Derita Kaum Muslimin Antara Mayoritas an

Derita Kaum Muslimin
(Antara Mayoritas & Minoritas)
Oleh : Afrian Effendi*, Untuk Medan Editorial
Di Yunani, negara asal demokrasi, sangat wajar jika hingga saat ini
pembangunan masjid hanya tinggal janji ketika disana Muslim Menjadi
Minoritas. Sulitnya mendirikan masjid di negeri itu tak terlepas dari
penolakan gereja ortodok di sana. Mereka katanya, tidak siap melihat
menara masjid menjulang di tengah kota. inilah kemunafikan demokrasi
yang mereka pertontonkan sendiri kenaifan dan keburukannya. Andai di
Indonesia Muslim juga Minoritas, niscaya juga akan tampak jelas pelarangan
pembangunan masjid.
Di Myanmar, Muslim Juga mendapatkan penganiayaan yang melewati nurani kemanusiaan. Dibakar
hidup-hidup, Masjid Mereka dibakar oleh Budhist Burma.
Di Serbia, Masjid Dibakar dan sudah 6 tahun kasusnya tidak dilirik oleh Pemerintah. Di Xinjiang,
China, Kaum muslimin terus didera penderitaan karena dicap sebagai Teroris.
Kaum Muslim di Thailand bagian selatan merasa tak kuat lagi berada di bawah kekuasaan Raja
Thailand. Kekejaman dan penderitaan yang mereka alami selama di bawah pemerintahan Budha
menjadikan mereka berniat memisahkan diri. Berbagai upaya dilakukan, tetapi kandas karena pemerintah
Thailand menghadapinya dengan moncong senapan yang jauh lebih kuat dan canggih.
Di Philiphina, Muslim Moro juga terus mengalami penderitaan & Kedzhaliman. Tindakan kekejaman
dimulai dengan berkuasanya Spanyol. Itu terus terjadi ketika Amerika menjajah Filipina. Lagi-lagi Muslim

jadi sasaran. Dengan tipudaya, Amerika mencerai-beraikan kaum Muslim Moro dan menindasnya. Begitu
pula ketika Filipina merdeka 1946, pemerintah yang terbentuk pun melanjutkan kebijakan yang sama, yakni
menindas kaum Muslim.
Di Kamboja, nasib kaum Muslim mengalami penderitaan yang luar biasa di bawah rezim Khmer
Merah, bahkan setelah rezim ini tumbang. Kaum Muslim yang jumlahnya sekitar enam persen dari
penduduk Kamboja yang mayoritas Budha harus hidup dalam tirai besi rezim komunis. Rezim militer itu
tercatat melakukan penganiayaan; pembunuhan, penyiksaan, pengusiran; termasuk juga penghancuran
masjid-masjid dan sekolah. Kaum Muslim dilarang mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Lebih kurang 2000 muslim dibunuh, diperkosa dan dibakar hidup-hidup dalam kerusuhan di Gujarat
India Februari 2002 . Masjid Babri di Ayodhya, India juga dihancurkan oleh militan Hindu pada 1992
Di Jerman, Pembangunan Masjid Agung Di Tolak. molotov dilemparkan ke jendela-jendela mesjid di
kota Lauingen di Bavaria; Kristen memasang simbol salib dgn tulisan "Terra christiana est" atau INI TANAH
KRISTEN di halaman mesjid Hanover; dan traktor-traktor konstruksi mesjid dibakar di Berlin, di distrik
Pankow.
Kendati banyak fakta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di berbagai negara yang mayoritas non
Muslim itu, dunia tak banyak berbuat. Mereka hanya mengeluarkan kecaman dan kutukan. Diskusi dan
pertemuan hanya menghasilkan keputusan yang tidak bisa menghentikan tindak kekejian secara langsung.
Dalam kasus Rohingya, misalnya. Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan menyatakan
keprihatinan mendalam atas kekerasan yang terjadi terhadap umat Muslim Rohingya di Myanmar. Hal yang
sama dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di

dunia. Sekadar basa-basi. Nyatanya banyak penderitaan yang dialami kaum Muslim dari mulai Pattani,
Moro, sampai Rohingya, Indonesia tak terlihat perannya untuk menyelamatkan saudara-saudara mereka.
Setali tiga uang sikap Organisasi Konferensi Islam (OKI). Seperti yang sudah-sudah, OKI selalu
mengutuk kekejaman terhadap kaum Muslim tanpa bisa berbuat banyak. Berbagai pertemuan OKI digelar
dengan hasil nol besar. Mereka sekadar menggelar ritual pertemuan untuk menunjukkan eksistensi
organisasi.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sibuk berencana untuk mengeluarkan resolusi
dalam berbagai sidangnya. Tak pernah ada cerita PBB mengirimkan pasukan untuk mencegah kekejaman
yang dialami kaum Muslim, kecuali ada kepentingan politik di belakangnya. Sebaliknya, PBB justru ada di
balik pembantaian kaum Muslim seperti yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

* Penulis adalah Sekjen Liga Muslim Indonesia (LMI) Sumut, & Ketua Departemen Litbang Kesatuan
Mahasiswa Islam (KMI) Sumut

Sikap PBB ini untuk kesekian kalinya membuktikan adanya standar ganda Barat terhadap Dunia
Isla . Mereka seolah
erestui pe us aha kau Musli dari uka u i. “e alik ya, egitu ada
pelanggaran terhadap kaum non-Muslim—khususnya Kristen/Katolik—organisasi itu sangat sigap.
Maka dari itu, tak pernah ada cerita soal pasukan perdamaian yang melindungi warga Moro, warga
Pattani, warga Xinjiang, warga Palestina dan warga Muslim lainnya di seluruh dunia. Inilah fakta kaum

Muslim, tertindas di negerinya dan juga ditindas secara tidak langsung oleh konspirasi global dunia.
Namun yang Ironi adalah di Negara yang Mayoritas Muslim Muslim ini. Yang bahkan memiliki
Penganut Agama Islam terbesar di seluruh dunia. Indonesia, ya itulah nama Negara ini.
Di Indonesia, meski minoritas, hari raya mereka sama semaraknya dengan umat yang mayoritas–
bahkan seluruh stasiun televisi, pusat perbelanjaan, mall-mall, hotel, tempat-tempat hiburan, juga
pemerintahan, perusahaan swasta, lembaga, ormas, parpol, dan sebagainya, turut ambil bagian,
menyemarakkan perayaan hari raya kaum minoritas–sesuatu yang sulit ditemui di negeri yang minoritas
Muslim saat berhari raya. Satu paket dengan perayaan tahun baru masehi yang juga bersumber dari
kepercayaan mitos ‘o awi terhadap sa g Dewa Ja us Ja uari ya g ke udia diadopsi gereja.
Umat Islam yang mayoritas di Republik ini sungguh seperti tak ada nyalinya. Beda dengan di negeri
yang orang-orang kafirnya mayoritas, mereka benar-benar menunjukkan diri sebagai kaum mayoritas.
Walaupun Mengaku Negara yang menganut Demokrasi, Negara Mayoritas Kafir berani Melarang
Pembangunan Masjid, Melarang Pemakaian Jilbab/Purdah, Bahkan berani Memusnahkan Kaum Muslimin
yang boleh jadi hanya karena hal-hal sepelel
Kita Semua Bisa lihat, Rumah Ibadah Penganut Agama Terbesar di Negeri ini dihancurkan oleh
Minoritas. Ummat & Penyelenggara Negara ini seperti tak punya kekuatan apapun untuk menyentuh
bahkan hanya sekedar Daki dari Otak Pe gha ura e erapa Masjid di Kota Medan.Aneh & Ajaib
Memang. Tapi, inilah Republik Indonesia.
Bagaimana umat Islam diperlakukan semena-mena oleh aparat. Densus 88, dengan entengnya
berbuat anarkis dan kekerasan yang lebih terfokus kepada Kaum Muslimin yang selalu disebut dengan

Teroris . Contohnya di Poso baru-baru ini. Meski telah melakukan penyiksaan terhadap 14 warga yang
salah ta gkap da tak ter ukti teroris , aparat u a i ta aaf–tanpa proses hukum. Justru berbeda
tindakan Kepolisian ketika mensikapi Gerakan-gerakan Teroris Minoritas seperti RMS, Gerakan Papua
Merdeka, dan lain sebagainya. Aparat di Negeri ini seolah-olah tak tertarik untuk menjadikan Gerakangeraka
i oritas i i se agai Target Operasio al ya g dise ut Teroris . Sekali Lagi, Ajaib Negeri ini.
Ini hanya satu contoh perlakuan aparat & Negara ini yang sangat tidak manusiawi terhadap Kaum
Mayoritas.Kondisi umat Islam Indonesia, tanpa daya–meski mayoritas. Parahnya lagi, di tengah adanya
kasus pembangunan gereja yang tidak memenuhi persyaratan, sehingga tak mendapatkan izin
pembangunan, ternyata data Kementerian Agama menyebut hingga 2007 saja tingkat pertumbuhan gereja
adalah 165%, sementara pertumbuhan masjid cuma 64%. Perhitungan ini belum dikurangi dengan
Penghancuran Masjid-masjid.
Beberapa hal di atas hanya sedikit contoh dari deretan DERITA yang melumat umat yang
MAYORITAS, padahal, dalam sejarahnya Kaum Muslimin berada di front terdepan dalam membebaskan
republik ini dari penjajahan.
Lalu, “a pai kapa u at ayoritas egeri i i e le? I ilah iro i se uah negeri mayoritas
Muslim.

* Penulis adalah Sekjen Liga Muslim Indonesia (LMI) Sumut, & Ketua Departemen Litbang Kesatuan
Mahasiswa Islam (KMI) Sumut