Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko
mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan
oleh pekerjaan. Salah satu keluhan kesehatan yang paling sering dirasakan oleh para
pekerja yaitu keluhan muskuloskeletal (otot rangka). Keluhan muskuloskeletal ini
biasanya diawali dari adanya sikap kerja yang tidak alamiah karena ketidaksesuaian
antara fasilitas kerja dengan manusia/pekerja, dimana fasilitas kerja yang ada
seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi. Prinsip-prinsip ergonomi ini
umumnya belum banyak diterapkan di industri terutama industri dari sektor informal.
Bila ketidaksesuaian yang menyebabkan sikap kerja tidak alamiah dan keluhan ini
tidak dicegah atau ditangani dengan baik, pada akhirnya dapat menurunkan
produktivitas, efisiensi dan efektivitas kerja.
Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat
ringan sampai sangat sakit. Bagian otot rangka yang sering dikeluhkan meliputi otot
leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.
Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami pekerja adalah otot
bagian pinggang (low back pain=LBP).


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan laporan dari the Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen
Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan
bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja dan 25% biaya kompensasi
yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan sakit pinggang. Besarnya biaya
kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum diketahui.
Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan
bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US
dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan
biaya kompensasi untuk keluhan sakit akibat kerja lainnya. Sementara itu, National
Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya
paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Tarwaka,
2004).
Menurut Hendra dan Rahardjo (2009) yang mengutip laporan NIOSH (1997)
menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal merupakan fenomena yang umum
dialami oleh pekerja yang melakukan kegiatan secara manual. Pada tahun 1994
tercatat 705.800 kasus (32%) dari seluruh kasus di Amerika Serikat yang terjadi
karena kerja berlebihan (overexertion) atau gerakan yang berulang (repetitive
motion). Selain itu, Diana (2009) yang mengutip dari ILO (1999) juga mengatakan

bahwa pengeluaran biaya terbesar (40%) untuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja
adalah keluhan/ penyakit muskuloskeletal.
Industri batu bata merupakan salah satu dari sekian banyak industri yang
termasuk dalam industri sektor informal. Sektor informal merupakan jenis

Universitas Sumatera Utara

kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam
sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang
dijangkau oleh aturan-aturan hukum. Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan
oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian
angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi. Aktifitas-aktifitas
informal merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan: mudah untuk
dimasuki; bersandar pada sumber daya lokal; usaha milik sendiri; operasinya dalam
skala kecil; padat karya dan teknologinya bersifat adaptif; keterampilan dapat
diperoleh diluar sistem sekolah formal; dan tidak terkena secara langsung oleh
regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif (Pondokinfo,2009).
Kecamatan Darussalam merupakan salah satu sentra usaha pembuatan batu
bata yang ada di Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Darussalam terdiri dari 29 desa,
14 desa di antaranya memiliki usaha pembuatan batu bata. Diantara 14 desa tersebut,

ada 2 desa yaitu desa Lambada Peukan dan desa Miruk Taman yang memiliki usaha
pembuatan batu bata yang selalu aktif berproduksi dibandingkan usaha pembuatan
batu bata yang ada di desa lain di Kecamatan Darussalam. Jumlah usaha pembuatan
batu bata yang ada di Desa Lambada Peukan paling banyak jumlahnya yaitu
sebanyak 8 lokasi, sedangkan di Desa Miruk Taman sebanyak 6 lokasi.
Perajin pada usaha pembuatan batu bata yang ada di Desa Lambada Peukan
dan desa Miruk Taman terdiri dari perajin laki-laki dan wanita. Perajin laki-laki
bekerja di bagian pengolahan tanah dan pembakaran, sedangkan perajin wanita
bekerja di bagian pencetakan batu bata. Khusus di bagian pencetakan batu bata,

Universitas Sumatera Utara

mereka bekerja selama ± 8 jam sehari mulai dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam
17.00 WIB. Selama melakukan pekerjaan, banyak perajin mengeluh nyeri pada otototot di seluruh tubuh seperti leher, bahu,

lengan, tangan, punggung, bokong,

pinggang, lutut, betis dan kaki. Keluhan yang paling dirasakan oleh perajin yaitu
nyeri pada bahu, lengan, tangan, punggung dan pinggang. Keluhan-keluhan
muskuloskeletal tersebut dapat mengganggu aktivitas kerja dan berpotensi

menimbulkan

kelainan/penyakit pada otot rangka

yang dikenal dengan istilah

Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Keluhan-keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh perajin di bagian
pencetakan batu bata diawali dari adanya sikap kerja yang tidak alamiah. Mereka
mencetak batu bata dalam posisi berdiri, diikuti dengan gerakan membungkuk untuk
mengambil bahan baku dan meletakkan batu bata yang telah selesai dicetak. Gerakan
membungkuk yang dilakukan oleh perajin tersebut sangat berbahaya bagi tulang
belakang karena membentuk sudut 90
◦. Hal ini terjadi berulang -ulang dan dalam
waktu yang lama selama proses kerja. Sikap kerja seperti ini terjadi karena fasilitas
kerja yang kurang memadai, yaitu hanya ada meja kerja sederhana yang tingginya
rata-rata 1 meter dengan tinggi landasan kerja rata-rata 10 cm di bawah siku berdiri.
Untuk pekerjaan yang membutuhkan penekanan seperti mencetak batu bata, tinggi
meja dan tinggi landasan kerja tersebut tidak ergonomis. Grandjean (1988)
mengatakan bahwa untuk pekerjaan yang membutuhkan penekanan, tinggi meja

untuk wanita adalah 70-85 cm dan tinggi landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah
siku berdiri.

Universitas Sumatera Utara

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan lain-lain. Semakin
jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko
terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena
karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan pekerja. Menurut Manuaba (1992), lingkungan kerja
yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan
produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus didesain atau ditangani sedemikian
rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam
suasana yang aman dan nyaman (Tarwaka, 2004).
Menurut Sutalaksana (2000), sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik
fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja .yang dilakukan lebih cepat, kuat dan
teliti. Namun demikian, sikap kerja berdiri sebenarnya lebih melelahkan daripada
duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan

dengan duduk. Sikap kerja berdiri yang terlalu lama dapat menyebabkan kelelahan
dan keluhan subjektif berupa nyeri pada otot dan rangka. Gerakan membungkuk
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman serta keluhan berupa nyeri pada otot
punggung dan pinggang. Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan
oleh Pheasant (1991); Sudjana, et al. (1996); Andewi (1999); Harsono, et al. (2000);
Susilowati (2000); dan Meitha, et al. (2001) menyatakan bahwa melalui perbaikan

Universitas Sumatera Utara

stasiun kerja termasuk alat kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis maka
produktivitas kerja dapat ditingkatkan secara signifikan (Tarwaka, 2004).
Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai
masalah antara lain : nyeri, kelelahan bahkan kecelakaan. Richard (2001)
menyebutkan bahwa saat ini terdapat 80% orang hidup setelah dewasa mengalami
nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab termasuk
kondisi tidak ergonomis , dan back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk
kerja. Hasil survey yang dilakukan Santoso (2001) menyebutkan bahwa tenaga kerja
bubut manual posisi berdiri tegak yang tidak ergonomis mengalami kelelahan otot
biomekanik pada bahu kanan sebanyak 20,8%. Lord (1997) menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari 50% pasien di California mengalami lordosis akibat kerja dalam

posisi berdiri dibanding kerja posisi duduk pada kondisi tidak ergonomis. Selain itu
Santoso (2003) juga mengatakan bahwa terdapat hubungan antara posisi kerja dengan
produktivitas kerja (Santoso, 2004).
Perbaikan sikap badan saat kerja dan atau cara bekerja sehingga pekerjaan
dilakukan lebih ergonomis ternyata mampu mengurangi keluhan muskuloskeletal dan
menaikkan produktivitas kerja sebesar 10%, bahkan suatu penelitian melaporkan
kenaikan produktivitas kerja yang diukur dari peningkatan hasil kerja adalah sebesar
20% (Suma’mur, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2008) pada tenaga kerja bagian
produksi di PT. Kresna Duta Agroindo menyimpulkan : 1) Dari 90 tenaga kerja, 58
0rang (64%) melakukan sikap kerja tidak alamiah. 2) Tenaga kerja yang melakukan

Universitas Sumatera Utara

sikap kerja yang tidak alamiah lebih banyak merasakan keluhan muskuloskeletal
yaitu berjumlah 56 orang (98%).
Penelitian yang dilakukan oleh Masrah (2009) pada pekerja industri
pencetakan batu bata di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten
Serdang Begadai menyimpulkan setelah perbaikan fasilitas kerja terjadi perbaikan
postur kerja dan terdapat perbedaan tingkat keluhan muskuloskeletal yang signifikan

antara sebelum menggunakan alat bantu kerja dan setelah menggunakan alat bantu
kerja berupa kereta beroda sederhana. Setelah menggunakan alat bantu kerja, keluhan
muskuloskeletal yang dirasakan pekerja berkurang.
Sukmawati (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa perbaikan kursi
kerja dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal sebesar 42,22% dan meningkatkan
produktivitas kerja secara bermakna sebesar 38,547% pada perajin destar di Desa
Gerih.
Ansyari (2007) dalam penelitiannya pada pekerja pembungkus dodol di Desa
Paya Perupuk Kecamatan Tanjung Pura mengatakan bahwa : 1) Dari fasilitas kerja
yang tidak ergonomis banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja
yaitu 100% pekerja merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung,
pinggang, bokong, lutut, betis, kaki dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada
siku dan lengan. 2) Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja terjadi penurunan
keluhan yaitu 70% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 30%nya merasakan
sakit pada leher, bahu, lengan, punggung, pinggang, bokong; 80% pekerja merasakan
keluhan agak sakit dan 20% sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat,

Universitas Sumatera Utara

lutut, betis dan kaki. 3) Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai

dengan antropometri pekerja terjadi peningkatan produktivitas kerja sebesar 15-22%.
Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Desember
2010, diketahui bahwa sebagian besar perajin di bagian pencetakan batu bata di Desa
Lambada Peukan dan Desa Miruk Taman Kecamatan Darussalam Aceh Besar
mengeluh nyeri pada otot-otot di seluruh tubuh terutama pada bahu, lengan, tangan,
punggung dan pinggang. Keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh perajin
tersebut disebabkan oleh sikap kerja yang tidak alamiah karena fasilitas kerja yang
tidak ergonomis. Pada penilaian postur/sikap kerja dengan menggunakan metode
OWAS (Ovako Working Postures Analysis System), diketahui sikap kerja pada saat
mengambil bahan baku dan meletakkan hasil cetakan batu bata termasuk dalam
analisa kondisi kerja yang beresiko terhadap cedera muskuloskeletal dan perlu
dilakukan perbaikan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti ingin mencoba membantu
mengurangi keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh perajin di bagian
pencetakan batu bata sehingga dapat bekerja dalam kondisi yang sehat dan nyaman,
serta dapat mencegah terjadinya penyakit muskuloskeletal yang serius

dengan

melakukan penelitian tentang pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal

pada perajin batu bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Dalam penelitian ini,
peneliti akan melakukan intervensi dengan memberikan

fasilitas kerja sehingga

terjadi perubahan sikap kerja pekerja. Fasilitas yang diberikan berupa meja kerja dan
tempat meletakkan batu bata yang baru selesai dicetak. Fasilitas kerja ini dibuat

Universitas Sumatera Utara

dengan menerapkan prinsip-prinsip ergonomi yang sesuai dengan perajin sehingga
sikap kerja yang tidak alamiah seperti membungkuk dapat dihindari.
1.2.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu bagaimana pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal
pada perajin batu bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar.
1.3.


Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal

pada perajin batu bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar.
1.4.

Hipotesis
Ada pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada perajin batu

bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar.
1.5.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan penelitian lain
tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Dapat memperbaiki sikap kerja menjadi lebih alamiah untuk pekerjaan
mencetak batu bata sehingga mengurangi keluhan muskuloskeletal, dengan
memberikan rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri perajin
batu bata.

Universitas Sumatera Utara

3. Dapat memberikan informasi dan pemahaman kepada para pengelola usaha
pembuatan batu bata untuk dapat memberikan fasilitas kerja yang ergonomis
sehingga sikap kerja menjadi lebih baik.

Universitas Sumatera Utara