aliran klasik dalam pendidikan dan penga (1)

BAB VI
ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA

A. Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan aliran-aliran klasik dalam pendidikan.
2. Menjelaskan pengaruh aliran-aliran klasik pendidikan terhadap pemikiran
pendidikan di Indonesia.

B. Materi
2.1 Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan
2.1.1

Aliran Empirisme
Aliran empirisme (aliran optimisme) bertolak dari Lockean Tradition

yang mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang secara
eksternal dapat diamati dan menyatakan bahwa perkembangan anak
tergantung kepada lingkungan, serta mengabaikan pembawaan sebagai sisi
internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan,
sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui.

Manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, sehingga pendidikan
memiliki peran penting yang dapat menentukan keberadaan anak. Aliran ini
melihat keberhasilan seseorang hanya dari pengalaman (pendidikan) yang
diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang merupakan pembawaan
lahir. Tokoh utamanya John Locke, seseorang berkebangsaan Inggris yang
hidup pada abad 18 (1704-1932). John Locke mengatakan “Tak ada sesuatu
dalam jiwa yang sebelumnya tak ada dalam indera”.

Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empircism” (aliran
empirisme Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para
pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama
“environmentalisme”

(aliran

lingkungan)

dan

psikologi


bernama

“environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru
(Rober, 1988).
Doktrin aliran empirisme yang amat mashyur adalah “tabula rasa”,
sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran
kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting
pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia
itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya,
sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir seperti
tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa.
Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman atau
lingkungan yang mendidiknya. Jika seorang siswa memperoleh kesempatan
yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi
seorang politisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia
tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik sejati.
Tokoh- tokoh aliran ini adalah :
 Francis Bacon

Merupakan filsuf, negarawan, sekaligus penulis yang berasal
dari Inggris. Francis Bacion berpendapat bahwa “Untuk memahami
dunia ini, pertama orang mesti mengamatinya”. Pertama, kumpulkan

fakta-fakta. Kemudian ambil kesimpulan dari fakta-fakta itu dengan
cara argumentasi induktif yang logis.
 Thomas Hobbes
Dilahirkan di Malmesbury (1588-1679). Hobbes berpendapat
bahwa filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau
akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati. Segala yang ada
ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum ilmu pasti dan
ilmu alam. Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia
dan sama sekali tidak tergantung pada rasio manusia(bertentangan
dengan rasionalisme).
 John Locke
John Locke lahir di Bristol Inggris pada tahun 1632. Jonh Locke
terkenal dengan teori tabula rasanya. Pemikiran John termuat dalam
tiga buku pentingnya yaitu Essay Concerning Human Understanding
(1600), Letters on Tolerantion (1689-1692), dan Two Treatises on
Government (1690). John berpendapat bahwa anak yang baru

dilahirkan dapat diumpamakan seperti kertas putih yang belum
ditulisi.
 David Hume
David Hume lahir di Edinburgh pada 26 April 1711. Ia
merupakan filosof Skotlandia, ekonom, dan seorang sejarawan. David
Hume berpendapat bahwa seluruh pemikiran merupakan hasil dari
pengalaman, yang disebut dengan istilah persepsi. Persepsi terdiri atas
kesan-kesan (impressions), dan gagasan (ideas).

Aliran

empirisme

dipandang

berat

sebelah,

sebab


hanya

mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak
menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak
yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak
mendukung.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman,
sedangkan kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir, di kesampingkan.
Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lungkungan tidak
terlalu mendukung. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu
ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah
yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya.
Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi
pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam
ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis.


2.1.2

Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh seorang bangsa Jerman bernama Arthur

Schopenhouer yang hidup pada abad 19. Teori ini merupakan kealikan dari
teori tabularasa, yang mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki
pembawaan sendiri-sendiri. Aliran nativisme (aliran pesimistik) bertolak dari

Leibnitzian Tradition yang

menyatakan bahwa perkembangan seseorang

merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang
merupakan pembawaan seseorang yang akan menentukan nasibnya. Aliran ini
merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik”
akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang
yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak
mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik. Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang dibawa sejak lahir.

Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh
luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi (G.
Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri,
mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan
yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan
bebas. Pandangan-pandangan tersebut tampak antara lain humanistic
psychology dari Carl R. Rogers ataupun pandangan phenomenology atau
humanistik lainnya. Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar,
namun pengalaman dalam belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi
seseorang banyak ditentukan oleh kemampuan memberi makna pada apa yang
dialaminya itu. Dengan kata lain pengalaman belajar ditentukan oleh
“internal frame of reference” yang dimilikinya. Pendekatan ini sangat
mementingkan pandangan holistik (menyeluruh), serta pemahaman perilaku
orang dari sudut pandang si empunya perilaku itu.
Tokoh tokoh aliran nativisme :
 ArthurSchopenhauer

Dilahirkan di Danzig pada tanggal 22 Februari 1788.
Schopenhauer dibesarkan oleh keluarga pembisnis. Ia merupakan
seorang jenius dengan karyanya yang terkenal adalah The World as

Will

and

Representation.

Ia

mempunyai

pandangan

bahwa

pembawaanlah yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan
sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian
anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang
berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri.
 ImmanuelKant
Di lahirkan di Konigsberg pada 22 April 1724. Ia merupakan

filsuf Jerman dan karyanya yang terkenal adalah Kritik der Reinen
Vernunft. Ia berpendapat bahwa:
1. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi
dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja,
hanyalah ide.
2. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi
sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif
kategoris”. Contoh : orang sebaiknya jangan mencuri, sebab
apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila
semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
3. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah
yang memutuskan pengharapan manusia.
 Gottfried Wilhemleibnitz

Merupakan filsuf Jerman yang lahir di Leipzig, pada 1 Juli
1646. Gottfried mempunyai pandangan bahwa perkembangan manusia
sudah ditentukan sejak lahir. Manusia hidup dalam keadaan yang
sebaik mungkin karena dunian ini diciptakan oleh Tuhan.
Aliran nativisme hingga kini masih cukup berpengaruh dikalangan
beberapa orang ahli, tetapi tidak semudah dulu lagi. Diantara ahli yang

dipandang sebagai nativis ialah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang
ahli linguistik yang sangat terkenal hingga saat ini. Chomsky menganggap
bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan
semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga (yang lebih penting) oleh adanya
“biological predisposition” (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangan
dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat
mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka
pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Keyakinan yang demikian
itulah di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogis.

2.1.3

Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di

pelopori oleh seorang filsuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan
nativisme, naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk.

Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat di tentukan oleh

pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu
baik maka akan baiklah ia. Akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula
hasilnya. Seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseau sebagai
berikut: ”Semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta,
tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik
Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan
tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat
jangan banyak mencampurinya.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang
dewasa malah dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga
disebut negativisme. Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari
anak-anak, karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang
bersifat dibuat-buat (artificial) dan dapat membawa anak kembali ke alam
untuk mempertahankan segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan
naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malah
terbukti sebaliknya, pendidikan makin lama makin diperlukan.
Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di
dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi
rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut
Negativisme. Dalam aliran Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses
pembelajaran dintaranya adalah:
a) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi
interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
perkembangan didalam dirinya secara alami.

b) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Pendidik

berperan

sebagai

fasilitator

atau

narasumber

yang

menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak
didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan
untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung
jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan
bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi
kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi
kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai
dengan minat dan perhatiannya.

Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu
realisme, empirisme dan rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut
naturalisme merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut
realisme merupakan penganut naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan
bahwa realisme merupakan anak dari naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ideide pemikiran realisme sejalan dengan naturalisme. Salah satunya adalah nilai
estetis dan etis dapat diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal
tersebut
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran filsafat naturalisme
di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan
perkembangan alam. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua
makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus

dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan
dengan pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek.
Pendidikan tidak hanya sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar,
melainkan juga untuk menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana..
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru
paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu,
pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum
proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam
keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang
natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga
merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru
tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat
terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang
terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima
tujuan itu adalah:
(1) Pemeliharaan diri;
(2) Mengamankan kebutuhan hidup;
(3) Meningkatkan anak didik;
(4) Memelihara hubungan sosial dan politik;
(5) Menikmati waktu luang.
Spencer juga menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan
beraliran naturalisme, yaitu:
(1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam;

(2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik;
(3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak;
(4) Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam
pendidikan;
(5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus
otak;
(6) Praktik mengajar adalah seni menunda;
(7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (Hukuman
dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun
dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik.

2.1.4 Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1939), seorang Jerman
yang hidup pada abad 20 yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di
dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Aliran
konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme
dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas
(pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh
dalam perkembangan manusia. Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut
“personali”.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
 William Strern
William Strern lahir pada 29 april 1871, ia merupakan penemu
konsep intelligence quotient atau IQ. William berpendapat bahwa anak

dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buruk. Baik buruknya
seseorang tergantung dari pembawaan dan lingkungan.
 Al Ghazali
Al Ghazali lahir pada tahun 450 H atau 1058 M di desa Thus. Al
Ghazali berpendapat bahwa batas awal berlangsungnya pendidikan
adalah sejak bersatunya sperma dan ovum sebagai awal kejadian
manusia. Adapun mengenai batas akhir pendidikan adalah tidak ada
karena selama hayatnya manusia dituntut untuk melibatkan diri dalam
pendidikan sehingga menjadi insan kamil. Kemakmuran dan kejayaan
suatu bangsa sangat bergantung pada sejauhmana keberhasilan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran.
Selain itu, pengajaran dan pendidikan harus dilaksanakan secara
step by step.sme”, sebuah pemikiran filosofis yang sangat
berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan
manusia.

Di

antara

disiplin

ilmu

yang

menggunakan

asas

personalisme adalah “personologi” yang mengembangkan teori yang
komprehensif (luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia
(Rober, 1988).

Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang
berhubungan dengan proses perkembangan diatas, penyusun pandangan
bahwa faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan
siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:

 Faktor Internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang
meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut
mengembangkan dirinya sendiri.
 Faktor Eksternal yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa
yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman
berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya.

Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan
anak, baik factor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir
tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak
dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan katakata, adalah juga hasil konvergensi.
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
William Stern berpendapat bahwa perkembangan anak tergantung dari
pembawaan dan lingkungan, seperti gambaran berikut:

p
e
m
b
a
w
a
n

l
n
k
n
a

i
g
u
g
n

h
p
k
k
g
a

a
e
a
e
a
n

s
n
n
m
n
a

i

l
d
/

i
p
b

d
e
a

i
r
n

k

a
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.

Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan
yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian,
terdapat variasi pendapat tentang faktor mana yang paling penting dalam
menentukan tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga
melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran
guru sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa
dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat
behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching
Machine, belajar berprogram, dan lain-lain), dan sebagainya.

2.2 Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di
Indonesia
Aliran-aliran pendidikan yang klasik mulai di kenal di Indonesia
melalui upaya-upaya pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa
penjajah Belanda dan disusul kemudian oleh orang-orang Indonesia yang
belajar di negri belanda pada masa penjajahan. Setelah kaemerdekaan
Indonesia, gagasan-gagasan dalam aliran-aliran pendidikan itu masuk ke
Indonesia melalui orang-orang Indonesia yang belajar di berbagai Negara di

Eropa, amaerika serikat dan lain-lain. seperti yang di ketahui, sistem
persekolahan di perkenalakn oleh pemerintah colonial belanda di Indonesia,
sebelum masa itu pendidikan di Indonesia terutama oleh keluarga dan oleh
masyarakat (kelompok belajar/padepokan, lembaga keagamaan/pesantren,
dan lain-lain).
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi
lainnya dari anak (umpama pada bidang kesenian, keterampilan tertentu, dan
sebagainya), namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan
bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain,
meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya
ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan elektif fungsional
yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar
pandangan yang konvergensi. Seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang,
manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah.
Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan
yang ikut menentukan nasib manusia (Sulo Lipu La Sulo, 1981: 38-46).
Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah pendapat
yang lebih menginginkan agar peserta didik lebih ditempatkan pada posisi
yang seharusnya, yakni sebagai manusia yang dapat dididik dan juga dapat
mendidik dirinya sendiri. Hubungan pendidik dan peserta didik seyogyanya
adalah hubungan yang setara antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih
berkembang dari yang lain (Raka Joni, 1983: 29; Sulo Lipu La Sulo, 1984).
Hubungan kesetaraan dalam interaksi edukatif tersebut seyogyanya diarahkan
menjadi suatu hubungan transaksional, suatu hubungan antar pribadi yang

memberi peluang baik bagi peserta didik yang belajar, maupun bagi pendidik
yang ikut belajar (colearner). Dengan demikian, cita-cita pendidikan seumur
hidup dapat diwujudkan melalui belajar seumur hidup. Hubungan tersebut
sesuai dengan asas ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut
wuri handayani, serta cara pendekatan belajar siswa aktif (CBSA) dalam
kegiatan belajar mengajar. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sisdiknas, peran peserta didik dalam mengembangkan bakat, minat, dan
kemampuannya itu telah diakui dan dilindungi (antara lain: Pasal 23 Ayat 1,
Pasal 24, Pasal 26, dan lain-lain).
Indonesia yang mayoritas masyarakatnya menganut

agama Islam

lebih condong pada aliran konvergensi yakni factor yang mempengaruhi
perkembangan adalah pembawaan dan lingkungan. Pembawaan merupakan
potensi-potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir yang perlu
dikembangkan dengan adanya pendidikan atau lingkungan. Dewasa ini
hampir tidak ada yang menganut teori nativisme, naturalisme, maupun
empirisme. Mereka lebih condong pada aliran konvergensi.

C. Tugas
Setelah mempelajari bab VI ini dengan seksama, kerjakanlah tugas-tugas di
bawah ini:
1. Apakah perbedaan dari keempat aliran klasik pendidikan tersebut?
2. Aliran klasik pendidikan yang seperti apa yang cocok diterapkan di
Indonesia? Jelaskan!

3. Mengapa pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan
anak?

D. Daftar Rujukan
http://7assalam9.wordpress.com/2012/01/28/Aliran Aliran pendidikan, diakses
pada 11 September 2014.
http://emil113umm.wordpress.com/2013/07/13/aliran-aliran-klasik-dalampendidikan/, diakses pada 11 September 2014.
http://rimmu.wordpress.com/2010/02/08/Aliran Aliran pendidikan, diakses pada
11 September 2014.
Tim Dosen FIP IKIP Malang. 1996. Pengantar Pendidikan. Malang: IKIP
Malang.
Tirtarahardja, U. & S. L. La Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.