Pengaruh Penggorengan terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati dengan Metode Titrasi Asam Basa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak

  Lemak merupakan ester asam lemak dengan gliserol. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen (Handajani, 2010).

  Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati.

  O O HO C R CH

  2 OH CH

  2 O C R

  O O

  HO C R + CH OH CH O C R +

  3 H O

  2 O O

  HO C R CH

  2 OH CH

  2 O C R

  3 molekul Gliserol Trigliserida Air asam lemak (triester dari gliserol) keseragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan asam lemak, yaitu trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).

2.2 Asam Lemak

  Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

  Asam lemak berdasarkan panjang rantai meliputi asam lemak rantai pendek atau short chain fatty acids (SCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-4 (MCFA) yang mengandung atom karbon C-10 dan C-12 dan asam lemak rantai panjang atau long chain fatty acids (LCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-14 atau lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

  Berdasarkan jumlah ikatan rangkap, asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu asam lemak jenuh atau saturated fatty acid (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal atau mono unsaturated fatty acids (MUFA), dan asam lemak tidak jenuh jamak atau polyunsaturated fatty acid (PUFA). Asam lemak tidak jenuh dikenal dalam bentuk cis dan transisomer. Secara alamiah asam lemak tidak jenuh biasanya berbentuk cis-isomer dan hanya sedikit dalam bentuk trans atau

  

trans fatty acid (TFA) yakni di dalam ruminansia dan susu (Silalahi dan Siti

Nurbaya, 2011).

  Asam lemak dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini banyak dijumpai pada minyak masak (goreng), margarin atau lemak hewan. Asam lemak merupakan asam lemah, yang umumnya berbentuk cair ataupun padat (Tambunan, 2006).

2.3 Proses Pemurnian Minyak Nabati

  Pada dasarnya rancangan pabrik dalam memproses pemurnian minyak nabati mentah sangat bervariasi tergantung pada pabriknya. Akan tetapi tahapan- tahapan dalam proses tersebut adalah sama, yakni degumming, netralisasi, diekstraksi dimana masih berupa minyak nabati mentah (Tambunan, 2006).

  2.3.1 Proses Degumming

  Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lender-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati perlu dihilangkan untuk menghindari perubahan warna dan rasa selama langkah rafinasi berikutnya (Tambunan, 2006).

  2.3.2 Proses Netralisasi

  Semua minyak nabati mentah untuk konsumsi manusia telah dinetralisir untuk menghilangkan asam lemak bebas, protein, dan zat perekat cair, dan setelah itu dicuci untuk mengurangi kandungan sabun dari minyak netral untuk menghasilkan produk yang lebih stabil. Hasil netralisasi lebih diefektifkan lagi dengan tahap berikutnya seperti pemutihan, hidrogenasi, winterisasi, deodorisasi, dan hasil selanjutnya adalah produk berkualitas dengan hasil yang tinggi.

  Netralisasi juga menghasilkan penghilangan fosfat, asam lemak bebas, dan warna.

  Penghilangan sisa sabun dan embun dihitung dalam tahap pencucian dan pengeringan (Tambunan, 2006).

  Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan de- asidifikasi (Ketaren, 1986).

  Tujuan bleaching atau pemutihan adalah untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai oleh minyak. Minyak nabati yang netral, yang telah dicuci, dan dikeringkan masih mengandung sejumlah warna dan sebagian kecil sabun (< 50 ppm) yang perlu dihilangkan (Tambunan, 2006).

2.3.4 Proses Deodorisasi

  Proses deodorisasi merupakan suatu tahap proses pemurnian minyak atau lemak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak disukai konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan vakum serta suhu semakin tinggi (150°C - 250°C) (Tambunan, 2006).

2.4 Sumber Minyak dan Lemak

  Lemak dan minyak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Minyak dan lemak dapa diklasifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu biji-bijian palawija misalnya: minyak jagung, biji kapas, kedelai dan bunga matahari; kulit buah tanaman misalnya: minyak zaitun, dan kelapa sawit; biji-bijian dari tanaman misalnya: minyak kelapa, cokelat, inti sawit dan sebagainya (Ketaren, 1986).

  Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “ setengah mengering ”, berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat (Ketaren, 1986). Klasifikasi lemak nabati berdasarkan

Tabel 2.1 Klasifikasi minyak nabati No Kelompok lemak Jenis lemak/ minyak

  1 Lemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit

  2 Minyak (berwujud cair) a.

  Tidak mengering (non drying oil) b.

  Setengah mengering (semi drying oil) c.

  Mengering (drying oil) Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak

  rape, dan mustard

  Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, croton, dan urgen Minyak kacang kedelai, biji karet, argemone dan sebagainya

2.5 Jenis-Jenis Minyak Nabati

2.5.1 Minyak Sawit Merah

  

Minyak makan adalah ·min yak yang dikonsumsi langsung. Salah satu bahan baku utama minyak makan yaitu minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit memiliki banyak keunggulan dibanding bahan baku lainnya. Keunggulan utama minyak sawit adalah kandungan mikronutriennya yang tinggi terutama β-karoten. Tingg inya kandungan β-karoten tersebut menyebabkan minyak sawit berwarna merah sehingga sering disebut minyak sawit merah (Ayustaningwarno, 2012).

  Minyak sawit memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia diantaraya adalah karoten dan vitamin E. Karoten memiliki manfaat sebagai pencegahan sel kanker, paru–paru dan sebagai antioksidan. Sedangkan vitamin E berfungi sebagai pelindung sel dari membran oksidatif, mengurangi resiko diabetes, dan

  2.5.2 Minyak Jagung

  Tanaman jagung (Zea mays) di Indonesia merupakan tanaman pangan yang penting setelah padi dan terdapat hampir di seluruh Kepulauan Indonesia.

  Umumnya jagung sebagian besar masih digunakan sebagai bahan pangan penduduk serta sebagai sumber minyak. Penyebaran daerah tanaman jagung di Indonesia tidak merata karena adanya pengaruh iklim, keadaan hama dan fluktuasi harga jagung (Ketaren, 1986).

  Minyak jagung mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi yaitu sekitar 250 kilo kalori/ons. Dalam minyak jagung terdapat banyak asam lemak esensial yang dibutuhkan pada pertumbuhan badan. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh (asam palmitat dan asam stearat) dan asam lemak tidak jenuh (asam oleat dan asam linoleat). Minyak jagung kaya akan kalori, yaitu sekitar 250 kilo kalori/ons. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).

  2.5.3 Minyak Kelapa Sawit

  Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Faktor-faktor yang memengaruhi mutu adalah kadar air, kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Faktor- faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, dan bilangan penyabunan (Ketaren, 1986).

  Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik. Ada perbedaan mendasar kebutuhan mutu minyak sawit pangan maupun nonpangan. Untuk kebutuhan bahan pangan tentu tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan kebutuhan nonpangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienis dari minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan harus lebih diperhatikan karena berdampak langsung terhadap kesehatan. Dalam hal ini ialah minyak sawit dengan keadaan segar, asli, murni, dan tidak tercampur oleh bahan lain seperti: kotoran, air, logam-logam, maupun kadar ALB yang tinggi. Adanya bahan-bahan tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas minyak sawit yang dapat menurunkan harga jual maupun merugikan produksi (Mangoensoekarjo, 2000).

  Manfaat minyak kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk indutri pangan dan industri bukan pangan. Sebagai bahan baku untuk industri yaitu: minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, buffer, vanaspati, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue.

  Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Minyak kelapa sawit untuk industri bukan pangan yaitu: minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan gliserine). Produk bukan pangan yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi, 2002).

  Kedelai (Glycine max L) merupakan sumber protein dan dapat menghasilkan minyak bermutu tinggi. Minyak kedelai mempunyai kelebihan yang khas dibandingkan dengan jenis minyak nabati lain. Kandungan asam linoleat minyak kedelai mencapai 64%, paling tinggi diantara minyak sumber asam lemak tak jenuh lainnya. Subtitusi minyak nabati yang kaya akan asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fat) terhadap lemak hewan dan lemak nabati (saturated fat) akan menghasilkan penurunan kadar kolesterol (Gunawan, dkk., 2003).

  Asam lemak dalam minyak kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat digunakan untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng, dan untuk segala keperluan pangan. lebih dari 50 % produk pangan dibuat dari minyak kedelai, terutama margarin. Hampir 90 % dari prosuksi minyak kedelai digunakan di bidang pangan dan dalam bentuk telah dihidrogenasi, karena minyak kedelai mengandung lebih kurang 85 % asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986).

2.5.5 Minyak Kelapa

  Minyak kelapa sangat mudah dicerna dan diserap serta cepat dimetabolisme, sehingga tidak berada dalam sirkulasi darah. Keunggulan minyak kelapa adalah dapat meningkatkan HDL, menghasilkan sangat sedikit radikal bebas dibandingkan minyak lainnya, cepat diserap dan dioksidasi serta tidak menyebabkan endapan jaringan lemak dari arteri (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

  Penggunaan minyak kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah hanya terdapat dalam jumlah kecil, sebagian besar asam lemak terikat dalam bentuk ester atau bentuk trigliserida. Minyak kelapa dapat mengalami perubahan aroma dan cita rasa selama penyimpanan. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak. Kerusakan minyak secara umum disebabkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis. Proses oksidasi dipercepat dengan adanya sinar matahari (Keraten, 1986).

  Minyak kelapa sangat berbeda dengan minyak nabati lainnya, kecuali dengan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil= PKO). PKO bukan minyak kelapa sawit. Kedua minyak ini, minyak kelapa dan PKO mempunyai komposisi asam lemak yang tidak jauh berbeda yakni asam lemak rantai pendek (C:4 s/d C:8) dan asam lemak rantai sedang yang jenuh (C:10 dan C:12), sehingga disebut Medium

  

Chain Triglycerides (MCT), karena didominasi asam laurat (C:12), tetapi belum

tentu sifat kedua minyak ini sama (Silalahi, 2012).

  Minyak kelapa memang benar adalah lemak jenuh, tetapi asam lemak jenuh di dalamnya adalah asam lemak jenuh rantai sedang (MCT) lebih dari 80 %; asam lemak rantai pendek sekitar 10 %, dan hanya sedikit asam lemak jenuh rantai pendek seperti asam palmitat (5 %). Minyak kelapa yang termasuk MCT (Silalahi, 2012).

2.6 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng

  Minyak merupakan kebutuhan manusia yang setiap harinya digunakan sebagai medium penggorengan bahan pangan, seperti keripik kentang, minyak.

  Minyak jagung, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak dapat langsung dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat mengalami oksidasi sehingga berbau tengik. Lemak yang secara berulang–ulang digunakan dalam penggorengan sering membentuk busa, karena pada permukaan lemak terdapat larutan atau dispersi koloid yang berasal dari bahan pangan yang digoreng (Keraten, 1986).

  Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan, tergantung, dari 4 faktor, yaitu: a) lamanya pemanasan; b) suhu; c) adanya akselerator, misalnya oksigen atau hasil-hasil proses oksidasi; dan d) komposisi campuran asam lemak serta posisi asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida (Ketaren, 1986).

  Sifat kimia minyak dan lemak yaitu minyak akan mengalami kerusakan apabila dilakukan pemanasan berulang-ulang, kontak dengan air, udara, dan logam. Hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Ada beberapa penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, hidrogenasi dan hidrolisa (Winarni, dkk., 2010; Mulasari dan Utami, 2012).

  Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Faktor-faktor yang mempercepat reaksi, misalnya: cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan karena adanya enzim lipoksigenase (Winarni, dkk, 2010; Mulasari dan Utami, 2012; Ketaren, 1986).

  Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk lemak. Reaksi hidrogenasi adalah reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen (Ketaren, 1986).

  Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut (Ketaren, 1986). Reaksi hidrolisa terjadi sebagai berikut ini:

  Pada minyak goreng bekas yang telah rusak akan membentuk senyawa- senyawa yang tidak diinginkan seperti Asam Lemak Bebas (ALB), peroksida dan kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak (Winarni, dkk., 2010; Mulasari dan Utami, 2012).

  Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi (Ketaren, 1986).

  Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran pencernaan, akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya terdapat pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Gunawan, dkk., 2003). Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1993, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat mutu minyak goreng

  

Kriteria Uji Satuan Syarat

  • Keadaan bau, warna, dan rasa Normal Air % b/b Maks 0,30 Asam lemak bebas % b/b Maks 0,30 Bahan makanan tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.

  722/Menkes/Per/IX/88 Cemaran logam: Besi (Fe) mg/kg Maks 1,5 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 40,0 Timah (Sn) mg/kg Maks 0,005 Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0/250,0 * Arsen (As) % b/b Maks 0,1 Angka peroksida % mg 0,2/gr Maks 1 Catatan * dalam kemasan kaleng

  Sumber : SNI 01-3741-2002

2.7 Analisa Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas

  Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian minyak itu sendiri. Pengertian mutu mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional. Spesifikasi tersebut meliputi antara lain bilangan asam dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

  Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan sejumlah minyak atau lemak dalam alkoholeter dan diberi indikator fenolfthalein. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,5N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  × × 56,1

  Bilangan asam = A = jumlah ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = bobot contoh (gram) 56,1 = bobot molekul larutan KOH,

  Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan keracunan bagi tubuh. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Zulkifli, 2014).

  Untuk menngetahui berapa asam lemak bebas yang tersisa dalam minyak dapat digunakan analisa bilangan asam, karena bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH (sebagai titran) yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau minyak (Ketaren, 1986). Kadar asam lemak bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1

  

volume titrasi ×N KOH × BM Asam Palmitat

10

  % ALB = × 100%

  

berat sampel (mg )

2.8 Analisa Asam Lemak Bebas dalam Minyak dan Lemak

  Analisa asam lemak bebas dalam minyak dan lemak dapat ditentukan dengan cara titrasi yaitu titrasi asam basa. Titrasi asam basa bertujuan menetapkan kadar suatu sampel asam dengan mentitrasinya dengan larutan baku basa (alkalimetri) atau sampel basa dengan larutan baku asam (asidimetri). Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Hamdani, dkk., 2012).

  Asidi dari kata acid (bahasa Inggris) yang berarti asam sedang metri dari (bahasa Yunani) yang berarti ilmu, proses, atau seni mengukur. Asidimetri berarti pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam. Titrasi asidimetri alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam-basa. Berdasarkan reaksinya dengan pelarut, asam dan basa diklasifikasikan menjadi asam-basa kuat dan lemah sehingga titrasi asam-basa meliputi titrasi asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa kuat, asam kuat dengan garam dari asam lemah, dan basa kuat dengan garam dari basa lemah (Padmaningrum, 2006).