lainnya.

  2. Pengharapan, yaitu gagasan kita tentang orang tersebut menjadi apa dan mau melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia mau menjadi apa dan melakukan apa.

  3. Evaluasi, yaitu kesimpulan kita tentang seseorang, didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia. b.Pengertian Dukungan Sosial

  Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan dukungan sosial. Sarason, Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2006) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan anggota keluarga. Pierce (dalam Kail & Cavanaugh 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi dalam kehidupan. Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah berbagai dukungan yang diterima seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, atau dukungan informasi. Dukungan sosial didefinisikan dihargai dan dinilai, dan merupakan bagian dari suatu jaringan sosial yang memberikan bantuan dan kewajiban secara timbal balik (Wilis dalam Taylor, 2009)

  Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan, dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang dapat berupa dukungan dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan kelompok, yang diberikan teman atau keluarga untuk menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan.

  c.

  Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Bailon & Maglaya, dalam Effendy 1998). Definisi keluarga berdasarkan Departemen Kesehatan RI adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 1998). Menurut Fadly (2009), keluarga biasanya terdiri dari suami, istri, dan juga anak-anak yang selalu menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka hidup dalam arti ikatan luhur hidup bersama.

  Houton dan Hunt (1987) mendefinisikan keluarga dalam beragam pengertian, salah satunya keluarga adalah pasangan perkawinan dengan atau tanpa dikatakan sebuah keluarga. Keluarga adalah pendukung utama bagi individu yang mengalami masalah (Fadly, 2009). Bentuk keluarga terbagi menjadi keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti merupakan satuan kekerabatan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga inti juga ada yang tidak atau belum memiliki anak. Keluarga luas merupakan satuan kekerabatan yang tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak saja, tetapi juga meliputi lebih dari satu generasi atau terdapat lebih dari satu keluarga inti dalam satu rumah.

  Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil masyarakat, terdiri atas minimal suami dan istri, adanya ikatan perkawinan, hidup dalam satu rumah tangga, di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga, berinteraksi diantara sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ciri-ciri keluarga adalah diikat dalam satu tali perkawinan, ada hubungan darah, ada ikatan batin, ada tanggung jawab dari masing-masing anggotanya, ada pengambilan keputusan, kerjasama diantara anggota keluarga, komunikasi interaksi antar anggota keluarga, serta tinggal dalam satu rumah.

  Tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya (Effendy, 1998): a.

  Asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. b.

  Asuh, memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan agar kesehatan selalu terpelihara, sehingga diharapkan memiliki kesehatan baik itu fisik, sosial dan spiritual.

  c.

  Asah, memenuhi kebutuhan pendidikan, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

  d.

  Persepsi Dukungan Sosial Keluarga Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan

  (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya. Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah berbagai dukungan yang diterima seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan pernghargaan, dukungan instrumental, serta dukungan informasi. Keluarga adalah dua atau individu yang tergabung karena hubungan perkawinan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Bailon & Maglaya, dalam Effendy 1998).

  Hubungan perkawinan yang terdiri dari suami dan istri saja dapat dikatakan sebuah keluarga (Houton & Hunt, 1987).

  Dengan kata lain persepsi dukungan sosial keluarga adalah tanggapan individu terhadap kenyamanan fisik dan psikologis yang dapat berupa dukungan dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, yang diberikan oleh anggota keluarga yaitu suami untuk menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan.

2. Dimensi Dukungan Sosial

  Dimensi dukungan sosial menurut Sarafino (2006): a. Dukungan instrumental

  Dukungan instrumental merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stres karena ini dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

  b.

  Dukungan informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

  c.

  Dukungan emosional Dukungan emosional adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. d.

  Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.

3. Sumber Sumber Dukungan Sosial Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari berbagai pihak.

  Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu: a.

  Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya.

  Contohnya: keluarga dekat, pasangan suami atau istri, atau teman dekat.

  b.

  Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, dan teman sepergaulan.

  c.

  Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah.

  Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh.

  C.

MAHASISWI PROGRAM MAGISTER (S2) YANG TELAH MENIKAH

  Dalam kamus bahasa Indonesia (2008) kata mahasiswa memiliki arti orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, mahasiswa adalah kamus bahasa Indonesia berarti mahasiswa wanita. Sehingga mahasiswi merupakan peserta didik wanita yang belajar pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi.

  Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 pasal 19 program magister merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas maka mahasiswi program magister merupakan peserta didik wanita yang belajar pada jenjang pendidikan tinggi pada program pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat.

  Pengertian pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Sigelman & Shaffer (dalam Yusuf & Sugandhi, 2012) pernikahan merupakan suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan peran baru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan dengan kehidupan sebagai pasangan. individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak (Papalia, Old, & Feldman, 2008).

  

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN SOSIAL

KELUARGA DENGAN SELF REGULATED LEARNING

  Zimmerman (1989) mendefinisikan self regulated learning sebagai proses belajar dimana peserta didik menggunakan strategi personal untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar secara langsung. Menurut Zimmerman (1990) dalam teori sosial kognitif terdapat tiga hal yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan self regulated learning, yakni individu, perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan dan lain sebagainya. Dalyono (2007) mengatakan bahwa faktor lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan individu dalam belajar. Keluarga adalah pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak, yakni hubungan perkawinan yang terdiri dari suami dan istri (Houton & Hunt, 1987).

  Menurut Dalyono (2007), hal-hal yang turut mempengaruhi belajar individu antara lain, tinggi rendahnya pendidikan keluarga, besar kecilnya penghasilan, cukup kurangnya perhatian, rukun atau tidaknya keluarga, akrab atau tidaknya hubungan antar anggota keluarga, tenang atau tidaknya situasi rumah.

  Selain hal itu keadaan rumah seperti besar kecilnya rumah, ada atau tidaknya media belajar juga mempengaruhi keberhasilan belajar. Hal-hal yang turut mempengaruhi tersebut termasuk ke dalam dukungan sosial antara lain dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan (Sarafino, 2006).

  Menurut Sarafino (2006) dukungan emosional merupakan dukungan yang diberikan anggota keluarga contohnya suami yang bersifat emosional atau menjaga emosi, atau perasaan, bentuk ini dapat ditunjukkan antara lain dalam bentuk tenang atau tidaknya situasi rumah, akrab atau tidaknya hubungan antar anggota keluarga dan cukup atau kurangnya perhatian. Bentuk dukungan instrumental merupakan dukungan yang diberikan secara langsung dan nyata, bentuk ini dapat ditunjukkan antara lain dengan ada tidaknya media belajar, besar kecilnya tempat belajar, nyaman tidaknya tempat belajar. Bentuk dukungan informasional merupakan dukungan yang diberikan berupa ulasan, informasi atau nasehat mengenai hal yang berhubungan dengan pembelajaran, bentuk ini dapat ditunjukkan dengan baiknya hubungan antar anggota sehingga memungkinan dukungan informasional dapat dengan baik diberikan. Dukungan penghargaan merupakan dukungan yang diberikan anggota keluarga (suami) dalam memberikan penghargaan ataupu balasan atas apa yang dilakukan dalam upaya mengasilkan hasil belajar yang baik, bentuk ini dapat ditunjukkan dalam pemberian pemberian semangat, persetujuan pada pendapat, perbandingan yang positif dengan individu lain.

  Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah berbagai dukungan yang diterima seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dan dukungan instrumental, dukungan informasi. Dukungan sosial Sarafino (2006) adalah bantuan yang berasal dari anggota keluarga (suami) individu yang menerima bantuan. Orang yang mendapatkan dukungan sosial keluarga yang tinggi maka akan banyak mendapatkan dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif dari keluarga. Apabila dukungan emosional tinggi, individu akan merasa mendapatkan dorongan yang tinggi dari anggota keluarga. Apabila penghargaan untuk individu tersebut besar, maka akan meningkatkan kepercayaan diri. Apabila individu memperoleh dukungan instrumental, akan merasa dirinya mendapat fasilitas yang memadai dari keluarga.

  Apabila individu memperoleh dukungan informatif yang banyak, maka individu akan merasa memperoleh perhatian dan pengetahuan. Hal-hal tersebut berdampak pada self regulated learning individu tersebut menjadi tinggi karena individu mampu mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

E. HIPOTESA PENELITIAN

  Hipotesa penelitian ini menggunakan hipotesa satu arah yakni sebagai berikut : ”Ada hubungan positif antara persepsi dukungan sosial keluarga dengan

  self regulated learning mahasiswi S2 USU yang telah menikah”

Dokumen yang terkait

Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CYBERLOAFING 1. Pengertian Cyberloafing - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 12

Studi Temperatur Optimal Terhadap Kekuatan Tarik dan Makrostruktur pada Komposisi Campuran Polypropiline (PP) dan High-Densitiy Polyethylene (HDPE) dengan Mesin Ekstruder

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Temperatur Optimal Terhadap Kekuatan Tarik dan Makrostruktur pada Komposisi Campuran Polypropiline (PP) dan High-Densitiy Polyethylene (HDPE) dengan Mesin Ekstruder

0 1 31

LAMPIRAN Lampiran 1 Program Mengurutkan Data dengan Menggunakan Metode Kuantil

0 1 18

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri - Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Gangguan Aman Nyaman: Nyeri pada Post Sectio Caesaria di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salep - Uji Mutu Sediaan Gentamisin Salep Kulit Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 0 21

Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak dengan Metode Argentometri

1 4 19

Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa

0 0 15